|
|
|
|
|
HAK DAN KEWAJIBAN KELUARGA SI SAKIT DAN TEMAN-TEMANNYA (1/25)
Dr. Yusuf Qardhawi
Daftar Isi
Daftar Isi
Menjenguk Orang Sakit dan Hukumnya
Keutamaan dan Pahala Menjenguk Orang Sakit
Disyariatkan Menjenguk Setiap Orang Sakit
Menjenguk Anak Kecil dan Orang yang Tidak Sadar
Wanita Menjenguk Laki-laki yang Sakit
Laki-laki Menjenguk Perempuan yang Sakit
Menjenguk Orang Non-Muslim
Menjenguk Ahli Maksiat
Berapa Kali Menjenguk Orang Sakit?
Mendoakan Si Sakit
Menguatkan Harapan Sembuh Ketika Sakit
Menjampi Si Sakit dan Syarat-syaratnya
Menyuruh Si Sakit Berbuat Ma'ruf
dan Mencegahnya dari yang Mungkar
Mendonorkan Darah untuk Si Sakit
Keutamaan Kesabaran Keluarga Si Sakit
Penderita Sakit Jiwa
Biaya Pengobatan Si Sakit
Orang Sakit yang Mati Otaknya
Dianggap Mati Menurut Syara'
Melepas Peralatan dari Penderita
yang Tidak Ada Harapan Sembuh
Mengingatkan Penderita Agar Bertobat dan Berwasiat
Rukhshah bagi Si Sakit untuk Mengeluarkan Deritanya
Si Sakit Mengharapkan Kematian
Berbaik Sangka kepada Allah Ta'ala
Ketika Sekarat dan Mendekati Kematian
Apa yang Harus Dilakukan Setelah Mati?
Fakultas Kedokteran Universitas al-Malik Faishal di Dammam
melaksanakan suatu kegiatan yang bagus dan mulia, yaitu
menyusun sebuah buku yang membicarakan kode etik kedokteran
dalam Islam.
Programnya disusun sedemikian bagus, masing-masing topik
pembahasan diserahkan kepada sejumlah pemerhati masalah
kedokteran dan syariah, dari kalangan ahli fiqih dan ahli
kedokteran. Pihak fakultas menegaskan bahwa proyek ini
semata-mata sebagai amal kebajikan karena Allah dan untuk
mencari ridha-Nya, tidak ada tujuan materiil sama sekali.
Orang-orang yang ikut andil menyumbangkan tulisannya pun tidak
mendapatkan honorarium, pahala mereka hanya pada sisi Allah
SWT.
Dewan redaksi meminta kepada saya untuk menulis salah satu
dari topik yang berkaitan dengan "Hak dan Kewajiban Keluarga
Si Sakit dan Teman-temannya." Topik ini membuat beberapa unsur
penting yang layak untuk dijelaskan menurut tinjauan dalil dan
ushul (prinsip) syar'iyah, antara lain:
A. Menjenguk orang sakit;
B. Adab menjenguk orang sakit;
C. Menanggung biaya pengobatan, seluruhnya atau sebagian;
D. Mendermakan (mendonorkan) darah untuk si sakit;
E. Mendonorkan organ tubuh;
F. Hak si sakit yang tidak normal pikirannya (karena
terbelakang, karena di bawah ancaman, atau karena hilang
akal);
G. Hak-hak si sakit menjelang kematiannya, dan adab
bergaul dengannya;
H. Hak-hak si sakit yang mati otaknya, dan hukum
kematian otak.
Saya meminta pertolongan kepada Allah, dan saya tulis apa yang
diminta oleh panitia, meskipun kesibukan saya sangat banyak.
Tulisan itu saya kirimkan kepada saudara A.D. Zaghlul
an-Najjar untuk disampaikan kepada pihak yang berkepentingan.
Oleh karena proses penerbitan buku tersebut cukup lama, maka
saya memandang perlu memuat pembahasan tersebut dalam kitab
ini agar manfaatnya lebih luas dan merata, disamping dapat
segera dimanfaatkan. Segala puji teruntuk Allah yang telah
memberikan taufiq-Nya.
Alhamdulillah, segala puji kepunyaan Allah, shalawat dan salam
semoga tercurahkan kepada Rasulullah, keluarganya, dan kepada
orang- orang yang mengikuti petunjuknya.
Amma ba'du.
Sesungguhnya perubahan merupakan salah satu gejala umum bagi
makhluk di alam semesta ini, khususnya makhluk hidup. Karena
itu, makhluk-makhluk ini senantiasa menghadapi kondisi sehat
dan sakit, yang berujung pada kematian.
Adapun manusia adalah makhluk hidup yang tertinggi
peringkatnya, karena itu tidaklah mengherankan bila manusia
ditimpa berbagai hal. Bahkan ia lebih banyak menjadi sasaran
musibah tersebut dibandingkan makhluk lainnya, karena adanya
faktor kemauan dan faktor alami yang mempengaruhi
kehidupannya.
Oleh karena itu, syariat Islam menganggap penyakit atau sakit
merupakan fenomena yang biasa dalam kehidupan manusia, mereka
diuji dengan penyakit sebagaimana diuji dengan penderitaan
lainnya, sesuai dengan sunnah dan undang-undang yang mengatur
alam semesta dan tata kehidupan manusia.
Sebab itu pula terdapat berbagai macam hukum dalam berbagai
bab dari fiqih syariah yang berkaitan dengan penyakit, yang
seharusnya diketahui oleh seorang muslim, atau diketahui mana
yang terpenting, supaya dia dapat mengatur hidupnya pada waktu
dia sakit --sebagaimana dia mengaturnya ketika dia sehat--
sesuai dengan apa yang dicintai dan diridhai Allah, jauh dari
apa yang dibenci dan dimurkai-Nya.
Diantara hukum-hukum ini adalah yang berhubungan dengan
pengobatan orang sakit, hukum berobat, siapa yang
melakukannya, bagaimana hubungannya dengan masalah kedokteran,
pengobatan, dan obat itu sendiri, bagaimana bentuk kemurahan
dan keringanan yang diberikan kepada si sakit berkenaan dengan
kewajiban dan ibadahnya, dan bagaimana pula yang berhubungan
dengan perkara-perkara yang dilarang dan diharamkan.
Misalnya yang berhubungan dengan hak dan kewajiban si sakit,
serta hak dan kewajiban orang-orang di sekitarnya, seperti
keluarga, sanak kerabat, dan teman-temannya.
Orang yang memperhatikan Al-Qur'anul Karim niscaya ia akan
menjumpai kata al-maradh (penyakit/sakit) dengan kata-kata
bentukannya yang disebutkan sebanyak lima belas kali, sebagian
berhubungan dengan penyakit hati, dan kebanyakan berhubungan
dengan penyakit tubuh. Sebagaimana Al-Qur'an juga menyebutkan
kata-kata syifa' (obat) beserta variasi bentuknya sebanyak
enam kali, yang kebanyakan berhubungan dengan penyakit hati.
Masalah ini juga mendapat perhatian dari para ahli hadits dan
ahli fiqih, sehingga dapat kita jumpai dalam kitab-kitab
hadits yang disusun menurut bab dan maudhu' (topik)-nya, yang
di antaranya ialah "Kitab ath-Thibb" (obat/pengobatang)1 dan
di antaranya --seperti Shahih al-Bukhari-- terdapat "Kitab
al-Mardha" (orang-orang sakit). Ini berkaitan dengan "Bab
ar-Ruqa" (mantra-mantra/jampi-jampi) jimat, penyakit 'ain,
sihir, dan lain-lainnya. Kemudian ada pula masalah yang
berkaitan dengan penyakit yang dimuat di dalam kitab al-Janaiz
(jenazah).
Dalam kehidupan kita pada zaman modern ini telah timbul
berbagai persoalan dan permasalahan dalam dunia penyakit dan
kedokteran yang belum dikenal oleh para fuqaha kita terdahulu,
bahkan tidak pernah terpikir dalam benak mereka. Karena itu
fiqih modern harus dapat memahaminya dan menjelaskan hukum
syara' yang berkaitan dengannya, sesuai dengan dalil-dalil dan
prinsip-prinsip syariat.
Diantara ketetapan yang sudah disepakati ialah bahwa syariat
menghukumi semua perbuatan orang mukallaf, yang besar ataupun
yang kecil, dan tidak satu pun perbuatan mukallaf yang lepas
dari bingkainya. Karena itu setiap perbuatan mukallaf yang
dilakukan dengan sadar, pasti terkena kepastian hukum dari
lima macam hukumnya, yaitu wajib, mustahab, haram, makruh,
atau mubah.
Pada halaman-halaman berikut ini akan saya kemukakan
hukum-hukum syara' yang terpenting dan pengarahan-pengarahan
Islam yang berhubungan dengan kedokteran (pengobatan),
kesehatan, dan penyakit, dengan mengacu pada nash-nash
Al-Qur'an, As-Sunnah, dan maksud syariat juga dengan mengambil
sebagian dari perkataan ulama-ulama umat yang mendalam
ilmunya, dengan mengaitkannya dengan kenyataan sekarang. Kita
mohon kepada Allah semoga Dia menjadikannya bermanfaat ...
amin.
(Bagian: 01, 02, 03, 03a, 04, 05, 06, 07, 08, 09, 10, 11, 12,
13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 21a, 22, 23, 24, 25)
-----------------------
Fatwa-fatwa Kontemporer
Dr. Yusuf Qardhawi
Gema Insani Press
Jln. Kalibata Utara II No. 84 Jakarta 12740
Telp. (021) 7984391-7984392-7988593
Fax. (021) 7984388
ISBN 979-561-276-X
|
|
|
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota |