|
||
|
Perawakannya - 33; Sifat dan perangainya - 33; Tahun lahir dan sebabnya ia masuk Islam - 35; Cerita Ibn Asakir - 35; Menikah dengan Ruqayyah - 36; Mengapa Usman cepat-cepat hijrah ke Abisinia? - 37; Ruqayyah wafat - 38; Mendapat julukan - 38; Surat-surat Usman kepada para pejabat - 50; Meneruskan kebijakan pendahulunya - 53; Rumawi dan Persia selalu mengancam - 54 |
Ketika dibaiat umur Usman hampir mencapai 70 tahun, berperawakan sedang, tidak tinggi dan tidak pendek, wajahnya tampan, berkulit cerah dengan warna sawo matang dan terdapat sedikit bekas cacar. Janggutnya lebat dengan tulang-tulang persendian yang besar dan kedua bahunya yang bidang, kepala botak setelah sebelumnya berambut lebat. Giginya dilapisi emas dan cincin di jari kirinya. Ia selalu mengenakan pakaian yang bagus-bagus dan baju bermutu tinggi, karena dia memang orang kaya, hidupnya serba nyaman.
Dia sangat pemalu. Dalam sebuah hadis disebutkan, bahwa Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam berkata:
[tulisan Arab]
"Umatku yang benar-benar pemalu adalah Usman."
Rasa malunya bertambah pada waktu ia dilihat orang. Salah seorang pembantu istrinya bernama Bananah, kalau ia datang membawakan bajunya, ketika ia sedang mandi, ia berkata: "Jangan melihat kepada saya, tidak boleh." Sifat pemalunya itu membuat orang lain juga jadi malu kepadanya. Bersumber dari Aisyah Ummulmukminin disebutkan, bahwa ketika Rasulullah sedang duduk-duduk dan pahanya terbuka, Abu Bakr meminta izin akan masuk diizinkan tanpa mengubah posisinya, ketika Umar datang meminta izin ia juga diizinkan tanpa mengubah posisinya. Tetapi ketika Usman meminta izin ia menurunkan pakaiannya. Sesudah mereka pergi Aisyah berkata: "Rasulullah, Anda mengizinkan Abu Bakr dan Umar masuk dengan keadaan Anda tetap begitu, tetapi sesudah Usman yang meminta izin Anda menurunkan pakaian Anda." Kata Rasulullah kepada Aisyah:
[tulisan Arab]
"Aisyah, kita malu bukan kepada seseorang, yang malaikat sendiri pun malu kepadanya," atau ia berkata: "Tidakkah saya malu kepada orang, yang juga malaikat pun malu kepadanya." Dalam sebuah sumber disebutkan bahwa Aisyah berkata: "Rasulullah, mengapa saya tidak melihat kepedulian Anda kepada Abu Bakr dan Umar seperti kepada Usman?" Dijawab oleh Rasulullah: "Usman orang yang sangat pemalu. Saya khawatir kalau saya mengizinkannya dalam keadaan begitu ia tidak dapat mengutarakan maksudnya."
Karena perasaan malu itu Usman takut berbicara. Ibn Sa'd dalam atTabaqat mengutip kata-kata salah seorang dari mereka: Dari antara sahabat Rasulullah tak seorang pun yang pernah saya lihat bicaranya lebih sempurna dan lebih baik daripada Usman. Hanya saja ia takut berbicara, dan karena takutnya berbicara ia segan berdialog dan berdebat berpanjang-panjang. Kalau dia sudah mengambil keputusan ia gigih dan tidak mudah menyerah. Karena kemurahan rezeki yang melimpah yang dikaruniakan Allah kepadanya itulah maka ia makin gigih dengan pendapatnya. Dia dari keluarga Banu Umayyah, kalangan suku Kuraisy yang terbanyak jumlah orangnya dan yang terkuat. Tetapi keengganannya berbicara yang terbawa oleh perasaan malu itu membuatnya jadi sangat lemah-lembut. Juga kekayaan dan kedudukannya yang tinggi membuatnya jadi sangat dermawan dan murah hati. Kedermawanan dan kelembutannya membuat dia disenangi orang. Di samping itu karena percaya diri dan rasa bangga kepada kerabat, oleh mereka ia sangat dihormati dan dihargai.
Di zaman jahiliah dan di masa Islam ia adalah saudagar pakaian. Karena kejujuran dan sifat-sifatnya yang sudah disebutkan tadi menyebabkan perdagangannya maju dan banyak mendatangkan keuntungan. Di samping itu, sifat-sifat pemalu yang sudah dibawanya sejak kecil dan di masa remajanya ia selamat tak sampai tergelincir bersama gejolak anak-anak muda. Tak pernah terdengar bahwa dia suka berbangga-bangga atau suka mencumbu perempuan. Secara keseluruhan sumber-sumber menunjukkan bahwa dia berhati lembut, sangat dipengaruhi oleh perasaannya yang halus. Karena sifat lemah-lembut dan perasaannya yang halus itu ia selalu berusaha tidak menyakiti hati orang atau melakukan kekerasan.
Usman dilahirkan pada tahun keenam tahun Gajah. Ia lebih muda dari Nabi enam tahun. Di masa anak-anak dan masa remajanya, ia hidup boros, seperti orang-orang Kuraisy umumnya, terutama Banu Umayyah. Sesudah Rasulullah diutus Allah ia termasuk yang mula-mula dalam Islam. Sebab-sebabnya ia masuk Islam para sejarawan menyebutkan beberapa sumber, yang sebagian dapat kita catat di sini.
Dalam Sirat Sayyidina Muhammad Rasulillah Ibn Hisyam menyebutkan: "Sesudah Abu Bakr masuk Islam orang-orang dari masyarakatnya sendiri yang dipercayainya dan yang suka mengunjunginya dan duduk-duduk dengan dia, diajaknya beriman kepada Allah dan kepada Islam. Maka yang sudah masuk Islam karena ajakannya itu adalah Usman bin Affan dan tujuh orang lagi yang lain, yang sudah kami sebutkan. Oleh Abu Bakr mereka yang sudah memenuhi seruannya itu diajaknya menemui Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam lalu mereka menyatakan masuk Islam dan melakukan salat." Ibn Sa'd mengatakan dalam at-Tabaqat: "Usman bin Affan dan Talhah bin Ubaidillah pergi mengikuti Zubair bin Awwam, dan masuk menemui Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam. Ia menawarkan Islam kepada kedua mereka dan membacakan beberapa ayat Qur'an serta memberitahukan kepada mereka tentang ketentuan-ketentuan Islam dengan menjanjikan kemuliaan Allah bagi mereka. Keduanya kemudian beriman dan percaya. Kata Usman: "Rasulullah, saya baru kembali dari Syam. Sesudah kami sampai di Mu'an dan Zarqa' kami seperti orang yang sedang tidur, terdengar ada suara memanggil-manggil kami: Hai orang-orang yang sedang tidur, bergegaslah bangun, Ahmad sudah di Mekah. Maka kami datang dan kami mendengar tentang dia. Usman masuk Islam sudah sejak lama, sebelum Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam datang ke Darul Arqam." Dalam al-Bidayah wan Nihayah Ibn Kasir mengatakan: "Usman radiallahu 'anhu sudah sejak lama masuk Islam melalui Abu Bakr as-Siddiq."
Masuk Islamnya itu aneh, seperti disebutkan oleh al-Hafiz bin Asakir. Ringkasnya, bahwa sesudah dia mendapat berita bahwa Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam menikahkan putrinya Ruqayyah yang cantik dengan sepupunya, Utbah bin Abi Lahab, ia menyesal mengapa bukan dia yang mengawininya. Dengan perasaan sedih ia menemui keluarganya, dan di tempat itu ia bertemu dengan bibinya Sa'diyah binti Kuraiz, seorang dukun. Ia memberikan berita gembira bahwa dia akan menikah dengan Ruqayyah. "Saya heran dia membawa berita gembira mengenai perempuan yang sudah bersuamikan laki-laki lain," kata Usman. "Lalu kata saya, 'Apa kata Bibi?" Dia menjawab: "Usman, Anda akan mendapat kehormatan, akan menjadi orang penting. Dia seorang nabi yang membawa bukti, diutus dengan sebenarnya sebagai orang yang saleh, ia akan mendapat wahyu, yang dapat membedakan yang hak dengan yang batil. Ikutlah dia, Anda tak akan tertipu oleh berhala." Kata Usman: "Anda mengatakan suatu masalah yang tak pernah terjadi di negeri kita." Perempuan itu berkata lagi: "Muhammad bin Abdullah, utusan Allah, dengan membawa wahyu dari Allah, mengajak orang beribadah hanya kepada Allah." Seterusnya kata perempuan itu lagi: "Pelitanya adalah pelita, agama kemenangan, perkaranya berjaya, sasarannya jitu, seluruh negeri ini tunduk kepadanya, tak ada gunanya berteriak, jika terjadi pembantaian dan panah sudah direntang."[24] Kata Usman: "Aku pergi sambil berpikir-pikir dan ketika bertemu dengan Abu Bakr kuberitahukan. "Celaka Anda ini, Usman. Anda adalah orang yang tegas. Anda sudah tahu benar mana yang hak dan mana yang batil. Apa gunanya berhala-berhala yang disembah kaummu itu. Bukankah itu hanya batu, tidak mendengar, tidak melihat, tidak mengganggu, juga tidak bermanfaat." "Memang, memang begitu," kata Usman. Kemudian kata Abu Bakr: "Bibimu sudah meyakinkan Anda. Rasulullah itu Muhammad bin Abdullah, diutus oleh Allah kepada hamba-Nya dengan membawa sebuah ajaran. Bersediakah Anda mendatanginya?" Kemudian kami bertemu dengan Rasulullah, dan dia berkata: "Usman, penuhilah seruan Allah, saya utusan Allah kepada Anda dan kepada segenap hamba-Nya." Ia berkata: "Setelah saya mendengar kata-kata Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam. itu, saya tak dapat menguasai diri. Saya menerima Islam dan saya membaca kalimat syahadat bahwa tiada tuhan selain Allah Yang Mahatunggal, tiada bersekutu. Tak lama sesudah itu saya menikah dengan Ruqayyah putri Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam. Sementara itu ia berkata:
Pasangan terbaik
yang pernah dilihat orang
Ruqayyah dan suaminya, Usman
Beginilah cerita-cerita tentang Usman masuk Islam. Terserah kepada kita percaya atau tidak. Boleh saja kita mengatakan sumber Ibn Kasir itu kebanyakan dibuat-buat. Waktu itu berita tentang Muhammad belum tersebar luas di kalangan Kuraisy, dan ajakannya itu dibicarakan orang masih dengan malu-malu. Saya tidak tahu, adakah tertariknya Usman kepada Ruqayyah itu ada pengaruhnya dalam keislamannya. Ketika itu umur Ruqayyah belum mencapai 20 tahun kendati ia bukan putri Rasulullah yang tertua, sementara umur Usman ketika itu sudah hampir 40 tahun, dan di zaman jahiliah ia sudah pernah menikah dan mendapat julukan Abu Umar.
Dari Ruqayyah ia mendapat seorang anak laki-laki dan diberi nama Abdullah dan dia pun mendapat julukan demikian. Julukan ini terus melekat kendati anak itu sudah meninggal dalam usia enam tahun. Barangkali Ibn Kasir mendasarkan sumber itu dari al-Hafiz bin Asakir yang dikutip oleh Ibn Asakir dari orang lain, sebab sesuai dengan yang sudah diketahuinya tentang sifat Usman yang sangat perasa itu. Atas pengertian inilah di sini kita memperkuatnya kendati masih kita ragukan sebelum kita memastikan bahwa karena sebab-sebab tertentu cerita itu dibuat orang kemudian.
Usman masuk Islam dan menikah dengan Ruqayyah putri Rasulullah. Ia tinggal di Mekah bersama istrinya itu sambil meneruskan usaha perdagangannya dan mengikuti turunnya wahyu serta ajaran-ajaran yang diberikan Muhammad bersama-sama saudara-saudaranya kaum Muslimin yang sudah lebih dulu dalam Islam. Islam mulai tersebar dan pihak Kuraisy pun tetap menentang dan mengganggu Muslimin. Yang demikian ini berlangsung selama bertahun-tahun terus-menerus. Sesudah mereka tak mampu melawannya, Rasulullah memerintahkan sahabat-sahabat supaya pergi terpencar-pencar, berlindung kepada Allah dengan agama mereka itu. Ia menyarankan agar mereka pergi ke Abisinia. Mereka yang berangkat mula-mula terdiri atas sebelas orang laki-laki dan perempuan. Usman dan istrinya Ruqayyah yang paling lebih dulu hijrah.
Apa sebab Usman cepat-cepat hijrah dan membawa istrinya? Mengapa ia tidak tetap tinggal di Mekah seperti Muslimin yang mula-mula dalam Islam dan memilih tinggal di dekat Rasulullah, melindunginya dan sanggup menghadapi gangguan demi perjuangan di jalan Allah? Adakah karena ia mencari selamat dan merasa lebih aman? Atau, karena ia memang tidak menyukai kekerasan, tidak tahan melihat Muslimin yang lain mengalami berbagai macam penganiayaan? Ataukah karena melihat Banu Umayyah adalah yang paling keras memusuhi orang-orang sekabilahnya yang masuk Islam, dan Usman sendiri dari Banu Umayyah dan menantu Rasulullah pula, yang terutama sekali akan menjadi sasaran penganiayaan? Mungkin saja ini salah satunya atau semua itu yang menjadi penyebab maka cepat-cepat ia berangkat hijrah. Mungkin dia khawatir Ruqayyah istrinya akan mendapat musibah sedang dia tak mampu melindunginya dari gangguan kaumnya sendiri dan yang demikian ini akan menjadi suatu aib seumur hidupnya. Yang terakhir inilah yang sangat mempengaruhi jiwa Usman.
Sebuah sumber menyebutkan bahwa ada seorang Muslimah yang baru pulang dari Abisinia ditanya oleh Rasulullah tentang Ruqayyah dan bagaimana ia melihat keadaannya, dijawab: "Saya melihatnya ketika ia sedang dinaikkan ke atas seekor keledai." Mendengar itu Rasulullah sangat terharu. "Semoga Allah menyertainya, sebab Usman orang yang pertama hijrah mencari perlindungan Allah sesudah turun wahyu," katanya.
Apa pun yang mendorong Usman cepat-cepat hijrah, yang jelas ia berangkat dengan putri Rasulullah itu ke Abisinia, dan selama dua kali hijrah ia tetap tinggal di sana. Sesudah itu kemudian hijrah lagi dari Mekah ke Medinah. Setelah Rasulullah merencanakan perumahan kaum Muhajirin Kuraisy ke Yasrib, letak rumah Usman berhadapan dengan rumah Rasulullah, dan pintu rumahnya berhadapan dengan pintu rumah Rasulullah.
Usman tinggal di Medinah dengan merasakan kasih sayang Nabi dan menikmati kemudahan hidup dari kekayaannya. Oleh Rasulullah ia dijadikan sekretarisnya dan kadang sebagai penulis wahyu. Tetapi Rasulullah tidak melibatkannya dalam ekspedisinya yang terjadi sebelum Perang Badr. Tatkala Rasulullah berangkat memimpin Muslimin menghadapi Kuraisy dalam Perang Badr, Ruqayyah sedang dalam sakit berat. Rasulullah mengizinkan Usman tinggal di rumah untuk merawat istrinya. Tetapi ia tak dapat juga menolongnya; Ruqayyah meninggal dan dimakamkan ketika datang berita tentang kemenangan Muslimin. Rasulullah membagikan hasil rampasan Perang Badr itu dan Usman mendapat bagian seperti bagian mereka yang ikut berperang. Oleh karena itu Usman dipandang sebagai salah seorang veteran Badr.
Usman merasa sedih sekali dengan kematian Ruqayyah itu. Mengetahui hubungan baik Usman dengan keluarganya, Rasulullah mengawinkannya dengan Um Kulsum, adik Ruqayyah. Tetapi Um Kulsum juga meninggal ketika ayahnya masih hidup dan alangkah beratnya kesedihan yang harus diderita oleh Usman. Rasulullah menghiburnya dengan mengatakan, antaranya: "Andaikata ada putri kami yang ketiga, niscaya kami kawinkan kepada Anda." Karena pernikahan Usman dengan Ruqayyah dan kemudian dengan Um Kulsum itulah, maka kaum Muslimin kemudian memberinya gelar dengan Zun-Nurain.[25]
Adakah Usman beristri lain selain Ruqayyah dan kemudian selain Um Kulsum? Ataukah ia tak beristrikan yang lain di luar mereka? Dalam hal ini tidak mudah kita dapat memastikan, walaupun dapat dikatakan, bahwa sebelum dengan Ruqayyah ia sudah pernah beristri satu atau lebih, dan beristri lagi sesudah Um Kulsum. Di masa jahiliah dan di masa Islam selain dengan Ruqayyah dan Um Kulsum ia pernah menikah dengan Fakhitah binti Gazwan bin Jabir, dengan Um Amr binti Jundub bin Amr dari Banu Azd, dengan Fatimah binti al-Walid bin Abdu-Syams bin al-Mugirah, dengan Um al-Banin binti Uyainah bin Hisn al-Fuzari, dengan Ramlah binti Syaibah bin Rabi 'ah bin Abdu-Syams bin AbduManaf dan dengan Na'ilah binti al-Farafisah bin al-Ahwas dan dia inilah yang sempat menghadiri kematiannya. Dari istri-istrinya itu semua ia mendapat anak lebih dari 15 orang - laki-laki dan perempuan.
Usman tidak ikut dalam Perang Badr karena sedang merawat Ruqayyah. Tetapi sesudah tahun berikutnya dan terjadi Perang Uhud ia juga terjun bersama-sama dengan Muslimin yang lain. Kemudian peranannya dan peranan yang lain-lain waktu itu, tetapi Allah telah memaafkan mereka. Sebenarnya pihak Muslimin pagi itu sudah mendapat kemenangan, tetapi kejadiannya kemudian berbalik menimpa mereka. Pihak Kuraisy lalu mengumumkan bahwa Muhammad sudah terbunuh. Berita ini membuat pihak Muslimin jadi porak-poranda dan sebagian mereka ada yang lari - Usman salah seorang di antara mereka. Tetapi tak lama kemudian pihak Muslimin tahu bahwa Nabi masih hidup. Mereka segera kembali ke tempat Nabi dan berusaha melindunginya dari serangan Kuraisy. Karena Usman tidak termasuk di antara mereka, ada beberapa orang yang telah mengecamnya dalam kekhalifahannya. Tetapi ia menjawab: Bagaimana orang mengecam saya padahal Allah sudah memaafkan saya. Lalu katanya:
[tulisan Arab]
"Mereka yang telah berpaling di antara kamu ketika dua pasukan bertemu, setanlah yang membuat mereka tergelincir karena beberapa (kejahatan) yang mereka lakukan. Tetapi Allah telah memaafkan mereka. Allah Maha Pengampun, Maha Penyantun." [Qur'an 3:155].
Sesudah Perang Uhud Usman juga ikut dalam perang Khandaq, perang Khaibar dan dalam pembebasan Mekah. Kemudian dalam ekspedisi Hunain, Ta'if dan Tabuk. Dalam semua tugasnya itu ia tidak berbeda dengan Muslimin yang lain, tidak harus di depan atau di belakang, sebab dia memang bukan pahlawan perang seperti Hamzah bin Abdul-Muttalib, Ali bin Abi Talib, Zubair bin Awwam, Sa'd bin Abi Waqqas dan Khalid bin Walid yang telah dapat menggerakkan semangat perang dalam hati mereka dan mendorong mereka terjun ke dalam barisan di medan laga menghadapi maut tanpa ada rasa gentar. Malah orang yang berhati cabar pun akan berangkat di waktu perang, yang dalam barisan demikian ia bukan berada di depan, juga bukan di belakang.
Dapat saja kita mengatakan bahwa Usman orang yang memang suka damai sedapat mungkin. Tetapi imannya itu yang mendorongnya berangkat bersama Rasulullah dalam berbagai peperangan: Hal ini dibuktikan oleh sikapnya terhadap Kuraisy dalam kejadian di Hudaibiyah. Dalam tahun ke-6 Rasulullah berangkat memimpin 300 orang Muslimin dengan tujuan melakukan Umrah di Mekah dengan cara damai tanpa bermaksud menyerang.
Mengetahui perjalanan mereka ini Kuraisy bersumpah, bahwa Muhammad dan sahabat-sahabatnya tidak boleh memasuki Mekah dengan paksa. Muhammad melihat pasukan berkuda Mekah sudah tampak di luar kota itu. Ia dan sahabat-sahabatnya turun dari kudanya di Hudaibiyah hendak secara damai berziarah ke Baitullah dan mengagungkan kesuciannya. Rasulullah hendak mengutus Umar bin Khattab sebagai delegasi kepada Kuraisy. Tetapi Umar keberatan mengingat Kuraisy sudah tahu betapa kerasnya permusuhan dan ketegasannya kepada mereka. Dia khawatir mereka akan melakukan sesuatu terhadap dirinya. Maka ia mengusulkan supaya Usman bin Affan yang bertindak sebagai utusan. Di Mekah Usman lebih disukai daripada Umar.
Usman berangkat dan ia mendapat perlindungan (jaminan) dari Usman bin Sa'id. Ia berusaha hendak meyakinkan Kuraisy agar membolehkan Muhammad memasuki Baitulharam. Tetapi pihak Kuraisy tidak setuju kaum Muslimin memasuki Mekah tahun ini dengan cara paksa. Lama juga Usman di Mekah mencari jalan agar antara Kuraisy dengan pihak Muslimin dapat menempuh jalan damai. Tetapi pihak Muslimin mengira bahwa Kuraisy telah melakukan pengkhianatan dan pelanggaran dengan membunuh utusan mereka di bulan suci itu. Mereka gelisah, terutama Rasulullah lebih gelisah dari sahabat-sahabatnya yang lain. "Kita tidak akan meninggalkan tempat ini sebelum kita menghadapi mereka," katanya. Ia memanggil sahabat-sahabatnya dan mereka segera menyatakan ikrar kepadanya dengan Ikrar Ridwan (Bai'atur-Ridwan) bahwa mereka akan menghadapi Kuraisy dan tidak akan lari biar sampai mereka mati. Sesudah ikrar selesai, Rasulullah menepukkan sebelah tangannya ke tangan yang sebelah lagi untuk ikrar Usman seolah ia ikut hadir bersama-sama mereka.
Sementara mereka sedang bersiap-siap menghadapi perang itu terbetik berita bahwa Usman tidak dibunuh. Usman pun kemudian muncul dan melaporkan kepada Rasulullah hasil pembicaraannya dengan pihak Kuraisy. Sudah jelas buat Rasulullah, Kuraisy sekarang yakin bahwa kedatangannya itu untuk melakukan urnrah, dan tak ada maksud hendak berperang. Tetapi mereka khawatir akan kehilangan wibawa di kalangan orang-orang Arab kalau pihak Muslimin memasuki Mekah tahun ini juga dengan cara paksa. Lalu perdamaian diadakan atas hasil perundingan Usman dengan utusan Kuraisy yang berakhir dengan Perjanjian Hudaibiyah.
Dengan demikian tercapai persetujuan antara kedua pihak. Tahun ini Muhammad dan sahabat-sahabatnya meninggalkan Mekah dan akan kembali pada tahun berikutnya, dapat tinggal di sana selama tiga hari berziarah ke Baitullah dan memuliakan kesuciannya.
Usman orang yang begitu cinta damai, juga sangat pemurah, mengeluarkan hartanya demi kebaikan kaum Muslimin. Sesudah Rasulullah mengambil keputusan akan menghadapi Rumawi di Tabuk dan sudah menyiapkan 'Pasukan 'Usrah,' Usman menyediakan 300 ekor unta lengkap dengan isinya dan 1000 dinar[26] di tangan Rasulullah untuk dipergunakan dalam persiapan perang itu. Melihat segala yang dilakukan Usman itu Rasulullah berkata:
[tulisan Arab]
"Usman tidak akan dirugikan apa yang dilakukannya sesudah hari ini," dan diulanginya dua kali.
Di Medinah ada sebuah sumur milik orang Yahudi, airnya dijual kepada Muslimin dengan harga yang cukup memberatkan mereka. Suatu hari Rasulullah berkata kepada sahabat-sahabatnya: "Barang siapa membeli sumur Rumah ini dan diserahkan untuk Muslimin, menurunkan timbanya di timba-timba mereka, ia akan mendapat minuman sebanyak itu di surga."
Usman mendatangi orang Yahudi itu dan tawar-menawar harga. Tetapi karena orang Yahudi itu tidak mau menjualnya semua, maka yang dibeli oleh Usman separuhnya dengan seharga 12.000 dirham[27] dengan ketentuan yang sama-sama disepakati: Sehari untuk Yahudi itu dan sehari untuk Usman. Jadi kaum Muslimin menimba air pada hari bagian Usman untuk dua hari. Yahudi itu mendatangi Usman berkata: "Anda telah merusak sumur saya, maka beli sajalah yang separuh lagi." Dan untuk keperluan Muslimin itu Usman pun membelinya dengan harga 8.000 dirham. Tali timbanya yang digunakan seperti tali timba yang dimiliki salah orang dari Muslimin.
Usman sangat bersimpati kepada kerabatnya. Simpatinya itu sudah amat berlebihan sehingga mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan negara di kemudian hari. Simpati ini bukanlah karena kelemahan pada hari tuanya sesudah ia memegang kedudukan sebagai amirulmukminin - seperti diduga sebagian orang - tetapi memang sudah menjadi perangainya.
Sesudah Mekah dibebaskan, Kuraisy secara keseluruhan dimaafkan oleh Rasulullah, kecuali ada sekelompok orang yang nama-namanya sudah disebutkan, karena mereka telah melakukan kejahatan besar. Mereka sudah termasuk yang akan dijatuhi hukuman mati, sekalipun mereka berada di bawah tabir Ka'bah. Di antara mereka itu terdapat Abdullah bin Sa'd bin Abi Sarh, saudara susuan Usman sendiri. Dia sudah masuk Islam dan yang pernah menuliskan wahyu untuk Rasulullah, tetapi kemudian ia murtad, kembali kepada Kuraisy menjadi musyrik dan konon ia memalsukan wahyu yang ditulisnya. Setelah Abdullah bin Abi Sarh tahu dirinya akan dijatuhi hukuman mati atas perintah Rasulullah ia lari kepada Usman. Ia disingkirkan, sambil menunggu sampai orang di Mekah menjadi tenang kembali. Sesudah itu ia dibawa kepada Rasulullah dan dimintai perlindungan. Kata Ibn Hisyam dalam Sirat Sayyidina Muhammad Rasulillah: "Kata mereka bahwa Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam lama sekali diam kemudian berkata: Ya. Sesudah Usman pergi ia berkata kepada sahabat-sahabatnya di sekitarnya: Saya diam supaya ada dari kalian yang tampil memenggal lehernya. Salah seorang dari Ansar berkata: Rasulullah, mengapa tidak memberi isyarat kepada saya? Kata Rasulullah: "Nabi itu tidak membunuh dengan isyarat."
Tindakan Usman menengahi dengan memintakan ampunan bagi Abdullah bin Abi Sarh itu membuktikan betapa besar simpatinya kepada para kerabatnya. Juga hal itu membuktikan tentang posisi Usman dalam pandangan Nabi. Ia mengharapkan sekiranya ada dari sahabatnya yang mau bertindak membunuh Ibn Abi Sarh. Namun itu disudahi dengan pengampunan untuk memenuhi keinginan Usman. Atau barangkali ia berpendapat - dia yang sudah mengenal betul Usman yang sangat pemalu itu - bahwa Usman tidaklah semestinya akan membicarakan hal itu kepada Rasulullah di depan orang-orang yang hadir di sekelilingnya dengan meninggalkan rasa malunya, kalau tidak karena cintanya ingin mempertahankan Ibn Abi Sarh. Karenanya, ia tak sampai hati menolak harapan Usman, yang berarti akan melukai hatinya, atau memberi jalan kepada Banu Umayyah untuk terus mengecamnya.
Posisinya itulah pula yang telah mendorong Rasulullah meminta Usman menggantikannya di Medinah ketika ia pergi dalam suatu ekspedisi ke Zat ar-Riqa'. Juga kemudian ketika ia mengadakan ekspedisi ke Gatafan, Usman diminta menggantikannya di Medinah.
Kendati posisinya memang sedemikian rupa itu dalam hati Rasulullah, namun ia tak punya konsep seperti Abu Bakr dan Umar dalam hal politik organisasi yang baru tumbuh itu. Abu Bakr dan Umar adalah wazir, pendamping Rasulullah dan teman bermusyawarah. Bila ada masalah yang sudah disepakati oleh kedua mereka, Rasulullah tak pernah melanggar kesepakatan itu. Juga Usman tak punya konsep dalam soal perang seperti yang ada pada Sa'd bin Abi Waqqas atau pada Zubair bin Awwam. Tetapi Usman orang yang sangat saleh dan kuat imannya. Ia menekuni ibadahnya dan banyak membaca Qur'an, di samping sangat murah tangan. Dengan semua itu ia mendapat tempat tersendiri dalam hati Rasulullah, ditambah lagi begitu baiknya dalam pergaulannya dengan Ruqayyah dan Um Kulsum.
Di masa Abu Bakr pun perangai Usman sama,seperti di masa Rasulullah. Ia meneruskan perdagangannya seperti biasa, dan membiarkan pengganti Rasulullah itu bebas menjalankan roda pemerintahan sesuai dengan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya di hadapan Allah dan di hadapan kaum Muslimin. Tatkala Abu Bakr bermaksud penyerang Syam sesudah menyerang Irak, ia mengundang dan meminta pendapat pemuka-pemuka Muhajirin dan Ansar. Umar memberi semangat kepadanya agar meneruskan niatnya itu dengan mengatakan antara lain:
"Kirimkanlah pasukan demi pasukan berturut-turut, pasukan berkuda dan para perwira."
Abdur-Rahman bin Auf menyarankan agar berhati-hati, dengan antara lain mengatakan: "Saya berpendapat jangan sekaligus menyerang mereka dengan pasukan berkuda, tetapi kerahkanlah pasukan berkuda untuk melakukan serang dan kembali. Menyerang daerah-daerah yang jauh, kemudian serang lalu kembali kepada kita, serang lagi dan kembali lagi kepada kita. Jika yang demikian diulang-ulang, buat musuh akan lebih berbahaya, hingga dapat mencapai daerah-daerah yang jauh. Dengan demikian kita akan mendapat rampasan perang untuk memperkuat diri dalam memerangi mereka."
Setelah mendengar saran yang disampaikan Abdur-Rahman bin Auf semua yang hadir diam. Abu Bakr menanyakan kepada yang hadir: "Bagaimana pendapat kalian. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kalian."
Tak lama kemudian Usman berkata: "Saya berpendapat Anda adalah pembela dan penasihat umat agama ini serta sangat prihatin terhadap mereka. Kalau Anda berpendapat ada jalan yang lebih baik dan bermanfaat buat mereka, teruskanlah apa yang sudah Anda tentukan. Bagi mereka Anda bukan orang kikir atau yang diragukan."
Mendengar kata-kata Usman itu mereka yang hadir cepat-cepat menyetujui pendapatnya, dan meletakkan tanggung jawab itu semua kepada Khalifah.
Usman juga termasuk orang yang memberikan kesaksian yang baik terhadap Umar ketika Abu Bakr mencalonkannya sebagai pengganti dan untuk menyatukan suara kaum Muslimin kepadanya. Banyak mereka yang dimintai pendapat oleh Abu Bakr merasa prihatin mengingat watak Umar yang begitu tegar dan keras. Tetapi ketika Usman yang ditanya oleh Abu Bakr tentang Umar ia menjawab: "Semoga Allah telah memberi pengetahuan kepada saya tentang dia. Dia adalah orang yang batinnya lebih baik daripada lahirnya. Tak ada orang yang seperti dia di antara kita."
Sesudah Umar dilantik Usman tetap tinggal di Medinah meneruskan perdagangannya di samping sebagai penasihat Amirulmukminin bersama-sama dengan penasihat-penasihatnya yang lain. Tetapi ia sering bertentangan pendapat dengan Umar. Ketika pihak Baitulmukadas menawarkan perdamaian asal Umar sendiri yang datang ke kota itu, yang pertama sekali menentang adalah Usman. Dan katanya ditujukan kepada Amirulmukminin: "Kalau Anda tinggal di sini dan tidak harus pergi ke sana, mereka akan berpendapat Anda menganggap mereka enteng dan Anda siap memerangi mereka. Tak lama lagi mereka akan tunduk dan akan membayar jizyah." Tetapi Ali bin Abi Talib tidak sependapat dengan Usman. Ia menyarankan lebih baik Umar berangkat ke Baitulmukadas. Pasukan Muslimin sudah bersusah payah menghadapi udara dingin dan perang serta sudah lama meninggalkan kampung halaman Umar lebih cenderung pada pendapat Ali, dan itu yang diterimanya, dan ia menyerahkan urusan Medinah kepada Ali. Ia berangkat bersama rombongannya dan mengadakan perjanjian damai di Baitulmukadas.
Dalam soal pembebasan Mesir Usman juga menjadi pemimpin kaum oposisi dan berbeda pendapat dengan Amr bin As dan menentang pikiran itu bersama-sama yang lain. Begitu keras oposisi Usman itu sehingga ia berkata kepada Umar: "Dengan semangat tinggi didorong oleh keberanian dan ingin memegang pimpinan, saya khawatir Amr yang berangkat tanpa didukung staf ahli dan dukungan bersama, akan menjerumuskan pasukan Muslimin ke dalam bencana, dengan mengharapkan kesempatan yang tidak diketahuinya ada atau tidak!"
Untuk menentang Amr bin As membebaskan Mesir itu Usman sudah mengumpulkan suatu kekuatan untuk mempengaruhi pendapat umum di Medinah. Kendati Umar sudah yakin dan puas dengan pendapat Amr bin As dan ikut mendukungnya, tetapi segala yang dikemukakan Usman dan mereka yang sama-sama menentangnya, juga diperhitungkannya matang-matang. Malah dalam menghadapi oposisi mereka itu ia masih berdalih supaya diberikan kesempatan Amr memasuki Mesir dan memerangi Rumawi di sana untuk menolong Mesir lepas dari tangan mereka demi kepentingan Muslimin semata. Inilah dua masalah besar yang dihadapi sejarah Islam, dan yang berlawanan dengan pendapat Usman.
Tetapi dalam banyak hal, Umar dan Usman sering sependapat. Juga tidak kurang dari sahabat-sahabat besar lainnya ia sering menentang atau sejalan dengan pendapat Umar. Kita sudah melihat banyak orang yang menentang pembebasan Mesir, seperti yang dilakukan oleh Usman itu. Mereka yang mendukung Usman dalam oposisinya itu, dalam hal-hal lain mereka menentangnya, sebab mereka yang pernah mendampingi Rasulullah semua sama-sama menginginkan kejayaan Islam dan umatnya. Tujuan mereka ikhlas demi Allah, mereka hanya mengharapkan rida Allah dan menjauhi kemurkaan-Nya.
Keimanan mereka sudah meyakinkan, bahwa mereka berpegang pada kebenaran yang sudah diyakininya itu adalah kewajiban pertama sebagai Muslim yang baik. Kembali kepada kebenaran yang memang sudah diketahuinya, tidak seharusnya dirintangi oleh fanatisme atau rasa sombong. Kalau orang bersikeras dengan kebatilannya sesudah diyakinkan bahwa itu batil, dia sudah melakukan perbuatan mungkar yang akan mendapat kutukan dan kemurkaan Tuhan. Bagaimana orang yang beriman dan percaya kepada kebenaran akan menyimpang dan menyembunyikan kebenaran. Orang yang menyembunyikan atau menutup mata dari kebenaran adalah setan bisu.
Umar sepanjang kekhalifahannya sangat menghargai dan mencintai Usman. Sesudah Umar terkena tikam, Majelis Syura telah memilih Usman, kemudian orang banyak membaiatnya. Selesai dibaiat konon ia naik ke mimbar menyampaikan khutbahnya dan dia mencak-mencak marah sekali. "Saudara-saudara," katanya, "perjalanan pertama ini sulit, dan sesudah hari ini masih akan ada hari-hari panjang. Kalau saya masih akan hidup khutbah ini akan kalian terima seperti apa adanya. Kita memang bukan ahli khutbah, tetapi Allah akan memberikan pelajaran kepada kita." Bahkan, selesai dilantik konon ia berkhutbah di depan orang banyak dengan mengatakan: "Saudara-saudara, kalian di suatu negeri yang gelisah dan berada dalam sisa-sisa umur. Maka pergunakanlah segera dalam waktu yang masih ada pada kalian ini dengan perbuatan yang baik. Kalian sudah datang, waktu pagi atau sore. Ya, dunia ini penuh tipu muslihat, maka tentang Allah, janganlah kalian tertipu oleh kekuatan setan. Bercerminlah kepada mereka yang sudah lalu. Kemudian bersungguh-sungguhlah dan jangan lalai. Di manakah penduduk dunia ini dan saudara-saudaranya yang telah mengolahnya, lalu memakmurkannya dan yang telah lama menikmatinya? Tidakkah kalian lemparkan mereka? Jauhilah dunia yang sudah dijauhkan oleh Allah, dan tuntutlah akhirat yang lebih baik, sebab Allah sudah memberikan perumpamaan mengenai itu. Allah Yang Mahaagung berfirman:
[tulisan Arab]
"Harta kekayaan dan anak-anak keturunan adalah daya tarik kehidupan dunia. Tetapi amal kebaikan yang kekal, dalam pandangan Tuhanmu itulah yang terbaik sebagai pahala, dan yang terbaik sebagai harapan." [Qur'an, 18:46].
Ibn Kasir mengutip khutbah ini dan menyanggah pendapat orang-orang yang mengatakan bahwa Usman marah-marah. Dia mengatakan bahwa yang mereka sebutkan itu tak ada dasarnya. Ibn Kasir sudah berlebihan dengan pendapatnya itu. Dalam at-Tabaqat Ibn Sa'd mencatat isi khutbah Usman ketika dia marah-marah itu dan menyebutkan pula sanadnya. Saya cenderung untuk memperkuat sumber Ibn Sa'd ini dan meragukan khutbah mimbar yang dikutip Ibn Kasir, at-Tabari dan yang lain.
Wajar sekali tentunya selama hari-hari Majelis Syura itu Usman menjadi sibuk sekali untuk menyiapkan pidato yang akan disampaikan menyusul hari pelantikannya. Juga wajar sekali jika dia mengatakan kepada mereka bahwa setelah itu hari-hari masih panjang, dan bahwa khutbahnya itu akan mereka terima seperti apa adanya. At-Tabari dan Ibn Kasir mencatat bahwa langkah pertama yang diambil Usman sesudah pelantikannya itu menambah dana bantuan yang diberikan kepada umat melebihi pemberian di masa Umar. Menambah pemberian dana bantuan demikian tentu tidak sesuai dengan khutbahnya yang kesemuanya berisi zuhud, mengingkari kesenangan hidup di dunia!
Apa pun yang terjadi, kedua khutbah itu tidak menggambarkan politik yang terpikir akan dijalankan oleh Usman di kemudian hari. Besar sekali dugaan bahwa ia belum lagi merencanakan suatu kebijakan yang batasbatasnya sudah jelas, seperti yang dilakukan oleh Abu Bakr ketika hendak memerangi kaum murtad, dan seperti yang dilakukan Umar ketika memerintahkan pengembalian para tawanan perang orang-orang Arab kepada keluarga masing-masing, dan ketika memerintahkan pengosongan orang-orang Nasrani Najran dari perkampungan mereka, atau ketika mengadakan mobilisasi untuk diberangkatkan ke Irak sebagai bala bantuan kepada Musanna. Mungkin juga perbedaan watak antara Umar dengan Usman, antara yang keras dengan yang lemah-lembut, yang telah memaksa Usman tidak segera membuat rencana kebijakannya itu.
Hanya saja, begitu ia dilantik, ada satu hal yang dihadapi oleh Usman yang perlu diuraikan lebih terinci, yaitu soal Ubaidillah bin Umar bin Khattab. Ubaidillah yakin bahwa pembunuhan terhadap ayahnya bukanlah suatu kejahatan perorangan yang dilakukan oleh Abu Lu'lu'ah Fairuz, budak Mugirah bin Syu'bah atas kemauannya sendiri, melainkan sudah merupakan hasil sebuah komplotan yang melibatkan juga Hormuzan, orang Persia dan Jufainah, orang Nasrani dari Hirah. Keyakinannya itu setelah didukung oleh adanya bukti.
Abdur-Rahman bin Auf dapat menjadi saksi, bahwa ketika terjadi peristiwa yang telah menggemparkan kaum Muslimin itu, sorenya ia melihat pisau yang dipakai menikam Umar itu di tangan Hormuzan dan Jufainah. Abdur-Rahman bin Abu Bakr juga bersaksi dengan mengatakan: "Waktu saya lewat saya melihat Abu Lu'lu'ah pembunuh Umar itu bersama-sama dengan Jufainah dan Hormuzan; rupanya mereka sedang mengadakan pertemuan rahasia. Setelah merasakan kedatangan saya, tiba-tiba mereka berdiri, dan sebilah pisau berkepala dua dengan gagang di tengah jatuh. Periksalah itukah khanjar yang digunakan membunuh Umar?"
Mereka melihat pisau itu memang seperti yang dilukiskan Abdur-Rahman bin Abu Bakr. Ketika itu Ubaidillah memberontak dan bangkit membawa pedang dengan tujuan mula-mula Hormuzan dan Jufainah yang dibunuhnya. Kemudian ia pergi ke rumah Fairuz dan membunuh anak perempuannya yang masih kecil dan mengaku Islam.
Peristiwa ini terjadi sebelum Usman dilantik. Orang ramai marah dan mengancam. Mereka memasukkan Ubaidillah ke dalam penjara.
Sesudah kemudian ia dibaiat mau tak mau ia harus mengadili Ubaidillah. At-Tabari mengutip sebuah sumber dari Syua'ib dan dari Saif dan Abu Mansur yang mengatakan: "Saya mendengar Kumazian bercerita tentang ayahnya - Hormuzan - yang terbunuh, dengan mengatakan: Orang-orang Persia di Medinah saat itu sedang rihat. Ketika itulah Fairuz singgah kepada ayah dengan membawa sebilah khanjar berkepala dua, dan diterima oleh ayah yang lalu menanyakan: Akan Anda gunakan untuk di kota ini? Untuk koleksi, jawabnya, dan ada orang yang melihatnya. Sesudah musibah menimpa Umar ia berkata, saya melihat khanjar itu di tangan Hormuzan yang kemudian diberikan kepada Fairuz. Lalu Ubaidillah datang dan ia dibunuhnya.
Sesudah Usman berkuasa ia memanggil saya dan ia memberi hak kepada saya terhadap dia -yakni Ubaidillah bin Umar- dengan mengatakan: Anakku, orang itu pembunuh ayahmu dan Anda lebih berhak daripada kami, maka bunuhlah dia. Setelah itu saya ajak dia keluar. Ketika itu tak ada siapa pun selain kami berdua. Mereka meminta saya yang bertindak. Sayakah yang akan membunuhnya? Mereka menjawab: Ya. Lalu mereka memaki Ubaidillah. Kata saya: Adakah kalian akan mencegahnya? Mereka menjawab: Tidak, dan mereka memakinya. Saya serahkan kepada Allah dan kepada mereka. Mereka membawa saya, begitu saya sampai di rumah saya berhadapan dengan orang-orang terkemuka."[28]
Demikian sumber at-Tabari. Pengampunan atas Ubaidillah itu atas usaha Kumazian, anak Hormuzan. Pendapat ini bertentangan dengan pendapat lain yang sudah umum. Kebanyakan para narasumber menyebutkan bahwa sesudah pelantikan Usman di samping Masjid, Ubaidillah dibawa dari penjara untuk diadili. Sesudah tampil di depannya Usman berkata kepada orang-orang yang hadir itu: "Berikanlah pendapat kalian mengenai orang yang telah melakukan pembunuhan dalam Islam ini! Dalam hal ini Ali berkata: Tidak adil membiarkan dia, dan saya berpendapat dia juga harus dibunuh. Tetapi salah seorang dari yang hadir menentang pendapat Ali dengan mengatakan: Umar baru kemarin terbunuh, sekarang anaknya akan dibunuh pula! Mendengar penolakan ini semua yang hadir terdiam, Ali juga tidak meneruskan kata-katanya. Dia diam barangkali khawatir akan dituduh mau menolak Usman pada waktu pembaiatannya.
Usman melihat ke sekeliling, kepada mereka yang hadir, mengharapkan pendapat mereka. Ia ingin sekiranya ada di antara mereka yang mau membunuh Ubaidillah sebagai jalan keluarnya. Amr bin As yang ketika itu ikut hadir berkata: "Allah telah membebaskan Anda dari kejadian ini. Waktu itu Anda tidak punya kekuasaan atas kaum Muslimin. Peristiwa semacam itu belum ada pada zaman Anda. Tinggalkan sajalah!" Pendapat ini tidak memuaskan Usman maka ia berkata: "Sayalah yang akan menjadi wali mereka - maksudnya wali mereka yang terbunuh - sudah saya jadikan diat dan saya yang akan menanggungnya dari harta saya sendiri."
Pendapat Usman ini sungguh sangat bijaksana. Ia tidak memaafkan Ubaidillah karena tindakan kejahatannya. Dia pun tidak memerintahkan diadakan penyelidikan, sebab kalau persekongkolan Hormuzan, Jufainah dan Fairuz terbukti, akan membangkitkan kemarahan pihak Persia dan orang-orang Nasrani, sementara Ubaidillah juga tidak akan bebas dari tindakannya yang sengaja membunuh anak perempuan Fairuz yang tidak berdosa dan tanpa alasan itu. Semua orang merasa lega dengan kebijakan Usman itu. Hanya ada sekelompok orang yang karena didorong oleh rasa fanatik menentang dan mengecamnya. Di antara mereka itu terdapat Ziyad bin Ubaid al-Bayad yang lalu membaca sajak menjelek-jelekkan Ubaidillah dan mengecam keputusan Usman. Tetapi Usman kemudian memanggilnya dan memintanya untuk menghentikan kecamannya itu, dan dia pun memang berhenti tidak mengecam lagi.
Dengan demikian fitnah yang sudah dapat diredam itu tak perlu diungkit-ungkit lagi, dan kaum Muslimin di segenap Kedaulatan itu pun kembali ke dalam kehidupan sehari-hari yang biasa seperti sebelum terbunuhnya Umar.
Selesai menangani persoalan Ubaidillah bin Umar, Usman kembali memikirkan kebijakannya yang akan ditempuh. Dia tahu bahwa Banu Hasyim tidak puas dengan pelantikannya itu, dan rakyat umumnya mengharapkan adanya suatu garis kebijakan yang tidak sama dengan kebijakan Umar yang begitu tegas dan keras. Mereka menginginkan terciptanya kehidupan yang lebih lunak dari yang biasa selama itu. Dia tahu bahwa militer adalah tonggak ketertiban dan pelindung Islam dan yang membela Kedaulatan itu. Kalau ia mampu merangkul rakyat dan angkatan bersenjata, orang akan merasa puas dan menyambut baik pemerintahannya. Hal ini akan dilakukan sampai mereka merasa yakin bahwa dia tidak kurang dari Umar keinginannya hendak mempertahankan Kedaulatan itu dan semua kawasan yang sudah dibebaskan, dan untuk menegakkan keadilan di kalangan rakyat sedemikian rupa sehingga mereka dan harta terasa lebih aman, di samping juga akan keyakinan masa depan mereka. Dia tahu bahwa pejabat-pejabat di daerah-daerah yang sudah dibebaskan itu adalah pembantu-pembantunya yang pertama. Kalau mereka sudah menyambut baik, mereka akan menjaga ketertiban dan akan menanamkan rasa aman dalam hati penduduk di seluruh kawasan itu.
Tetapi bagaimana semua itu bisa dicapai dengan cara lemah-lembut sesuai dengan wataknya, tanpa membawa dampak kelemahan yang akan merusak watak lemah-lembutnya yang begitu indah itu, atau akan membuat mereka yang membaiatnya tidak puas lalu memberontak atau membangkang?
Sumber-sumber itu semua memang sepakat bahwa langkah pertama yang dilakukan oleh Usman ialah lebih memperbesar bantuan kepada rakyat daripada masa Umar dulu. Tambahan bantuan yang diberikan kepada prajurit untuk setiap orang 100 dirham dari yang sudah ditetapkan oleh Umar. Selama dalam bulan Ramadan setiap malam untuk keperluan iftar (berbuka puasa) Umar mengeluarkan satu dirham dari Baitulmal untuk setiap orang dan untuk para Ummulmukminin dua dirham. Hal ini diperkuat oleh Usman dan ia memberi tambahan pula. Di samping itu ia memberi jamuan untuk mereka yang mengkhususkan ibadahnya dan beriktikaf (di masjid), untuk orang-orang yang dalam perjalanan serta untuk fakir miskin. Dengan demikian prajurit-prajurit dan rakyat merasa puas. Mereka melihat Usman memberi harapan hidup yang lebih baik untuk masa depan mereka. Tak ada orang yang akan mempersalahkan Usman sementara kekayaan terus mengalir dari segenap penjuru Kedaulatan itu. Kemudahan yang sudah dibukakan lebar-lebar oleh Amirulmukminin kepada kaum Muslimin jangan pula dipersempit.
Semua orang sudah merasa puas bahwa keadilan yang sudah mereka rasakan di masa Umar tidak akan disia-siakan. Usman menulis kepada para pejabatnya:
"Amma ba'du. Allah telah memerintahkan para pemimpin supaya menjadi gembala, bukan datang untuk menjadi pemungut pajak. Pemimpin umat ini diciptakan sebagai gembala, bukan sebagai pemungut pajak. Tetapi pemimpin-pemimpin kalian sudah hampir menjadi pemungut-pemungut pajak, bukan menjadi gembala-gembala. Jika mereka kembali lagi demikian, maka habislah segala rasa malu, amanat dan kesetiaan itu. Cara yang paling adil ialah kalian harus melihat keadilan kaum Muslimin dan apa yang menjadi kewajiban mereka. Berikanlah segala hak mereka dan ambillah apa yang menjadi kewajiban mereka. Di samping itu ikutilah para pendahulu mengenai kaum zimmi, memberikan hak mereka dan memungut segala yang menjadi kewajiban mereka. Kemudian terhadap musuh yang selalu mengancam kalian, hendaklah kalian memohonkan kemenangan dengan tetap menaati segala perjanjian dengan mereka."
Dengan surat itu Usman telah menggambarkan kebijakannya terhadap rakyatnya dan apa yang harus dilakukan oleh para pejabatnya. Semua itu merupakan kebijakan yang sungguh tepat dan bijaksana sekali. Ia memerintahkan pejabat-pejabat supaya melayani rakyat dengan ramah dan sopan santun dan jangan membebankan pajak kepada mereka dengan cara memeras, menuntut kewajiban dan memberikan hak kepada si Muslim dan si zimmi dengan cara yang adil tanpa ada yang dirugikan; menepati janji yang sudah diadakan dengan pihak musuh untuk menghilangkan keangkuhannya supaya tidak membangkitkan kemarahan orang kepada pihak Muslimin. Itulah tindakan yang paling adil dalam pandangan Usman. Dengan itu semua pihak merasa puas, keamanan dan ketertiban jadi merata, segalanya berjalan sebagaimana mestinya dan tidak membiarkan ada keluhan orang karena kezaliman atau kesewenang-wenangan.
Petugas-petugas pajak dipisahkan dari para penguasa karena Usman khawatir perbuatan mereka akan merugikan rakyat dengan menekan mereka tidak pada tempatnya, atau memanfaatkan kedudukan mereka guna mencari keuntungan pribadi atau untuk keluarga-keluarga dekatnya. Semua ini akan menimbulkan kegelisahan rakyat dan mereka akan berprasangka yang tidak baik terhadap pemerintah. Kepada para petugas pajak itu ia menulis:
"Amma ba'du. Allah telah menciptakan manusia atas dasar kebenaran dan yang akan diterima hanyalah yang benar. Maka ambillah kebenaran itu dan dengan itu berikanlah juga kebenaran. Amanat adalah tetap amanat. Berpegang teguhlah pada amanat itu, dan janganlah kalian menjadi orang yang pertama melanggarnya, karena apa yang kalian lakukan itu akan dicontoh oleh orang-orang yang sesudah kalian. Tepatilah perjanjian, sekali lagi tepatilah. Janganlah merugikan anak yatim dan pihak yang sudah dalam perjanjian. Allah menjadi musuh mereka yang melakukan kezaliman."
Dengan surat-suratnya kepada para pejabat dan para petugas pajak itu Usman tidak ingin orang mengartikannya bahwa dia sudah membebaskan rakyat jelata dari segala kewajiban yang dibebankan kepada mereka, atau ketika ia memberi tambahan dana bantuan kepada mereka itu akan menyuruh mereka bergelimang dalam kesenangan dan kemewahan hidup duniawi. Karena itu ia mengumumkan sebuah surat yang isinya:
"Amma ba'du. Kalian sudah bersungguh-sungguh dalam mengambil contoh dan teladan, maka janganlah pesona dunia ini membuat kalian lupa dari keadaanmu ini. Keadaan umat sekarang cenderung mengarah untuk mengada-ada sesudah tiga hal ini: Kenikmatan hidup yang sempurna, anak-anak kalian yang sudah memiliki tawanan-tawanan perang, dan pembacaan Qur'an oleh orang-orang Arab pedalaman serta orang-orang asing. Rasulullah sudah berkata:
[tulisan Arab]
"Kekufuran adalah ketidakfasihan mengucapkan, dan jika sudah menemui kesulitan dalam mengucapkan (bacaan) lalu memaksakan diri dan mengada-ada."
Ketiga surat kepada para pejabat, para petugas pajak dan kepada masyarakat umum itu melukiskan secara ringkas kebijakan Usman dalam menjalankan politik dalam negeri di seluruh Kedaulatan. Tetapi Usman tidak pula lupa bahwa Kedaulatan yang baru tumbuh itu belum lagi stabil dalam arti yang sudah dapat meyakinkan Khalifah. Pihak Persia dan Rumawi pasti tidak akan tinggal diam sesudah segala pengalaman mereka di masa Umar. Mereka pasti masih menunggu kesempatan pertama untuk mengadakan perlawanan terhadap pihak Muslimin begitu terlihat ada kelemahan dalam pemerintahan Arab itu untuk menghadapi mereka. Orang yang kecerdasan dan kepekaannya menghadapi masalah ini masih di bawah Usman pun tidak akan lalai. Mereka akan cukup waspada terhadap adanya kemungkinan itu.
Kepada para komandan pasukan di berbagai tempat dalam Kedaulatan itu, dari barat Mesir sampai ke sebelah timur Persia, Usman menulis: "Amma ba'du. Kamu adalah pengawal dan perisai Muslimin. Umar sudah membuat ketentuan bagi kalian yang sudah sama-sama kita ketahui, bahkan oleh semua orang. Kami tidak mendengar ada yang mengatakan kalian pernah mengubah-ubah dan mengganti-ganti sesuatu, sebelum Allah mengubah dan mengganti dengan yang lain. Perhatikanlah bagaimana keadaan kalian. Saya akan memperhatikan apa yang sudah diwajibkan Allah kepada saya untuk diperhatikan dan dikerjakan."
Inilah kebijakan yang telah direncanakan oleh Usman dan diumumkan ke semua daerah pertama kali ia dilantik. Kita dapat menambahkan bahwa dia tetap mengukuhkan semua pejabat di kawasan mereka itu, tak seorang pun ada yang dipecat atau dipindahkan ke tempat lain dari daerah mereka saat Umar mati syahid. Dibiarkannya Nafi' bin Abdul-Haris al-Khuza'i untuk Mekah, Sufyan bin Abdullah as-Saqafi untuk Ta'if, Ya'Ia bin Mun-yah untuk San'a, Usman bin Abi al-As as-Saqafi untuk Bahrain dan sekitarnya, Mugirah bin Syu'bah untuk Kufah, Abu Musa al-Asy'ari untuk Basrah, Mu'awiyah bin Abi Sufyan untuk Damsyik, Umair bin Sa'd untuk Hims, Amr bin al-As untuk Mesir dan Abdullah bin Abi Rabi 'ah untuk Janad.[29]
Seperti yang sudah kita lihat, dalam kebijakan ini tak ada yang baru yang perlu kita perhatikan atau perlu kita pikirkan. Begitu juga halnya dengan Umar ketika menghapuskan larangan terhadap kaum Riddah dan ketika memerintahkan orang-orang Arab tawanan perang supaya dikembalikan kepada keluarganya masing-masing atau ketika orang-orang Nasrani Najran dikeluarkan dari perkampungan mereka. Barangkali alasan Usman menempuh kebijakan ini karena ia sudah berjanji kepada Abdur-Rahman bin Auf menjelang pelantikannya, bahwa dia akan bekerja atas dasar Kitabullah dan Sunah Rasulullah serta meneladani kedua Khalifah sebelumnya. Ia tidak akan berkata seperti yang dikatakan oleh: Ali bin Abi Talib bahwa dia akan bekerja menurut pengetahuan dan kemampuannya. Karenanya tak ada yang baru perlu ditambahkan pada kebijakan kedua Khalifah Abu Bakr dan Umar itu, khawatir dituduh dia telah mengada-ada dan bekerja atas pengetahuannya sendiri, yang bertentangan dengan janji yang dibuatnya dan dengan baiat yang diberikan umat kepadanya. Atau karena Usman terlalu pemalu maka ia banyak memberi untuk mengambil hati orang. Di samping itu dalam surat-suratnya yang mula-mula ia tidak menyinggung soal rencana kebijakan baru yang mungkin akan terpaksa ditinggalkannya. Ini akan menjadi alasan yang mungkin digunakan oleh lawan-lawannya dan dijadikan dasar propaganda yang cukup membantu.
Apa pun yang terjadi, tidak mudah bagi Usman dan bagi siapa pun dalam situasi yang begitu gawat ketika Umar terbunuh, untuk mengambil langkah lain daripada harus menunggu dan mengikuti situasi serta apa yang mungkin terjadi terhadap dirinya. Perselisihan orang-orang Arab yang tinggal di Basrah dan Kufah masih berkepanjangan. Dari kedua kota itu masing-masing mau cepat-cepat mendukung pejabat Khalifah di kota itu, sehingga dalam mengangkat pejabat-pejabatnya Umar sering mengatakan: "Cobalah kemukakan suatu cara yang dapat saya gunakan untuk memperbaiki masyarakat dalam menggantikan seorang pejabat."
Ketika itu Yazdigird raja Persia masih tinggal di Fergana, ibu kota Turki di Samarkand[30] sedang menunggu-nunggu kesempatan untuk kembali ke negerinya dan memerangi Muslimin. Rumawi pun yang keadaannya sudah agak tenang di ibu kota Konstantinopel, juga sedang menunggu kesempatan untuk mengadakan balas dendam dan serangan baru ke Syam dan Mesir.
Pihak Arab baik di Semenanjung ataupun di luar Semenanjung sudah merasa puas dengan berbagai macam kesenangan. Tidak heran bila mereka sudah tergiur oleh yang demikian dengan meminta tambahan lagi, dan akan menggerutu jika keinginannya tak terpenuhi. Sudah tentu orang yang mengemudikan pemerintahan akan lama berpikir-pikir sebelum membuat garis kebijakannya. Kalau yang memegang pemerintahan itu orang yang pemalu dan lemah-lembut seperti Usman, lebih-lebih lagi memerlukan kesabaran dan akan lama berpikir. Keadaan ini menjadi demikian terutama karena sampai pada waktu Umar terbunuh, orang masih yakin bahwa dia masih akan berumur panjang. Tak terbayangkan oleh siapa pun akan terjadi suatu kebijakan yang berbeda dengan kebijakannya itu.
Di samping semua itu belum hilang dari ingatan bahwa pasukan Muslimin di berbagai daerah di kawasan Persia, di Barqah (Cyrenaica) dan di selatan Mesir selalu siap siaga untuk menghadapi musuh dalam perang reguler atau yang semacam perang urat saraf. Usman sendiri tidak akan lalai mengenai hal ini. Sebagian besar perhatiannya harus ditujukan ke sana. Soalnya, peristiwa-peristiwa itu tidak mengharuskan Umar dengan politik pembebasannya di perbatasan-perbatasan yang sudah berada dalam perjanjian perdamaian dengan musuh-musuhnya itu - Persia dan Rumawi - untuk menghormatinya. Maka terpaksa ia meneruskan politik itu, yang sampai pada waktu ia terbunuh, pasukannya masih bertahan di ujung perbatasan-perbatasan Persia dan Mesir. Dan Khalifah tidak seharusnya akan merombak itu, kalau tidak, seluruh Kedaulatan akan terancam runtuh. Berjaga-jaga terhadap keadaan demikian mempakan beban yang luar biasa beratnya yang harus dihadapi oleh Khalifah ketiga, begitu ia dibaiat.
Pihak Persia dan Rumawi tahu keadaan pihak Arab yang akan membuat beban itu terasa makin berat. Begitu terdengar berita-berita tentang terbunuhnya Umar dan dilantiknya Usman, sudah terpikir oleh mereka hendak mengadakan pemberontakan. Beberapa daerah yang sudah di bawah kekuasaan Arab dan sudah terikat perjanjian, perjanjian itu mereka langgar dan mereka menolak membayar jizyah yang sudah sama-sama disetujui. Maka tak ada jalan lain buat Khalifah, daerah-daerah itu harus tunduk kembali. Mereka harus mendapat sanksi, sekurang-kurangnya apa yang sudah disetujui di masa Umar, sebab dikhawatirkan daerah-daerah yang lain juga akan ikut membatalkan perjanjian demikian dan akan menyatakan pembangkangannya. Jika terjadi demikian, maka keadaan sudah akan sangat berbahaya dan tidak mudah akan dapat diperbaiki lagi.
Pemberontakan demikian ini memang terjadi. Pertama di Azerbaijan dan Armenia, kemudian Rumawi menyerang Syam, disusul oleh Iskandariah membatalkan perjanjian dan meminta bantuan Rumawi yang juga segera membantunya. Karena yang demikian ini dan yang semacamnya sudah terjadi berturut-turut, maka harus segera diambil tindakan untuk menumpas dan mengikisnya dari sarangnya.
Inilah yang dilakukan oleh Usman. Sebagai akibatnya, tindakan ini sekarang menjurus pada perluasan pembebasan, dan ia harus menganut taktik perang untuk melindungi Kedaulatan dan segera membentuk angkatan laut di samping angkatan darat. Dalam bab-bab berikut, semua kejadian ini akan diuraikan secara ringkas, dan bagaimana ia menjalankan politik luar negerinya, untuk kemudian kembali menguraikan politik pemerintahan dalam negeri pada masa Usman itu, serta berakhirnya kebijakan ini dengan timbulnya pemberontakan terhadap Khalifah. Selanjutnya kekhalifahan sesudah Ali berubah menjadi kerajaan yang sewenang-wenang di masa Banu Umayyah.
Please direct any suggestion to Media Team