Usman bin Affan

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

4. Pemerintahan Usman

Beberapa gerakan tersembunyi di masa Usman - 114; Ketidakpuasan Banu Hasyim atas kekhalifahan Usman - 114; Ketidakpuasan orang-orang Arab atas dominasi Kuraisy - 115; Perasaan adanya superioritas dan dominasi Arab terhadap yang lain - 116; Perhatian Umar pada pembebasan, bukan pada pengikisan bibit- bibit fitnah dari akarnya - 117; Kelonggaran yang diberikan Usman untuk hidup lebih senang - 118; Membangun kembali Masjid Nabawi di Medinah dengan bentuk baru - 121; Usaha penyeragaman dalam bacaan Qur'an - 124; Mushaf Usman - 125; Beberapa reaksi - 127; Kehidupan madani adalah suatu keharusan - 128

Beberapa gerakan tersembunyi di masa Usman

Pengaruh aliran-aliran pikiran tersembunyi yang kemudian membuka jalan ke arah pemberontakan dan terbunuhnya Usman, tidak akan menghentikan langkah pembebasan atau melemahkan kekuatan dakwah yang ditiupkan oleh semangat agama baru dan sistem baru ini ke dalam jiwa umat Muslimin. Boleh dikatakan jika tidak karena timbulnya aliran-aliran pikiran ini umat Muslimin dahulu mampu bergerak lebih jauh dari itu, dan dapat mencapai kemenangan lebih banyak daripada yang sudah mereka peroleh itu.

Pengaruh aliran-aliran pikiran ini tidak terbatas hanya pada letusan yang luar biasa kerasnya, tetapi sudah meluas sampai kepada kehidupan masyarakat Arab secara keseluruhan. Banyak orang yang lalu mengarahkan segala perhatiannya pada Kedaulatan Islam dan pada sejarah Islam umumnya setelah itu. Karenanya, studi mengenai aliran-aliran pikiran dan faktor-faktor itu terasa penting sekali untuk memahami perkembangan politik dan kegolongan (sektarianisme) yang kemudian ikut menentukan terjadinya peristiwa-peristiwa, yang dampaknya masih kuat terasa sampai sekarang.

Ketidakpuasan Banu Hasyim atas kekhalifahan Usman

Faktor pertama, seperti yang sudah saya singgung di atas, ialah adanya persaingan keras antara Banu Hasyim dengan Banu Umayyah yang memang sudah berakar sejak seratus tahun sebelum kedatangan Rasulullah. Sesudah ajaran Nabi terasa mantap, segala persaingan itu pun segera terkubur, dan orang di seluruh Semenanjung masuk berbondong-bondong ke dalam agama Allah ini. Sesudah Nabi berpulang ke rahmatullah, kecenderungan pada kekhalifahan ini mulai terlintas dalam pikiran Banu Hasyim, bahwa merekalah yang harus menjadi ahli waris Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam. Tetapi pikiran demikian ini muncul masih agak malu-malu, yang dalam kehidupan negara samasekali tak berpengaruh di masa Abu Bakr dan Umar.

Sesudah pasukan Muslimin membebaskan Persia, Syam dan Mesir, dan setelah itu Umar terbunuh, persaingan itu mulai muncul ke permukaan dan fanatisme kegolongan pun muncul dalam bentuk seperti yang sudah kami ungkapkan dalam pembahasan kami tentang Majelis Syura dan pembaiatan (pelantikan) Usman. Masih terdapat sumber-sumber yang berbeda tentang sikap Ali mengenai pelantikan ini. Tetapi semua sepakat tentang ketidakpuasan Banu Hasyim serta pandangan mereka mengenai hal ini, yang mengingatkan kita pada kata-kata Umar bin Khattab kepada Ibn Abbas: "Orang tidak senang menggabungkan kenabian dan kekhalifahan semua pada kalian. Itu sudah menjadi pilihan Kuraisy sendiri, dan sudah tepat sekali." Juga kata-kata Ali bin Abi Talib ini setelah pelantikan Usman: "Orang melihat kepada Kuraisy dan Kuraisy melihat kepada keluarganya dengan mengatakan: Kalau Banu Hasyim sudah menguasai kalian, kalian tidak akan pernah lepas dari mereka, juga Kuraisy yang lain tidak dapat saling bergantian di antara kalian."

Ketidakpuasan orang-orang Arab atas dominasi Kuraisy

Ketidaksenangan Banu Hasyim menyerahkan kekhalifahan kepada pihak Banu Umayyah mempunyai dampak yang dalam sekali terhadap pemerintahan Usman. Juga ketidaksenangan kabilah-kabilah Arab di luar Kuraisy atas kekuasaan Kuraisy berdampak demikian. Kaum Muhajirin dan Ansar serta kaum veteran pembebasan yang sudah meninggalkan Mekah dan Medinah sudah menetap di Syam. Mereka yang meninggalkan Yaman dan Najd atau kabilah-kabilah Arab yang lain di selatan dan timur Semenanjung pergi ke Irak dan menetap di sana. Tatkala para penanggung jawab di masa ketiga khalifah yang mula-mula itu dari tokoh-tokoh Mekah dan Medinah, yang lain telah pula mulai bertanya-tanya: Apa kelebihan mereka atas kita, padahal andil mereka tidak lebih besar daripada andil kita dalam pembebasan dan dalam pembentukan Kedaulatan Islam? Memang benar, mereka memang lebih dulu daripada kita dalam Islam. Kalau alasan orang yang lebih dulu itu akan dijadikan pembenaran untuk menjadikan kekhalifahan di tangan Kuraisy, mengapa hak monopoli juga merupakan pembenaran untuk segala kedudukan negara? Islam tidak membuat orang Arab lebih tinggi dari yang bukan Arab, kecuali dengan takwa. Bagaimana pula pendapat kita dengan mereka yang tinggal di Basrah dan di Kufah yang juga orang Arab yang tidak berbeda dengan orang Hijaz, Mekah dan Medinah!

Monopoli semacam itu hanya akan mendorong segolongan orang Arab ingin berkuasa atas golongan yang lain, cara-cara penguasaan yang tidak diakui oleh Islam dan tidak disukai oleh Nabi, pembawa risalah ini. Bukankah Zaid bin Harisah, seorang bekas budak yang dibeli oleh Khadijah Ummulmukminin lalu dimerdekakan, oleh Rasulullah ditempatkan sebagai orang yang lebih mulia dari kebanyakan orang Kuraisy dan kaum Muhajirin dan Ansar? Bagaimana orang-orang Najd dan yang lain, yang sudah begitu besar jasanya dalam usaha pembebasan akan ditempatkan di belakang, sementara yang akan ditampilkan adalah orang-orang Mekah dan Medinah? Ini adalah suatu kezaliman. Orang yang merdeka tidak akan rela melakukannya. Perlakuan superioritas yang akan ditampik oleh jiwa Arab yang sejak berabad-abad sudah biasa hidup sama rata dan hidup bebas kemudian oleh Islam ditambah dengan kepercayaan yang memperkuat persamaan dan kebebasan itu!

Perasaan adanya superioritas dan dominasi Arab terhadap yang lain

Di samping itu masih ada faktor ketiga yang tidak kurang pengaruhnya dari kedua faktor itu dalam mengarahkan politik negara yang akhirnya menjurus pada pemberontakan dan terbunuhnya Usman itu, yakni perasaan orang-orang Persia, Yahudi dan Nasrani akan adanya superioritas dan dominasi orang Arab terhadap mereka. Dua puluh tahun sebelumnya orang Arab itu tak punya kekuasaan apa-apa. Sebelum Rasulullah berpulang ke rahmatullah dan sebelum Abu Bakr berhasil menumpas kaum Riddah di seluruh Semenanjung, pihak Persia dan Rumawi menganggap kedudukan Arab dari segi peradaban dan kekuatan dunia masih di bawah mereka. Bagaimana mereka sekarang merelakan Arab menguasai negeri Kaisar dan negeri Kisra?! Perasaan ini tampak lebih jelas di Persia daripada di Syam dan di Mesir, karena Persia memang negara merdeka dan bersaing dengan Rumawi yang mendominasi kekuasaan dunia di Syam dan di Mesir. Adakah Persia itu sudah begitu lemahnya dan begitu porak-porandanya sehingga sudah tak ada harapan lagi akan lepas dari Arab?!

Dan Ahli Kitab, terutama Yahudi, baik mereka yang sudah Islam pura-pura atau yang tidak, tak ada yang membayangkan bahwa akan ada agama baru mengeluarkan mereka dari koloni-koloni mereka di Semenanjung Arab itu; tetapi nyatanya sekarang Arab mengusir mereka dari sana.

Perhatian Umar pada pembebasan, bukan pada pengikisan bibit-bibit fitnah dari akarnya

Semua faktor ini pengaruhnya besar sekali dalam kehidupan kedaulatan negara yang baru tumbuh ini. Pengaruh ini sudah mulai tampak di masa Umar dan berakhir dengan Hormuzan, Jufainah dan Abu Lu'lu'ah Fairuz budak Mugirah yang kemudian berkomplot membunuhnya. Tetapi ketika itu tak terpikir oleh siapa pun bahwa bibit-bibit fitnah sudah benar-benar terabut dari akarnya. Memang tak ada yang menduga bahwa bibit-bibit itu mungkin masih akan sangat mengerikan dan menimbulkan perang saudara di kalangan Arab sendiri, dan dari sana lalu berpindah dari sistem kekhalifahan kepada sistem kerajaan. Hal ini telah mengubah samasekali jalannya segala peristiwa itu dengan pengaruhnya yang begitu besar dalam sejarah Kedaulatan Islam dan sejarah dunia secara keseluruhan.

Itu sebabnya, pada masa pemerintahannya pikiran Umar terarah untuk mengatasi gejala-gejala dari segala faktor yang pengaruhnya sudah mulai tampak untuk sementara dapat dihilangkan. Umar memang tak dapat berbuat lebih dari itu. Seluruh masa pemerintahannya itu merupakan masa perjuangan, zaman perang, yang selama itu berlangsung terus-menerus dari tahun ke tahun. Mau tidak mau perhatiannya lebih banyak harus diarahkan untuk mendapat kemenangan dan untuk meyakinkan masyarakat Arab pada sistem baru yang harus ditegakkannya itu.

Begitu juga halnya di masa Usman pada permulaan kekhalifahannya, ketika segalanya berjalan lancar, tak ada kekhawatiran yang mengancamnya atau mengancam yang lain, bahwa dunia akan memberontak karena faktor-faktor itu dengan akibat sampai menjadi perang saudara. Karenanya, dalam hendak mengatasi setiap pembangkangan pikiran Usman pun seperti pikiran Umar sebelumnya, yakni guna menanamkan kembali keyakinan ke dalam jiwa orang dan memperjuangkan usaha pembebasan dengan mengambil pola seperti pola Umar yang telah berhasil itu.

Sebenarnya faktor-faktor tersebut pada masa Umar dan tahun-tahun permulaan masa Usman masih terlalu lemah. Kedua Khalifah itu tak perlu akan merasa khawatir. Umar mengira bahwa yang tampak dari gejala-gejala pembangkangan itu karena kebijakan para pejabat yang tidak baik. Tatkala Usman memegang jabatan kekhalifahan, pada permulaan pemerintahannya itu tak ada orang yang berprasangka buruk kepadanya. Bahkan para sejarawan semua sepakat bahwa pada enam tahun pertama kekhalifahannya dari pihak Arab dan dari pihak yang bukan Arab merasa puas dengan pemerintahan Muslimin, mereka menerimanya dengan segala senang hati dan perasaan puas karena kemakmuran yang bertambah baik selama itu.

Sebagian besar sejarawan berpendapat bahwa perasaan senang dan puas pada pertengahan pertama masa Khalifah tua ini terasa lebih menyeluruh daripada di masa Umar. Itu sebabnya, tak seorang pun dari Banu Hasyim atau yang lain yang mengeluh atau mau memberontak. Usman orang yang lemah-lembut, tetapi bukan lemah, bersikap adil seperti Umar tanpa mau menggunakan tangan besi atau kekerasan. Sudah kita lihat bahwa ia memulai pemerintahannya dengan memberikan tunjangan tambahan kepada rakyat. Hal ini membuat mereka bertambah senang dan puas.

Dalam mengatur administrasi negara - dalam bidang hukum dan organisasi kemiliteran - Usman tidak mengubah pemerintahannya dengan sistem lain daripada yang sudah dijalankan oleh Umar. Juga dia tidak meninggalkan sistem syura yang sudah biasa dijalankan oleh Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam dan diikuti pula oleh Abu Bakr dan Umar.

Dengan demikian pada masa permulaan itu segalanya berjalan lancar dan stabil. Sesudah pembaiatan Usman orang pulang ke daerah masing-masing dan semua mereka mengharapkan bahwa Kedaulatan yang baru tumbuh ini akan tetap stabil, lambat laun akan makin luas dan orang-orang Arab sudah akan merasa puas dengan kehidupan yang selama ini. Mereka makin kuat berpegang pada agama yang telah memuliakan dan mengangkat martabat mereka itu.

Kelonggaran yang diberikan Usman untuk hidup lebih senang

Pada awal pemerintahannya itu Usman tidak cukup hanya dengan menambah pemberian tunjangan tambahan lebih daripada yang pernah diberikan di masa Umar, yang membuat semua orang senang, malah bagi pemuka-pemuka Muslimin yang tinggal di Medinah diberi keleluasaan lebih banyak, dan dengan demikian mereka lebih dapat menikmati hidup yang lebih baik sampai sejauh yang oleh Umar sendiri tidak disukai. Umar melarang orang-orang penting di kalangan Muhajirin dari Kuraisy keluar daerah kecuali harus dengan izin dan untuk waktu tertentu. Dan banyak permintaan izin demikian itu yang ditolak. Ada orang yang meminta izin ingin ikut berperang - dan dia dari kalangan Muhajirin di Medinah yang dilarang keluar - kata Umar kepadanya: "Sudah cukup banyak Anda berperang bersama Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam. Dalam perang sekarang ini lebih baik Anda tidak melihat dunia dan dunia tidak melihat Anda." Umar memberlakukan itu terhadap kaum Muhajirin, hal yang tidak dilakukannya terhadap orang Mekah yang lain. Alasannya dalam hal ini, ia khawatir kaum Muhajirin itu akan teperdaya oleh kehidupan dunia dan mereka akan mendapat banyak harta di negeri-negeri yang baru dibebaskan itu sampai melampaui batas. Selanjutnya mereka hanya akan menjadi contoh buruk buat yang lain dan akan sangat membahayakan negara yang baru tumbuh ini.

Sesudah Usman naik, ia tidak memperlakukan kaum Muhajirin seperti pada masa Umar, sebab dia melihat Kuraisy sudah bosan dengan sikap yang begitu keras pada akhir masa Umar itu. Karena Usman membiarkan dan membolehkan kaum Muhajirin bebas berpindah-pindah di segenap imperium yang tadinya dilarang untuk mereka, maka sekarang banyak mereka yang berangkat pergi ke segenap penjuru. Mereka melihat dunia dan dunia pun melihat mereka. Mereka kini mengembara kian ke mari dan menikmati segala macam kesenangan. Hal ini membuat mereka senang sekali dengan pemerintahan Usman. Mereka kini dapat memilih hidup yang serba mudah daripada di masa Umar yang dirasakan terpaksa hidup harus menahan diri dan serba sangat sederhana.

Langkah Usman memberikan kebebasan demikian ini tak terlintas dalam pikiran orang bahwa hal ini telah menyalahi kelaziman kedua Khalifah sebelumnya. Orang yang memberontak kepada penguasa dan mencari logika untuk membenarkan pemberontakannya jika tidak sejalan dengan tuntutan dan keinginannya itu lebih sering terjadi daripada yang memberontak karena gagasan yang ditolak mengenai tingkah lakunya untuk mewujudkan kepentingan umum. Dan ini berlaku pada setiap bangsa dan setiap zaman." Kaum Muslimin pada permulaan pemerintahan Usman dalam wilayah Kedaulatan yang luas itu memberi jaminan bagi siapa saja untuk hidup nyaman dan serba berkecukupan. Umar memang pernah melarang mereka hidup bersenang-senang semacam itu, dan larangan ini cukup lama sehingga mereka merasa jemu dengan cara-cara yang dirasa terlalu keras itu, dan sudah tak ada lagi yang akan dapat mereka cerna. Bahwa kemudian Usman membolehkan apa yang menjadi kesenangan mereka, tentu mereka menyambut Usman dengan senang hati, kendati ini berlawanan dengan kelaziman kedua Khalifah sebelumnya itu. Dalam hal ini, yang mendorong Abu Bakr, dan kemudian Umar harus bertindak demikian, kini sudah tak ada lagi.

Usman tidak akan mampu mengharuskan orang hidup sangat sederhana dan meninggalkan kesenangan seperti yang diharuskan oleh Umar, sebab Umar sendiri hidup sangat sederhana dan terlalu ketat terhadap dirinya. Dia melihat suatu keharusan baginya untuk merasakan apa yang dirasakan oleh kaum duafa dan kaum tak berpunya, dia mampu memikul beban yang begitu berat di atas dirinya dengan kesehatan fisik dan kekuatan yang diberikan Allah kepadanya. Ketika ia memikul tugas sebagai Amirulmukminin itu usianya baru lima puluh tahun. Ketika itu Umar sangat keras dan tegas, tak mudah tunduk. Tak ada rakyat yang akan menyalahkannya bilamana ia menuntut yang lain juga agar mengikuti langkahnya, dan meneladani cara hidupnya itu.

Tetapi Usman dalam hal ini kebalikannya dari Umar. Dia memegang jabatan itu umurnya lebih kurang sudah 70 tahun. Ketika itu, sekalipun di masa remaja dan masa mudanya ia hidup serba nyaman, makan makanan yang serba enak, mengenakan pakaian mewah, memakai cincin dan melapis giginya dengan emas. Kekayaannya yang memang sudah melimpah, tentu dapat menampik kecurigaan orang bahwa dia akan memperkaya diri dari harta kaum Muslimin ketika ia memangku jabatan itu. Dalam keadaannya yang demikian ia tak akan mampu membendung kaum Muhajirin atau yang lain untuk pergi ke mana saja di bumi ini dan menikmati segala karunia yang halal dan baik yang dikaruniakan Allah kepada mereka.

Ada sumber yang menyebutkan bahwa Amr bin Umayyah ad-Dumari mengatakan, "Kuraisy adalah orang yang paling suka makan khazirah.[45] Saya pernah makan khazirah bersama Usman yang terbuat dari masakan yang paling bagus yang pernah saya alami, mengandung juga jeroan kambing dengan lauk pauk yang lunak dan samin." Lalu kata Usman: Bagaimana pendapat Anda tentang makanan ini? Saya jawab: Yang terbaik yang pernah saya makan. Lalu dia berkata: Semoga Allah memberi rahmat kepada Umar bin Khattab, saya belum pernah makan khazirah bersama dia. Kata saya: Ya memang, ketika saya menyuap makanan hampir tumpah lagi dari mulut ke tangan; tanpa daging, dan lauknya hanya samin tanpa susu. "Anda benar, saya percaya," kata Usman, "orang yang mengikuti cara Umar radiyallah 'anhu akan payah. Dalam hal ini dia memilih yang lebih mudah daripada yang sulit-sulit. Saya sungguh tidak makan dari harta Muslimin; saya makan dari harta saya sendiri. Anda tahu, di kalangan Kuraisy sayalah yang terkaya dan yang paling beruntung dalam perdagangan. Sampai sekarang saya masih makan yang serba lunak dan enak. Dalam umur saya yang sudah lanjut begini saya lebih menyukai makanan yang lunak-lunak. Saya tidak tahu dalam hal ini bagaimana dampaknya buat orang lain."[46]

Ubaidillah bin Amir berkata: "Ketika itu bulan Ramadan, saya beriftar (berbuka puasa) bersama Usman. Yang dihidangkan buat kami makanan yang lebih lunak dari makanan Umar. Dalam hidangan Usman itu saya melihat ada tepung putih bermutu tinggi dan daging domba muda setiap malam. Saya belum pernah melihat Umar makan makanan dari tepung yang diayak. Daging kambing yang dimakannya hanya yang sudah dilumatkan. Dalam hal ini orang berkata kepada Usman: "Semoga Allah memberi rahmat kepada Umar dan orang yang sanggup makan apa yang dimakannya itu."

Kalau memang sudah begitu keadaan Usman di masa muda dan tuanya, ia tidak akan mampu menahan kaum Muhajirin di Medinah atau membendung mereka tak boleh bepergian ke luar dan menikmati rezeki yang diberikan Allah. Khalifah ini tidak akan sanggup mengharuskan orang hidup sangat sederhana dan menjauhi kesenangan dunia, atau meminta para pejabatnya di kota-kota lain menjalani cara hidup seperti itu.

Membangun kembali Masjid Nabawi di Medinah dengan bentuk baru

Bukan hanya makanan yang baik dan pakaian mewah serta hidup nyaman itu saja yang dijalani Usman dalam kehidupan pribadinya, tetapi pandangan Usman mengenai masalah-masalah umum dan khusus juga merupakan pandangan orang yang dalam segala hal sesuai dengan seleranya itu. Masjid Nabawi di Medinah adalah pusat pemerintahan. Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam duduk di situ dalam mengatur segala persoalan umum, begitu juga Abu Bakr dan Umar sesudah itu. Kalau diperlukan musyawarah dengan mayoritas kaum Muslimin, maka diserukan azan bahwa salat sudah siap. Sesudah orang banyak berkumpul di Masjid, Nabi mengajak mereka bermusyawarah. Musyawarah demikian itu juga yang kemudian dilakukan oleh kedua orang penggantinya. Juga Usman meneruskan cara ini. Tetapi dia belum puas dengan bangunan Masjid itu sebagai pusat pemerintahan, yang juga demikian pada masa Nabi dan kedua Khalifah itu. Malah ia berpendapat akan melengkapi Masjid itu dengan lambang kewibawaan yang tadinya tak terpikirkan oleh Umar, sehingga dipandang pantas sebagai tempat yang akan mengeluarkan segala ketentuan kepada para petinggi di daerah-daerah yang tinggal dalam gedung-gedung mewah di Damsyik (Damaskus), Fustat, Kufah dan Basrah.

Masjid Nabawi pada mulanya dibangun sangat sederhana sekali, dinding dari bata jemur, langit-langit dari pelepah daun kurma dan tiang-tiangnya dari batang pohon kurma. Selama enam tahun keadaan Masjid berturut-turut tetap seperti itu. Tak ada yang diubah sementara Islam sudah berkembang dan kota Medinah sudah bertambah makmur dan Allah sudah melimpahkan rezeki kepada penduduknya. Sesudah Muslimin membebaskan Khaibar dan kota Medinah khusus hanya untuk kaum Muslimin jumlah orang yang dibukakan hatinya oleh Allah kepada Islam sudah bertambah banyak, maka mau tak mau bangunan Masjid itu harus diperluas. Nabi sudah menambah luas Masjid seratus meter persegi atau lebih, tanpa mengubah bangunannya yang dari bata jemur, pelepah daun kurma dan batang pohon kurma itu.

Pada masa kekhalifahan Abu Bakr tak ada pcrubahan kecuali ada dituturkan bahwa kedua dinding Masjid yang sudah rapuh dibangun kembali. Selama masa Umar, karena jumlah Muslimin di Medinah terus bertambah dan Masjid harus diperluas lagi, maka Umar menambah luasnya, tetapi bangunan Masjid tidak mengalami perubahan. Ia membangun dindingnya seperti yang dibangun oleh Rasulullah dan dasarnya dari batu dengan bata jemur di bagian atasnya, tiang-tiangnya dibuat dari kayu dan langit-langitnya dari pelepah daun kurma. Pintu Masjid dijadikan enam buah, dan di samping ada tempat yang diberi nama al-Batha'; jika ada orang mau mengucapkan kata-kata atau mau berbicara dengan suara keras, harus keluar ke tempat itu, sehingga tidak menodainya seperti dalam urusan perdagangan atau hal-hal yang tidak semestinya.

Sesudah kekhalifahan beralih ke tangan Usman, maka yang pertama disampaikannya kepada umum ialah rencana perluasan Masjid. Keluhan masyarakat adalah Masjid itu terasa sudah terlalu sempit untuk salat Jumat, setelah penduduk Medinah bertambah dalam jumlah besar, sejalan dengan bertambahnya wilayah-wilayah yang dibebaskan. Usman bermusyawarah dengan beberapa pemuka dan mereka sepakat untuk merobohkan Masjid itu, lalu membangun kembali dan memperluasnya.

Usman menambah perluasan Masjid itu besar-besaran, namun tidak hanya menambah perluasannya seperti yang dilakukan oleh Umar, melainkan ia mengadakan pembaruan dalam bangunan itu sesuai dengan kecenderungan aspirasinya. Langkah ini telah menimbulkan keberatan sekelompok jemaah Muslimin ketika itu, yang menginginkan pembangunan Masjid seperti yang dibangun oleh Rasulullah. Tetapi Usman tidak peduli apa yang mereka katakan. Ia tidak lagi membaharui Masjid dengan bata jemur, tiang-tiangnya tidak lagi menggunakan kayu dan langit-langitnya juga bukan lagi dari pelepah daun kurma, tetapi seluruh dindingnya dibuat dari batu yang diukir dan tiang-tiangnya dari batu yang dipahat dan mengisinya dengan batang besi, dicor dengan timah serta bagian luarnya diukir dan langit-langitnya dibuat dari kayu bermutu tinggi. Dengan demikian bangunan Masjid itu dibangun kembali dari dasarnya, beberapa macam hiasan dan ornamen dihilangkan. Dengan demikian tindakannya itu oleh beberapa sahabat Rasulullah dianggap aneh. Mereka mengecamnya, karena telah menyalahi kelaziman Rasulullah dan kedua penggantinya, Abu Bakr dan Umar.

Usman telah melengkapi Masjid Nabi itu dengan lambang kewibawaan, sebab kini sudah menjadi pusat pemerintahan. Semua perintah dikeluarkan dari sana untuk para petinggi di daerah-daerah yang tinggal dalam gedung-gedung mewah di Damsyik, di Fustat, Kufah dan Basrah. Yang mendorong kami mengatakan ini, karena ketika ia mengadakan perluasan Masjidilharam di Mekah, yang demikian itu tidak dilakukannya. Ka'bah sebagai Baitullah, yang ada berdiri di sekitarnya hanyalah sebuah beranda sempit tempat orang salat di sana. Selama masa Nabi dan selama masa Abu Bakr keadaannya tetap seperti itu. Sesudah Islam berkembang dan banyak orang yang menunaikan ibadah haji dan salat di sekeliling Ka 'bah di masa Umar, ruangan itu sudah terasa sempit sekali. Kemudian orang memasuki Masjid dari pintu-pintu rumah yang ada di sekitarnya. Ketika itulah rumah-rumah di sekitar Ka'bah itu dibeli oleh Umar kemudian dirobohkan dan digabungkan ke daerah suci Masjidilharam dan dipagari dengan tembok rendah. "Di masa Usman orang datang menunaikan ibadah haji makin banyak lagi, maka Usman pun mengikuti jejak Umar, membeli rumah-rumah di sekitarnya dan ditambahkan ke lingkungan Ka'bah lalu dipagar dengan tembok rendah setinggi orang berdiri, seperti yang dilakukan Umar sebelumnya. Jadi Usman tidak memperlakukan Masjid di Mekah itu seperti Masjid di Medinah, sebab Masjid yang di Mekah semata-mata hanya untuk ibadah dan salat, sedang Masjid di Medinah sebagai pusat pemerintahan yang sekaligus juga untuk keperluan salat.

Tindakan Usman membangun kembali Masjid dan membolehkan kaum Muhajirin mengembara di seluruh kawasan Islam, begitu juga dalam memberikan tambahan tunjangan, bukanlah hendak mendorong orang hanyut dalam kehidupan duniawi atau karena ia ingin memperlihatkan kekuasaan. Khalifah tua ini orang yang sangat bertakwa, sangat pemalu dan dengan iman yang sungguh-sungguh. Pernah ia berkata:

[tulisan Arab]

"Sekiranya hati kita ini suci, kita tak akan henti-hentinya membaca firman Allah. Saya tidak ingin pada suatu hari saya tidak melihat Mushaf Qur'an."

Ketika kaum pemberontak menyerbu Usman di rumahnya, mereka menjumpainya ia sedang membaca Qur'an, dan ketika ia meninggal Mushafnya sudah sobek-sobek karena terlalu sering ia merenunginya. Pada hari ketika ia terbunuh itu istrinya Na'ilah berkata kepada mereka yang sedang mengepung rumahnya: "Kalian membunuh dia atau membiarkannya, ia bangun salat di waktu malam satu rakaat dengan merangkum Qur'an." Kalau Usman bangun malam untuk keperluan salat ia tidak membanguni siapa pun untuk membantunya berwudu, kecuali ada orang yang sedang terjaga. Sering dikatakan kepadanya: "Mengapa tidak membangunkan pembantu-pembantu itu?" Dia menjawab:

[tulisan Arab]

"Tidak, dalam malam begini biarlah mereka beristirahat."

Usaha penyeragaman dalam bacaan Qur'an

Bukan karena keimanan Usman yang sungguh-sungguh itu saja yang mendorongnya mengumpulkan orang untuk menyeragamkan bacaan Qur'an, dan membakar mushaf-mushaf yang lain selain Mushaf Usman. Ketika itu Huzaifah bin al-Yaman bersama pasukan Muslimin yang lain terlibat dalam perang di Armenia dan di Azerbaijan, pada tahun kedua atau ketiga kekhalifahan Usman. Dalam perang itu terdapat banyak orang Syam yang membaca menurut bacaan Miqdad bin Aswad dan Abu ad-Darda', jemaah Irak membacanya menurut bacaan Ibn Mas'ud dan Abu Musa al-Asy'ari. Yang lain, orang-orang yang baru masuk Islam lebih menyukai bacaan daripada bacaan...[47] Dalam mengutamakan pilihan bacaan itu sebagian mereka ada yang sudah melampaui batas sehingga timbul perselisihan yang membuat mereka tercerai-berai, makin lama makin menjadi-jadi, sehingga yang seorang berkata kepada yang lain: Bacaan saya lebih baik dari bacaanmu. Perselisihan itu sudah mencapai puncaknya, hampir saja menjadi keributan. Mereka berselisih dan saling menuduh, saling melaknat, yang satu mengafirkan dan yang lain menganggap diri benar.

Melihat perselisihan mereka dengan saling mengeluarkan kata-kata kotor serupa itu, Huzaifah cepat-cepat pulang ke Medinah dan langsung menemui Usman sebelum pulang ke rumahnya, dengan mengatakan: "Cepat selamatkan umat ini sebelum menemui kehancuran!"

"Mengenai apa?" tanya Usman.

"Mengenai Kitabullah," kata Huzaifah lagi. "Saya mengikuti ekspedisi itu dan bersama-sama dengan mereka yang dari Irak, Syam dan Hijaz." Kemudian ia menceritakan kejadian di atas mengenai perselisihan tentang bacaan itu seraya katanya: "Saya khawatir mereka akan berselisih tentang Kitab Suci kita seperti orang-orang Yahudi dan Nasrani."

Usman melihat ini memang berbahaya. Ia mengumpulkan beberapa orang untuk membicarakan masalah ini. Menjawab pertanyaan mereka tentang pendapatnya ia berkata: "Menurut hemat saya orang harus sepakat dengan hanya ada satu macam bacaan. Kalau sekarang kita berselisih, maka perselisihan generasi sesudah kita akan lebih parah lagi."

Kalangan pemikir menyetujui pendapatnya itu. Kemudian ia mengutus orang kepada Hafsah dengan permintaan agar mengirimkan Mushaf yang di tangan Abu Bakr untuk disalin ke dalam beberapa mushaf.

Demikianlah terjadinya pertama kali pengumpulan Mushaf Usman dan penyeragamannya dalam bacaan Qur'an. Soalnya karena Mushaf Abu Bakr semasa hidupnya ada di tangan Abu Bakr, kemudian di tangan Umar, setelah itu ada pada Ummulmukminin Hafsah binti Umar.

Mushaf Usman

Usman memerintahkan kepada Zaid bin Sabit al-Ansari untuk menuliskan mushaf itu dan diimlakan oleh Sa'id bin As al-Umawi, dengan disaksikan oleh Abdullah bin Zubair dan Abdur-Rahman bin Haris bin Hisyam al-Makhzumi. Kepada mereka dimintanya jika ada yang mereka perselisihkan supaya ditulis menurut logat Mudar,[48] sebab Qur'an diturunkan kepada orang dari Mudar. Sesudah penulisan itu selesai didasarkan pada satu macam bacaan, Usman memerintahkan untuk menuliskan satu mushaf untuk Syam, satu mushaf untuk Mesir, satu mushaf dikirimkan ke Basrah, satu mushaf untuk Kufah, untuk Mekah dikirim satu mushaf dan untuk Yaman juga satu mushaf. Satu mushaf ditinggalk:an di Medinah. Umat sudah puas dengan semua mushaf ini, dan orang menamakannya Mushaf Usman, sebab ditulis atas perintah Usman, kendati tidak ditulis dengan tangannya sendiri.

Sesudah mushaf-mushaf itu dikirimkan ke kota-kota tadi dan Khalifah mewajibkan supaya bacaan itu yang dipakai, ia memerintahkan mushaf-mushaf yang lain dikumpulkan dan dibakar.

Atas tindakan Usman itu banyak orang yang marah, di antaranya beberapa orang sahabat dan tabi'in. Mereka mengecam Usman karena dia mengerjakan pekerjaan yang tidak dilakukan oleh Abu Bakr dan Umar. Mengenai Ibn Mas'ud ada disebutkan bahwa dia merasa tersinggung sekali karena mushaf yang diambil dari dia itu dibakar. Dia mengatakan bahwa dia lebih dulu dari Zaid bin Sabit dalam Islam. Dia meminta sahabat-sahabatnya mempertahankan mushaf-mushaf mereka, dengan membaca firman Allah:

[tulisan Arab]

"Barang siapa berkhianat, pada hari kiamat ia datang dengan hasil pengkhianatannya." (Qur'an, 3:161).

Usman menulis surat kepadanya dengan mengajaknya mengikuti sahabat-sahabat yang lain yang sudah sama-sama menyetujui demi kebaikan bersama dan menghindari perselisihan.

Tidak perlu diragukan apa yang sudah dilakukan Usman supaya bacaan Qur'an seragam, merupakan kebijakan yang luar biasa. Dengan ini Qur'an tetap terjaga kemurniannya sebagaimana diwahyukan Allah kepada Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam. Tepat sekali apa yang dikatakan oleh Ali bin Abi Talib: "Orang yang paling besar jasanya dalam mengumpulk:an Qur'an ialah Abu Bakr. Semoga Allah memberi rahmat kepada Abu Bakr. Dialah yang pertama kali menghimpun Qur'an menjadi dua loh." Tetapi jasa Usman juga tidak kurang dari jasa Abu Bakr dengan langkahnya mengoreksi adanya perbedaan (dalam ragam bacaan) dan menghindari perselisihan. Juga tidak mengurangi jasanya sekalipun orang berbeda pendapat dan sebagian menyalahkannya, karena ia telah membakar semua mushaf selain mushafnya sendiri. Kalau dia tidak segera bertindak tentu akan selalu ada pertentangan dan bencana pun tak terhindarkan.

Beberapa reaksi

Ketika ditanya tentang pembakaran mushaf-mushaf itu Ali bin Abi Talib menjawab: "Kalau dia tidak melakukan itu saya yang akan melakukannya." Sungguhpun begitu orang masih saja melampaui batas dalam mengecam Usman karena memerintahkan pembakaran mushaf-mushaf itu. Di depan orang banyak Ali berkata: "Saudara-saudara, janganlah kalian berlebihan dalam mengatakan Usman telah membakar mushaf. Dia membakarnya itu sepengetahuan sahabat-sahabat Muhammad sallallahu 'alaihi wasallam. Kalau saya dibaiat seperti dia, niscaya akan saya lakukan seperti yang dikerjakannya itu."

Aneh juga masih ada golongan yang mau mengecam Usman karena dia telah membangun kembali Masjid Medinah padahal apa yang dilakukannya itu sesudah ia bermusyawarah dengan para pemikir dari sahabat-sahabat Rasulullah? Begitu juga golongan yang menyalahkannya karena tindakannya menyatukan orang dalam satu ragam bacaan Qur'an dan membakar mushaf-mushaf yang berbeda dengan lafaz bacaan ini, padahal segala yang dilakukannya itu sudah sepengetahuan sahabat-sahabat Rasulullah? Mengapa mereka tidak menyalahkan Umar bin Khattab yang sudah berijtihad dengan pikiran dalam banyak hal, padahal ada juga orang yang menentang ijtihadnya itu? Ataukah karena mereka memandang Usman lunak dan menganggapnya lemah lalu tidak mengakuinya, hal yang tidak mereka lakukan terhadap Umar karena ia bersikap keras dan tegas? Ataukah karena mereka melihat Umar menempuh cara hidup seperti mereka, hidup melarat, melupakan dirinya dan hanya semata-mata mengabdi kepada Allah, sehingga tak ada orang yang mempersalahkannya dengan keyakinan bahwa segala yang dilakukannya itu dasarnya jelas dan meyakinkan? Di samping itu mereka melihat Usman dalam hidup mewah, yang tak dapat dicapai oleh kebanyakan orang lalu mereka merasa iri hati sehingga kritik dan kecaman mereka itu merupakan manifestasi atas rasa iri hati itu?

Betapapun juga, perkembangan yang terjadi di negeri-negeri Arab itu sejak masa Rasulullah, dari segi intelektual dan ekonomi besar sekali pengaruhnya dalam membentuk sikap orang-orang itu terhadap Usman. Dalam waktu yang begitu singkat, yang tidak lebih dari tiga puluh tahun, negeri-negeri Arab telah mengalami peralihan agama kepada agama yang lain, dari yang tadinya tanah jajahan atau yang semacamnya di bawah Persia atau Rumawi menjadi bangsa yang dapat mengalahkan Persia dan Rumawi, dari keadaan ekonomi yang berada di bawah garis kemiskinan ke taraf yang serba sejahtera dan serba makmur, yang sebelum itu tak pernah mereka alami. Dulu, Rasulullah, begitu juga Abu Bakr dan Umar, lebih mengutamakan kaum Muslimin menempuh cara hidup yang berat, sebab waktu itu mereka mempersiapkan hasil rampasan perang itu untuk menghadapi perang berikutnya. Tetapi sekarang hasil rampasan perang sudah bertambah, begitu juga hasil pajak dan jizyah sudah melebihi segala yang diperlukan untuk perang, maka pikiran orang pun sudah beraneka ragam pula. Masih jugakah orang akan hidup seperti dulu, menjauhi segala kenikmatan dunia? Ataukah mereka juga akan ikut mengambil bagian dengan kemudahan yang telah dianugerahkan Allah berupa peninggalan rezeki itu?

Kebanyakan mereka yang memilih hidup berat itu adalah mereka yang mengecam Usman tatkala ia membangun kembali Masjid yang bertentangan dengan bangunan di masa Nabi dan kedua Khalifah itu. Barangkali mereka yang bersikap demikian, juga mereka yang mengecamnya dalam soal pembakaran mushaf-mushaf itu. Mereka yang meminggirkan kehidupan duniawi adalah orang-orang yang gigih mempertahankan kebebasan berpikir dan kebebasan pribadi. Sedang mereka yang melihat perkembangan ini suatu dorongan untuk memasuki kehidupan baru dari yang biasa mereka jalani selama masa kekhalifahan Umar sampai berakhirnya, kebanyakan mereka sependapat dengan Usman dalam perombakan Masjid dan penyeragaman bacaan Qur'an.

Kehidupan madani adalah suatu keharusan

Pada tahun-tahun pertama kekhalifahan Usman segala kritik itu tak banyak pengaruhnya, sebab segala yang dilakukan oleh Khalifah tua dalam perkembangan ini sudah merupakan suatu keharusan yang tak boleh tidak. Kecenderungan barunya dalam politik pemerintahan oleh sebagian besar mereka disambut dengan senang hati. Penduduk Arab, Persia dan Rumawi di Syam dan di Irak berdatangan ke Medinah sebagai ibu kota mereka. Mereka sudah biasa melihat kebesaran kerajaan di Rumawi dan di Persia, sehingga wajar saja jika mereka akan membuang muka dari pusat pemerintahan yang bangunannya terbuat dari bata jemur, tiang-tiangnya dari batang pohon kurma dan langit-langitnya dari pelepah kurma. Jika Masjid akan dibiarkan dalam kesederhanaannya seperti itu, maka harus ada lambang keagungannya yang akan membuat orang-orang yang masih asing dari Semenanjung Arab itu mau mengagungkannya, dan tidak lagi akan membuang muka melihatnya.

Di samping itu, perkembangan yang sebagian sudah dimulai oleh Umar akan membuat beban baru buat Khalifah. Tetapi Usman harus melipatgandakan usahanya dalam membangun. Itulah struktur kehidupan madani sebagai langkah perintis jalan ke arah kebudayaan yang dasarnya sudah diletakkan oleh Qur'an.

Usaha terpenting yang dilakukan di masa Rasulullah dan di masa Abu Bakr, ialah dicurahkan untuk memperkuat dakwah agama baru ini serta prinsip-prinsip dasarnya. Sesudah kawasan Kedaulatan Islam bertambah luas, sekarang sudah menjadi suatu keharusan untuk memikirkan peradaban dan kemakmurannya. Taraf hidup rakyat perlu ditingkatkan untuk membuat mereka hidup tenang dan yakin akan sistem yang membuat penghasilan mereka lebih leluasa. Oleh karena itu Usman telah menambah tunjangan yang diberikan kepada rakyat dan mengizinkan kaum Muhajirin bepergian ke seluruh kawasan Kedaulatan Islam seperti yang lain, untuk memperoleh kekayaan. Dengan demikian kemakmuran bertambah merata, dan sekarang sudah tiba saatnya untuk memikirkan kesenangan - sejauh yang dapat dibolehkan - untuk menikmati rezeki yang baik sebagai karunia Allah.

Bahkan sekarang banyak mereka yang mulai melirik berbagai macam hiburan, juga sebagai kesenangan yang diperbolehkan. Qur'an sudah menegaskan bahwa khamar, judi, sesajen dan ramalan-ramalan merupakan perbuatan setan dan setiap Muslim diminta menjauhi perbuatan jahat itu (Qur'an, 5:90). Sejak zaman Nabi masih banyak orang yang suka meminum khamar dan bermain judi. Kendati - sesudah bermusyawarah dengan kaum Muslimin - Umar menghukum peminum khamar dengan cambuk 80 kali, orang masih juga meminumnya dengan sembunyi-sembunyi dan mereka dapat menghindar dari hukuman. Banyak orang di masa Umar yang berpendapat bahwa minuman yang diharamkan itu kalau sampai memabukkan, tetapi yang tidak memabukkan tidak terkena hukuman. Umar sangat keras terhadap mereka; dia tidak ingin melihat segala yang akan membuat jiwa orang menjadi lemah atau tunduk kepada adat kebiasaan. Setelah Usman berkuasa, hal ini tetap berjalan seperti pada masa Umar, tetapi pejabat-pejabat Usman lebih banyak menutup mata terhadap segala macam hiburan semacam ini, sebab banyak di antara mereka sendiri yang ingin menjaga wibawanya demikian rupa sehingga pengaruhnya dalam pemerintahan masa itu besar sekali.[49]

Catatan Kaki:

45. Daging yang dipotong kecil-kecil dan disirami air banyak-banyak, jika sudah matang ditaburi tepung terigu, jika tanpa daging disebut 'asidah. Atau konon sup dari terigu dan lemak, atau konon juga jika dibuat dari terigu dan air susu disebut harirah dan jika dibuat dari ayakan kulit gandum disebut khazirah, (N). - Pnj.
46. At-Tabari, 3/429 (cetakan at-Tijariyah, 1939).
47. Rupanya terjadi salah cetak. Kalimat ini berbunyi: '...lebih menyukai bacaan daripada bacaan,' dengan dugaan yang dimaksud barangkali bacaan Zaid bin Sabit. Lihat buku penulis, Abu Bakr as-Siddiq, h. 312-316. - Pnj.
48. Banu Mudar bin Nizar, salah satu kabilah Arab al-Musta'ribah tertua beberapa generasi sebelum kabilah Kuraisy.
49. Pada masa Usman ini orang Arab banyak yang hanyut dalam berbagai macam hiburan, yang sebelumnya tidak diperbolehkan. Penduduk Medinah sendiri hanyut dalam keadaan semacam ini. At-Tabari dan mereka yang mengutipnya mengatakan: Perbuatan mungkar pertama yang timbul di Medinah tatkala kekayaan sudah melimpah, sampai orang begitu leluasa berbuat sekehendaknya.

Catatan kaki:

45. Daging yang dipotong kecil-kecil dan disirami air banyak-banyak, jika sudah matang ditaburi tepung terigu, jika tanpa daging disebut 'asidah. Atau konon sup dari terigu dan lemak, atau konon juga jika dibuat dari terigu dan air susu disebut harirah dan jika dibuat dari ayakan kulit gandum disebut khazirah, (N). - Pnj.
46. At-Tabari, 3/429 (cetakan at-Tijariyah, 1939).
47. Rupanya terjadi salah cetak. Kalimat ini berbunyi: '...lebih menyukai bacaan daripada bacaan,' dengan dugaan yang dimaksud barangkali bacaan Zaid bin Sabit. Lihat buku penulis, Abu Bakr as-Siddiq, h. 312-316. - Pnj.
48. Banu Mudar bin Nizar, salah satu kabilah Arab al-Musta'ribah tertua beberapa generasi sebelum kabilah Kuraisy.
49. Pada masa Usman ini orang Arab banyak yang hanyut dalam berbagai macam hiburan, yang sebelumnya tidak diperbolehkan. Penduduk Medinah sendiri hanyut dalam keadaan semacam ini. At-Tabari dan mereka yang mengutipnya mengatakan: Perbuatan mungkar pertama yang timbul di Medinah tatkala kekayaan sudah melimpah, sampai orang begitu leluasa berbuat sekehendaknya.

(sebelum, sesudah)


Usman bin Affan
Antara Kekhalifahan dengan Kerajaan
 
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
Penerbit P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel./Fax. (0251) 330505, Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 978-979-8100-40-6
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak dan dijilid oleh P.T. Mitra Kerjaya Indonesia.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team