Usman bin Affan

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

3. Langkah-langkah Pembebasan di Masa Usman (1/4)

Anasir-anasir fitnah di kawasan Kedaulatan - 57; Pembebasan Azerbaijan - 58; Armenia - 61; Persia dan Rumawi di belakang pemberontakan Azerbaijan dan Armenia - 62; Perselisihan Kufah dengan Syam sekitar rampasan perang - 65; Orang-orang Rumawi di Iskandariah meminta bantuan Bizantium - 65; Upaya Rumawi merebut kembali kota Iskandariah dan Mesir - 68; Pasukan Rumawi mendarat di Iskandariah - 69; Peranan Amr - 70; Haumal, syahid membawa kemenangan - 72; Amr dan Sa’d - 75; Muslimin mempersiapkan armada lautnya - 82; Armada yang pertama dalam sejarah Islam - 83; Perang dengan Rumawi di Siprus - 85; Abdullah bin Qais, Laksamana pertama dalam Islam - 86; Kematian Abdullah bin Qais - 87; Pertempuran Laut - 88; Konstantin dibunuh orang-orang Sisilia - 90; Perang Sawari - 91; Beberapa wilayah Persia memberontak - 91; Irak, Syam dan Mesir stabil - 92; Rumawi tak berhasil kembali ke daerah-daerah jajahannya - 93; Kabilah-kabilah di Basrah dan Kufah - 94; Pelanggaran Khurasan, Jurjan dan Tabaristan - 98; Pembangkangan Istakhr dan Khurasan - 101; Yazdigird berusaha merebut kembali mahkotanya - 101; Kegigihan Yazdigird - 102; Pelarian dan matinya Yazdigird - 105; Hari-hari terakhir Yazdigird - 106; Berakhirnya Perlawanan Persia - 109; Kalah dan menang serta sebab-sebabnya - 110; Jasa terbesar berdirinya Kedaulatan Islam karena kuatnya iman - 112

Pada masa Umar Kedaulatan Islam sudah membentang jauh dari ujung Persia di timur sampai di perbatasan Sirenaika dan Tripoli di barat, dari Laut Kaspia di utara sampai ke Nubia di selatan. Negeri-negeri yang sudah dibebaskan oleh pihak Muslimin dalam kedaulatan itu percaya bahwa mereka tak akan dapat dikalahkan. Sungguhpun begitu, timbulnya pembangkangan dari waktu ke waktu masih juga mengusik hati rakyat daerah-daerah untuk memberontak kepada pihak Muslimin dan mengingkari perjanjian yang sudah disepakati bersama. Hal ini tidak mengherankan, para pendatang itu orang-orang yang berbeda ras, berbeda bahasa dan keyakinan. Juga tidak mengherankan, orang-orang Arab Hirah dan Gassan sampai tahun-tahun belakangan sebelum pembebasan masing-masing masih di bawah kekuasaan dan pengaruh Persia dan Rumawi.

Anasir-anasir fitnah di kawasan Kedaulatan

Juga tidak mengherankan bibit-bibit fitnah masih akan menggerakkan hati orang di negeri-negeri yang sudah dibebaskan itu. Hal ini sesuai dengan posisi mereka masing-masing: Muslimin terhadap mereka dan posisi mereka terhadap Muslimin. Tak ada garnisun sebagai kekuatan bersenjata yang ditempatkan di negeri-negeri tersebut, tetapi dengan setiap wilayah yang dibebaskan itu diadakan perjanjian atas dasar jizyah dalam jumlah tertentu yang harus dibayar warga kepada mereka, kemudian pemerintahan negeri diserahkan kepada penduduk negeri. Setelah itu kekuatan mereka ditarik kembali ke markas-markas Arab sendiri. Dari semua markas itu yang terbesar dipusatkan di kota-kota Damsyik dan Hims di Syam, sama seperti yang di Irak, dipusatkan di kota-kota Basrah dan Kufah.

Sungguhpun begitu, di Mesir pasukan Arab tak punya persenjataan yang kuat selain yang di Babilon, letak Mesir Lama yang sekarang. Karenanya di masa Umar sendiri tidak jarang terjadi pembangkangan daerah dengan menolak membayar jizyah dan menjauhkan diri dari pihak Arab dengan berlindung di benteng-benteng itu, sehingga Umar mengirimkan kekuatan ke sana untuk menundukkan mereka kembali. Tetapi tak ada anggota pasukan yang ditinggalkan untuk menjaga ketertiban dan mengharuskan mereka menghormati perjanjian itu, karena meluasnya daerah Kedaulatan yang begitu cepat, sehingga pasukan harus berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Di samping itu, kalau angkatan bersenjata yang ditinggalkan di negeri-negeri yang baru dibebaskan itu jumlahnya kecil, dikhawatirkan akan terjadi perlawanan yang dapat mengalahkannya. Ini akan membawa pengaruh buruk, suatu hal yang samasekali tidak diinginkan. Sungguhpun begitu, ia selalu mampu menggagalkan para pembangkang itu dan menjatuhkan hukuman kepada mereka untuk dijadikan contoh bagi yang lain.

Pembebasan Azerbaijan

Daerah Azerbaijan dan sekitarnya dari arah barat, ialah yang terakhir ditaklukkan oleh pihak Muslimin di kawasan Persia pada masa Umar. Letak Azerbaijan ke arah barat daya dari Laut Kaspia tanah pegunungan yang ketinggiannya dari permukaan laut sekitar 1500 meter, dengan puncak-puncak gunung ada yang mencapai 4000 meter. Ketika dimasuki pasukan Muslimin di tempat ini terdapat banyak sekali tempat penyembahan api. Kawasan ini ditaklukkan oleh Utbah bin Farqad, yang kemudian mengadakan persetujuan dengan pihak Azerbaijan dengan izin Huzaifah bin Yaman. Untuk mereka dibuatkan jaminan tertulis mengenai keamanan di dataran, di pegunungan, mengenai upacara-upacara keagamaan mereka serta masyarakatnya, mengenai jiwa dan harta benda mereka, segala keyakinan mereka, dengan syarat mereka membayar jizyah sesuai dengan kemampuan.

Dari Azerbaijan ini penaklukan meluas ke Bab dan ke Mauqan. Sesudah kedua kota itu ditaklukkan oleh pihak Muslimin, Abdur-Rahman bin Rabi'ah berpindah, untuk kemudian menyerang Turki yang bertetangga. Tetapi mereka berlindung ke pegunungan, dan ketika dia bersiap-siap meneruskan perjalanan ke tempat mereka berlindung itu, tiba-tiba datang berita tentang kematian Umar. Turki ditinggalkannya dan tidak lagi mengejarnya. Ia tetap tinggal di tempat semula sambil menunggu perintah Usman lebih lanjut.

Adakah Usman sudah mengeluarkan perintah untuk meneruskan serangannya? Sumber-sumber yang memuaskan tak ada yang kita peroleh dari para sejarawan. Dalam hal ini, sejarah mengenai perang sesudah Rasulullah masih berbeda-beda. Dalam kitab yang sama kita melihat adanya perbedaan-perbedaan itu, yang membuat kita bingung, sumber mana yang akan kita pakai dan mana yang tidak. Disebutkan bahwa di masa Usman Azerbaijan menolak membayar jizyah sebesar 800.000 dirham yang sudah disetujuinya dengan Huzaifah, dan bahwa ketika Walid bin Uqbah berangkat ke sana, persetujuan dengan Huzaifah diberlakukan kembali.

Mengenai keberangkatan Walid bin Uqbah itu hampir semua sejarawan sependapat. Tetapi mereka berbeda pendapat, keberangkatannya ke Azerbaijan itu dalam tahun 24 Hijri, yakni beberapa bulan sesudah Usman dibaiat, ataukah dalam tahun 25 atau tahun 26? Pangkal perbedaan sumber itu pada pendapat mereka bahwa Walid menyerang Azerbaijan sesudah Usman mengangkatnya untuk Kufah, yang dijabatnya sesudah Sa'd bin Abi Waqqas. Perbedaan pendapat para narasumber itu: Adakah Sa'd bertugas di Kufah langsung sesudah Umar terbunuh, ataukah Usman mengangkat Mugirah bin Syu'bah di sana satu tahun, kemudian sesudah Sa'd bertugas di sana satu tahun dan beberapa bulan, tanggung jawab dipegang oleh Walid bin Uqbah? Kalau Walid pergi ke Azerbaijan baru sesudah ia bertugas di Kufah, jadi dia ke sana tahun 25 jika Mugirah bin Syu'bah tidak lagi menjabat tugas di Kufah menyusul terbunuhnya Umar, atau tahun 26 kalau Sa'd baru bertugas sesudah setahun Mugirah bin Syu'bah memegang tanggung jawab itu di sana.


Berdasarkan peta Historical Atlas of the Muslim Peoples oleh DR. R. Roolvink, Djambatan - Amsterdam, 1957.

Tetapi Tabari dan Ibn Asir, juga mereka yang sependapat, menyebutkan bahwa Walid bin Uqbah pergi ke Azerbaijan tahun 24, yakni sebelum ia bertugas di Kufah, dan ini mungkin saja. Rasanya saya lebih cenderung pada pendapat ini kendati saya belum dapat memastikan benar. Yang membuat saya cenderung berpendapat demikian karena di kawasan Persia itu Azerbaijan-lah yang paling belakangan mendapat serangan pihak Muslimin, dan mereka meninggalkan medan itu sesudah mendapat berita tentang terbunuhnya Umar. Mereka khawatir kebijakan Khalifah yang baru ini akan berbeda dengan kebijakan pendahulunya, mengingat mereka belum biasa membayar jizyah seperti yang dilakukan oleh yang sudah biasa melakukannya selama bertahun-tahun di masa Umar. Mereka menolak perjanjian yang sudah mereka setujui dengan Huzaifah bin Yaman.

Melihat keadaan demikian tanpa ragu Usman langsung mengirim Walid bin Uqbah untuk menyerang dan mengembalikan mereka pada keadaan semula serta melaksanakan pembayaran jizyah. Di samping itu Walid mengirim Abdullah bin Syabil bin Auf al-Ahmasi ke Mauqan, Bir dan Tailasan - semua ini terletak di dekat Azerbaijan - menyerang, menawan dan mengambil rampasan perang dari mereka. Sekarang mereka percaya lagi bahwa pihak Muslimin kuat dan kekuasaan mereka besar.

Armenia

Letak Armenia berdekatan sekali dengan negeri-negeri yang sudah dibebaskan oleh Walid bin Uqbah yang berangkat bersama para komandan dan pasukan yang berada di bawah pimpinannya. Pada kurun waktu tertentu sebelum kekhalifahan Umar, Armenia merupakan negeri merdeka, kemudian pada kurun waktu yang lain dibagi-bagi antara Persia dengan Rumawi.

Waktu itu Armenia lebih luas daripada yang kita kenal sekarang. Al-Balazuri menyebutkan bahwa waktu itu Armenia terbagi menjadi Armenia Pertama, Armenia Kedua, Armenia Ketiga dan Armenia Keempat, dengan menyebutkan nama-nama kota yang terletak di tiap-tiap daerah itu. Armenia yang terbentang dari Syamsyat di sebelah barat sampai ke Taglib[31] dan Laut Kaspia di sebelah timur. Tatkala dalam kekhalifahan Umar pihak Muslimin berhasil mengusir Heraklius dari Syam kemudian menaklukkan Antakiah, Hims dan seluruh Syam bagian utara, Khalid bin Walid berangkat ke Armenia dan menyerang Mar'asy, Syamsyat dan kota-kota di dekatnya yang masih berada di bawah kekuasaan Rumawi. Setelah itu ia kembali ke Syam dengan membawa hasil rampasan perang dan jarahan tanpa membuat perjanjian keamanan atau jizyah dengan mereka. Menyusul kembalinya itu Umar menempatkannya di Kinnasrin.

Sesudah kemudian pihak Rumawi mengirimkan pasukan dengan kapal-kapal ke Antakiah lalu memberontak, dan kota-kota Hims, Halab (Aleppo) dan daerah-daerah di utara Syam juga bergolak, Muslimin mengerahkan pasukan berkuda dan pasukan pejalan kaki ke kawasan itu. Mereka mengepung pasukan Rumawi dan berhasil mengusirnya. Kemudian Iyad bin Ganam menyeberanginya sementara Khalid bin Walid dan anak buahnya menuju Armenia dan meneruskan perjalanan sampai ke Amid dan Ruha. Dalam perjalanan itu Khalid berhasil membebaskan beberapa kawasan dan membawa hasil rampasan perang serta membuat orang dalam ketakutan. Dengan jumlah rampasan yang cukup besar ia kembali ke Kinnasrin. Baik dia atau Iyad bin Ganam tidak membuat persetujuan keamanan dan jizyah dengan pihak Armenia. Juga Armenia tetap lepas tidak berada di bawah pihak Muslimin, kendati sudah cukup merasakan pukulan Muslimin, yang membuat pihaknya selalu menantikan datangnya bencana yang akan menimpa mereka.

Persia dan Rumawi di belakang pemberontakan Azerbaijan dan Armenia

Dalam pemberontakan Azerbaijan itu adakah pihak Armenia - tak lama sesudah Usman dilantik - melihat suatu kesempatan untuk mengadakan pembalasan terhadap Muslimin lalu bergabung dengan tetangga-tetangganya di sekitar Persia dan memberi semangat kepada mereka supaya memberontak, lalu oleh pihak Muslimin mereka semua dihadapi dan berhasil dilumpuhkan? Ataukah melihat pihak Muslimin yang menaklukkan Azerbaijan dan tetangga-tetangganya tak ada yang memberikan perlawanan, mereka terus ke Armenia lalu Armenia takluk di bawah kekuasaan Muslimin? Ataukah karena pasukan Rumawi mulai bergerak di Armenia dengan tujuan hendak menyerang Syam maka mau tak mau pihak Muslimin pun harus menghadapinya?

Yang jelas kalangan sejarawan sependapat bahwa pasukan Muslimin telah menyerang dan menaklukkan Armenia. Tetapi sumber-sumber itu berbeda dalam hal premisnya dan sepakat mengenai kesimpulannya. Tabari dan mereka yang sependapat dengan dia mengatakan, bahwa sesudah Walid bin Uqbah selesai menaklukkan Azerbaijan, Mauqan dan Tailasan, ia segera mengirim Salman bin Rabi'ah al-Bahili ke Armenia, yang kemudian terjadi pembunuhan, penawanan dan perampasan dan kembali kepada Walid dengan membawa hasil yang cukup besar. Walid sendiri setelah itu memasuki Mosul dan tinggal di Hudaisah. Balazuri[32] menuturkan bahwa sesudah Usman dibaiat selaku Khalifah, ia menulis surat kepada Mu'awiyah bin Abi Sufyan dengan perintah supaya ia mengirim Habib bin Maslamah al-Fahri ke Armenia - atau bahwa Usman yang menulis kepada Habib sendiri dengan perintah menyerang Armenia, dan untuk itu Habib menyiapkan 6000 orang personel. Mereka menyerbu Qaliqala, kemudian mengajak damai dengan ketentuan mereka akan bermigrasi dan membayar jizyah. Setelah itu banyak di antara mereka yang pergi, pindah ke daerah Rumawi.

Beberapa bulan kemudian Habib mendapat berita bahwa pihak Armenia meminta bantuan Rumawi dan mereka mengerahkan kekuatan besar-besaran untuk menghadapi pihak Muslimin. Habib segera meminta bala bantuan kepada Usman, yang disambut oleh Usman dengan menulis surat kepada Mu'awiyah dan Mu'awiyah pun segera mengirimkan bala bantuan sebanyak 2000 personel, yang kemudian ditempatkan di Qaliqala dengan beberapa lahan yang disediakan untuk tempat garnisun di sana.

Dua sumber ini lahirnya saling bertentangan, tetapi kita akan dapat mempertemukannya. Seperti sudah disebutkan, Armenia sebagian membentang ke daerah Persia dan sebagian ke daerah Rumawi. Jadi tidak heran bila Salman bin Rabi'ah al-Bahili atas perintah Walid bin Uqbah berangkat ke bagian Persia, dan Habib bin Maslamah al-Fahri berangkat ke bagian Rumawi atas perintah Usman atau atas perintah Mu'awiyah. Dan ini yang akan kita dukung, karena memang tidak bertentangan dengan jalannya peristiwa-peristiwa yang terjadi kemudian - kendati di kalangan para narasumber itu masih terdapat perbedaan dalam cara merinci.

Tabari menyebutkan bahwa ketika Walid bin Uqbah memasuki Mosul ia menerima surat dari Usman yang mengatakan:

"Amma ba'du. Mu'awiyah bin Abi Sufyan menulis kepada saya mengabarkan bahwa Rumawi telah siap menyerang Muslimin dengan pasukan dalam jumlah besar. Saya berpendapat mereka yang di Kufah perlu mendapat bala bantuan. Begitu Anda menerima surat saya ini kirimkanlah sebanyak 8000, 9000 atau 10.000 personel dari tempat Anda menerima utusan saya ini, yang dari segi keberanian, kemampuan dan keislamannya sudah Anda setujui. Wasalam."

Setelah itu Walid berpidato, dan setelah membaca hamdalah dan puji-pujian kepada Allah ia berkata: "Amma ba'du. Dalam hal ini Allah telah menguji keberanian kaum Muslimin, dan mengembalikan negeri mereka yang sudah menjadi kafir, dan membebaskan negeri yang belum ditaklukkan dan mereka dikembalikan dengan selamat dan berhasil membawa harta rampasan. Alhamdulillahi Rabbil alamin. Amirulmukminin menulis kepada saya dengan perintah agar saya memobilisasi tenaga di antara kalian sekitar 10.000 atau 8000 orang sebagai bala bantuan untuk saudara-saudara kita di Syam. Pihak Rumawi telah mengerahkan kekuatan yang siap menyerbu mereka. Dalam hal itulah akan ada pahala dan jasa yang besar dan nyata. Maka bergabunglah kalian dengan Salman bin Rabi 'ah al-Bahili."

Tak sampai tiga hari kemudian dari Kufah telah berangkat 8000 orang di bawah pimpinan Salman bin Rabi'ah. Bersama-sama dengan pasukan Syam mereka memasuki kawasan Rumawi. Pasukan Syam ini dipimpin oleh Habib bin Maslamah bin Khalid al-Fahri. Mereka mulai mengadakan serangan serentak ke kawasan Rumawi itu dan berhasil membawa tawanan serta rampasan perang, di samping tidak sedikit benteng yang dapat mereka duduki.

Ini menurut sumber Tabari. Sementara Balazuri menyebutkan bahwa ketika Habib bin Maslamah al-Fahri meminta bala bantuan, Usman tidak cukup hanya menulis surat kepada Mu'awiyah, tetapi juga menulis kepada Sa'id bin al-As al-Umawi, yang kemudian mengirimkan bala bantuan itu di bawah pimpinan Salman bin Rabi'ah al-Bahili dari angkatan bersenjata Kufah, sebanyak 6000 personel. Tetapi ketika Habib bertempur menghadapi pasukan Rumawi sebelum datang bala bantuan itu, dalam pertempuran ini ia sudah memperoleh kemenangan. Hal ini menunjukkan bahwa dia memang cerdas dan berani. Tatkala ia sedang berpikir-pikir hendak melakukan penyerangan istrinya bertanya:

"Di mana tempat kita bertemu ?"

"Di kemah si tiran itu atau di surga," jawabnya.

Sesampainya di kemah itu dijumpainya istrinya itu sudah di sana. Ketika Salman memberitahukan, yang sementara itu sudah berhasil mengalahkan musuh, pihak Kufah menginginkan mereka juga memperoleh bagian rampasan perang, tetapi pihak Syam menolak dan ada yang mengancam hendak menyerang Salman. Salah seorang prajurit dari pihak Kufah berkata:

Kalau kalian membunuh Salman, Habib kalian akan kami bunuh.

Kalau kalian menemui Ibn Affan kami pun akan berangkat.

Sumber yang dikutip oleh Balazuri dan didukungnya itu berasal dari Tabari yang menyebutkan bahwa sumber itu dari Waqidi, untuk memperlemahnya, sebab Futuh asy-Syam yang dinisbatkan kepada Waqidi itu sarat dengan cerita-cerita dongeng yang tak masuk akal dan sangat disangsikan oleh para sejarawan. Sumber Tabari yang pernah kita kutip itu, disebut juga oleh Balazuri. Kemudian ia mengatakan bahwa berita yang dibawanya itu lebih akurat, dan menyebutkan pula sumber-sumber pengambilannya.

Tetapi bagaimanapun juga, semua sumber yang secara rinci berbeda itu dapat disimpulkan, bahwa Azerbaijan bergolak dan Armenia bermaksud hendak membantunya. Tetapi pasukan Muslimin sudah menaklukkan Azerbaijan dan daerah-daerah sekitarnya. Mereka bergerak ke Armenia dari arah Persia dan dari arah Rumawi, kemudian menaklukkannya. Ketika ada berita bahwa Azerbaijan memberontak dan Armenia mendukungnya, terbayang oleh pasukan Rumawi bahwa ia mampu merebut kembali kewibawaan dan kekuasaannya yang sudah hilang itu. Tetapi pasukan Muslimin dapat menghalau dan memaksanya kembali mundur. Dari sana mereka berhasil membebaskan daerah-daerah yang sebelum itu tak pernah ditaklukkan. Semua ini terjadi pada masa permulaan kekhalifahan Usman, yang dalam memulihkan ketenangan di seluruh Syam dan wilayah Persia, serta mengembalikan kepercayaan rakyat daerah-daerah yang sudah dibebaskan itu besar sekali pengaruhnya. Terbunuhnya Umar dan penggantiannya dengan Usman tidaklah mengurangi kewibawaan dan pengaruh Muslimin.

Perselisihan Kufah dengan Syam sekitar rampasan perang

Sungguhpun begitu perlu kita renungkan sejenak dengan menyebutkan adanya perselisihan yang terjadi sekitar pembagian rampasan perang antara pihak Kufah dengan pihak Syam. Akibat perbedaan ini masing-masing sampai saling mengancam. Perselisihan demikian pernah terjadi di masa Umar, tetapi tak sampai timbul ancam-mengancam. Adakah ini suatu gejala baru dalam pemerintahan yang baru ini, ataukah suatu manifestasi tentang pengaruh perasaan yang sebenarnya dalam hati mereka yang memilih tinggal di Irak dan mereka yang memilih tinggal di Syam? Kita tidak ingin memberikan jawaban atas kedua pertanyaan itu mendahului peristiwanya. Apa yang terjadi kemudian di masa Usman dan di masa Ali kiranya sudah akan merupakan jawaban yang lebih jelas. Cukup kalau di sini kita sebutkan, bahwa mereka yang memilih tinggal di Syam adalah orang-orang Arab Semenanjung dari Mekah dan Medinah, yang terdiri dari kaum Muhajirin dan Ansar; dan yang memilih tinggal di Basrah dan Kufah adalah mereka yang dari pelbagai daerah di Semenanjung. Dalam pada itu, kaum Muhajirin dan Ansar, dibandingkan dengan orang-orang Arab yang lain, jelas mereka sudah berjasa dan sudah lebih dulu dalam Islam. Sungguhpun begitu, jasa orang-orang Arab yang lain dalam perjuangan menegakkan Kedaulatan Islam itu tidak pula kurang dari perjuangan kaum Muhajirin dan Ansar, sekalipun tak sampai melebihinya.

Orang-orang Rumawi di Iskandariah meminta bantuan Bizantium

Sesudah kekalahan itu maukah Rumawi tunduk dan tidak akan memikirkan hendak memerangi Muslimin lagi? Sudah cukupkah apa yang sudah menimpa mereka di Syam dan di Armenia untuk meyakinkan mereka yang masih tersisa di Anatolia, di Balkan dan di Ifriqiyah?[33] Barangkali itu yang akan mereka lakukan kalau tidak karena merasa mempunyai kekuatan angkatan laut yang tak dipunyai oleh pihak Arab, dan kalau Iskandariah tidak menggoda mereka untuk terjun ke sana melalui laut. Dalam perkiraan mereka, kota Iskandariah dan Mesir mampu mereka rebut kembali.

Mesir sudah dibebaskan oleh Amr bin As dan Rumawi pun sudah diusir dari sana, yang di masa Umar kawasan itu sudah berada di bawah kekuasaannya. Politiknya waktu itu ingin merangkul rakyatnya dengan meringankan pajak dan membiarkan mereka tetap dalam kepercayaan mereka sendiri. Jabatan-jabatan administrasi dibiarkan tetap di tangan anak negeri dan di tangan orang-orang Rumawi yang memilih tinggal di sana daripada berangkat pulang ke negeri asal. Tetapi politik yang diterima baik oleh umumnya orang Mesir ini telah menimbulkan kemarahan pihak Iskandariah. Mereka mendapat berbagai macam keistimewaan sebelum kedatangan orang-orang Arab, banyak macam pajak yang dibebaskan dari mereka.

Sesudah panglima Arab itu mempersamakan mereka dengan penduduk yang lain dan mereka juga harus memikul kewajiban seperti yang lain, mereka merasa sakit hati dan mereka menggunakan kesempatan menghasut orang-orang Rumawi yang tidak ikut meninggalkan ibu kota Iskandariah itu supaya membenci dan memusuhi Muslimin dan pemerintahannya. Tak terlintas dalam pikiran Amr bahwa semua itu kelak mungkin saja menjurus pada kerusuhan dan pergolakan. Itu sebabnya benteng-benteng Iskandariah yang kukuh itu dibiarkan begitu saja, tidak lagi diperkuat dengan pasukan selain garnisun yang tak lebih dari 1000 personel untuk menjaga ketertiban dan pemerintahan di sana.

Di Istana Konstantinopel, sesudah keadaan stabil, mereka yang tinggal di Iskandariah menulis surat kepada Kaisar Bizantium dan mengisyaratkan jika mungkin agar ia mengirimkan armada kapalnya lengkap dengan pasukan untuk menyergap Muslimin sebelum mereka sadari, dan akan memperkuat diri di sana untuk kemudian meneruskan perjalanan ke seluruh Mesir untuk menguasainya kembali. Mesir adalah kawasan kaya raya yang selama ini memberi kemakmuran kepada Roma dan Bizantium dengan segala hasilnya yang melimpah itu.

Berita-berita ini sudah tentu tidak sampai kepada Amr bin As, karena oleh Rumawi sangat dirahasiakan. Amr sendiri sangat sibuk karena adanya perbedaan paham dia dengan Umar yang begitu dalam sehingga Umar menuduhnya memperkaya diri dengan hasil pajak Mesir. Karenanya Muhammad bin Maslamah diutus ke Mesir untuk mengaudit harta kekayaannya. Umar sudah hampir saja memecat Amr kalau tidak kemudian ia terbunuh. Juga Usman, pandangannya terhadap Amr tidak lebih baik daripada Umar. Barangkali ia belum lupa apa yang dikatakannya tentang dirinya empat tahun silam tatkala ia berangkat hendak membebaskan Mesir.

Sikap Usman yang memperlihatkan rasa simpatinya kepada Abdullah bin Sa'd bin Abi Sarh - saudara susuannya - sangat menyakiti hati Amr. Abdullah bin Sa'd ini sebagai pejabat di Mesir yang diangkat oleh Umar berada di bawah Amr bin As. Timbul rasa khawatir dalam hati Amr bahwa Usman akan mengutamakan Abdullah bin Sa'd dan ia akan memperluas kekuasaannya. Hal ini membuatnya tidak lagi banyak memikirkan soal Iskandariah. Berita-berita dan segala rencana makar pihak Rumawi tak ada yang sampai kepadanya. Apalagi karena Rumawi memang benar-benar sangat merahasiakan rencananya itu.

Dalam hal ini saya tidak ingin menuduh Amr lalai dalam menjalankan tugasnya. Kekuasaannya di Mesir selama dalam kurun waktu itu memang diselimuti oleh ketidakjelasan. Konon Umar bin Khattab mengangkat Abdullah bin Sa'd untuk memperkecil kekuasaan Amr. Oleh karena itu ia menunjuknya untuk daerah di as-Sa'id dan Fayyum dan ia berhak memungut pajak di sana. Sesudah Usman dilantik, Amr dipecatnya dan seluruh kawasan di Mesir dipegang oleh Abdullah bin Sa'd. Mereka yang mengutip sumber ini sebagian berpendapat bahwa Amr meninggalkan Mesir menuju Mekah begitu ia dipecat. Sedang yang sebagian lagi berpendapat bahwa ia tetap tinggal di Mesir kendati sudah dipecat. Ada juga sumber yang menyebutkan bahwa Usman tidaklah memecat Amr, tetapi memperluas kekuasaan Abdullah bin Sa'd dan memperlihatkan simpatinya yang begitu besar kepadanya.

Kalaulah memang demikian posisi Amr di Mesir selama dalam kurun waktu itu, sulit sekali kita akan menuduhnya telah mengabaikan tanggung jawabnya karena dia tak dapat mengikuti berita-berita tentang Rumawi di Iskandariah. Bahkan dapat dimengerti sekalipun ia tetap berada di kawasan Mesir. Dia akan membela diri atas tuduhan keji yang dialamatkan kepadanya. Tak ada tuduhan yang lebih keji dialamatkan kepada seorang pejabat tinggi daripada kecurangan dan usaha memperalat kekuasaan untuk kepentingan pribadinya dan untuk memperkaya diri. Tetapi apa pun yang terjadi, orang-orang Rumawi di Iskandariah sudah menulis surat kepada Kaisar Konstans II [Constans II] dengan permintaan agar mereka dibebaskan dari kekuasaan Muslimin. Melihat lemahnya persenjataan pihak Arab di Iskandariah, sedang dia adalah raja lautan yang tak dimiliki oleh pihak Muslimin, mereka siap membantunya untuk mempermudah usahanya itu. Kalau dengan diam-diam dia dapat mengirimkan pasukannya dengan kapal tanpa diketahui pihak Muslimin, kekuatan bersenjatanya akan memasuki ibu kota Mesir, kemudian menaklukkannya dan dari sana seluruh wilayah Mesir akan dapat ditaklukkan. Konsep ini sangat menggiurkan Konstans dan istananya. Terbayang oleh mereka bahwa kalau mereka berhasil dan dapat menguasai Mesir kembali, apa yang sudah menimpa mereka di Syam tidaklah seberapa.

Upaya Rumawi merebut kembali kota Iskandariah dan Mesir

Sudah tentu Konstans tak dapat disalahkan bila benar-benar ia sudah meyakini konsep itu. Sampai pada waktu itu tak satu perahu pun yang dimiliki pihak Arab di Laut Tengah. Mu'awiyah bin Abi Sufyan pernah meminta kepada Umar bin Khattab agar dipersiapkan armada kapal untuk penjagaan pantai-pantai Syam dan Mesir dalam menghadapi kapal-kapal Rumawi kalau mereka mencoba mengintai pantai-pantai itu. Umar bin Khattab merasa prihatin sekali atas permintaan Mu'awiyah itu. Disebutkannya apa yang sudah pernah menimpa Ala bin al-Hadrami tatkala ia bertualang menyeberangi Teluk Persia dengan kapal yang membawa pasukannya. Pasukan Persia segera mencegatnya dengan membuat garis pemisah yang membuat mereka harus kembali ke kapal.

Sesudah Mu'awiyah terus mendesak, Umar menulis kepada Amr bin As agar melukiskan keadaan lautan. Jawaban Amr adalah: "Saya melihat laut itu sebuah hasil ciptaan besar yang diarungi oleh makhluk-makhluk kecil, dan yang ada hanya langit dan air. Kalau laut tenang, hati jadi sedih, kalau laut bergolak, pikiran kacau balau, jadi kurang yakin, malah makin ragu. Mereka seperti ulat di sebatang kayu, kalau miring tenggelam, kalau selamat bersinar."

Lukisan itu membuat Umar makin prihatin, dan dia tidak membolehkan Mu'awiyah menyiapkan kapal-kapal itu, juga tidak membolehkannya membicarakan soal itu lagi. Pihak Muslimin sendiri samasekali memang tidak tahu mengenai laut. Laut dikuasai oleh Rumawi. Mereka mampu mengangkut pasukan dengan kapal ke Mesir. Jadi tidak heran jika Konstans mengambil kesempatan itu. Kalau kesempatan demikian ini sampai hilang, maka akan hilang pulalah segala harapannya untuk memperoleh Mesir kembali dan mengembalikan kewibawaan lmperium Rumawi, yang sudah diwarisinya dari nenek moyang. Bahkan harapannya untuk mempertahankan kelangsungan Imperium itu di Asia dan Ifriqiyah akan sirna.

Konstans dalam pada itu sudah menyiapkan sebuah armada terdiri dari 300 buah kapal lengkap dengan tenaga manusianya, dipimpin oleh Manuel orang kebirian itu, dan dikerahkan ke tempat tujuan. Tetapi ia merahasiakan tujuannya sehingga rahasia itu benar-benar tertutup, tak diketahui oleh pihak Arab. Dengan muslihat itu ia berhasil mengantarkan armadanya sampai ke Iskandariah dan mendaratkan pasukannya di kota itu. Mereka disambut oleh penduduk Rumawi yang tinggal di sana dan mereka segera bergabung lalu bersama-sama menuju ke asrama pasukan Arab. Semua penghuni asrama itu mereka bunuh, kecuali beberapa orang yang masih sempat lari. Manuel dan pasukannya sekarang tinggal di ibu kota yang besar itu. Terbayang oleh mereka, bahwa petualangan mereka kini sudah akan berhasil baik dan usaha mengosongkan Muslimin dari Mesir sudah menjadi kenyataan.

Pasukan Rumawi mendarat di Iskandariah

Pendaratan Rumawi di Iskandariah itu jatuh pada bulan-bulan pertama tahun 25 Hijri [664 M.], yakni selang setahun dan beberapa bulan sesudah pelantikan Usman. Hampir semua sumber sepakat tentang tahun itu. Kesepakatan ini menunjukkan bahwa terbunuhnya Umar telah membuat kota Konstantinopel berani cepat-cepat menyambut permintaan penduduk Rumawi di Iskandariah itu, dengan perkiraan bahwa dengan kematian Umar Muslimin sudah kehilangan saka guru dan menamatkan era pembebasan yang pada masanya telah membuat Rumawi dan Persia mati akal.

Apa pula reaksi pihak Arab setelah mendengar bahwa Rumawi sudah sampai di Fustat? Adakah mereka cepat-cepat menghadapi musuh dan siap mengadangnya maju ke dalam kota? Ataukah mereka khawatir akan dikalahkan oleh pihak Rumawi lalu berdiam diri dalam asrama-asrama sambil menunggu datangnya bala bantuan dari Semenanjung? Sumber-sumber itu masih simpang-siur mengenai kurun waktu pertama itu, sama dengan simpang-siurnya berita mengenai masa tinggal Amr bin As di Mesir dulu atau kepergiannya ke Mekah. Yang jelas Rumawi sudah menyerang kota-kota di sekitar Iskandariah dan angkatan bersenjatanya di seluruh Mesir Hilir, menjarah gandum, buah-buahan dan harta benda dari desa-desa tanpa ada yang mempertahankan.

Rupanya pihak Arab dalam menghadapi situasi ini serba bingung dan tidak menentu. Mereka meminta pendapat dan bantuan Amirulmukminin di Medinah. Para pemuka di Medinah sependapat, begitu juga kaum Muslimin di Mesir, bahwa orang yang akan dapat menghadapi situasi yang begitu genting itu hanya Amr bin As. Namanya saja sudah dapat menggetarkan hati pihak Rumawi. Kebijakannya memang sudah mendapat tempat dalam hati rakyat Mesir dan mendapat dukungan.

Oleh karena itu Usman melimpahkan kepercayaan kepadanya untuk menghadapi pihak Rumawi dan mengusirnya dari Mesir seperti yang sudah pernah dilakukannya pertama kali dulu. Ada di Mesir-kah Amr waktu itu? Dalam soal ini dengan sumber-sumber yang masih simpangsiur kami tak dapat mengambil kesimpulan. Tetapi yang jelas, dalam hal ini Amr tidak ragu untuk melaksanakan perintah Khalifah. Segala kepahitan yang sudah dialaminya dari Umar, dan kemudian dari Usman sendiri, tidak membuatnya mundur untuk melaksanakan tugas suci, yakni berjuang demi Allah dan di jalan Allah.

Benarkah kata orang bahwa bukanlah jihad di jalan Allah itu yang membuat Amr cepat-cepat memenuhi seruan Usman, tetapi ia memenuhi seruan itu begitu cepat karena dia memang pemberani dan berambisi ingin memegang pimpinan, dan supaya kaum Muslimin tahu bahwa ketika Umar bin Khattab menentangnya dulu ia diperlakukan tidak adil? Padahal ketika itu seharusnya ia mendapat balas jasa yang sebaik-baiknya karena ia telah membebaskan Mesir. Juga Usman bin Affan telah memperlakukannya tidak adil ketika ia lebih mengutamakan Abdullah bin Sa'd bin Abi Sarh, sementara kaum Muslimin sangat memerlukan Amr karena politik dan taktiknya yang begitu bagus, dan bahwa mereka akan mendesak Usman agar dia yang memimpin pasukan di Mesir dan memegang segala urusan pajaknya bila ia sudah dapat menangkis serangan Rumawi dan mengusir mereka dari sana? Kita tidak ingin memberi jawaban mendahului segala peristiwa itu. Peristiwa-peristiwa itu sudah merupakan jaminan untuk memperlihatkan dirinya dengan sejelas-jelasnya.

Catatan kaki:

31. Ada beberapa nama kota yang tidak jelas dan tidak terdapat dalam peta. Mungkin sudah terhapus atau berganti nama. - Pnj.

32. Futuhul Buldan, h. 200 [terbitan at-Tijariyah, 1932].

33. Dalam bahasa Arab lama berarti Tunis sekarang. Oleh Rumawi pengertiannya diperluas dan meliputi semua kawasan yang berada di bawah kekuasaannya setelah hancurnya kota Carthago di Afrika Utara, kemudian diperluas ke sekitar Laut Tengah, Samudera Atlantik, Samudera Hindia, Laut Merah sampai ke timur laut benua Asia dan Semenanjung Sinai. - Pnj.

(sebelum, sesudah)


Usman bin Affan
Antara Kekhalifahan dengan Kerajaan
 
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
Penerbit P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel./Fax. (0251) 330505, Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 978-979-8100-40-6
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak dan dijilid oleh P.T. Mitra Kerjaya Indonesia.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team