3. Langkah-langkah Pembebasan di Masa Usman
(4/4)
-
Pelanggaran Khurasan, Jurjan dan
Tabaristan
Dalam bab ini bukan tempatnya untuk menguraikan peranan
dan kebijakan Sa'id dengan warga Kufah, tetapi kita akan
membahas politik pembebasan itu di masa Usman. Pengaruh
Sa'id dalam hal ini dengan mengadakan penumpasan terhadap
pemberontakan Tabaristan itulah yang sekarang menjadi
perhatian kita. Raja Tabaristan, di masa Umar bin Khattab,
sudah pernah mengadakan persetujuan dengan Suwaid bin
Muqarrin mengenai negeri itu. Penduduk Jabal Jilan akan
membayar jizyah tiap tahun. Dengan demikian mereka akan
aman, tak akan ada pihak yang akan menyerang mereka dan tak
ada orang yang akan melanda bumi mereka tanpa ada izin dari
pihak mereka sendiri.
Selama bertahun-tahun mereka menunaikan jizyah itu,
kadang penuh kadang kurang. Tetapi sesudah memasuki tahun 30
Hijri pelanggaran terjadi di beberapa pelosok di wilayah
Persia - di Khurasan, Jurjan, Tabaristan dan beberapa kota
lain. Sa'id bin As tahu bahwa penanggung jawab Basrah, yakni
Abdullah bin Amir sudah pergi ke Khurasan untuk
menertibkannya. Dia sendiri pergi ke Qumais, Jurjan dan
Tabaristan. Anehnya, kota-kota itu, yang sudah mengadakan
persetujuan dengan Suwaid bin Muqarrin pada akhir
pemerintahan Umar tanpa pertempuran hanya karena takut
kepada Muslimin, sekali ini mereka berpikir seperti orang
yang sudah putus asa, hendak mengadakan perlawanan terhadap
penakluk-penakluk yang sudah mengembangkan kekuasaan kepada
Kisra Persia selama tujuh tahun atau lebih itu. Tetapi di
Qumais dan Jurjan Sa'id tidak menemui perlawanan, malah
pihak Jurjan mengadakan persetujuan atas dasar 200.000
(dirham?). Setelah akan bergerak dari Jurjan ke Tabaristan
melalui pesisir Laut Kaspia ia mendapat perlawanan sengit
dari pihak Tamiyah di benteng-benteng Tabaristan sehingga ia
melakukan salat khauf.
Perlawanan dari benteng itu berlangsung lama, yang
tampaknya pihak Tabaristan sudah bersatu mengadakan
perlawanan. Sementara itu ia terus mengatur strategi perang
sampai akhirnya mereka dikepung dan dibendung.
Diperlihatkannya bahwa bagi mereka sudah tak mungkin lagi
untuk terus mengadakan perlawanan. Sesudah merasa putus asa,
barulah mereka meminta damai, dan permintaan itu pun
dikabulkan dengan permintaan jangan ada orang yang dibunuh
dari mereka. Tetapi mereka kemudian tetap mengganggunya dan
mengganggu pasukannya. Tidak sedikit kalangan Muslimin yang
mereka bunuh, pembunuhan yang belum pernah ada tolok
bandingnya.
Tak lama sesudah mereka membukakan benteng itu kepada
Sa'id mereka melihat ia menyerbu mereka dan membunuh mereka
semua kecuali satu orang. Pasukan Muslimin merampas semua
yang ada dalam benteng. Setelah itu mereka menjelajahi
seluruh Tabaristan dan saharanya, tetapi tak seorang pun
mengadakan perlawanan.
Pasukan Kufah telah berjuang mati-matian dalam menghadapi
daerah-daerah kekuasaan Persia yang memberontak. Perjuangan
pasukan Basrah juga tidak kurang dari perjuangan pasukan
Kufah. Ketika Umar wafat penanggung jawab Basrah adalah Abu
Musa al-Asy'ari, yang oleh Usman tetap dipertahankan selama
enam tahun berikutnya, yakni sampai tahun 29. Ada juga
disebutkan bahwa dia dipertahankan sampai tiga tahun,
kemudian dibebastugaskan dan digantikan oleh Abdullah bin
Amir, sepupunya dari pihak ibu.
Lama sesudah Umar terbunuh daerah-daerah yang berada di
bawah kekuasaan pasukan Basrah itu tetap tenang. Kemudian
pemberontakan menjalar ke daerah-daerah lain di Persia. Abu
Musa dikirim ke sana untuk memulihkan kesetiaan mereka.
Tetapi kalangan sejarawan tidak menjelaskan apa yang
dilakukan oleh Abu Musa, dan siapa-siapa panglima pasukan
yang ditugaskan untuk mengembalikan kesetiaan itu. Bolehjadi
tak adanya penjelasan itu karena sumber-sumber mengenai masa
tugas Abu Musa di Basrah masih simpang-siur, antara tiga
atau enam tahun selama pemerintahan Usman itu.
Tabari[42]
menuturkan: "Sesudah Usman memberhentikan Abu Musa Asy'ari
yang bertugas sebagai wakilnya di Basrah selama enam tahun,
ia mengangkat Abdullah bin Amir bin Kuraiz... Konon Abu Musa
hanya tiga tahun bertugas untuk Usman di Basrah," dan
katanya lagi: "Sesudah Usman menjadi Khalifah, Abu Musa
masih bertugas selama tiga tahun lagi dan pada tahun keempat
ia diberhentikan. Ia mengangkat Umair bin Sa'd untuk
Khurasan dan Abdullah bin Umair al-Laisi untuk Sijistan. Ia
dapat menguasai sampai ke Kabul, dan Umair di Khurasan
sampai ke Fergana."
Mengenai sebab diberhentikannya Abu Musa ia berkata:
"Sesudah pada tahun ketiga penduduk Aizaj dan Kurdi
membangkang, Abu Musa berseru kepada rakyat dan mengerahkan
mereka dengan menyebutkan tentang pahala perjuangan sehingga
ada beberapa orang yang berangkat dengan kuda, dan mereka
sepakat akan berangkat secara berkelompok. Yang lain
berkata: Kita jangan tergesa-gesa berbuat sesuatu sebelum
kita lihat apa yang dilakukannya. Kalau kata-katanya sama
dengan perbuatannya, kita lakukan seperti yang dilakukan
teman-teman kita. Setelah tiba saatnya akan berangkat
barang-barang yang akan dimuat dikeluarkan dari istananya
sebanyak 40 muatan bagal. Mereka memegang tali kekangnya
sambil berkata: Bawalah kami ke beberapa barang yang
berlebih itu dan biarlah mereka berjalan kaki sesuai dengan
keinginan kita. Mereka setuju dan meninggalkan kendaraan
mereka dan terus berangkat. Sesudah sampai ke tempat Usman
mereka meminta maaf kepadanya. Mereka berkata: Tidak semua
yang kita ketahui harus kita katakan. Gantilah kami dengan
dia. Ia berkata: Siapa yang kalian kehendaki? Kata Gailan
bin Kharasyah: Setiap orang dari budak yang mengambil tanah
kita dan menghidupkan kembali adat jahiliah di kalangan kita
mendapat ganti ... Kemudian dia memanggil Abdullah bin Amir
dan diangkatnya sebagai pejabat untuk Basrah."
Abdullah bin Amir ini anak muda yang baru bernmur 25
tahun, berperawakan tegap dan berani dalam menghadapi
pertempuran. Mendengar pengangkatan itu Abu Musa berkata
kepada penduduk Basrah: "Yang datang kepada kita sekarang
adalah pemuda baik-baik dan murah hati, dari pihak bapa dan
ibu juga keturunan orang baik-baik yang mampu menggabungkan
dua kubu pasukan." Abu Musa memang tidak berdusta. Usman
telah menggabungkan pasukan Abu Musa dan pasukan Usman bin
Abi al-As as-Saqafi di Oman dan Bahrain di tangan Abdullah
bin Amir.
Pembangkangan Istakhr dan
Khurasan
Ketika Abdullah bin Amir bertugas di Basrah penduduk
wilayah Persia mengadakan pemberontakan, ia mengirim
Ubaidillah bin Mu'ammar untuk mengembalikan ketertiban.
Ubaidillah dapat mencegat mereka di gerbang Istakhr.
Ternyata mereka memang sudah memperhitungkan dan sudah siap
untuk itu. Mereka bertempur mati-matian sampai berhasil
mengalahkan pasukan Muslimin, dan Ubaidillah sendiri
termasuk salah seorang di antara mereka yang terbunuh.
Setelah Abdullah bin Amir menerima berita kejadian itu ia
berusaha hendak menyelamatkan pasukan Basrah.
Ia berangkat dengan pasukannya ke Istakhr, tetapi ia
disambut oleh pasukan Persia di sana dengan pertempuran
sengit, seperti ketika menghadapi pasukan Ubaidillah. Tetapi
Abdullah bin Amir tampaknya lebih cekatan, lebih berani dan
pandai mengatur strategi. Dengan demikian pasukan Persia itu
dapat dipukul mundur dan kembali ke benteng-benteng kota.
Ketika itulah ia mengepungnya dan mengepung mereka yang
berlindung di dalamnya sambil terus menghujaninya dengan
manjaniq dan terus memperketat pengepungannya sampai mereka
merasa sudah kehabisan tenaga. Akhirnya mereka dapat
ditaklukkan dengan jalan kekerasan setelah terjadi
pembantaian besar-besaran, termasuk tidak sedikit dari
kalangan terkemukanya dan para perwira Persia yang
berlindung di dalam benteng-benteng itu.
Sesudah Istakhr bertekuk lutut Abdullah meninggalkan kota
itu dan pergi ke kota-kota lain di kawasan Persia. Ada
sebagian mereka yang mengadakan perlawanan tetapi tidak
berhasil dan yang sebagian lagi meletakkan senjata tanpa
perlawanan. Abdullah memang memperlihatkan tangan besi dalam
menghadapi kaum pemberontak yang telah membangkang dan ini
membuat pihak Persia semua tidak berani lagi mengangkat
muka.
Yazdigird berusaha merebut kembali
mahkotanya
Dari Istakhr ini, kota suci dan ibu kota Persia Lama
Abdullah bin Amir mengirim beberapa komandan ke kawasan
Khurasan yang sedang bergolak, untuk menaklukkannya dan
memaksanya tunduk, sekaligus untuk meyakinkan mereka bahwa
pembangkangan mereka tak akan ada pengaruhnya selain hanya
akan membuat mereka binasa dan hina. Sementara mereka dalam
perjalanan ke Khurasan Sa'id bin al-As menyerang Jurjan dan
Tabaristan serta daerah-daerah sekitarnya. Sebagai hukuman
atas pembangkangan itu mereka ditundukkan secara hina dan
dikenakan jizyah ganda kepada mereka.
Pada tahun 30 Hijri itu banyak terjadi pemberontakan di
kawasan Persia. Penyebabnya, Yazdigird Maharaja Persia itu
sejak masa kekhalifahan Umar sudah lari dan berlindung
kepada Khaqan (Raja) Turki di Samarkand. Sesudah Ahnaf bin
Qais membebaskan Khurasan sampai ke perbatasan Turki, Khaqan
Turki khawatir pasukan Muslimin akan melintasi negerinya,
merampas kerajaannya dan memperlakukannya seperti yang
terjadi terhadap Yazdigird. Sekarang ia mengerahkan semua
pasukannya bersama penduduk Fergana lalu berangkat
bersama-sama, termasuk Yazdigird untuk menghadapi pasukan
Muslimin di Khurasan. Umar bin Khattab ketika sudah tahu
peranan Ahnaf bin Qais yang sudah sampai di Balkh ia
menyatakan kekagumannya seraya berkata: "Dia itulah Ahnaf
dan dia pemimpin masyarakat timur." Ketika itu juga ia
mengirim pesan untuk tidak melampaui Khurasan ke kawasan
Turki.
Sesudah kemudian Khaqan dan Yazdigird muncul dan memasuki
Khurasan, Ahnaf menarik pasukanku ke Merv Ruz, serta
meyakinkan pihak Turki bahwa dia tidak bermaksud memerangi
mereka, tidak ingin melampaui Persia ke negeri mereka itu.
Merasa puas dengan penjelasan itu Khaqan pun segera kembali
ke negerinya. Yazdigird sendiri dengan pasukan Persinya
sudah sampai di Merv Syahijan, tetapi oleh Harisah bin
Nu'man, komandan pasukan Muslimin di sana ia dikepung dan
barang-barang simpanannya dikeluarkan dari tempatnya.
Barang-barang simpanan merupakan kekayaan luar biasa
besarnya.
Setelah mengetahui Khaqan Turki menarik diri dan kembali
ke negerinya, Yazdigird bermaksud menyusulnya dan mengangkut
semua harta kekayaannya itu ke ibu kota Turki. Tetapi
orang-orang Persia sendiri menolak membawakan harta kekayaan
itu. Mereka menyarankan agar ia berdamai dengan pihak Arab
supaya ia dapat tinggal bersama-sama dengan mereka. Tetapi
saran mereka ditolaknya. Sesudah ia tetap bersikeras hendak
melarikan diri bersama harta simpanannya, mereka marah dan
mengadakan perlawanan, harta kekayaannya pun mereka kuasai.
Dia dan para pengiringnya lari ke Fergana, ibu kota
Samarkand.
Kegigihan Yazdigird
Yazdigird sekarang berlindung kepada Khaqan dengan
sekelumit sisa harapan yang masih berkedip dalam hatinya -
bahwa suatu hari kelak ia masih akan dapat kembali menduduki
takhta kerajaannya. Sesudah Umar terbunuh sisa harapan itu
bertambah besar. Terbayang olehnya bahwa sudah tiba saatnya
sekarang Persia akan mengadakan balas dendam terhadap
Muslimin. Ia menulis surat kepada orang-orangnya di berbagai
daerah agar mengerahkan rakyat dan bangkit mengadakan
pemberontakan. Hati rakyat di berbagai daerah masih
bercampur rasa takut kepada pasukan Muslimin setelah
kekuatan mereka dihancurkan. Di samping itu mereka juga
melihat bagaimana keadilan dan toleransi Muslimin itu,
sehingga sedikit sekali daerah yang mau mendengarkan seruan
Yazdigird dan bersedia memberontak kepada pemerintah yang
baru ini. Pasukan Muslimin memang bertindak cepat menumpas
pemberontakan itu begitu dimulai. Setelah itu pihak Persia
diam atas segala yang telah menimpanya, juga Yazdigird lama
sekali diam menghadapi nasib buruk yang menimpanya itu.
Tetapi perubahan yang terjadi atas Muslimin para
penanggung jawab di Kufah dan di Basrah telah mengakibatkan
melonggarnya genggaman Muslimin atas daerah-daerah bagian
timur Persia. Segala yang terjadi itu telah dirasakan oleh
para pejabat Yazdigird. Mereka menulis surat kepadanya dan
menyebarkan seruan kepada rakyat di berbagai daerah, bahwa
Kisra Yazdigird akan datang dan akan merebut kembali
kerajaannya. Mereka menyerukan rakyat daerah-daerah itu agar
bersatu dan serentak mendukung Baginda Raja untuk kembali
menduduki takhta kerajaannya dan mengembalikan kewibawaan
dan kedudukannya yang sudah hilang. Seruan itu tampaknya
berhasil. Yazdigird pun kembali dari tempat perlindungan di
Fergana ke Khurasan. Hal ini telah membangkitkan semangat
dan keangkuhan semua orang Persia. Dengan demikian semua
wilayah bagian timur memberontak dengan tujuan hendak
mengusir Muslimin dari bumi mereka.
Berita-berita itu sampai juga kepada Sa'id bin As di
Kufah dan kepada Abdullah bin Amir di Basrah. Mereka yakin
bahwa jika masalah ini terabaikan, seluruh Persia akan lepas
dari Muslimin. Ketika itulah musuh-musuh Usman di Medinah
akan berbalik menentangnya dan akan mencopotnya dari
kekhalifahan. Kalau Usman sudah runtuh, maka habislah semua
Banu Umayyah, termasuk Sa'id bin As dan Abdullah bin Amir.
Dan ini akan merupakan bencana besar. Karenanya, kedua orang
itu berangkat sendiri-sendiri dan mengerahkan para komandan
pasukannya masing-masing dengan memberi semangat agar
berjuang di jalan Allah demi membela agama Allah dan membela
kaum Muslimin semua. Saya kira dalam hal ini mereka tidak
lupa untuk juga mempertahankan fanatisme dan kekuasaan
mereka pribadi yang masih ada hubungannya dengan fanatisme
ini. Kalau ini sampai hilang dan hilang pula kekuasaan
mereka pribadi, jangan harap akan dapat kembali lagi.
Di beberapa medan perang pasukan Muslimin dan pasukan
Persia sudah berhadap-hadapan, dan kedua pihak sudah
terlibat dalam pertempuran. Di beberapa tempat memang sudah
begitu sengit, sehingga mengingatkan kita pada suatu perang
besar. Dalam beberapa peristiwa pihak Persia dapat
mengalahkan Muslimin. Ubaidillah bin Mu'ammar sudah kalah
berhadapan dengan Persia di Istakhr. Hidupnya telah
merupakan harga kekalahannya dan kekalahan pasukan Muslimin
yang berada di bawah komandonya. Sekarang Abdullah bin Amir
memberi tugas kepada Aswad bin Kulsum al-Adawi untuk
berangkat ke Baihaq di bilangan Nisapur. Ia memasuki kota
itu dari sebuah celah yang ada di tembok itu, bersama-sama
dengan sejumlah pasukan Muslimin lainnya. Tetapi pihak lawan
dapat menguasai celah itu dan mengadakan perlawanan hingga
dia dan rekan-rekannya berhasil dibunuh.
Tetapi kemenangan Persia itu memang jarang terjadi. Tak
lama setelah mendengar kejadian itu Abdullah bin Amir
cepat-cepat - dia sendiri atau mengirim perwira-perwiranya -
untuk memukul mundur musuh dan mengangkat panji-panji
kemenangan Muslimin setinggi-tingginya.
Sesudah Ubaidillah bin Mu 'ammar terbunuh ia berangkat ke
Istakhr dan menaklukkan kota itu. Pembebasan kota Baihaq
yang sudah dimulai oleh Aswad sekarang diteruskan oleh
saudaranya, Adham bin Kulsum. Abdullah bin Amir menerobos
masuk ke Khurasan dan mengatur para komandan pasukannya ke
pelbagai kawasan untuk menyebarkan rasa takut di semua
tempat yang sudah disusupi propaganda untuk mendukung
Yazdigird dan yang membuat pemimpin-pemimpin Persia itu di
berbagai kota cepat-cepat mengadakan perdamaian dan
mengajukan permohonan dengan mempersembahkan harta benda
yang tak terkira jumlahnya di samping para tawanan perang
perempuan.
Balazuri dengan panjang lebar menjelaskan beberapa hal
yang sudah dicapai dalam persetujuan dengan pihak Persia di
kota-kota dan berbagai kawasan itu, yang ternyata jumlahnya
mencapai jutaan. Saya tidak tahu bagaimana cara orang-orang
Arab itu menghitungnya! Adakah yang mereka hitung itu satu
demi satu atau dengan cara diukur atau ditimbang!? Rasanya
tidak perlu lagi saya merinci berapa banyak yang diwajibkan
kepada setiap kota dan setiap wilayah itu, karena yang
demikian ini uraiannya akan panjang sekali dan kurang ada
gunanya. Dari semua itu rasanya pembaca cukup untuk
mengambil gambaran bahwa pasukan Muslimin sudah maju sampai
ke ujung paling timur perbatasan Persia dan berhasil meredam
setiap pembangkangan dan mereka kembali setia. Bahkan telah
menaklukkan beberapa daerah yang belum dibebaskan di masa
Umar, dan mereka menyusur terus ke Afganistan sampai
mendekati perbatasan India.
Dalam beberapa sumber masih terdapat perbedaan: Adakah
mereka juga menaklukkan Kabul dan kota-kota lain di
Afganistan dan mereka tinggal menetap di sana? Ataukah
mereka kembali dari sana, kemudian mereka menaklukkan
kota-kota itu tetapi mereka memberontak dan baru kembali
lagi ke sana pada masa kekhalifahan Usman? Sumber-sumber
yang lebih dapat meyakinkan menyebutkan bahwa mereka
menghadapi perlawanan keras di pegunungan Afgan sehingga di
masa Usman itu mereka tak mampu meneruskan pertempuran di
kawasan tersebut.
Sesudah semua kemenangan itu, ada yang mengatakan kepada
Abdullah bin Amir: Tak ada kemenangan yang pernah dicapai
seperti yang Anda peroleh ini di Persia, Kerman, Sijistan
dan di Khurasan. Dia berkata: "Sudah tentu sebagai rasa
syukur saya kepada Allah dalam keadaan saya seperti ini saya
akan umrah, yang akan saya laksanakan dari Nisapur." Ia
berangkat menemui Usman dan menunjuk Qais bin Haisam sebagai
penggantinya di Khurasan.
Pelarian dan matinya Yazdigird
Sementara pasukan Muslimin sedang mengibarkan bendera
kemenangannya di mana-mana di kawasan Persia itu, Yazdigird
sedang dalam pelarian dari satu daerah ke daerah lain sampai
akhirnya ia terbunuh di rumah seorang penggali tanah di
pesisir Sungai Mirgab. Sumber-sumber mengenai terbunuhnya
ini masih simpang-siur. Kesimpangsiuran ini karena adanya
perbedaan tanggal penaklukan daerah-daerah di Persia itu.
Adakah semua itu di masa Umar, ataukah pembebasan Persia,
Kerman, Sijistan dan Khurasan itu baru selesai pada masa
Usman? Dalam buku saya Umar bin Khattab saya memperkuat -
juga dalam buku ini saya memperkuatnya kembali - bahwa
seluruh Persia itu sudah ditaklukkan di masa Umar, dan
sesudah itu pernah bergolak dan mengadakan beberapa kali
pemberontakan, yang oleh Yazdigird, pemberontakan ini
dimanfaatkan dan ia keluar dari tempat perlindungannya di
tempat Khaqan Turki. Sulit sekali dapat dipastikan tahun
berapa ia kembali pada masa Usman itu. Tetapi tak lama
sesudah ia kembali ia berusaha memerangi pasukan Arab. Ia
menghimpun semua pasukannya untuk melawan musuhnya itu.
Namun semua pasukannya tak memberi arti apa-apa buat dia. Ia
lari lagi dari Kerman ke Sijistan kemudian ke Khurasan. Di
pesisir Sungai Mirgab inilah ia menemui ajalnya.
Sumber-sumber itu sepakat bahwa terbunuhnya Yazdigird
bukan ketika ia lari dari pengejaran pasukan Muslimin,
tetapi ia terbunuh karena berselisih dengan raja-raja dan
pembesar-pembesar Persia sendiri.
Balazuri[43]
menuturkan bahwa "Suatu hari Yazdigird sedang duduk-duduk di
Kerman, tiba-tiba datang seorang pembesar kota itu dan
berkata kepadanya dengan sikap angkuh. Dimintanya ia segera
angkat kaki seraya mengatakan: Anda tak berhak menjadi
penduduk daerah kota ini, apalagi mau sebagai raja. Kalau
Anda orang baik-baik Anda tidak akan mengalami nasib seperti
ini!
Ketika ia meneruskan perjalanan ke Sijistan ia disambut
oleh raja negeri itu dengan penghormatan dan segala
kebesaran. Sesudah berlalu beberapa hari, ketika ia
menanyainya mengenai pajak, sikapnya tiba-tiba berubah.
Melihat yang demikian Yazdigird pergi ke Khurasan. Ketika
berada di Merv ia diterima oleh Mahuwe, marzaban (penguasa)
kota itu, dengan segala kebesaran dan penghormatan. Kemudian
Naizak Turkhan datang dan membawanya dengan penuh
penghormatan. Dimintanya ia tinggal bersama Naizak selama
satu bulan. Ketika kemudian ia pergi dan Naizak menulis
surat kepadanya meminta tangan putrinya, Yazdigird merasa
tersinggung dan ia berkata: Tulislah kepadanya, bahwa Anda
hanyalah seorang budak dari budak-budakku, bagaimana Anda
berani melamar kepada saya! Ia memerintahkan supaya mengusut
Mahuwe, marzaban Merv itu dan menanyainya tentang hartanya.
Mahuwe menulis surat kepada Naizak menghasutnya dengan
mengatakan: 'Orang itu, yang datang terusir sebagai pelarian
itu, dan Anda sudah bermurah hati kepadanya supaya ia dapat
kembali kepada kerajaannya, menulis surat begitu rupa kepada
Anda.'
Setelah itu mereka bekerja sama dengan rencana hendak
membunuhnya. Kemudian Naizak mendatangi orang-orang Turki
sampai ia tiba di Janabiz. Bersama-sama dengan pihak Turki
itu ia memeranginya. Ia mengalami pukulan berat sehingga
banyak anak buahnya yang terbunuh, dan markasnya pun
dirampas. Ketika ia pergi ke kota Merv tetapi tidak dibukai
pintu ia turun dari kendaraannya dan berjalan kaki sampai ke
rumah penggiling tepung di Mirgab itu."
Hari-hari terakhir Yazdigird
Selanjutnya Balazuri menceritakan terjadinya pembunuhan
di rumah penggilingan tepung itu.
Tabari mengutip cerita Naizak dan Yazdigird itu lain
lagi. Begitu juga cerita-cerita lain yang dikutipnya, yang
semuanya berakhir dengan kematian Yazdigird di rumah
penggilingan itu. Ikhtisar cerita yang dibawa oleh Tabari
tentang Naizak ialah bahwa Yazdigird lari dari pertempuran
di Nahawand ke Asfahan, dan bolehjadi penguasanya ketika itu
bernama Mityar, yang oleh penduduk Asfahan sangat dihormati,
sebab dia sudah berhasil memerangi orang Arab.
Pada suatu hari ketika Mityar bermaksud menemui
Yazdigird, oleh pengawalnya ia dicegah. Merasa dihina
pengawal itu diterkamnya sehingga ia mengalami luka-luka dan
berlumuran darah. Ketika pengawal itu masuk menemui
Yazdigird ia merasa ngeri melihat yang demikian. Setelah
mengetahui apa yang telah menimpanya ia merasa sudah tak ada
tempat lagi baginya di Asfahan. Dari sana ia pergi ke
Sijistan, yang kemudian dilanjutkan terus ke Merv disertai
seribu orang perwira. Ketika itu Mahuwe adalah penguasa
Merv. Karena maksud tertentu Yazdigird ingin mengalihkan
perhatian para penguasa itu kepada kemenakannya, Sinjan.
Tetapi Mahuwe sudah berusaha hendak menjerumuskannya. Ia
menulis surat kepada Naizak Turkhan supaya mereka seia
sekata dalam usaha mereka membunuh Yazdigird dan mengadakan
perdamaian dengan pihak Arab. Naizak menulis surat kepada
Yazdigird bahwa ia akan datang memberikan pertolongan. Para
pembantu Yazdigird itu tertipu, mereka datang menemui Naizak
tanpa membawa senjata dan pasukan, karena sudah yakin dan
percaya kepadanya. Sesudah Naizak berada di tengah-tengah
pasukannya, ia melamar putrinya untuk bersama-sama dengan
dia memerangi musuhnya. Yazdigird marah besar dan memaki
Naizak. Maka Naizak pun mengayunkan alat pemukulnya dan
Yazdigird terus melarikan diri sampai ke rumah penggiling di
Mirgab itu dan di tempat itulah ia dibunuh.
Dalam sumber lain yang dikutip oleh Tabari dari Ibn Ishaq
menyebutkan bahwa Yazdigird lari dari Kerman dan Merv.
Kepada penguasa kota itu ia meminta uang tetapi ditolak.
Karena penduduk Merv khawatir Yazdigird dengan pasukannya
akan menyerbu maka dalam menghadapinya itu mereka meminta
bantuan Turki, yang kemudian datang menjemputnya dan
dimintanya ia bermalam. Sesudah teman-temannya banyak yang
dibunuh Yazdigird lari ke rumah penggilingan di Mirgab
tempat dia dibunuh itu.
Sumber-sumber sekitar terbunuhnya Yazdigird memang sangat
bersimpang-siur, sama dengan pelariannya yang juga serba
simpang-siur. Kita tidak perlu merincinya seperti yang
diberitakan oleh Tabari panjang lebar dan penulis-penulis
lain. Cukup kalau kita singgung di sini bahwa sebagian
mereka ada yang menyebutkan bahwa tatkala penggiling tepung
itu melihat pakaian yang dipakainya, ia dibunuhnya saat ia
sedang tidur, atau bahwa dia menyediakan makanan dan setelah
makan dibawakan minuman sampai dia mabuk. Sesudah tiba waktu
sore, dalam keadaan mabuk ia mengenakan mahkotanya. Setelah
tukang giling itu tahu, karena ingin menguasainya, Yazdigird
dibunuhnya, dan segala permata berlian dan pakaiannya
diambilnya dan mayatnya dilemparkan ke sungai.
Sesudah kemudian Mahuwe mengetahui berita itu Mahuwe
membunuh penggiling dan keluarganya serta mengambil mahkota
Kisra berikut permata dan pakaiannya itu. Ada lagi yang
menyebutkan bahwa penggiling tepung itu memberitahukan
tentang keberadaan Yazdigird di rumahnya. Mahuwe mengirim
tentaranya lalu mereka menemui Yazdigird dan membunuhnya,
atau mereka pergi ke sana tetapi menjumpainya ia berada di
sungai. Setelah dikeluarkan ia berkata kepada mereka:
Biarlah saya berdamai dengan pihak Arab. Tetapi mereka
menolak lalu membunuhnya. Dalam sebuah sumber disebutkan,
bahwa pihak Turki mau membalas dendam kepadanya, maka
mayatnya dimasukkan ke dalam sebuah peti lalu dibawa ke
Istakhr dan dimakamkan di sana.
Mana pun dari sumber-sumber itu yang benar, yang jelas
semua sepakat bahwa Yazdigird dibunuh sesudah pelariannya ke
rumah penggiling tepung itu. Dan dengan terbunuhnya itu,
berakhirlah sudah kedaulatan raja-raja dinasti Sasani
itu.
Yazdigird tidak meninggalkan anak keturunan yang mungkin
dapat menyatukan orang kepadanya, atau mengumumkan bahwa dia
adalah ahli waris yang sah untuk menduduki takhta. Raja yang
sejak dinobatkan sudah 24 tahun menduduki takhta hingga
terbunuhnya itu, hanya empat tahun pertama menikmati
kedudukan sebagai raja. Setelah itu selama 20 tahun yang
sangat meletihkan ia selalu menjadi pelarian dari pasukan
Arab yang memburunya terus-menerus dari satu daerah ke
daerah lain. Mereka memaksanya meninggalkan negerinya. Ia
berusaha meminta bantuan Turki atau Cina. Tetapi Turki
kemudian mengusirnya karena khawatir akan diserbu oleh pihak
Arab di sarangnya sendiri.
Jadi kalau sudah memang demikian dengan kematiannya yang
begitu tragis, sudah selayaknya dengan terbunuhnya itu
kewibawaan raja pun akan jatuh di mata setiap orang
Persia.
Setiap pembesar daerah merasa senang ketika Muslimin
tinggal bersama mereka, dan kekuasaan akan tetap di tangan
mereka seperti pada masa raja-raja Kisra dulu. Hanya
masalah-masalah kedaulatan secara umum saja yang pimpinannya
masih di tangan orang Arab. Para sejarawan itu menyebutkan
bahwa sebelum meninggalnya Yazdigird pernah berhubungan
dengan seorang perempuan bernama Biru dan sesudah
kematiannya ia melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi
nama Makhdaj dan hidup sampai berusia lanjut, dan bahwa
Makhdaj ini mempunyai beberapa anak di Khurasan, di antara
mereka ada dua orang gadis, yang salah seorang di antaranya
oleh Hajjaj bin Yusuf dikirimkan kepada Walid bin
Abdul-Malik. Anaknya, Yazid bin Abdul-Malik adalah keturunan
dari salah seorang dari mereka itu. Jadi wajar saja, bahwa
Makhdaj ini, atau keturunannya, tak dapat menjadi pembela
Persia yang akan dapat menyatukan orang kepadanya.
Berakhirnya Perlawanan
Persia
Dengan terbunuhnya Yazdigird perlawanan Persia di seluruh
kerajaan itu jadi padam. Sebagian mereka sudah ada yang mau
berdamai dengan pihak Muslimin, kecuali pihak Turki penduduk
Balkh. Mereka bertetangga dengan daerah Bab di ujung barat
laut daerah Iran di pantai Laut Kaspia. Tidak heran bila
kawasan ini termasuk daerah Persia yang paling alot dihadapi
oleh para penakluk dan paling sering terjadi pemberontakan.
Kawasan ini merupakan daerah berbukit-bukit dan sukar
dilalui manusia, penduduknya sudah biasa berperang dan
memberontak, dan mereka tidak mau tunduk begitu saja
meskipun oleh pihak Arab sudah dikepung dari segenap
penjuru. Ketika Abdur-Rahman bin Rabi'ah mencapai daerah itu
dan hendak menyerang mereka, mati-matian mereka mengadakan
perlawanan sampai akhirnya berhasil mereka membunuhnya dan
menghancurkan pasukan Muslimin yang berada di bawah
pimpinannya.
Melihat hal ini Usman khawatir yang demikian akan
berpengaruh kepada daerah-daerah lain. Pasukan Muslimin
hendak mengadakan pembalasan terhadap saudara-saudaranya
itu. Ia segera menulis surat kepada Sa'id bin As, penanggung
jawab Kufah, dan Mu'awiyah bin Abi Sufyan, kepala
pemerintahan Syam, agar memberikan bantuan kepada pasukan
Muslimin yang sudah terperangkap sesudah kekalahan mereka di
Bab itu. Maka yang berangkat itu Habib bin Maslamah alFahri
atas perintah Mu'awiyah, dan Salman bin Rabi'ah al-Bahili
atas perintah Sa'id bin As, sesuai dengan daerah tujuan yang
diperintahkan oleh Usman.
Sekali ini giliran pasukan Musliminlah yang mendapat
kemenangan dan menaklukkan Farj Balanjar dengan paksa.
Tetapi pihak Kufah dan pihak Syam kemudian berselisih, dan
ini merupakan perselisihan pertama terjadi di kalangan
pasukan Muslimin. Tabari menghubungkan perselisihan mereka
ini pada upaya Salman yang ingin memegang pimpinan Habib
tetapi Habib menolak. Pihak Syam berkata: Kami bermaksud
menghantam Salman; pihak Kufah berkata: Kalau begitu kita
hantam saja Habib biar banyak yang mati dari kalian dan dari
kami... Dalam hal ini penyair Kufah, Aus bin Magra'
berkata:
Kalau kalian
menghantam[44]
Salman akan kami hantam Habib kalian
Kalau kalian berangkat menemui Ibn Affan kami pun akan
berangkat
Kalau kalian melanda, daerah perang itu adalah daerah
komandan kami
Dan ini komandan yang dalam batalion-batalion sudah akan
datang
Kami adalah para penguasa daerah-daerah perang, kamilah
garnisunnya
Setiap malam, membidik dan menyangga setiap daerah
perang.
Tetapi Balazuri mengacu adanya perselisihan itu pada
Salman, bahwa ia bersama pasukannya sampai ke tempat
pertempuran itu sesudah pihak Syam selesai menghadapi musuh.
Pasukan Kufah meminta agar hasil rampasan perang dibagi
bersama dengan mereka, tetapi permintaan itu ditolak. Antara
Habib dengan Salman kemudian terjadi perang mulut dan
beberapa orang dari pihak Syam mengancam akan membunuh
Salman. Maka keluarlah kata-kata penyair pihak Kufah seperti
disebutkan di atas itu.
***
Kalah dan menang serta
sebab-sebabnya
Keadaan Muslimin di Persia sudah stabil, seperti di
Afrika, yang juga sudah stabil. Sampai pada akhir masa
pemerintahan Usman tak ada kesulitan yang berarti. Sebagian
orang menganggap hal ini luar biasa. Sebentar lagi akan kita
lihat bila kita sudah memasuki pembicaraan mengenai
pemerintahan Usman ini serta aliran-aliran pendapat di
masanya itu dan dampak apa yang timbul dari segala aliran
yang berakhir dengan pemberontakan sampai terbunuhnya Usman
itu. Perpecahan yang telah menggerogoti sendi-sendi
Kedaulatan Islam yang baru ini kini telah terancam bahaya.
Sungguhpun begitu, mengapa Persia sudah tidak lagi berdaya,
dan Rumawi pun sudah enggan dan tidak lagi mau mengambil
kesempatan dan bangkit mengadakan pembalasan untuk merebut
kembali kerajaannya yang hilang itu?!
Untuk menjawab pertanyaan ini tidak sulit. Sistem sosial
dan politik di Persia dan di Rumawi yang sudah tua renta dan
berantakan itu membuat orang tidak lagi bersemangat untuk
mengadakan pembelaan. Karenanya, satuan-satuan pasukan yang
berangkat hendak memerangi pasukan Arab tidak lagi dipacu
oleh cita-cita yang harus dipertahankan atau mempunyai suatu
harapan untuk diwujudkan, atau cita-cita luhur sebagai
manusia bermartabat, yang dirasakan akan membawa harapan
bahagia. Tetapi satuan-satuan ini malah sudah menjadi alat
yang patuh pada perintah tuan-tuan besar yang berkuasa. Yang
mendorong kepatuhan kepada penguasa itu sedikit pun bukanlah
untuk berkorban, apalagi seorang prajurit mau pergi ke medan
perang untuk mengorbankan nyawanya. Itu sebabnya, kedua
angkatan bersenjata Persia dan Rumawi itu bukanlah merupakan
contoh prajurit yang berani. Buat pasukan itu sendiri, yang
sangat menggembirakan hanya apabila mereka pulang membawa
rampasan perang.
Kebalikannya pasukan Muslimin, mereka tetap terpesona
oleh keagungan agama baru itu serta seruan luhur demi
persaudaraan umat manusia. Mereka terjun dengan membawa
cita-cita agung yang ingin mereka wujudkan. Memang benar,
sejak naiknya Usman itu perselisihan mulai menggerogoti Banu
Hasyim dan Banu Umayyah, tetapi masih ada rasa malu-malu,
dampaknya tidak sampai menonjol ke permukaan, tidak sampai
menimbulkan gejolak. Juga benar bahwa orang-orang Arab dari
berbagai kabilah itu merasa dendam kepada kekuasaan Kuraisy
atas mereka. Sekali-sekali mereka memang memperlihatkan
ketidakpuasan atas kekuasaan itu, tetapi persaingan dan
ketidakpuasan ini masih baru dalam tahap awal, seorang dua
saja yang membicarakan soal itu, belum sampai menyulut orang
banyak.
Segala persaingan itu tidak sampai mengusik keimanan
orang Arab terhadap risalah yang begitu agung yang sudah
ditakdirkan kepada mereka untuk menyiarkannya ke segenap
penjuru dunia. Dengan demikian pengaruh aliran-aliran
tersembunyi yang kemudian membuka jalan ke arah
pemberontakan dan terbunuhnya Usman, tidak akan menghentikan
atau melemahkan kekuatan dakwah yang ditiupkan oleh semangat
agama baru dan sistem baru ini ke dalam jiwa umat Muslimin.
Boleh dikatakan, jika tidak karenanya umat Muslimin dahulu
akan mampu bergerak lebih jauh dari itu, dan dapat mencapai
kemenangan lebih banyak dari yang sudah mereka peroleh.
Jasa terbesar berdirinya Kedaulatan
Islam karena kuatnya iman
Penafsiran ini wajar saja, mengingat orang-orang Arab itu
sudah mati-matian bertahan dengan agama baru ini, dan mereka
berhasil. Mereka sudah beriman pada agama ini dan sudah
melihat di dalamnya mengandung ajaran dengan prinsip-prinsip
yang begitu luhur dan luar biasa agungnya. Setelah mereka
menghadapi kekuatan-kekuatan Persia dan Rumawi dan semua itu
dapat dikalahkan, keimanan mereka pada agama ini bertambah
kuat. Masyarakat Arab itu sudah tidak ragu lagi bahwa dengan
berpegang teguh pada agama ini martabat mereka akan
terangkat dan persatuan mereka akan menjadi kuat. Itulah
yang telah membuat mereka dapat menjadi raja atas
kekuatan-kekuatan yang sampai waktu yang belum lama itu
masih merajai dunia.
Kendatipun begitu, prinsip-prinsip luhur yang baru ini
belum dapat mengikis habis segala warisan lama di masa
lampau itu dari hati mereka, terutama dari tokoh-tokoh masa
lalu yang beranggapan tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip ini. Permusuhan antara Banu Hasyim dengan
Banu Umayyah itu bertentangankah dengan wahyu yang
diturunkan Allah kepada Rasul-Nya? Atau bukankah kekerabatan
Banu Hasyim dengan Rasulullah memperkuat tuntutan mereka
untuk kekhalifahan sesudahnya? Atau, bukankah
membeda-bedakan derajat manusia yang sudah disingkirkan oleh
Islam selain dengan takwanya itu, dan bahwa segala yang
berhubungan dengan urusan umat Islam agar dimusyawarahkan
bersama memberi kekuatan kepada Banu Umayyah, yang anggota
masyarakatnya lebih besar daripada Banu Hasyim, dengan
kedudukan yang lebih kuat di kalangan masyarakat Arab?
Tetapi apa benar kelebihan Banu Umayyah atas orang Arab yang
lain, orang Arab yang telah memberikan kemenangan dan
mendirikan sendi-sendi Imperium atau Kedaulatan Islam itu?
Tetapi apa pula kelebihan orang Arab itu atas orang Yahudi
dan orang Nasrani yang sudah masuk Islam? Sebelum menjadi
Muslim, orang Yahudi dan orang Nasrani itu adalah Ahli
Kitab, sementara orang Arab sendiri masih kafir penyembah
patung dan berhala?
Tidak heran jika pengertian-pengertian seperti ini akan
mempengaruhi jiwa orang di masa Usman. Tetapi meyakini
konsep yang murni ini tidak sama dengan menghadapi konsep
itu dalam kenyataan hidup dan penerapannya.
Sungguhpun begitu, wacana di masa Usman itu tidak akan
dapat mengalahkan keagungan konsep Islam. Pada tahap
pertumbuhannya yang mula-mula waktu itu masih demikian, tapi
belum meluas kepada kelompok-kelompok masyarakat dengan
kekuatan semangat agama baru ini untuk melakukan pembebasan
atas beberapa negeri. Ketika itu akidah dan segala sistem
kelembagaannya sudah mengalami kemerosotan. Oleh karena itu,
kendati usaha pembebasan itu tetap berjalan dan keadaan pun
tetap stabil, tapi pemikiran ini telah melahirkan
kecenderungan baru dalam kehidupan Kedaulatan yang baru
tumbuh itu. Pengaruhnya cukup besar, yang kemudian berakhir
dengan meledaknya pemberontakan dan terbunuhnya Usman.
Dalam melanjutkan usaha pembebasan dan kestabilan ini
dampaknya juga berpengaruh pada pemerintahan Usman, tapi
justru ini juga yang mendorong timbulnya beberapa faktor
yang kemudian berakhir dengan terbunuhnya Khalifah yang
sudah tua itu. Kita akan melihat pengaruh ini dalam bab
berikutnya, tentang pemerintahan Usman serta adanya pelbagai
kecenderungan pada masanya itu.
Catatan kaki:
- 42.
At-Tarikh, 3/320 (at-Tijariyah, 1939).
- 43. Futuh
al-Buldan, h. 312 (cetakan Tijariyah, 1932).
- 44. Di bagian lain
tertulis "membunuh". - Pnj.
|