|
|
|
|
|
HAK DAN KEWAJIBAN KELUARGA SI SAKIT DAN TEMAN-TEMANNYA (16/25)
Dr. Yusuf Qardhawi
PENDERITA SAKIT JIWA
Diantara hal yang perlu diingatkan disini ialah yang berkenaan
dengan penderita gangguan jiwa, karena dalam hal ini banyak
orang --hingga keluarganya sendiri bahkan orang yang paling
dekat dengannya-- melupakannya dan tidak memperhatikan
hak-haknya, sebab mereka tidak melihat wujud penyakit ini pada
organ tubuh. Maka mereka menganggapnya sebagai orang sehat,
padahal anggapan demikian tidak benar.
Oleh karena penyakitnya yang tidak tampak --sebab berkaitan
dengan perasaan, pikiran, dan pandangannya terhadap manusia
dan kehidupan-- maka ia harus dipergauli secara baik. Ia harus
disikapi dengan lemah lembut dalam berbicara dan menilai
sesuatu, dan diperlakukan dengan kasih sayang.
BIAYA PENGOBATAN SI SAKIT
Diantara hak terpenting bagi si sakit yang harus ditunaikan
oleh keluarga dan kerabatnya --yang memiliki kemampuan dan
kelapangan untuk itu-- ialah menanggung biaya pengobatannya
jika si sakit tidak mempunyai harta. Misalnya memeriksakan si
sakit kedokter spesialis, membeli obat, biaya opname di rumah
sakit, biaya operasi, dan sebagainya sesuai dengan kemampuan
dan kebutuhan, tanpa israf (berlebih-lebihan) dan tanpa
bersikap kikir. Allah berfirman:
"... Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang
yang miskin menurut kemampuannya (pula) ..."
(al-Baqarah: 236)
"... Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang
melainkan (sekadar) apa yang Allah berikan kepadanya
..." (ath-Thalaq: 7)
Namun, hal ini tidak menjadi keharusan bagi setiap jenis
penyakit, melainkan untuk penyakit yang sangat parah, atau
yang dikhawatirkan akan bertambah parah, juga penyakit yang
dapat menjadikan penderita mengabaikan kewajibannya. Sedangkan
dalam hal ini terdapat obat yang mujarab dan manjur, sesuai
dengan sunnah Allah pada manusia.
Bila penyakitnya benar-benar berat dan obatnya lebih mujarab,
sementara penderita benar-benar membutuhkan pengobatan, maka
memberi biaya untuk pengobatannya merupakan pendekatan diri
kepada Allah yang sangat mulia. Karena orang yang
menghilangkan suatu kesusahan seorang muslim di dunia, maka
akan dihilangkan oleh Allah kesusahannya pada hari kiamat, dan
Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia menolong
saudaranya:
"... Dan barangsiapa yangmemelihara kehidupan seorang
manusia, maka seolah-olah ia telah memelihara kehidupan
manusia semuanya ..." (al-Ma'idah: 32)
Namun begitu, tidak lazim bagi kerabat atau teman untuk
memikul seluruh biaya pengobatannya sendirian, melainkan harus
berbagi dengan yang lain:
"Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah
pun, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya pula."
(az-Zalzalah: 7)
Boleh jadi biaya itu dibutuhkan sebelum berobat atau sesudah
berobat, yaitu ketika si sakit keluar dari rumah sakit yang
membutuhkan biaya sangat besar sehingga tidak dapat dipenuhi
olehnya.
Maka barangsiapa yang menolong menghilangkan kesulitannya pada
saat yang kritis ini niscaya dia akan mendapatkan kedudukan
tersendiri di sisi Allah.
Pada kenyataannya, keluarga si sakit --dalam kaitannya dengan
biaya pengobatan-- dapat dikelompokkan dalam dua golongan:
1. Orang-orang bakhil yang tidak mau membantu memenuhi
kebutuhan si sakit, baik untuk biaya pengobatan, makan,
maupun segala sesuatu yang diperlukan si sakit demi
memulihkan kesehatannya, meskipun yang sakit adalah
ibunya sendiri yang telah melahirkannya, atau ayahnya
yang telah mendidik dan memeliharanya, atau anaknya yang
menjadi buah hatinya, atau istri dan ibu anak-anaknya.
Bagi orang seperti ini harta lebih berharga daripada
keluarga dan kerabatnya.
Kadang-kadang si sakit membutuhkan obat yang berkualitas
sesuai resep yang diberikan dokter spesialis, atau perlu
menjalani operasi, perlu opname di rumah sakit, atau
perlu dikarantina selama beberapa waktu untuk
mendapatkan pemeliharaan dan perawatan secara sempurna,
yang semua itu membutuhkan biaya. Tetapi hati familinya
tidak ada yang merasa iba, tangan mereka pun tidak ada
yang terulur memberikan bantuan, karena mereka
benar-benar telah dilanda penyakit syuhh (bakhil dan
kikir), suatu penyakit hati yang merusak. Didalam hadits
sahih Rasulullah saw. bersabda:
"Jagalah dirimu dari penyakit syuhh, karena penyakit
syuhh ini telah membinasakan orang-orang sebe1um kamu,
mendorong mereka untuk melalcukan pertumpahan darah dan
menghalalkan apa yang diharamkan atas mereka."61
2. Keluarga si sakit yang berlebih-lebihan dalam
membiayai si sakit untuk sesuatu yang layak ataupun
tidak layak, yang dibutuhkan maupun yang tidak
diperlukan, demi memamerkan kekayaan, menunjukkan bahwa
mereka berharta banyak, dan berharap mendapatkan
sanjungan orang lain.
Anda lihat mereka memindah-mindahkan si sakit dari
dokter yang satu kepada dokter yang lain, dari satu
rumah sakit ke rumah sakit lain, dari satu negara ke
negara lain, padahal penyakitnya sudah diketahui dan
diagnosisnya sudah jelas, bahkan para dokter sudah
mencurahkan segenap kemampuannya secara maksimal dan
optimal, sehingga tinggal terserah pada keputusan Allah
yang tidak dapat ditolak, apakah sembuh atau meninggal
dunia. Di dalam pemindahan ini sudah barang tentu
menambah beban dan kepayahan bagi si sakit, padahal
pemindahan itu sendiri tidak mendesak, belum lagi
beban-beban di balik itu semua.
Selain itu, sering juga kondisi si sakit sudah lebih
dekat kepada kematian, dan dia lebih utama mati di
kampung halamannya, di tengah-tengah keluarganya,
familinya, dan handai tolannya. Tetapi sikap berlebihan
pihak famili untuk menampakkan bantuannya,
ketidakbakhilannya, dan demi menunjukkan kemampuannya
membiayai betapapun besarnya, hal itulah yang terkadang
mendorong mereka melakukan tindakan berlebihan.
Padahal dalam kondisi seperti itu lebih utama jika dia
menginfakkan harta tersebut --atas namanya sendiri-- di
jalan kebaikan, khususnya untuk rumah-rumah sakit, untuk
biaya pengobatan fakir miskin yang penghasilannya sangat
terbatas. Pemberian sedekah seperti ini kadang-kadang
mendorong orang-orang yang mendapatkan bantuan itu untuk
mendoakan si sakit agar diberi kesembuhan oleh Allah,
lalu Allah mengabulkannya. Untuk ini Rasulullah saw.
bersabda:
"Obatilah orang-orang sakitmu dengan sedekah."62
Seandainya uang yang dihambur-hamburkan itu
disedekahjariahkan, niscaya ia akan terus mendapatkan
pahala selama sedekah jariahnya itu dimanfaatkan orang
sampai hari kiamat.
(Bagian: 01, 02, 03, 03a, 04, 05, 06, 07, 08, 09, 10, 11, 12,
13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 21a, 22, 23, 24, 25)
-----------------------
Fatwa-fatwa Kontemporer
Dr. Yusuf Qardhawi
Gema Insani Press
Jln. Kalibata Utara II No. 84 Jakarta 12740
Telp. (021) 7984391-7984392-7988593
Fax. (021) 7984388
ISBN 979-561-276-X
|
|
|
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota |