|
4. Pemerintahan Usman
-
Beberapa gerakan tersembunyi di
masa Usman
Pengaruh aliran-aliran pikiran tersembunyi yang kemudian
membuka jalan ke arah pemberontakan dan terbunuhnya Usman,
tidak akan menghentikan langkah pembebasan atau melemahkan
kekuatan dakwah yang ditiupkan oleh semangat agama baru dan
sistem baru ini ke dalam jiwa umat Muslimin. Boleh dikatakan
jika tidak karena timbulnya aliran-aliran pikiran ini umat
Muslimin dahulu mampu bergerak lebih jauh dari itu, dan
dapat mencapai kemenangan lebih banyak daripada yang sudah
mereka peroleh itu.
Pengaruh aliran-aliran pikiran ini tidak terbatas hanya
pada letusan yang luar biasa kerasnya, tetapi sudah meluas
sampai kepada kehidupan masyarakat Arab secara keseluruhan.
Banyak orang yang lalu mengarahkan segala perhatiannya pada
Kedaulatan Islam dan pada sejarah Islam umumnya setelah itu.
Karenanya, studi mengenai aliran-aliran pikiran dan
faktor-faktor itu terasa penting sekali untuk memahami
perkembangan politik dan kegolongan (sektarianisme) yang
kemudian ikut menentukan terjadinya peristiwa-peristiwa,
yang dampaknya masih kuat terasa sampai sekarang.
Ketidakpuasan Banu Hasyim atas
kekhalifahan Usman
Faktor pertama, seperti yang sudah saya singgung di atas,
ialah adanya persaingan keras antara Banu Hasyim dengan Banu
Umayyah yang memang sudah berakar sejak seratus tahun
sebelum kedatangan Rasulullah. Sesudah ajaran Nabi terasa
mantap, segala persaingan itu pun segera terkubur, dan orang
di seluruh Semenanjung masuk berbondong-bondong ke dalam
agama Allah ini. Sesudah Nabi berpulang ke rahmatullah,
kecenderungan pada kekhalifahan ini mulai terlintas dalam
pikiran Banu Hasyim, bahwa merekalah yang harus menjadi ahli
waris Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam. Tetapi
pikiran demikian ini muncul masih agak malu-malu, yang dalam
kehidupan negara samasekali tak berpengaruh di masa Abu Bakr
dan Umar.
Sesudah pasukan Muslimin membebaskan Persia, Syam dan
Mesir, dan setelah itu Umar terbunuh, persaingan itu mulai
muncul ke permukaan dan fanatisme kegolongan pun muncul
dalam bentuk seperti yang sudah kami ungkapkan dalam
pembahasan kami tentang Majelis Syura dan pembaiatan
(pelantikan) Usman. Masih terdapat sumber-sumber yang
berbeda tentang sikap Ali mengenai pelantikan ini. Tetapi
semua sepakat tentang ketidakpuasan Banu Hasyim serta
pandangan mereka mengenai hal ini, yang mengingatkan kita
pada kata-kata Umar bin Khattab kepada Ibn Abbas: "Orang
tidak senang menggabungkan kenabian dan kekhalifahan semua
pada kalian. Itu sudah menjadi pilihan Kuraisy sendiri, dan
sudah tepat sekali." Juga kata-kata Ali bin Abi Talib ini
setelah pelantikan Usman: "Orang melihat kepada Kuraisy dan
Kuraisy melihat kepada keluarganya dengan mengatakan: Kalau
Banu Hasyim sudah menguasai kalian, kalian tidak akan pernah
lepas dari mereka, juga Kuraisy yang lain tidak dapat saling
bergantian di antara kalian."
Ketidakpuasan orang-orang Arab
atas dominasi Kuraisy
Ketidaksenangan Banu Hasyim menyerahkan kekhalifahan
kepada pihak Banu Umayyah mempunyai dampak yang dalam sekali
terhadap pemerintahan Usman. Juga ketidaksenangan
kabilah-kabilah Arab di luar Kuraisy atas kekuasaan Kuraisy
berdampak demikian. Kaum Muhajirin dan Ansar serta kaum
veteran pembebasan yang sudah meninggalkan Mekah dan Medinah
sudah menetap di Syam. Mereka yang meninggalkan Yaman dan
Najd atau kabilah-kabilah Arab yang lain di selatan dan
timur Semenanjung pergi ke Irak dan menetap di sana. Tatkala
para penanggung jawab di masa ketiga khalifah yang mula-mula
itu dari tokoh-tokoh Mekah dan Medinah, yang lain telah pula
mulai bertanya-tanya: Apa kelebihan mereka atas kita,
padahal andil mereka tidak lebih besar daripada andil kita
dalam pembebasan dan dalam pembentukan Kedaulatan Islam?
Memang benar, mereka memang lebih dulu daripada kita dalam
Islam. Kalau alasan orang yang lebih dulu itu akan dijadikan
pembenaran untuk menjadikan kekhalifahan di tangan Kuraisy,
mengapa hak monopoli juga merupakan pembenaran untuk segala
kedudukan negara? Islam tidak membuat orang Arab lebih
tinggi dari yang bukan Arab, kecuali dengan takwa. Bagaimana
pula pendapat kita dengan mereka yang tinggal di Basrah dan
di Kufah yang juga orang Arab yang tidak berbeda dengan
orang Hijaz, Mekah dan Medinah!
Monopoli semacam itu hanya akan mendorong segolongan
orang Arab ingin berkuasa atas golongan yang lain, cara-cara
penguasaan yang tidak diakui oleh Islam dan tidak disukai
oleh Nabi, pembawa risalah ini. Bukankah Zaid bin Harisah,
seorang bekas budak yang dibeli oleh Khadijah Ummulmukminin
lalu dimerdekakan, oleh Rasulullah ditempatkan sebagai orang
yang lebih mulia dari kebanyakan orang Kuraisy dan kaum
Muhajirin dan Ansar? Bagaimana orang-orang Najd dan yang
lain, yang sudah begitu besar jasanya dalam usaha pembebasan
akan ditempatkan di belakang, sementara yang akan
ditampilkan adalah orang-orang Mekah dan Medinah? Ini adalah
suatu kezaliman. Orang yang merdeka tidak akan rela
melakukannya. Perlakuan superioritas yang akan ditampik oleh
jiwa Arab yang sejak berabad-abad sudah biasa hidup sama
rata dan hidup bebas kemudian oleh Islam ditambah dengan
kepercayaan yang memperkuat persamaan dan kebebasan itu!
Perasaan adanya superioritas dan
dominasi Arab terhadap yang lain
Di samping itu masih ada faktor ketiga yang tidak kurang
pengaruhnya dari kedua faktor itu dalam mengarahkan politik
negara yang akhirnya menjurus pada pemberontakan dan
terbunuhnya Usman itu, yakni perasaan orang-orang Persia,
Yahudi dan Nasrani akan adanya superioritas dan dominasi
orang Arab terhadap mereka. Dua puluh tahun sebelumnya orang
Arab itu tak punya kekuasaan apa-apa. Sebelum Rasulullah
berpulang ke rahmatullah dan sebelum Abu Bakr berhasil
menumpas kaum Riddah di seluruh Semenanjung, pihak Persia
dan Rumawi menganggap kedudukan Arab dari segi peradaban dan
kekuatan dunia masih di bawah mereka. Bagaimana mereka
sekarang merelakan Arab menguasai negeri Kaisar dan negeri
Kisra?! Perasaan ini tampak lebih jelas di Persia daripada
di Syam dan di Mesir, karena Persia memang negara merdeka
dan bersaing dengan Rumawi yang mendominasi kekuasaan dunia
di Syam dan di Mesir. Adakah Persia itu sudah begitu
lemahnya dan begitu porak-porandanya sehingga sudah tak ada
harapan lagi akan lepas dari Arab?!
Dan Ahli Kitab, terutama Yahudi, baik mereka yang sudah
Islam pura-pura atau yang tidak, tak ada yang membayangkan
bahwa akan ada agama baru mengeluarkan mereka dari
koloni-koloni mereka di Semenanjung Arab itu; tetapi
nyatanya sekarang Arab mengusir mereka dari sana.
Perhatian Umar pada pembebasan,
bukan pada pengikisan bibit-bibit fitnah dari akarnya
Semua faktor ini pengaruhnya besar sekali dalam kehidupan
kedaulatan negara yang baru tumbuh ini. Pengaruh ini sudah
mulai tampak di masa Umar dan berakhir dengan Hormuzan,
Jufainah dan Abu Lu'lu'ah Fairuz budak Mugirah yang kemudian
berkomplot membunuhnya. Tetapi ketika itu tak terpikir oleh
siapa pun bahwa bibit-bibit fitnah sudah benar-benar terabut
dari akarnya. Memang tak ada yang menduga bahwa bibit-bibit
itu mungkin masih akan sangat mengerikan dan menimbulkan
perang saudara di kalangan Arab sendiri, dan dari sana lalu
berpindah dari sistem kekhalifahan kepada sistem kerajaan.
Hal ini telah mengubah samasekali jalannya segala peristiwa
itu dengan pengaruhnya yang begitu besar dalam sejarah
Kedaulatan Islam dan sejarah dunia secara keseluruhan.
Itu sebabnya, pada masa pemerintahannya pikiran Umar
terarah untuk mengatasi gejala-gejala dari segala faktor
yang pengaruhnya sudah mulai tampak untuk sementara dapat
dihilangkan. Umar memang tak dapat berbuat lebih dari itu.
Seluruh masa pemerintahannya itu merupakan masa perjuangan,
zaman perang, yang selama itu berlangsung terus-menerus dari
tahun ke tahun. Mau tidak mau perhatiannya lebih banyak
harus diarahkan untuk mendapat kemenangan dan untuk
meyakinkan masyarakat Arab pada sistem baru yang harus
ditegakkannya itu.
Begitu juga halnya di masa Usman pada permulaan
kekhalifahannya, ketika segalanya berjalan lancar, tak ada
kekhawatiran yang mengancamnya atau mengancam yang lain,
bahwa dunia akan memberontak karena faktor-faktor itu dengan
akibat sampai menjadi perang saudara. Karenanya, dalam
hendak mengatasi setiap pembangkangan pikiran Usman pun
seperti pikiran Umar sebelumnya, yakni guna menanamkan
kembali keyakinan ke dalam jiwa orang dan memperjuangkan
usaha pembebasan dengan mengambil pola seperti pola Umar
yang telah berhasil itu.
Sebenarnya faktor-faktor tersebut pada masa Umar dan
tahun-tahun permulaan masa Usman masih terlalu lemah. Kedua
Khalifah itu tak perlu akan merasa khawatir. Umar mengira
bahwa yang tampak dari gejala-gejala pembangkangan itu
karena kebijakan para pejabat yang tidak baik. Tatkala Usman
memegang jabatan kekhalifahan, pada permulaan
pemerintahannya itu tak ada orang yang berprasangka buruk
kepadanya. Bahkan para sejarawan semua sepakat bahwa pada
enam tahun pertama kekhalifahannya dari pihak Arab dan dari
pihak yang bukan Arab merasa puas dengan pemerintahan
Muslimin, mereka menerimanya dengan segala senang hati dan
perasaan puas karena kemakmuran yang bertambah baik selama
itu.
Sebagian besar sejarawan berpendapat bahwa perasaan
senang dan puas pada pertengahan pertama masa Khalifah tua
ini terasa lebih menyeluruh daripada di masa Umar. Itu
sebabnya, tak seorang pun dari Banu Hasyim atau yang lain
yang mengeluh atau mau memberontak. Usman orang yang
lemah-lembut, tetapi bukan lemah, bersikap adil seperti Umar
tanpa mau menggunakan tangan besi atau kekerasan. Sudah kita
lihat bahwa ia memulai pemerintahannya dengan memberikan
tunjangan tambahan kepada rakyat. Hal ini membuat mereka
bertambah senang dan puas.
Dalam mengatur administrasi negara - dalam bidang hukum
dan organisasi kemiliteran - Usman tidak mengubah
pemerintahannya dengan sistem lain daripada yang sudah
dijalankan oleh Umar. Juga dia tidak meninggalkan sistem
syura yang sudah biasa dijalankan oleh Rasulullah
sallallahu 'alaihi wasallam dan diikuti pula oleh Abu
Bakr dan Umar.
Dengan demikian pada masa permulaan itu segalanya
berjalan lancar dan stabil. Sesudah pembaiatan Usman orang
pulang ke daerah masing-masing dan semua mereka mengharapkan
bahwa Kedaulatan yang baru tumbuh ini akan tetap stabil,
lambat laun akan makin luas dan orang-orang Arab sudah akan
merasa puas dengan kehidupan yang selama ini. Mereka makin
kuat berpegang pada agama yang telah memuliakan dan
mengangkat martabat mereka itu.
Kelonggaran yang diberikan Usman
untuk hidup lebih senang
Pada awal pemerintahannya itu Usman tidak cukup hanya
dengan menambah pemberian tunjangan tambahan lebih daripada
yang pernah diberikan di masa Umar, yang membuat semua orang
senang, malah bagi pemuka-pemuka Muslimin yang tinggal di
Medinah diberi keleluasaan lebih banyak, dan dengan demikian
mereka lebih dapat menikmati hidup yang lebih baik sampai
sejauh yang oleh Umar sendiri tidak disukai. Umar melarang
orang-orang penting di kalangan Muhajirin dari Kuraisy
keluar daerah kecuali harus dengan izin dan untuk waktu
tertentu. Dan banyak permintaan izin demikian itu yang
ditolak. Ada orang yang meminta izin ingin ikut berperang -
dan dia dari kalangan Muhajirin di Medinah yang dilarang
keluar - kata Umar kepadanya: "Sudah cukup banyak Anda
berperang bersama Rasulullah sallallahu 'alaihi
wasallam. Dalam perang sekarang ini lebih baik Anda
tidak melihat dunia dan dunia tidak melihat Anda." Umar
memberlakukan itu terhadap kaum Muhajirin, hal yang tidak
dilakukannya terhadap orang Mekah yang lain. Alasannya dalam
hal ini, ia khawatir kaum Muhajirin itu akan teperdaya oleh
kehidupan dunia dan mereka akan mendapat banyak harta di
negeri-negeri yang baru dibebaskan itu sampai melampaui
batas. Selanjutnya mereka hanya akan menjadi contoh buruk
buat yang lain dan akan sangat membahayakan negara yang baru
tumbuh ini.
Sesudah Usman naik, ia tidak memperlakukan kaum Muhajirin
seperti pada masa Umar, sebab dia melihat Kuraisy sudah
bosan dengan sikap yang begitu keras pada akhir masa Umar
itu. Karena Usman membiarkan dan membolehkan kaum Muhajirin
bebas berpindah-pindah di segenap imperium yang tadinya
dilarang untuk mereka, maka sekarang banyak mereka yang
berangkat pergi ke segenap penjuru. Mereka melihat dunia dan
dunia pun melihat mereka. Mereka kini mengembara kian ke
mari dan menikmati segala macam kesenangan. Hal ini membuat
mereka senang sekali dengan pemerintahan Usman. Mereka kini
dapat memilih hidup yang serba mudah daripada di masa Umar
yang dirasakan terpaksa hidup harus menahan diri dan serba
sangat sederhana.
Langkah Usman memberikan kebebasan demikian ini tak
terlintas dalam pikiran orang bahwa hal ini telah menyalahi
kelaziman kedua Khalifah sebelumnya. Orang yang memberontak
kepada penguasa dan mencari logika untuk membenarkan
pemberontakannya jika tidak sejalan dengan tuntutan dan
keinginannya itu lebih sering terjadi daripada yang
memberontak karena gagasan yang ditolak mengenai tingkah
lakunya untuk mewujudkan kepentingan umum. Dan ini berlaku
pada setiap bangsa dan setiap zaman." Kaum Muslimin pada
permulaan pemerintahan Usman dalam wilayah Kedaulatan yang
luas itu memberi jaminan bagi siapa saja untuk hidup nyaman
dan serba berkecukupan. Umar memang pernah melarang mereka
hidup bersenang-senang semacam itu, dan larangan ini cukup
lama sehingga mereka merasa jemu dengan cara-cara yang
dirasa terlalu keras itu, dan sudah tak ada lagi yang akan
dapat mereka cerna. Bahwa kemudian Usman membolehkan apa
yang menjadi kesenangan mereka, tentu mereka menyambut Usman
dengan senang hati, kendati ini berlawanan dengan kelaziman
kedua Khalifah sebelumnya itu. Dalam hal ini, yang mendorong
Abu Bakr, dan kemudian Umar harus bertindak demikian, kini
sudah tak ada lagi.
Usman tidak akan mampu mengharuskan orang hidup sangat
sederhana dan meninggalkan kesenangan seperti yang
diharuskan oleh Umar, sebab Umar sendiri hidup sangat
sederhana dan terlalu ketat terhadap dirinya. Dia melihat
suatu keharusan baginya untuk merasakan apa yang dirasakan
oleh kaum duafa dan kaum tak berpunya, dia mampu memikul
beban yang begitu berat di atas dirinya dengan kesehatan
fisik dan kekuatan yang diberikan Allah kepadanya. Ketika ia
memikul tugas sebagai Amirulmukminin itu usianya baru lima
puluh tahun. Ketika itu Umar sangat keras dan tegas, tak
mudah tunduk. Tak ada rakyat yang akan menyalahkannya
bilamana ia menuntut yang lain juga agar mengikuti
langkahnya, dan meneladani cara hidupnya itu.
Tetapi Usman dalam hal ini kebalikannya dari Umar. Dia
memegang jabatan itu umurnya lebih kurang sudah 70 tahun.
Ketika itu, sekalipun di masa remaja dan masa mudanya ia
hidup serba nyaman, makan makanan yang serba enak,
mengenakan pakaian mewah, memakai cincin dan melapis giginya
dengan emas. Kekayaannya yang memang sudah melimpah, tentu
dapat menampik kecurigaan orang bahwa dia akan memperkaya
diri dari harta kaum Muslimin ketika ia memangku jabatan
itu. Dalam keadaannya yang demikian ia tak akan mampu
membendung kaum Muhajirin atau yang lain untuk pergi ke mana
saja di bumi ini dan menikmati segala karunia yang halal dan
baik yang dikaruniakan Allah kepada mereka.
Ada sumber yang menyebutkan bahwa Amr bin Umayyah
ad-Dumari mengatakan, "Kuraisy adalah orang yang paling suka
makan
khazirah.[45]
Saya pernah makan khazirah bersama Usman yang terbuat
dari masakan yang paling bagus yang pernah saya alami,
mengandung juga jeroan kambing dengan lauk pauk yang lunak
dan samin." Lalu kata Usman: Bagaimana pendapat Anda tentang
makanan ini? Saya jawab: Yang terbaik yang pernah saya
makan. Lalu dia berkata: Semoga Allah memberi rahmat kepada
Umar bin Khattab, saya belum pernah makan khazirah
bersama dia. Kata saya: Ya memang, ketika saya menyuap
makanan hampir tumpah lagi dari mulut ke tangan; tanpa
daging, dan lauknya hanya samin tanpa susu. "Anda benar,
saya percaya," kata Usman, "orang yang mengikuti cara Umar
radiyallah 'anhu akan payah. Dalam hal ini dia memilih yang
lebih mudah daripada yang sulit-sulit. Saya sungguh tidak
makan dari harta Muslimin; saya makan dari harta saya
sendiri. Anda tahu, di kalangan Kuraisy sayalah yang terkaya
dan yang paling beruntung dalam perdagangan. Sampai sekarang
saya masih makan yang serba lunak dan enak. Dalam umur saya
yang sudah lanjut begini saya lebih menyukai makanan yang
lunak-lunak. Saya tidak tahu dalam hal ini bagaimana
dampaknya buat orang
lain."[46]
Ubaidillah bin Amir berkata: "Ketika itu bulan Ramadan,
saya beriftar (berbuka puasa) bersama Usman. Yang
dihidangkan buat kami makanan yang lebih lunak dari makanan
Umar. Dalam hidangan Usman itu saya melihat ada tepung putih
bermutu tinggi dan daging domba muda setiap malam. Saya
belum pernah melihat Umar makan makanan dari tepung yang
diayak. Daging kambing yang dimakannya hanya yang sudah
dilumatkan. Dalam hal ini orang berkata kepada Usman:
"Semoga Allah memberi rahmat kepada Umar dan orang yang
sanggup makan apa yang dimakannya itu."
Kalau memang sudah begitu keadaan Usman di masa muda dan
tuanya, ia tidak akan mampu menahan kaum Muhajirin di
Medinah atau membendung mereka tak boleh bepergian ke luar
dan menikmati rezeki yang diberikan Allah. Khalifah ini
tidak akan sanggup mengharuskan orang hidup sangat sederhana
dan menjauhi kesenangan dunia, atau meminta para pejabatnya
di kota-kota lain menjalani cara hidup seperti itu.
Membangun kembali Masjid Nabawi di
Medinah dengan bentuk baru
Bukan hanya makanan yang baik dan pakaian mewah serta
hidup nyaman itu saja yang dijalani Usman dalam kehidupan
pribadinya, tetapi pandangan Usman mengenai masalah-masalah
umum dan khusus juga merupakan pandangan orang yang dalam
segala hal sesuai dengan seleranya itu. Masjid Nabawi di
Medinah adalah pusat pemerintahan. Rasulullah sallallahu
'alaihi wasallam duduk di situ dalam mengatur segala
persoalan umum, begitu juga Abu Bakr dan Umar sesudah itu.
Kalau diperlukan musyawarah dengan mayoritas kaum Muslimin,
maka diserukan azan bahwa salat sudah siap. Sesudah orang
banyak berkumpul di Masjid, Nabi mengajak mereka
bermusyawarah. Musyawarah demikian itu juga yang kemudian
dilakukan oleh kedua orang penggantinya. Juga Usman
meneruskan cara ini. Tetapi dia belum puas dengan bangunan
Masjid itu sebagai pusat pemerintahan, yang juga demikian
pada masa Nabi dan kedua Khalifah itu. Malah ia berpendapat
akan melengkapi Masjid itu dengan lambang kewibawaan yang
tadinya tak terpikirkan oleh Umar, sehingga dipandang pantas
sebagai tempat yang akan mengeluarkan segala ketentuan
kepada para petinggi di daerah-daerah yang tinggal dalam
gedung-gedung mewah di Damsyik (Damaskus), Fustat, Kufah dan
Basrah.
Masjid Nabawi pada mulanya dibangun sangat sederhana
sekali, dinding dari bata jemur, langit-langit dari pelepah
daun kurma dan tiang-tiangnya dari batang pohon kurma.
Selama enam tahun keadaan Masjid berturut-turut tetap
seperti itu. Tak ada yang diubah sementara Islam sudah
berkembang dan kota Medinah sudah bertambah makmur dan Allah
sudah melimpahkan rezeki kepada penduduknya. Sesudah
Muslimin membebaskan Khaibar dan kota Medinah khusus hanya
untuk kaum Muslimin jumlah orang yang dibukakan hatinya oleh
Allah kepada Islam sudah bertambah banyak, maka mau tak mau
bangunan Masjid itu harus diperluas. Nabi sudah menambah
luas Masjid seratus meter persegi atau lebih, tanpa mengubah
bangunannya yang dari bata jemur, pelepah daun kurma dan
batang pohon kurma itu.
Pada masa kekhalifahan Abu Bakr tak ada pcrubahan kecuali
ada dituturkan bahwa kedua dinding Masjid yang sudah rapuh
dibangun kembali. Selama masa Umar, karena jumlah Muslimin
di Medinah terus bertambah dan Masjid harus diperluas lagi,
maka Umar menambah luasnya, tetapi bangunan Masjid tidak
mengalami perubahan. Ia membangun dindingnya seperti yang
dibangun oleh Rasulullah dan dasarnya dari batu dengan bata
jemur di bagian atasnya, tiang-tiangnya dibuat dari kayu dan
langit-langitnya dari pelepah daun kurma. Pintu Masjid
dijadikan enam buah, dan di samping ada tempat yang diberi
nama al-Batha'; jika ada orang mau mengucapkan kata-kata
atau mau berbicara dengan suara keras, harus keluar ke
tempat itu, sehingga tidak menodainya seperti dalam urusan
perdagangan atau hal-hal yang tidak semestinya.
Sesudah kekhalifahan beralih ke tangan Usman, maka yang
pertama disampaikannya kepada umum ialah rencana perluasan
Masjid. Keluhan masyarakat adalah Masjid itu terasa sudah
terlalu sempit untuk salat Jumat, setelah penduduk Medinah
bertambah dalam jumlah besar, sejalan dengan bertambahnya
wilayah-wilayah yang dibebaskan. Usman bermusyawarah dengan
beberapa pemuka dan mereka sepakat untuk merobohkan Masjid
itu, lalu membangun kembali dan memperluasnya.
Usman menambah perluasan Masjid itu besar-besaran, namun
tidak hanya menambah perluasannya seperti yang dilakukan
oleh Umar, melainkan ia mengadakan pembaruan dalam bangunan
itu sesuai dengan kecenderungan aspirasinya. Langkah ini
telah menimbulkan keberatan sekelompok jemaah Muslimin
ketika itu, yang menginginkan pembangunan Masjid seperti
yang dibangun oleh Rasulullah. Tetapi Usman tidak peduli apa
yang mereka katakan. Ia tidak lagi membaharui Masjid dengan
bata jemur, tiang-tiangnya tidak lagi menggunakan kayu dan
langit-langitnya juga bukan lagi dari pelepah daun kurma,
tetapi seluruh dindingnya dibuat dari batu yang diukir dan
tiang-tiangnya dari batu yang dipahat dan mengisinya dengan
batang besi, dicor dengan timah serta bagian luarnya diukir
dan langit-langitnya dibuat dari kayu bermutu tinggi. Dengan
demikian bangunan Masjid itu dibangun kembali dari dasarnya,
beberapa macam hiasan dan ornamen dihilangkan. Dengan
demikian tindakannya itu oleh beberapa sahabat Rasulullah
dianggap aneh. Mereka mengecamnya, karena telah menyalahi
kelaziman Rasulullah dan kedua penggantinya, Abu Bakr dan
Umar.
Usman telah melengkapi Masjid Nabi itu dengan lambang
kewibawaan, sebab kini sudah menjadi pusat pemerintahan.
Semua perintah dikeluarkan dari sana untuk para petinggi di
daerah-daerah yang tinggal dalam gedung-gedung mewah di
Damsyik, di Fustat, Kufah dan Basrah. Yang mendorong kami
mengatakan ini, karena ketika ia mengadakan perluasan
Masjidilharam di Mekah, yang demikian itu tidak
dilakukannya. Ka'bah sebagai Baitullah, yang ada berdiri di
sekitarnya hanyalah sebuah beranda sempit tempat orang salat
di sana. Selama masa Nabi dan selama masa Abu Bakr
keadaannya tetap seperti itu. Sesudah Islam berkembang dan
banyak orang yang menunaikan ibadah haji dan salat di
sekeliling Ka 'bah di masa Umar, ruangan itu sudah terasa
sempit sekali. Kemudian orang memasuki Masjid dari
pintu-pintu rumah yang ada di sekitarnya. Ketika itulah
rumah-rumah di sekitar Ka'bah itu dibeli oleh Umar kemudian
dirobohkan dan digabungkan ke daerah suci Masjidilharam dan
dipagari dengan tembok rendah. "Di masa Usman orang datang
menunaikan ibadah haji makin banyak lagi, maka Usman pun
mengikuti jejak Umar, membeli rumah-rumah di sekitarnya dan
ditambahkan ke lingkungan Ka'bah lalu dipagar dengan tembok
rendah setinggi orang berdiri, seperti yang dilakukan Umar
sebelumnya. Jadi Usman tidak memperlakukan Masjid di Mekah
itu seperti Masjid di Medinah, sebab Masjid yang di Mekah
semata-mata hanya untuk ibadah dan salat, sedang Masjid di
Medinah sebagai pusat pemerintahan yang sekaligus juga untuk
keperluan salat.
Tindakan Usman membangun kembali Masjid dan membolehkan
kaum Muhajirin mengembara di seluruh kawasan Islam, begitu
juga dalam memberikan tambahan tunjangan, bukanlah hendak
mendorong orang hanyut dalam kehidupan duniawi atau karena
ia ingin memperlihatkan kekuasaan. Khalifah tua ini orang
yang sangat bertakwa, sangat pemalu dan dengan iman yang
sungguh-sungguh. Pernah ia berkata:
[tulisan Arab]
"Sekiranya hati kita ini suci, kita tak akan
henti-hentinya membaca firman Allah. Saya tidak ingin pada
suatu hari saya tidak melihat Mushaf Qur'an."
Ketika kaum pemberontak menyerbu Usman di rumahnya,
mereka menjumpainya ia sedang membaca Qur'an, dan ketika ia
meninggal Mushafnya sudah sobek-sobek karena terlalu sering
ia merenunginya. Pada hari ketika ia terbunuh itu istrinya
Na'ilah berkata kepada mereka yang sedang mengepung
rumahnya: "Kalian membunuh dia atau membiarkannya, ia bangun
salat di waktu malam satu rakaat dengan merangkum Qur'an."
Kalau Usman bangun malam untuk keperluan salat ia tidak
membanguni siapa pun untuk membantunya berwudu, kecuali ada
orang yang sedang terjaga. Sering dikatakan kepadanya:
"Mengapa tidak membangunkan pembantu-pembantu itu?" Dia
menjawab:
[tulisan Arab]
"Tidak, dalam malam begini biarlah mereka
beristirahat."
Usaha penyeragaman dalam bacaan
Qur'an
Bukan karena keimanan Usman yang sungguh-sungguh itu saja
yang mendorongnya mengumpulkan orang untuk menyeragamkan
bacaan Qur'an, dan membakar mushaf-mushaf yang lain selain
Mushaf Usman. Ketika itu Huzaifah bin al-Yaman bersama
pasukan Muslimin yang lain terlibat dalam perang di Armenia
dan di Azerbaijan, pada tahun kedua atau ketiga kekhalifahan
Usman. Dalam perang itu terdapat banyak orang Syam yang
membaca menurut bacaan Miqdad bin Aswad dan Abu ad-Darda',
jemaah Irak membacanya menurut bacaan Ibn Mas'ud dan Abu
Musa al-Asy'ari. Yang lain, orang-orang yang baru masuk
Islam lebih menyukai bacaan daripada
bacaan...[47]
Dalam mengutamakan pilihan bacaan itu sebagian mereka ada
yang sudah melampaui batas sehingga timbul perselisihan yang
membuat mereka tercerai-berai, makin lama makin
menjadi-jadi, sehingga yang seorang berkata kepada yang
lain: Bacaan saya lebih baik dari bacaanmu. Perselisihan itu
sudah mencapai puncaknya, hampir saja menjadi keributan.
Mereka berselisih dan saling menuduh, saling melaknat, yang
satu mengafirkan dan yang lain menganggap diri benar.
Melihat perselisihan mereka dengan saling mengeluarkan
kata-kata kotor serupa itu, Huzaifah cepat-cepat pulang ke
Medinah dan langsung menemui Usman sebelum pulang ke
rumahnya, dengan mengatakan: "Cepat selamatkan umat ini
sebelum menemui kehancuran!"
"Mengenai apa?" tanya Usman.
"Mengenai Kitabullah," kata Huzaifah lagi. "Saya
mengikuti ekspedisi itu dan bersama-sama dengan mereka yang
dari Irak, Syam dan Hijaz." Kemudian ia menceritakan
kejadian di atas mengenai perselisihan tentang bacaan itu
seraya katanya: "Saya khawatir mereka akan berselisih
tentang Kitab Suci kita seperti orang-orang Yahudi dan
Nasrani."
Usman melihat ini memang berbahaya. Ia mengumpulkan
beberapa orang untuk membicarakan masalah ini. Menjawab
pertanyaan mereka tentang pendapatnya ia berkata: "Menurut
hemat saya orang harus sepakat dengan hanya ada satu macam
bacaan. Kalau sekarang kita berselisih, maka perselisihan
generasi sesudah kita akan lebih parah lagi."
Kalangan pemikir menyetujui pendapatnya itu. Kemudian ia
mengutus orang kepada Hafsah dengan permintaan agar
mengirimkan Mushaf yang di tangan Abu Bakr untuk disalin ke
dalam beberapa mushaf.
Demikianlah terjadinya pertama kali pengumpulan Mushaf
Usman dan penyeragamannya dalam bacaan Qur'an. Soalnya
karena Mushaf Abu Bakr semasa hidupnya ada di tangan Abu
Bakr, kemudian di tangan Umar, setelah itu ada pada
Ummulmukminin Hafsah binti Umar.
Mushaf Usman
Usman memerintahkan kepada Zaid bin Sabit al-Ansari untuk
menuliskan mushaf itu dan diimlakan oleh Sa'id bin As
al-Umawi, dengan disaksikan oleh Abdullah bin Zubair dan
Abdur-Rahman bin Haris bin Hisyam al-Makhzumi. Kepada mereka
dimintanya jika ada yang mereka perselisihkan supaya ditulis
menurut logat
Mudar,[48]
sebab Qur'an diturunkan kepada orang dari Mudar. Sesudah
penulisan itu selesai didasarkan pada satu macam bacaan,
Usman memerintahkan untuk menuliskan satu mushaf untuk Syam,
satu mushaf untuk Mesir, satu mushaf dikirimkan ke Basrah,
satu mushaf untuk Kufah, untuk Mekah dikirim satu mushaf dan
untuk Yaman juga satu mushaf. Satu mushaf ditinggalk:an di
Medinah. Umat sudah puas dengan semua mushaf ini, dan orang
menamakannya Mushaf Usman, sebab ditulis atas perintah
Usman, kendati tidak ditulis dengan tangannya sendiri.
Sesudah mushaf-mushaf itu dikirimkan ke kota-kota tadi
dan Khalifah mewajibkan supaya bacaan itu yang dipakai, ia
memerintahkan mushaf-mushaf yang lain dikumpulkan dan
dibakar.
Atas tindakan Usman itu banyak orang yang marah, di
antaranya beberapa orang sahabat dan tabi'in. Mereka
mengecam Usman karena dia mengerjakan pekerjaan yang tidak
dilakukan oleh Abu Bakr dan Umar. Mengenai Ibn Mas'ud ada
disebutkan bahwa dia merasa tersinggung sekali karena mushaf
yang diambil dari dia itu dibakar. Dia mengatakan bahwa dia
lebih dulu dari Zaid bin Sabit dalam Islam. Dia meminta
sahabat-sahabatnya mempertahankan mushaf-mushaf mereka,
dengan membaca firman Allah:
[tulisan Arab]
"Barang siapa berkhianat, pada hari kiamat ia datang
dengan hasil pengkhianatannya." (Qur'an, 3:161).
Usman menulis surat kepadanya dengan mengajaknya
mengikuti sahabat-sahabat yang lain yang sudah sama-sama
menyetujui demi kebaikan bersama dan menghindari
perselisihan.
Tidak perlu diragukan apa yang sudah dilakukan Usman
supaya bacaan Qur'an seragam, merupakan kebijakan yang luar
biasa. Dengan ini Qur'an tetap terjaga kemurniannya
sebagaimana diwahyukan Allah kepada Rasulullah sallallahu
'alaihi wasallam. Tepat sekali apa yang dikatakan oleh Ali
bin Abi Talib: "Orang yang paling besar jasanya dalam
mengumpulk:an Qur'an ialah Abu Bakr. Semoga Allah memberi
rahmat kepada Abu Bakr. Dialah yang pertama kali menghimpun
Qur'an menjadi dua loh." Tetapi jasa Usman juga tidak kurang
dari jasa Abu Bakr dengan langkahnya mengoreksi adanya
perbedaan (dalam ragam bacaan) dan menghindari perselisihan.
Juga tidak mengurangi jasanya sekalipun orang berbeda
pendapat dan sebagian menyalahkannya, karena ia telah
membakar semua mushaf selain mushafnya sendiri. Kalau dia
tidak segera bertindak tentu akan selalu ada pertentangan
dan bencana pun tak terhindarkan.
Beberapa reaksi
Ketika ditanya tentang pembakaran mushaf-mushaf itu Ali
bin Abi Talib menjawab: "Kalau dia tidak melakukan itu saya
yang akan melakukannya." Sungguhpun begitu orang masih saja
melampaui batas dalam mengecam Usman karena memerintahkan
pembakaran mushaf-mushaf itu. Di depan orang banyak Ali
berkata: "Saudara-saudara, janganlah kalian berlebihan dalam
mengatakan Usman telah membakar mushaf. Dia membakarnya itu
sepengetahuan sahabat-sahabat Muhammad sallallahu 'alaihi
wasallam. Kalau saya dibaiat seperti dia, niscaya akan saya
lakukan seperti yang dikerjakannya itu."
Aneh juga masih ada golongan yang mau mengecam Usman
karena dia telah membangun kembali Masjid Medinah padahal
apa yang dilakukannya itu sesudah ia bermusyawarah dengan
para pemikir dari sahabat-sahabat Rasulullah? Begitu juga
golongan yang menyalahkannya karena tindakannya menyatukan
orang dalam satu ragam bacaan Qur'an dan membakar
mushaf-mushaf yang berbeda dengan lafaz bacaan ini, padahal
segala yang dilakukannya itu sudah sepengetahuan
sahabat-sahabat Rasulullah? Mengapa mereka tidak menyalahkan
Umar bin Khattab yang sudah berijtihad dengan pikiran dalam
banyak hal, padahal ada juga orang yang menentang ijtihadnya
itu? Ataukah karena mereka memandang Usman lunak dan
menganggapnya lemah lalu tidak mengakuinya, hal yang tidak
mereka lakukan terhadap Umar karena ia bersikap keras dan
tegas? Ataukah karena mereka melihat Umar menempuh cara
hidup seperti mereka, hidup melarat, melupakan dirinya dan
hanya semata-mata mengabdi kepada Allah, sehingga tak ada
orang yang mempersalahkannya dengan keyakinan bahwa segala
yang dilakukannya itu dasarnya jelas dan meyakinkan? Di
samping itu mereka melihat Usman dalam hidup mewah, yang tak
dapat dicapai oleh kebanyakan orang lalu mereka merasa iri
hati sehingga kritik dan kecaman mereka itu merupakan
manifestasi atas rasa iri hati itu?
Betapapun juga, perkembangan yang terjadi di
negeri-negeri Arab itu sejak masa Rasulullah, dari segi
intelektual dan ekonomi besar sekali pengaruhnya dalam
membentuk sikap orang-orang itu terhadap Usman. Dalam waktu
yang begitu singkat, yang tidak lebih dari tiga puluh tahun,
negeri-negeri Arab telah mengalami peralihan agama kepada
agama yang lain, dari yang tadinya tanah jajahan atau yang
semacamnya di bawah Persia atau Rumawi menjadi bangsa yang
dapat mengalahkan Persia dan Rumawi, dari keadaan ekonomi
yang berada di bawah garis kemiskinan ke taraf yang serba
sejahtera dan serba makmur, yang sebelum itu tak pernah
mereka alami. Dulu, Rasulullah, begitu juga Abu Bakr dan
Umar, lebih mengutamakan kaum Muslimin menempuh cara hidup
yang berat, sebab waktu itu mereka mempersiapkan hasil
rampasan perang itu untuk menghadapi perang berikutnya.
Tetapi sekarang hasil rampasan perang sudah bertambah,
begitu juga hasil pajak dan jizyah sudah melebihi segala
yang diperlukan untuk perang, maka pikiran orang pun sudah
beraneka ragam pula. Masih jugakah orang akan hidup seperti
dulu, menjauhi segala kenikmatan dunia? Ataukah mereka juga
akan ikut mengambil bagian dengan kemudahan yang telah
dianugerahkan Allah berupa peninggalan rezeki itu?
Kebanyakan mereka yang memilih hidup berat itu adalah
mereka yang mengecam Usman tatkala ia membangun kembali
Masjid yang bertentangan dengan bangunan di masa Nabi dan
kedua Khalifah itu. Barangkali mereka yang bersikap
demikian, juga mereka yang mengecamnya dalam soal pembakaran
mushaf-mushaf itu. Mereka yang meminggirkan kehidupan
duniawi adalah orang-orang yang gigih mempertahankan
kebebasan berpikir dan kebebasan pribadi. Sedang mereka yang
melihat perkembangan ini suatu dorongan untuk memasuki
kehidupan baru dari yang biasa mereka jalani selama masa
kekhalifahan Umar sampai berakhirnya, kebanyakan mereka
sependapat dengan Usman dalam perombakan Masjid dan
penyeragaman bacaan Qur'an.
Kehidupan madani adalah suatu
keharusan
Pada tahun-tahun pertama kekhalifahan Usman segala kritik
itu tak banyak pengaruhnya, sebab segala yang dilakukan oleh
Khalifah tua dalam perkembangan ini sudah merupakan suatu
keharusan yang tak boleh tidak. Kecenderungan barunya dalam
politik pemerintahan oleh sebagian besar mereka disambut
dengan senang hati. Penduduk Arab, Persia dan Rumawi di Syam
dan di Irak berdatangan ke Medinah sebagai ibu kota mereka.
Mereka sudah biasa melihat kebesaran kerajaan di Rumawi dan
di Persia, sehingga wajar saja jika mereka akan membuang
muka dari pusat pemerintahan yang bangunannya terbuat dari
bata jemur, tiang-tiangnya dari batang pohon kurma dan
langit-langitnya dari pelepah kurma. Jika Masjid akan
dibiarkan dalam kesederhanaannya seperti itu, maka harus ada
lambang keagungannya yang akan membuat orang-orang yang
masih asing dari Semenanjung Arab itu mau mengagungkannya,
dan tidak lagi akan membuang muka melihatnya.
Di samping itu, perkembangan yang sebagian sudah dimulai
oleh Umar akan membuat beban baru buat Khalifah. Tetapi
Usman harus melipatgandakan usahanya dalam membangun. Itulah
struktur kehidupan madani sebagai langkah perintis jalan ke
arah kebudayaan yang dasarnya sudah diletakkan oleh
Qur'an.
Usaha terpenting yang dilakukan di masa Rasulullah dan di
masa Abu Bakr, ialah dicurahkan untuk memperkuat dakwah
agama baru ini serta prinsip-prinsip dasarnya. Sesudah
kawasan Kedaulatan Islam bertambah luas, sekarang sudah
menjadi suatu keharusan untuk memikirkan peradaban dan
kemakmurannya. Taraf hidup rakyat perlu ditingkatkan untuk
membuat mereka hidup tenang dan yakin akan sistem yang
membuat penghasilan mereka lebih leluasa. Oleh karena itu
Usman telah menambah tunjangan yang diberikan kepada rakyat
dan mengizinkan kaum Muhajirin bepergian ke seluruh kawasan
Kedaulatan Islam seperti yang lain, untuk memperoleh
kekayaan. Dengan demikian kemakmuran bertambah merata, dan
sekarang sudah tiba saatnya untuk memikirkan kesenangan -
sejauh yang dapat dibolehkan - untuk menikmati rezeki yang
baik sebagai karunia Allah.
Bahkan sekarang banyak mereka yang mulai melirik berbagai
macam hiburan, juga sebagai kesenangan yang diperbolehkan.
Qur'an sudah menegaskan bahwa khamar, judi, sesajen dan
ramalan-ramalan merupakan perbuatan setan dan setiap Muslim
diminta menjauhi perbuatan jahat itu (Qur'an, 5:90). Sejak
zaman Nabi masih banyak orang yang suka meminum khamar dan
bermain judi. Kendati - sesudah bermusyawarah dengan kaum
Muslimin - Umar menghukum peminum khamar dengan cambuk 80
kali, orang masih juga meminumnya dengan sembunyi-sembunyi
dan mereka dapat menghindar dari hukuman. Banyak orang di
masa Umar yang berpendapat bahwa minuman yang diharamkan itu
kalau sampai memabukkan, tetapi yang tidak memabukkan tidak
terkena hukuman. Umar sangat keras terhadap mereka; dia
tidak ingin melihat segala yang akan membuat jiwa orang
menjadi lemah atau tunduk kepada adat kebiasaan. Setelah
Usman berkuasa, hal ini tetap berjalan seperti pada masa
Umar, tetapi pejabat-pejabat Usman lebih banyak menutup mata
terhadap segala macam hiburan semacam ini, sebab banyak di
antara mereka sendiri yang ingin menjaga wibawanya demikian
rupa sehingga pengaruhnya dalam pemerintahan masa itu besar
sekali.[49]
Catatan Kaki:
- 45. Daging yang
dipotong kecil-kecil dan disirami air banyak-banyak, jika
sudah matang ditaburi tepung terigu, jika tanpa daging
disebut 'asidah. Atau konon sup dari terigu dan
lemak, atau konon juga jika dibuat dari terigu dan air
susu disebut harirah dan jika dibuat dari ayakan
kulit gandum disebut khazirah, (N). - Pnj.
- 46. At-Tabari,
3/429 (cetakan at-Tijariyah, 1939).
- 47. Rupanya
terjadi salah cetak. Kalimat ini berbunyi: '...lebih
menyukai bacaan daripada bacaan,' dengan dugaan yang
dimaksud barangkali bacaan Zaid bin Sabit. Lihat buku
penulis, Abu
Bakr as-Siddiq, h. 312-316. - Pnj.
- 48. Banu Mudar bin
Nizar, salah satu kabilah Arab al-Musta'ribah tertua
beberapa generasi sebelum kabilah Kuraisy.
- 49. Pada masa
Usman ini orang Arab banyak yang hanyut dalam berbagai
macam hiburan, yang sebelumnya tidak diperbolehkan.
Penduduk Medinah sendiri hanyut dalam keadaan semacam
ini. At-Tabari dan mereka yang mengutipnya mengatakan:
Perbuatan mungkar pertama yang timbul di Medinah tatkala
kekayaan sudah melimpah, sampai orang begitu leluasa
berbuat sekehendaknya.
Catatan kaki:
- 45. Daging yang
dipotong kecil-kecil dan disirami air banyak-banyak, jika
sudah matang ditaburi tepung terigu, jika tanpa daging
disebut 'asidah. Atau konon sup dari terigu dan
lemak, atau konon juga jika dibuat dari terigu dan air
susu disebut harirah dan jika dibuat dari ayakan
kulit gandum disebut khazirah, (N). - Pnj.
- 46. At-Tabari,
3/429 (cetakan at-Tijariyah, 1939).
- 47. Rupanya
terjadi salah cetak. Kalimat ini berbunyi: '...lebih
menyukai bacaan daripada bacaan,' dengan dugaan yang
dimaksud barangkali bacaan Zaid bin Sabit. Lihat buku
penulis, Abu
Bakr as-Siddiq, h. 312-316. - Pnj.
- 48. Banu Mudar bin
Nizar, salah satu kabilah Arab al-Musta'ribah tertua
beberapa generasi sebelum kabilah Kuraisy.
- 49. Pada masa
Usman ini orang Arab banyak yang hanyut dalam berbagai
macam hiburan, yang sebelumnya tidak diperbolehkan.
Penduduk Medinah sendiri hanyut dalam keadaan semacam
ini. At-Tabari dan mereka yang mengutipnya mengatakan:
Perbuatan mungkar pertama yang timbul di Medinah tatkala
kekayaan sudah melimpah, sampai orang begitu leluasa
berbuat sekehendaknya.
|