Usman bin Affan

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

3. Langkah-langkah Pembebasan di Masa Usman (4/4)

Anasir-anasir fitnah di kawasan Kedaulatan - 57; Pembebasan Azerbaijan - 58; Armenia - 61; Persia dan Rumawi di belakang pemberontakan Azerbaijan dan Armenia - 62; Perselisihan Kufah dengan Syam sekitar rampasan perang - 65; Orang-orang Rumawi di Iskandariah meminta bantuan Bizantium - 65; Upaya Rumawi merebut kembali kota Iskandariah dan Mesir - 68; Pasukan Rumawi mendarat di Iskandariah - 69; Peranan Amr - 70; Haumal, syahid membawa kemenangan - 72; Amr dan Sa’d - 75; Muslimin mempersiapkan armada lautnya - 82; Armada yang pertama dalam sejarah Islam - 83; Perang dengan Rumawi di Siprus - 85; Abdullah bin Qais, Laksamana pertama dalam Islam - 86; Kematian Abdullah bin Qais - 87; Pertempuran Laut - 88; Konstantin dibunuh orang-orang Sisilia - 90; Perang Sawari - 91; Beberapa wilayah Persia memberontak - 91; Irak, Syam dan Mesir stabil - 92; Rumawi tak berhasil kembali ke daerah-daerah jajahannya - 93; Kabilah-kabilah di Basrah dan Kufah - 94; Pelanggaran Khurasan, Jurjan dan Tabaristan - 98; Pembangkangan Istakhr dan Khurasan - 101; Yazdigird berusaha merebut kembali mahkotanya - 101; Kegigihan Yazdigird - 102; Pelarian dan matinya Yazdigird - 105; Hari-hari terakhir Yazdigird - 106; Berakhirnya Perlawanan Persia - 109; Kalah dan menang serta sebab-sebabnya - 110; Jasa terbesar berdirinya Kedaulatan Islam karena kuatnya iman - 112

Pelanggaran Khurasan, Jurjan dan Tabaristan

Dalam bab ini bukan tempatnya untuk menguraikan peranan dan kebijakan Sa'id dengan warga Kufah, tetapi kita akan membahas politik pembebasan itu di masa Usman. Pengaruh Sa'id dalam hal ini dengan mengadakan penumpasan terhadap pemberontakan Tabaristan itulah yang sekarang menjadi perhatian kita. Raja Tabaristan, di masa Umar bin Khattab, sudah pernah mengadakan persetujuan dengan Suwaid bin Muqarrin mengenai negeri itu. Penduduk Jabal Jilan akan membayar jizyah tiap tahun. Dengan demikian mereka akan aman, tak akan ada pihak yang akan menyerang mereka dan tak ada orang yang akan melanda bumi mereka tanpa ada izin dari pihak mereka sendiri.

Selama bertahun-tahun mereka menunaikan jizyah itu, kadang penuh kadang kurang. Tetapi sesudah memasuki tahun 30 Hijri pelanggaran terjadi di beberapa pelosok di wilayah Persia - di Khurasan, Jurjan, Tabaristan dan beberapa kota lain. Sa'id bin As tahu bahwa penanggung jawab Basrah, yakni Abdullah bin Amir sudah pergi ke Khurasan untuk menertibkannya. Dia sendiri pergi ke Qumais, Jurjan dan Tabaristan. Anehnya, kota-kota itu, yang sudah mengadakan persetujuan dengan Suwaid bin Muqarrin pada akhir pemerintahan Umar tanpa pertempuran hanya karena takut kepada Muslimin, sekali ini mereka berpikir seperti orang yang sudah putus asa, hendak mengadakan perlawanan terhadap penakluk-penakluk yang sudah mengembangkan kekuasaan kepada Kisra Persia selama tujuh tahun atau lebih itu. Tetapi di Qumais dan Jurjan Sa'id tidak menemui perlawanan, malah pihak Jurjan mengadakan persetujuan atas dasar 200.000 (dirham?). Setelah akan bergerak dari Jurjan ke Tabaristan melalui pesisir Laut Kaspia ia mendapat perlawanan sengit dari pihak Tamiyah di benteng-benteng Tabaristan sehingga ia melakukan salat khauf.

Perlawanan dari benteng itu berlangsung lama, yang tampaknya pihak Tabaristan sudah bersatu mengadakan perlawanan. Sementara itu ia terus mengatur strategi perang sampai akhirnya mereka dikepung dan dibendung. Diperlihatkannya bahwa bagi mereka sudah tak mungkin lagi untuk terus mengadakan perlawanan. Sesudah merasa putus asa, barulah mereka meminta damai, dan permintaan itu pun dikabulkan dengan permintaan jangan ada orang yang dibunuh dari mereka. Tetapi mereka kemudian tetap mengganggunya dan mengganggu pasukannya. Tidak sedikit kalangan Muslimin yang mereka bunuh, pembunuhan yang belum pernah ada tolok bandingnya.

Tak lama sesudah mereka membukakan benteng itu kepada Sa'id mereka melihat ia menyerbu mereka dan membunuh mereka semua kecuali satu orang. Pasukan Muslimin merampas semua yang ada dalam benteng. Setelah itu mereka menjelajahi seluruh Tabaristan dan saharanya, tetapi tak seorang pun mengadakan perlawanan.

Pasukan Kufah telah berjuang mati-matian dalam menghadapi daerah-daerah kekuasaan Persia yang memberontak. Perjuangan pasukan Basrah juga tidak kurang dari perjuangan pasukan Kufah. Ketika Umar wafat penanggung jawab Basrah adalah Abu Musa al-Asy'ari, yang oleh Usman tetap dipertahankan selama enam tahun berikutnya, yakni sampai tahun 29. Ada juga disebutkan bahwa dia dipertahankan sampai tiga tahun, kemudian dibebastugaskan dan digantikan oleh Abdullah bin Amir, sepupunya dari pihak ibu.

Lama sesudah Umar terbunuh daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaan pasukan Basrah itu tetap tenang. Kemudian pemberontakan menjalar ke daerah-daerah lain di Persia. Abu Musa dikirim ke sana untuk memulihkan kesetiaan mereka. Tetapi kalangan sejarawan tidak menjelaskan apa yang dilakukan oleh Abu Musa, dan siapa-siapa panglima pasukan yang ditugaskan untuk mengembalikan kesetiaan itu. Bolehjadi tak adanya penjelasan itu karena sumber-sumber mengenai masa tugas Abu Musa di Basrah masih simpang-siur, antara tiga atau enam tahun selama pemerintahan Usman itu. Tabari[42] menuturkan: "Sesudah Usman memberhentikan Abu Musa Asy'ari yang bertugas sebagai wakilnya di Basrah selama enam tahun, ia mengangkat Abdullah bin Amir bin Kuraiz... Konon Abu Musa hanya tiga tahun bertugas untuk Usman di Basrah," dan katanya lagi: "Sesudah Usman menjadi Khalifah, Abu Musa masih bertugas selama tiga tahun lagi dan pada tahun keempat ia diberhentikan. Ia mengangkat Umair bin Sa'd untuk Khurasan dan Abdullah bin Umair al-Laisi untuk Sijistan. Ia dapat menguasai sampai ke Kabul, dan Umair di Khurasan sampai ke Fergana."

Mengenai sebab diberhentikannya Abu Musa ia berkata: "Sesudah pada tahun ketiga penduduk Aizaj dan Kurdi membangkang, Abu Musa berseru kepada rakyat dan mengerahkan mereka dengan menyebutkan tentang pahala perjuangan sehingga ada beberapa orang yang berangkat dengan kuda, dan mereka sepakat akan berangkat secara berkelompok. Yang lain berkata: Kita jangan tergesa-gesa berbuat sesuatu sebelum kita lihat apa yang dilakukannya. Kalau kata-katanya sama dengan perbuatannya, kita lakukan seperti yang dilakukan teman-teman kita. Setelah tiba saatnya akan berangkat barang-barang yang akan dimuat dikeluarkan dari istananya sebanyak 40 muatan bagal. Mereka memegang tali kekangnya sambil berkata: Bawalah kami ke beberapa barang yang berlebih itu dan biarlah mereka berjalan kaki sesuai dengan keinginan kita. Mereka setuju dan meninggalkan kendaraan mereka dan terus berangkat. Sesudah sampai ke tempat Usman mereka meminta maaf kepadanya. Mereka berkata: Tidak semua yang kita ketahui harus kita katakan. Gantilah kami dengan dia. Ia berkata: Siapa yang kalian kehendaki? Kata Gailan bin Kharasyah: Setiap orang dari budak yang mengambil tanah kita dan menghidupkan kembali adat jahiliah di kalangan kita mendapat ganti ... Kemudian dia memanggil Abdullah bin Amir dan diangkatnya sebagai pejabat untuk Basrah."

Abdullah bin Amir ini anak muda yang baru bernmur 25 tahun, berperawakan tegap dan berani dalam menghadapi pertempuran. Mendengar pengangkatan itu Abu Musa berkata kepada penduduk Basrah: "Yang datang kepada kita sekarang adalah pemuda baik-baik dan murah hati, dari pihak bapa dan ibu juga keturunan orang baik-baik yang mampu menggabungkan dua kubu pasukan." Abu Musa memang tidak berdusta. Usman telah menggabungkan pasukan Abu Musa dan pasukan Usman bin Abi al-As as-Saqafi di Oman dan Bahrain di tangan Abdullah bin Amir.

Pembangkangan Istakhr dan Khurasan

Ketika Abdullah bin Amir bertugas di Basrah penduduk wilayah Persia mengadakan pemberontakan, ia mengirim Ubaidillah bin Mu'ammar untuk mengembalikan ketertiban. Ubaidillah dapat mencegat mereka di gerbang Istakhr. Ternyata mereka memang sudah memperhitungkan dan sudah siap untuk itu. Mereka bertempur mati-matian sampai berhasil mengalahkan pasukan Muslimin, dan Ubaidillah sendiri termasuk salah seorang di antara mereka yang terbunuh. Setelah Abdullah bin Amir menerima berita kejadian itu ia berusaha hendak menyelamatkan pasukan Basrah.

Ia berangkat dengan pasukannya ke Istakhr, tetapi ia disambut oleh pasukan Persia di sana dengan pertempuran sengit, seperti ketika menghadapi pasukan Ubaidillah. Tetapi Abdullah bin Amir tampaknya lebih cekatan, lebih berani dan pandai mengatur strategi. Dengan demikian pasukan Persia itu dapat dipukul mundur dan kembali ke benteng-benteng kota. Ketika itulah ia mengepungnya dan mengepung mereka yang berlindung di dalamnya sambil terus menghujaninya dengan manjaniq dan terus memperketat pengepungannya sampai mereka merasa sudah kehabisan tenaga. Akhirnya mereka dapat ditaklukkan dengan jalan kekerasan setelah terjadi pembantaian besar-besaran, termasuk tidak sedikit dari kalangan terkemukanya dan para perwira Persia yang berlindung di dalam benteng-benteng itu.

Sesudah Istakhr bertekuk lutut Abdullah meninggalkan kota itu dan pergi ke kota-kota lain di kawasan Persia. Ada sebagian mereka yang mengadakan perlawanan tetapi tidak berhasil dan yang sebagian lagi meletakkan senjata tanpa perlawanan. Abdullah memang memperlihatkan tangan besi dalam menghadapi kaum pemberontak yang telah membangkang dan ini membuat pihak Persia semua tidak berani lagi mengangkat muka.

Yazdigird berusaha merebut kembali mahkotanya

Dari Istakhr ini, kota suci dan ibu kota Persia Lama Abdullah bin Amir mengirim beberapa komandan ke kawasan Khurasan yang sedang bergolak, untuk menaklukkannya dan memaksanya tunduk, sekaligus untuk meyakinkan mereka bahwa pembangkangan mereka tak akan ada pengaruhnya selain hanya akan membuat mereka binasa dan hina. Sementara mereka dalam perjalanan ke Khurasan Sa'id bin al-As menyerang Jurjan dan Tabaristan serta daerah-daerah sekitarnya. Sebagai hukuman atas pembangkangan itu mereka ditundukkan secara hina dan dikenakan jizyah ganda kepada mereka.

Pada tahun 30 Hijri itu banyak terjadi pemberontakan di kawasan Persia. Penyebabnya, Yazdigird Maharaja Persia itu sejak masa kekhalifahan Umar sudah lari dan berlindung kepada Khaqan (Raja) Turki di Samarkand. Sesudah Ahnaf bin Qais membebaskan Khurasan sampai ke perbatasan Turki, Khaqan Turki khawatir pasukan Muslimin akan melintasi negerinya, merampas kerajaannya dan memperlakukannya seperti yang terjadi terhadap Yazdigird. Sekarang ia mengerahkan semua pasukannya bersama penduduk Fergana lalu berangkat bersama-sama, termasuk Yazdigird untuk menghadapi pasukan Muslimin di Khurasan. Umar bin Khattab ketika sudah tahu peranan Ahnaf bin Qais yang sudah sampai di Balkh ia menyatakan kekagumannya seraya berkata: "Dia itulah Ahnaf dan dia pemimpin masyarakat timur." Ketika itu juga ia mengirim pesan untuk tidak melampaui Khurasan ke kawasan Turki.

Sesudah kemudian Khaqan dan Yazdigird muncul dan memasuki Khurasan, Ahnaf menarik pasukanku ke Merv Ruz, serta meyakinkan pihak Turki bahwa dia tidak bermaksud memerangi mereka, tidak ingin melampaui Persia ke negeri mereka itu. Merasa puas dengan penjelasan itu Khaqan pun segera kembali ke negerinya. Yazdigird sendiri dengan pasukan Persinya sudah sampai di Merv Syahijan, tetapi oleh Harisah bin Nu'man, komandan pasukan Muslimin di sana ia dikepung dan barang-barang simpanannya dikeluarkan dari tempatnya. Barang-barang simpanan merupakan kekayaan luar biasa besarnya.

Setelah mengetahui Khaqan Turki menarik diri dan kembali ke negerinya, Yazdigird bermaksud menyusulnya dan mengangkut semua harta kekayaannya itu ke ibu kota Turki. Tetapi orang-orang Persia sendiri menolak membawakan harta kekayaan itu. Mereka menyarankan agar ia berdamai dengan pihak Arab supaya ia dapat tinggal bersama-sama dengan mereka. Tetapi saran mereka ditolaknya. Sesudah ia tetap bersikeras hendak melarikan diri bersama harta simpanannya, mereka marah dan mengadakan perlawanan, harta kekayaannya pun mereka kuasai. Dia dan para pengiringnya lari ke Fergana, ibu kota Samarkand.

Kegigihan Yazdigird

Yazdigird sekarang berlindung kepada Khaqan dengan sekelumit sisa harapan yang masih berkedip dalam hatinya - bahwa suatu hari kelak ia masih akan dapat kembali menduduki takhta kerajaannya. Sesudah Umar terbunuh sisa harapan itu bertambah besar. Terbayang olehnya bahwa sudah tiba saatnya sekarang Persia akan mengadakan balas dendam terhadap Muslimin. Ia menulis surat kepada orang-orangnya di berbagai daerah agar mengerahkan rakyat dan bangkit mengadakan pemberontakan. Hati rakyat di berbagai daerah masih bercampur rasa takut kepada pasukan Muslimin setelah kekuatan mereka dihancurkan. Di samping itu mereka juga melihat bagaimana keadilan dan toleransi Muslimin itu, sehingga sedikit sekali daerah yang mau mendengarkan seruan Yazdigird dan bersedia memberontak kepada pemerintah yang baru ini. Pasukan Muslimin memang bertindak cepat menumpas pemberontakan itu begitu dimulai. Setelah itu pihak Persia diam atas segala yang telah menimpanya, juga Yazdigird lama sekali diam menghadapi nasib buruk yang menimpanya itu.

Tetapi perubahan yang terjadi atas Muslimin para penanggung jawab di Kufah dan di Basrah telah mengakibatkan melonggarnya genggaman Muslimin atas daerah-daerah bagian timur Persia. Segala yang terjadi itu telah dirasakan oleh para pejabat Yazdigird. Mereka menulis surat kepadanya dan menyebarkan seruan kepada rakyat di berbagai daerah, bahwa Kisra Yazdigird akan datang dan akan merebut kembali kerajaannya. Mereka menyerukan rakyat daerah-daerah itu agar bersatu dan serentak mendukung Baginda Raja untuk kembali menduduki takhta kerajaannya dan mengembalikan kewibawaan dan kedudukannya yang sudah hilang. Seruan itu tampaknya berhasil. Yazdigird pun kembali dari tempat perlindungan di Fergana ke Khurasan. Hal ini telah membangkitkan semangat dan keangkuhan semua orang Persia. Dengan demikian semua wilayah bagian timur memberontak dengan tujuan hendak mengusir Muslimin dari bumi mereka.

Berita-berita itu sampai juga kepada Sa'id bin As di Kufah dan kepada Abdullah bin Amir di Basrah. Mereka yakin bahwa jika masalah ini terabaikan, seluruh Persia akan lepas dari Muslimin. Ketika itulah musuh-musuh Usman di Medinah akan berbalik menentangnya dan akan mencopotnya dari kekhalifahan. Kalau Usman sudah runtuh, maka habislah semua Banu Umayyah, termasuk Sa'id bin As dan Abdullah bin Amir. Dan ini akan merupakan bencana besar. Karenanya, kedua orang itu berangkat sendiri-sendiri dan mengerahkan para komandan pasukannya masing-masing dengan memberi semangat agar berjuang di jalan Allah demi membela agama Allah dan membela kaum Muslimin semua. Saya kira dalam hal ini mereka tidak lupa untuk juga mempertahankan fanatisme dan kekuasaan mereka pribadi yang masih ada hubungannya dengan fanatisme ini. Kalau ini sampai hilang dan hilang pula kekuasaan mereka pribadi, jangan harap akan dapat kembali lagi.

Di beberapa medan perang pasukan Muslimin dan pasukan Persia sudah berhadap-hadapan, dan kedua pihak sudah terlibat dalam pertempuran. Di beberapa tempat memang sudah begitu sengit, sehingga mengingatkan kita pada suatu perang besar. Dalam beberapa peristiwa pihak Persia dapat mengalahkan Muslimin. Ubaidillah bin Mu'ammar sudah kalah berhadapan dengan Persia di Istakhr. Hidupnya telah merupakan harga kekalahannya dan kekalahan pasukan Muslimin yang berada di bawah komandonya. Sekarang Abdullah bin Amir memberi tugas kepada Aswad bin Kulsum al-Adawi untuk berangkat ke Baihaq di bilangan Nisapur. Ia memasuki kota itu dari sebuah celah yang ada di tembok itu, bersama-sama dengan sejumlah pasukan Muslimin lainnya. Tetapi pihak lawan dapat menguasai celah itu dan mengadakan perlawanan hingga dia dan rekan-rekannya berhasil dibunuh.

Tetapi kemenangan Persia itu memang jarang terjadi. Tak lama setelah mendengar kejadian itu Abdullah bin Amir cepat-cepat - dia sendiri atau mengirim perwira-perwiranya - untuk memukul mundur musuh dan mengangkat panji-panji kemenangan Muslimin setinggi-tingginya.

Sesudah Ubaidillah bin Mu 'ammar terbunuh ia berangkat ke Istakhr dan menaklukkan kota itu. Pembebasan kota Baihaq yang sudah dimulai oleh Aswad sekarang diteruskan oleh saudaranya, Adham bin Kulsum. Abdullah bin Amir menerobos masuk ke Khurasan dan mengatur para komandan pasukannya ke pelbagai kawasan untuk menyebarkan rasa takut di semua tempat yang sudah disusupi propaganda untuk mendukung Yazdigird dan yang membuat pemimpin-pemimpin Persia itu di berbagai kota cepat-cepat mengadakan perdamaian dan mengajukan permohonan dengan mempersembahkan harta benda yang tak terkira jumlahnya di samping para tawanan perang perempuan.

Balazuri dengan panjang lebar menjelaskan beberapa hal yang sudah dicapai dalam persetujuan dengan pihak Persia di kota-kota dan berbagai kawasan itu, yang ternyata jumlahnya mencapai jutaan. Saya tidak tahu bagaimana cara orang-orang Arab itu menghitungnya! Adakah yang mereka hitung itu satu demi satu atau dengan cara diukur atau ditimbang!? Rasanya tidak perlu lagi saya merinci berapa banyak yang diwajibkan kepada setiap kota dan setiap wilayah itu, karena yang demikian ini uraiannya akan panjang sekali dan kurang ada gunanya. Dari semua itu rasanya pembaca cukup untuk mengambil gambaran bahwa pasukan Muslimin sudah maju sampai ke ujung paling timur perbatasan Persia dan berhasil meredam setiap pembangkangan dan mereka kembali setia. Bahkan telah menaklukkan beberapa daerah yang belum dibebaskan di masa Umar, dan mereka menyusur terus ke Afganistan sampai mendekati perbatasan India.

Dalam beberapa sumber masih terdapat perbedaan: Adakah mereka juga menaklukkan Kabul dan kota-kota lain di Afganistan dan mereka tinggal menetap di sana? Ataukah mereka kembali dari sana, kemudian mereka menaklukkan kota-kota itu tetapi mereka memberontak dan baru kembali lagi ke sana pada masa kekhalifahan Usman? Sumber-sumber yang lebih dapat meyakinkan menyebutkan bahwa mereka menghadapi perlawanan keras di pegunungan Afgan sehingga di masa Usman itu mereka tak mampu meneruskan pertempuran di kawasan tersebut.

Sesudah semua kemenangan itu, ada yang mengatakan kepada Abdullah bin Amir: Tak ada kemenangan yang pernah dicapai seperti yang Anda peroleh ini di Persia, Kerman, Sijistan dan di Khurasan. Dia berkata: "Sudah tentu sebagai rasa syukur saya kepada Allah dalam keadaan saya seperti ini saya akan umrah, yang akan saya laksanakan dari Nisapur." Ia berangkat menemui Usman dan menunjuk Qais bin Haisam sebagai penggantinya di Khurasan.

Pelarian dan matinya Yazdigird

Sementara pasukan Muslimin sedang mengibarkan bendera kemenangannya di mana-mana di kawasan Persia itu, Yazdigird sedang dalam pelarian dari satu daerah ke daerah lain sampai akhirnya ia terbunuh di rumah seorang penggali tanah di pesisir Sungai Mirgab. Sumber-sumber mengenai terbunuhnya ini masih simpang-siur. Kesimpangsiuran ini karena adanya perbedaan tanggal penaklukan daerah-daerah di Persia itu. Adakah semua itu di masa Umar, ataukah pembebasan Persia, Kerman, Sijistan dan Khurasan itu baru selesai pada masa Usman? Dalam buku saya Umar bin Khattab saya memperkuat - juga dalam buku ini saya memperkuatnya kembali - bahwa seluruh Persia itu sudah ditaklukkan di masa Umar, dan sesudah itu pernah bergolak dan mengadakan beberapa kali pemberontakan, yang oleh Yazdigird, pemberontakan ini dimanfaatkan dan ia keluar dari tempat perlindungannya di tempat Khaqan Turki. Sulit sekali dapat dipastikan tahun berapa ia kembali pada masa Usman itu. Tetapi tak lama sesudah ia kembali ia berusaha memerangi pasukan Arab. Ia menghimpun semua pasukannya untuk melawan musuhnya itu. Namun semua pasukannya tak memberi arti apa-apa buat dia. Ia lari lagi dari Kerman ke Sijistan kemudian ke Khurasan. Di pesisir Sungai Mirgab inilah ia menemui ajalnya.

Sumber-sumber itu sepakat bahwa terbunuhnya Yazdigird bukan ketika ia lari dari pengejaran pasukan Muslimin, tetapi ia terbunuh karena berselisih dengan raja-raja dan pembesar-pembesar Persia sendiri. Balazuri[43] menuturkan bahwa "Suatu hari Yazdigird sedang duduk-duduk di Kerman, tiba-tiba datang seorang pembesar kota itu dan berkata kepadanya dengan sikap angkuh. Dimintanya ia segera angkat kaki seraya mengatakan: Anda tak berhak menjadi penduduk daerah kota ini, apalagi mau sebagai raja. Kalau Anda orang baik-baik Anda tidak akan mengalami nasib seperti ini!

Ketika ia meneruskan perjalanan ke Sijistan ia disambut oleh raja negeri itu dengan penghormatan dan segala kebesaran. Sesudah berlalu beberapa hari, ketika ia menanyainya mengenai pajak, sikapnya tiba-tiba berubah. Melihat yang demikian Yazdigird pergi ke Khurasan. Ketika berada di Merv ia diterima oleh Mahuwe, marzaban (penguasa) kota itu, dengan segala kebesaran dan penghormatan. Kemudian Naizak Turkhan datang dan membawanya dengan penuh penghormatan. Dimintanya ia tinggal bersama Naizak selama satu bulan. Ketika kemudian ia pergi dan Naizak menulis surat kepadanya meminta tangan putrinya, Yazdigird merasa tersinggung dan ia berkata: Tulislah kepadanya, bahwa Anda hanyalah seorang budak dari budak-budakku, bagaimana Anda berani melamar kepada saya! Ia memerintahkan supaya mengusut Mahuwe, marzaban Merv itu dan menanyainya tentang hartanya. Mahuwe menulis surat kepada Naizak menghasutnya dengan mengatakan: 'Orang itu, yang datang terusir sebagai pelarian itu, dan Anda sudah bermurah hati kepadanya supaya ia dapat kembali kepada kerajaannya, menulis surat begitu rupa kepada Anda.'

Setelah itu mereka bekerja sama dengan rencana hendak membunuhnya. Kemudian Naizak mendatangi orang-orang Turki sampai ia tiba di Janabiz. Bersama-sama dengan pihak Turki itu ia memeranginya. Ia mengalami pukulan berat sehingga banyak anak buahnya yang terbunuh, dan markasnya pun dirampas. Ketika ia pergi ke kota Merv tetapi tidak dibukai pintu ia turun dari kendaraannya dan berjalan kaki sampai ke rumah penggiling tepung di Mirgab itu."

Hari-hari terakhir Yazdigird

Selanjutnya Balazuri menceritakan terjadinya pembunuhan di rumah penggilingan tepung itu.

Tabari mengutip cerita Naizak dan Yazdigird itu lain lagi. Begitu juga cerita-cerita lain yang dikutipnya, yang semuanya berakhir dengan kematian Yazdigird di rumah penggilingan itu. Ikhtisar cerita yang dibawa oleh Tabari tentang Naizak ialah bahwa Yazdigird lari dari pertempuran di Nahawand ke Asfahan, dan bolehjadi penguasanya ketika itu bernama Mityar, yang oleh penduduk Asfahan sangat dihormati, sebab dia sudah berhasil memerangi orang Arab.

Pada suatu hari ketika Mityar bermaksud menemui Yazdigird, oleh pengawalnya ia dicegah. Merasa dihina pengawal itu diterkamnya sehingga ia mengalami luka-luka dan berlumuran darah. Ketika pengawal itu masuk menemui Yazdigird ia merasa ngeri melihat yang demikian. Setelah mengetahui apa yang telah menimpanya ia merasa sudah tak ada tempat lagi baginya di Asfahan. Dari sana ia pergi ke Sijistan, yang kemudian dilanjutkan terus ke Merv disertai seribu orang perwira. Ketika itu Mahuwe adalah penguasa Merv. Karena maksud tertentu Yazdigird ingin mengalihkan perhatian para penguasa itu kepada kemenakannya, Sinjan. Tetapi Mahuwe sudah berusaha hendak menjerumuskannya. Ia menulis surat kepada Naizak Turkhan supaya mereka seia sekata dalam usaha mereka membunuh Yazdigird dan mengadakan perdamaian dengan pihak Arab. Naizak menulis surat kepada Yazdigird bahwa ia akan datang memberikan pertolongan. Para pembantu Yazdigird itu tertipu, mereka datang menemui Naizak tanpa membawa senjata dan pasukan, karena sudah yakin dan percaya kepadanya. Sesudah Naizak berada di tengah-tengah pasukannya, ia melamar putrinya untuk bersama-sama dengan dia memerangi musuhnya. Yazdigird marah besar dan memaki Naizak. Maka Naizak pun mengayunkan alat pemukulnya dan Yazdigird terus melarikan diri sampai ke rumah penggiling di Mirgab itu dan di tempat itulah ia dibunuh.

Dalam sumber lain yang dikutip oleh Tabari dari Ibn Ishaq menyebutkan bahwa Yazdigird lari dari Kerman dan Merv. Kepada penguasa kota itu ia meminta uang tetapi ditolak. Karena penduduk Merv khawatir Yazdigird dengan pasukannya akan menyerbu maka dalam menghadapinya itu mereka meminta bantuan Turki, yang kemudian datang menjemputnya dan dimintanya ia bermalam. Sesudah teman-temannya banyak yang dibunuh Yazdigird lari ke rumah penggilingan di Mirgab tempat dia dibunuh itu.

Sumber-sumber sekitar terbunuhnya Yazdigird memang sangat bersimpang-siur, sama dengan pelariannya yang juga serba simpang-siur. Kita tidak perlu merincinya seperti yang diberitakan oleh Tabari panjang lebar dan penulis-penulis lain. Cukup kalau kita singgung di sini bahwa sebagian mereka ada yang menyebutkan bahwa tatkala penggiling tepung itu melihat pakaian yang dipakainya, ia dibunuhnya saat ia sedang tidur, atau bahwa dia menyediakan makanan dan setelah makan dibawakan minuman sampai dia mabuk. Sesudah tiba waktu sore, dalam keadaan mabuk ia mengenakan mahkotanya. Setelah tukang giling itu tahu, karena ingin menguasainya, Yazdigird dibunuhnya, dan segala permata berlian dan pakaiannya diambilnya dan mayatnya dilemparkan ke sungai.

Sesudah kemudian Mahuwe mengetahui berita itu Mahuwe membunuh penggiling dan keluarganya serta mengambil mahkota Kisra berikut permata dan pakaiannya itu. Ada lagi yang menyebutkan bahwa penggiling tepung itu memberitahukan tentang keberadaan Yazdigird di rumahnya. Mahuwe mengirim tentaranya lalu mereka menemui Yazdigird dan membunuhnya, atau mereka pergi ke sana tetapi menjumpainya ia berada di sungai. Setelah dikeluarkan ia berkata kepada mereka: Biarlah saya berdamai dengan pihak Arab. Tetapi mereka menolak lalu membunuhnya. Dalam sebuah sumber disebutkan, bahwa pihak Turki mau membalas dendam kepadanya, maka mayatnya dimasukkan ke dalam sebuah peti lalu dibawa ke Istakhr dan dimakamkan di sana.

Mana pun dari sumber-sumber itu yang benar, yang jelas semua sepakat bahwa Yazdigird dibunuh sesudah pelariannya ke rumah penggiling tepung itu. Dan dengan terbunuhnya itu, berakhirlah sudah kedaulatan raja-raja dinasti Sasani itu.

Yazdigird tidak meninggalkan anak keturunan yang mungkin dapat menyatukan orang kepadanya, atau mengumumkan bahwa dia adalah ahli waris yang sah untuk menduduki takhta. Raja yang sejak dinobatkan sudah 24 tahun menduduki takhta hingga terbunuhnya itu, hanya empat tahun pertama menikmati kedudukan sebagai raja. Setelah itu selama 20 tahun yang sangat meletihkan ia selalu menjadi pelarian dari pasukan Arab yang memburunya terus-menerus dari satu daerah ke daerah lain. Mereka memaksanya meninggalkan negerinya. Ia berusaha meminta bantuan Turki atau Cina. Tetapi Turki kemudian mengusirnya karena khawatir akan diserbu oleh pihak Arab di sarangnya sendiri.

Jadi kalau sudah memang demikian dengan kematiannya yang begitu tragis, sudah selayaknya dengan terbunuhnya itu kewibawaan raja pun akan jatuh di mata setiap orang Persia.

Setiap pembesar daerah merasa senang ketika Muslimin tinggal bersama mereka, dan kekuasaan akan tetap di tangan mereka seperti pada masa raja-raja Kisra dulu. Hanya masalah-masalah kedaulatan secara umum saja yang pimpinannya masih di tangan orang Arab. Para sejarawan itu menyebutkan bahwa sebelum meninggalnya Yazdigird pernah berhubungan dengan seorang perempuan bernama Biru dan sesudah kematiannya ia melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Makhdaj dan hidup sampai berusia lanjut, dan bahwa Makhdaj ini mempunyai beberapa anak di Khurasan, di antara mereka ada dua orang gadis, yang salah seorang di antaranya oleh Hajjaj bin Yusuf dikirimkan kepada Walid bin Abdul-Malik. Anaknya, Yazid bin Abdul-Malik adalah keturunan dari salah seorang dari mereka itu. Jadi wajar saja, bahwa Makhdaj ini, atau keturunannya, tak dapat menjadi pembela Persia yang akan dapat menyatukan orang kepadanya.

Berakhirnya Perlawanan Persia

Dengan terbunuhnya Yazdigird perlawanan Persia di seluruh kerajaan itu jadi padam. Sebagian mereka sudah ada yang mau berdamai dengan pihak Muslimin, kecuali pihak Turki penduduk Balkh. Mereka bertetangga dengan daerah Bab di ujung barat laut daerah Iran di pantai Laut Kaspia. Tidak heran bila kawasan ini termasuk daerah Persia yang paling alot dihadapi oleh para penakluk dan paling sering terjadi pemberontakan. Kawasan ini merupakan daerah berbukit-bukit dan sukar dilalui manusia, penduduknya sudah biasa berperang dan memberontak, dan mereka tidak mau tunduk begitu saja meskipun oleh pihak Arab sudah dikepung dari segenap penjuru. Ketika Abdur-Rahman bin Rabi'ah mencapai daerah itu dan hendak menyerang mereka, mati-matian mereka mengadakan perlawanan sampai akhirnya berhasil mereka membunuhnya dan menghancurkan pasukan Muslimin yang berada di bawah pimpinannya.

Melihat hal ini Usman khawatir yang demikian akan berpengaruh kepada daerah-daerah lain. Pasukan Muslimin hendak mengadakan pembalasan terhadap saudara-saudaranya itu. Ia segera menulis surat kepada Sa'id bin As, penanggung jawab Kufah, dan Mu'awiyah bin Abi Sufyan, kepala pemerintahan Syam, agar memberikan bantuan kepada pasukan Muslimin yang sudah terperangkap sesudah kekalahan mereka di Bab itu. Maka yang berangkat itu Habib bin Maslamah alFahri atas perintah Mu'awiyah, dan Salman bin Rabi'ah al-Bahili atas perintah Sa'id bin As, sesuai dengan daerah tujuan yang diperintahkan oleh Usman.

Sekali ini giliran pasukan Musliminlah yang mendapat kemenangan dan menaklukkan Farj Balanjar dengan paksa. Tetapi pihak Kufah dan pihak Syam kemudian berselisih, dan ini merupakan perselisihan pertama terjadi di kalangan pasukan Muslimin. Tabari menghubungkan perselisihan mereka ini pada upaya Salman yang ingin memegang pimpinan Habib tetapi Habib menolak. Pihak Syam berkata: Kami bermaksud menghantam Salman; pihak Kufah berkata: Kalau begitu kita hantam saja Habib biar banyak yang mati dari kalian dan dari kami... Dalam hal ini penyair Kufah, Aus bin Magra' berkata:

Kalau kalian menghantam[44] Salman akan kami hantam Habib kalian
Kalau kalian berangkat menemui Ibn Affan kami pun akan berangkat
Kalau kalian melanda, daerah perang itu adalah daerah komandan kami
Dan ini komandan yang dalam batalion-batalion sudah akan datang
Kami adalah para penguasa daerah-daerah perang, kamilah garnisunnya
Setiap malam, membidik dan menyangga setiap daerah perang.

Tetapi Balazuri mengacu adanya perselisihan itu pada Salman, bahwa ia bersama pasukannya sampai ke tempat pertempuran itu sesudah pihak Syam selesai menghadapi musuh. Pasukan Kufah meminta agar hasil rampasan perang dibagi bersama dengan mereka, tetapi permintaan itu ditolak. Antara Habib dengan Salman kemudian terjadi perang mulut dan beberapa orang dari pihak Syam mengancam akan membunuh Salman. Maka keluarlah kata-kata penyair pihak Kufah seperti disebutkan di atas itu.

***

Kalah dan menang serta sebab-sebabnya

Keadaan Muslimin di Persia sudah stabil, seperti di Afrika, yang juga sudah stabil. Sampai pada akhir masa pemerintahan Usman tak ada kesulitan yang berarti. Sebagian orang menganggap hal ini luar biasa. Sebentar lagi akan kita lihat bila kita sudah memasuki pembicaraan mengenai pemerintahan Usman ini serta aliran-aliran pendapat di masanya itu dan dampak apa yang timbul dari segala aliran yang berakhir dengan pemberontakan sampai terbunuhnya Usman itu. Perpecahan yang telah menggerogoti sendi-sendi Kedaulatan Islam yang baru ini kini telah terancam bahaya. Sungguhpun begitu, mengapa Persia sudah tidak lagi berdaya, dan Rumawi pun sudah enggan dan tidak lagi mau mengambil kesempatan dan bangkit mengadakan pembalasan untuk merebut kembali kerajaannya yang hilang itu?!

Untuk menjawab pertanyaan ini tidak sulit. Sistem sosial dan politik di Persia dan di Rumawi yang sudah tua renta dan berantakan itu membuat orang tidak lagi bersemangat untuk mengadakan pembelaan. Karenanya, satuan-satuan pasukan yang berangkat hendak memerangi pasukan Arab tidak lagi dipacu oleh cita-cita yang harus dipertahankan atau mempunyai suatu harapan untuk diwujudkan, atau cita-cita luhur sebagai manusia bermartabat, yang dirasakan akan membawa harapan bahagia. Tetapi satuan-satuan ini malah sudah menjadi alat yang patuh pada perintah tuan-tuan besar yang berkuasa. Yang mendorong kepatuhan kepada penguasa itu sedikit pun bukanlah untuk berkorban, apalagi seorang prajurit mau pergi ke medan perang untuk mengorbankan nyawanya. Itu sebabnya, kedua angkatan bersenjata Persia dan Rumawi itu bukanlah merupakan contoh prajurit yang berani. Buat pasukan itu sendiri, yang sangat menggembirakan hanya apabila mereka pulang membawa rampasan perang.

Kebalikannya pasukan Muslimin, mereka tetap terpesona oleh keagungan agama baru itu serta seruan luhur demi persaudaraan umat manusia. Mereka terjun dengan membawa cita-cita agung yang ingin mereka wujudkan. Memang benar, sejak naiknya Usman itu perselisihan mulai menggerogoti Banu Hasyim dan Banu Umayyah, tetapi masih ada rasa malu-malu, dampaknya tidak sampai menonjol ke permukaan, tidak sampai menimbulkan gejolak. Juga benar bahwa orang-orang Arab dari berbagai kabilah itu merasa dendam kepada kekuasaan Kuraisy atas mereka. Sekali-sekali mereka memang memperlihatkan ketidakpuasan atas kekuasaan itu, tetapi persaingan dan ketidakpuasan ini masih baru dalam tahap awal, seorang dua saja yang membicarakan soal itu, belum sampai menyulut orang banyak.

Segala persaingan itu tidak sampai mengusik keimanan orang Arab terhadap risalah yang begitu agung yang sudah ditakdirkan kepada mereka untuk menyiarkannya ke segenap penjuru dunia. Dengan demikian pengaruh aliran-aliran tersembunyi yang kemudian membuka jalan ke arah pemberontakan dan terbunuhnya Usman, tidak akan menghentikan atau melemahkan kekuatan dakwah yang ditiupkan oleh semangat agama baru dan sistem baru ini ke dalam jiwa umat Muslimin. Boleh dikatakan, jika tidak karenanya umat Muslimin dahulu akan mampu bergerak lebih jauh dari itu, dan dapat mencapai kemenangan lebih banyak dari yang sudah mereka peroleh.

Jasa terbesar berdirinya Kedaulatan Islam karena kuatnya iman

Penafsiran ini wajar saja, mengingat orang-orang Arab itu sudah mati-matian bertahan dengan agama baru ini, dan mereka berhasil. Mereka sudah beriman pada agama ini dan sudah melihat di dalamnya mengandung ajaran dengan prinsip-prinsip yang begitu luhur dan luar biasa agungnya. Setelah mereka menghadapi kekuatan-kekuatan Persia dan Rumawi dan semua itu dapat dikalahkan, keimanan mereka pada agama ini bertambah kuat. Masyarakat Arab itu sudah tidak ragu lagi bahwa dengan berpegang teguh pada agama ini martabat mereka akan terangkat dan persatuan mereka akan menjadi kuat. Itulah yang telah membuat mereka dapat menjadi raja atas kekuatan-kekuatan yang sampai waktu yang belum lama itu masih merajai dunia.

Kendatipun begitu, prinsip-prinsip luhur yang baru ini belum dapat mengikis habis segala warisan lama di masa lampau itu dari hati mereka, terutama dari tokoh-tokoh masa lalu yang beranggapan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ini. Permusuhan antara Banu Hasyim dengan Banu Umayyah itu bertentangankah dengan wahyu yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya? Atau bukankah kekerabatan Banu Hasyim dengan Rasulullah memperkuat tuntutan mereka untuk kekhalifahan sesudahnya? Atau, bukankah membeda-bedakan derajat manusia yang sudah disingkirkan oleh Islam selain dengan takwanya itu, dan bahwa segala yang berhubungan dengan urusan umat Islam agar dimusyawarahkan bersama memberi kekuatan kepada Banu Umayyah, yang anggota masyarakatnya lebih besar daripada Banu Hasyim, dengan kedudukan yang lebih kuat di kalangan masyarakat Arab? Tetapi apa benar kelebihan Banu Umayyah atas orang Arab yang lain, orang Arab yang telah memberikan kemenangan dan mendirikan sendi-sendi Imperium atau Kedaulatan Islam itu? Tetapi apa pula kelebihan orang Arab itu atas orang Yahudi dan orang Nasrani yang sudah masuk Islam? Sebelum menjadi Muslim, orang Yahudi dan orang Nasrani itu adalah Ahli Kitab, sementara orang Arab sendiri masih kafir penyembah patung dan berhala?

Tidak heran jika pengertian-pengertian seperti ini akan mempengaruhi jiwa orang di masa Usman. Tetapi meyakini konsep yang murni ini tidak sama dengan menghadapi konsep itu dalam kenyataan hidup dan penerapannya.

Sungguhpun begitu, wacana di masa Usman itu tidak akan dapat mengalahkan keagungan konsep Islam. Pada tahap pertumbuhannya yang mula-mula waktu itu masih demikian, tapi belum meluas kepada kelompok-kelompok masyarakat dengan kekuatan semangat agama baru ini untuk melakukan pembebasan atas beberapa negeri. Ketika itu akidah dan segala sistem kelembagaannya sudah mengalami kemerosotan. Oleh karena itu, kendati usaha pembebasan itu tetap berjalan dan keadaan pun tetap stabil, tapi pemikiran ini telah melahirkan kecenderungan baru dalam kehidupan Kedaulatan yang baru tumbuh itu. Pengaruhnya cukup besar, yang kemudian berakhir dengan meledaknya pemberontakan dan terbunuhnya Usman.

Dalam melanjutkan usaha pembebasan dan kestabilan ini dampaknya juga berpengaruh pada pemerintahan Usman, tapi justru ini juga yang mendorong timbulnya beberapa faktor yang kemudian berakhir dengan terbunuhnya Khalifah yang sudah tua itu. Kita akan melihat pengaruh ini dalam bab berikutnya, tentang pemerintahan Usman serta adanya pelbagai kecenderungan pada masanya itu.

Catatan kaki:

42. At-Tarikh, 3/320 (at-Tijariyah, 1939).
43. Futuh al-Buldan, h. 312 (cetakan Tijariyah, 1932).
44. Di bagian lain tertulis "membunuh". - Pnj.

(sebelum, sesudah)


Usman bin Affan
Antara Kekhalifahan dengan Kerajaan
 
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
Penerbit P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel./Fax. (0251) 330505, Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 978-979-8100-40-6
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak dan dijilid oleh P.T. Mitra Kerjaya Indonesia.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team