Umar bin Khattab

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

20. Menuju Iskandariah (1/4)

Pergolakan dalam Istana Konstantinopel - 541; Cyrus kembali ke Mesir - 543; Kemenangan Muslimin di Naqiyus - 546; Perjalanan menuju Kiryaun - 549; Kiryaun jatuh - 551; Sikap orang-orang Mesir atas pengepungan kota Iskandariah - 553; Di depan kota Iskandariah yang sangat memukau - 554; Kota Iskandariah dikepung - 557; Dampak kematian Heraklius di Mesir - 561; Surat Umar bin Khattab mempertanyakan kelambatan Amr bin As - 562; Bagaimana kemenangan tercapai sesudah surat Umar? - 564; Kota Iskandariah menyerah - 568; Peranan Cyrus - 568; Kekaguman Muslimin setelah memasuki kota Iskandariah - 570; Kebudayaan Iskandariah dan arsitekturnya. Pengaruhnya dalam hati orang Arab - 573; Nasib Muqauqis setelah pembebasan Iskandariah - 580

Sebelum kita mengikuti perjalanan pasukan Arab menuju kota Iskandariah, baik juga sekarang kita menyeberangi Laut Tengah ke Bosporus untuk melihat gejolak yang terjadi dalam tubuh Imperium Rumawi serta akibatnya terhadap ibu kota Konstantinopel.

Pergolakan dalam Istana Konstantinopel

Ketika Heraklius menemui ajalnya di Konstantinopel, keadaan istana memang sudah dicekam oleh kekacauan akibat bencana yang telah menimpa Syam dan Mesir. Dengan kematiannya itu kekacauan di istana makin merajalela. Orang-orang yang penuh ambisi dan kalangan bangsawan istana telah menyebarkan berbagai macam intrik. Intrik-intrik ini sudah begitu membahayakan negara, karena sepeninggal Heraklius kekuasaan bukan lagi di tangan orang yang kuat dan berwibawa, melainkan berada di tangan kedua anaknya, Konstantin (Constantine III) dan Herakleonas yang bersaudara seayah, dan di tangan Martina, istri Heraklius dan ibu Herakleonas, yang juga ikut memegang kekuasaan. Martina berusaha menguasai kekuasaan itu, seperti dalam saat-saat terakhir dalam hidup suaminya, sementara Konstantin - yang sulung - lebih disenangi rakyat. Oleh sebab itu ia didukung oleh kelompok yang kuat. Akibatnya, seperti yang sudah menjadi keharusan, setiap bangsawan dan setiap pembesar bertujuan ingin mencapai tujuannya berupa kedudukan atau kekuasaan dengan cara mendekatkan diri kepada permaisuri Ratu atau kepada Konstantin, atau bersekongkol dengan Martina terhadap anak tirinya atau dengan Konstantin terhadap ibunya. Dengan demikian istana Bizantium itu sekarang diliputi persaingan keras seperti yang terjadi dengan istana Persia dulu sebelum Yazdigird naik takhta Kisra. Inilah yang telah membantu pasukan Muslimin dalam menghadapi dua singa itu, Persia dan Rumawi, dan yang telah memastikan kemenangannya menghadapi mereka.

Sungguhpun begitu, dari tritunggal yang sekarang sedang menduduki mahligai Heraklius itu orang masih menunggu-nunggu dengan penuh harapan adanya kebijaksanaan yang akan dapat menolong kerajaan itu. Pada saat-saat terakhir masa tokoh besar yang pada awal kekuasaannya telah mengangkat namanya sampai ke puncak tertinggi, pada tahun-tahun terakhirnya menghempaskannya dari puncak itu ke lembah kehancuran dan kehinaan. Yang menjadi pusat perhatian para pembesar pemerintahan dan semua orang ketika itu Mesir serta apa yang terjadi di sana dan usaha apa untuk dapat menyelamatkannya. Hilangnya Mesir dan hasil buminya berarti berkurangnya bahan makanan di seluruh kerajaan. Oleh karenanya Konstantin cepat-cepat bertindak dengan memanggil Cyrus yang dibawanya dari tempat pembuangannya. Begitu juga salah seorang panglimanya yang di Mesir dipanggil untuk memberi nasihat apa yang harus dilakukan untuk mempertahankan Mesir. Yang senang dengan dipanggilnya Cyrus ini adalah Martina, karena dia tahu orang ini cenderung kepadanya dan dia percaya benar akan kecerdikan dan tipu daya Uskup itu. Cyrus ini masih dengan pendapatnya yang dulu pernah disampaikannya kepada Heraklius. Tetapi dia pura-pura puas dengan alasan-alasan mereka yang berpendapat agar Rumawi tidak mengadakan perdamaian dengan pihak Arab. Konstantin berjanji akan mengirimkan bala bantuan besar-besaran ke Mesir. Ia mengeluarkan perintah agar menyiapkan armada kapal yang akan membawa bala bantuan itu. Permaisuri Ratu Martina memperlihatkan semangatnya atas semua itu, yang membuat rakyat makin bersemangat dan gembira. Tetapi tiba-tiba bangsa ini dikejutkan oleh sakit dan meninggalnya Konstantin setelah seratus hari dari kematian ayahnya. Orang segera menuduh Martina yang telah merencanakan kematiannya itu. Kalangan istana dan para pembesar pun berusaha menyebarkan tuduhan itu. Ketika itu Konstans (Constans II Pogonatus), anak Konstantin, termasuk orang yang ikut menyiarkan tuduhan itu. Hal ini menimbulkan gejolak orang terhadap Martina, serta dihentikannya bala bantuan ke Mesir itu.

Usaha Martina hendak membantah tuduhan yang dialamatkan kepadanya itu dan usahanya untuk menjadikan takhta hanya untuk anaknya Herakleonas sia-sia saja. Justru usaha ini telah dijadikan alasan untuk memperkuat tuduhan itu. Seperti halnya dengan rakyat, tentara juga bergolak. Pergolakan ini berlangsung selama berbulan bulan. Gejolak itu baru kemudian berhenti setelah pengangkatan Konstans anak Konstantin duduk bersama-sama dengan Herakleonas mengemudikan kerajaan.

Cyrus kembali ke Mesir

Melihat bahwa pemberontakan sudah hampir berakhir, dan bahwa Konstans akan mewarisi takhta ayahnya, Cyrus cepat-cepat berangkat ke Mesir dengan kesepakatan Martina dan anaknya. Ikut bersama dia sejumlah besar pendeta dan angkatan bersenjata yang dipersiapkan untuk memberikan bala bantuan kepada pasukan Rumawi yang sedang mempertahankan Mesir itu. Barangkali timbul perasaan dalam hati Ratu itu bahwa angkatan bersenjata ini akan merupakan kekuatan baginya di negeri Firaun itu, dan dia dan anaknya akan dapat berlindung jika kemudian terjadi intrik-intrik dari lawan-lawannya di Bizantium dan sekali lagi rakyat memberontak kepadanya. Dalam bulan September 641 armada yang membawa Cyrus dan rombongannya itu tiba di ibu kota Mesir. Jenderal Rumawi tua itu disambut sebagai pahlawan yang datang dari pihak Kaisar untuk menyelamatkan kota mereka, menyelamatkan agama dan kerajaan mereka.1

Adakah Cyrus sudah mempunyai suatu maksud terencana dan politik pribadi yang dibawanya ke Mesir? Butler berpendapat bahwa maksudnya memang kuat sekali hendak mengadakan perdamaian dengan pihak Arab, dan bahwa dia "tak dapat diragukan lagi akan mengajak Kaisar - yang kurang pengalaman dan tak punya pendapat itu - untuk tunduk dan menyerah kepada pihak Arab. Pendapat ini juga yang dibawanya ke sidang senat yang sudah lemah, dan orang-orang istana yang juga lemah dan sudah tak berdaya... Yang jelas di balik semua itu bahwa dia hendak mempengaruhi Ratu Martina dengan pendapatnya yang picik itu, terutama karena pendukung-pendukungnya menghendaki perdamaian dengan pihak Arab, dengan cara apa pun. Dalam politiknya, Ratu memang selalu suka menyerah dan tunduk, dan itulah pendapat Cyrus yang tetap dikatakan terus-terang pada setiap kesempatan. Butler menafsirkan pendapat itu bahwa Cyrus "ingin memperkuat kedudukannya dari segi agama di Iskandariah, dan akan ditegakkan di atas puing-puing kerajaan yang sudah runtuh. Kita tak punya pendapat lain yang lebih sesuai seperti yang dikatakannya itu. Itulah pendapat terbaik yang dapat kita tangkap mengingat hubungannya yang secara diam­diam dengan Amr. Segala tindakannya mengkhianati kerajaan Roma itu dapat kita lukiskan, bahwa pengkhianatannya terhadap kerajaan itu demi apa yang dikiranya baik untuk gereja."

Rasanya saya beralasan kalau berpendapat lain dengan Butler dalam hal ini. Sekali lagi bahwa dia lebih terpengaruh oleh kecenderungannya sebagai seorang Kristiani daripada melihatnya dari kenyataan­kenyataan sejarah. Cyrus ini sudah tahu benar bahwa kaum Muslimin sangat menjunjung tinggi kebebasan beragama setiap penduduk negeri yang didudukinya, dan hal itu jelas sekali dicantumkan dalam semua persetujuan yang dibuatnya. Demikian juga apa yang sudah dilakukan di Syam dan Irak pada masa Abu Bakr dan Umar. Dan mereka tidak akan melanggar segala ketentuan itu di Mesir. Kalaupun mereka menetapkan suatu jizyah kepada penduduk negeri yang didudukinya, tak lain itu demi keamanan mereka, untuk keselamatan mereka dan keluarga, untuk harta mereka, keyakinan dan tempat-tempat ibadah mereka, tanpa membeda-bedakan antara sekte Marcionit dengan sekte Monofisit, antara Rumawi yang berkuasa dengan orang-orang Kopti yang dijajah. Juga kita tidak akan mengira bahwa Cyrus telah terdorong oleh nafsunya dcngan mengira bahwa dia mampu mempermainkan atau menipu Amr bin As, orang Arab yang cerdas dan cekatan itu, lalu dia sendiri bebas kembali melakukan penindasan dan kekejaman seperti dulu. Kalaupun dugaan Butler itu benar bahwa kedatangan Cyrus ke Mesir hanya dengan tekad hendak mengadakan perdamaian dengan pihak Arab, bukan untuk tujuan agama atau politik. Malah dia melihat bahwa berperang dengan mereka hanya akan membawa kehancuran Rumawi, terutama setelah adanya intrik-intrik dalam istana; mereka makin lemah dan kerajaan mereka pun akan menjurus kepada kehancuran.

Kita tidak perlu mendahului segala peristiwa itu dengan bicara tentang maksud-maksud dan tujuan politik Cyrus, sementara peristiwa­peristiwa itu sedang berjalan, yang nanti akan membatasi politik itu sendiri demikian rupa sehingga tak perlu rasanya kita menduga-duga. Baik kita tinggalkan saja Cyrus di Iskandariah, dan kita kembali ke Babilon untuk mengikuti perjalanan dan tujuan pasukan Muslimin di sana.

Dalam bulan Mei tahun itu Amr dan pasukannya meninggalkan Babilon, yakni ketika kekacauan di ibu kota kerajaan Rumawi karena kematian Konstantin sudah mencapai puncaknya. Amr mengambil jalan pesisir sebelah kiri Sungai Nil, provinsi Buhairah sekarang, hingga perjalanan pasukannya tak terhalang oleh terusan-terusan yang membentang di selatan Delta di provinsi Manufiah. Selama tinggal di benteng Babilon itu ia telah berhasil meminta bantuan orang-orang Kopti yang berada di .bawah kekuasaannya untuk memperbaiki jalan dan membangun beberapa jembatan. Inilah yang membantunya mempercepat perjalanannya itu. Dalam perjalanan ini Amr mengajak juga beberapa pemimpin Kopti pilihannya dan dia memang sudah mengadakan hubungan baik dengan mereka untuk kemudian dijadikan penghubung dia dengan penduduk negeri.

Yang pertama kali dipikirkan oleh Amr ialah menguasai Naqiyus serta bentengnya yang kuat. Naqiyus ini terletak di tepi kanan Sungai Nil, beberapa mil di utara Manuf, sementara Manuf sendiri sudah berada di bawah kekuasaan Muslimin seperti sudah disebutkan. Pasukan Rumawi berusaha hendak menghadang Amr selama dalam perjalanannya menyusuri tepi kiri itu, sebelum ia mencapai Naqiyus. Ini dimaksudkan supaya ia tidak menyeberangi sungai. Mereka mengadakan pertahanan di Tarnut - atau Tarana seperti yang biasa disebut kalangan sejarawan - yang terletak di tepi Sungai Nil berhadapan dengan Zawiah Razin di selatan Manuf. Oleh Amr mereka disambut dan pertempuran seru pun tak terhindarkan. Amr tidak menemui kesulitan untuk mengalahkan mereka kendati mereka memang sudah mati-matian bertempur.

Kemenangan Muslimin di Naqiyus

Amr meneruskan perjalanannya hingga berada di depan Naqyus dengan bentengnya yang begitu kekar. Amr mengira bahwa penghuni benteng itu akan berlindung dengan benteng itu dan Sungai akan dijadikan perintangnya. Karenanya ia menyusun suatu strategi untuk dapat menyeberang ke tempat mereka. Ia berunding dengan pemimpin-pemimpin Kopti yang sengaja diajak dalam perjalanan itu. Tak terpikir olehnya bahwa Naqiyus dan bentengnya itu akan dibiarkan, dan ia akan meneruskan langkahnya ke ibu kota. Ia khawatir persenjataan di benteng itu akan diangkut ke luar dan barisan belakangnya akan disergap sehingga rencananya akan berantakan. Tetapi menyeberangi Sungai Nil pada hari-hari bulan Mei itu tidak sulit, karena air sudah mulai surut dan arus sudah reda. Dengan demikian pasukannya dengan mudah menyeberang dengan kapal atau melalui jembatan.

Tetapi yang dipikirkan pihak Rumawi dalam hal ini tidak sama dengan yang dipikirkan Amr. Terpikir oleh mereka, bahwa kalau mereka meninggalkan benteng itu dan mengikuti perjalanannya ke ibu kota tanpa perlawanan, terutama sesudah jebolnya pertahanan garnisun di Tarnut, hal itu akan melemahkan semangat dan mereka akan segera menyerah kepada pasukan yang memang sudah tak dapat dikalahkan itu. Oleh karenanya, komandan benteng itu keluar bersama semua anggota pasukannya. Mereka naik ke kapal yang sudah disiapkan untuk pertahanan kota, dan berusaha hendak merintangi pasukan Arab dari tujuannya. Amr sudah melihat kapal itu dan orang-orang yang berusaha keluar hendak membendung langkahnya. Maka dikeluarkannya perintah agar mereka dihujani panah. Maka mereka yang sudah meninggalkan kapal itu kembali ke dalam kapal dengan anggapan kapal itu menjadi tempat perlindungan yang akan menyelamatkan mereka dari serangan musuh. Tetapi pasukan Muslimin tidak membiarkan mereka lari. Mereka dikejar terus sampai ke dalam Sungai sambil menghujani mereka dengan panah. Terbayang oleh komandan Rumawi itu bahwa pasukan Muslimin akan menyeberang Sungai ke tempatnya itu. Mungkin dia sudah pernah mendengar tentang mereka dulu yang pernah menyeberangi Tigris ke Mada'in dengan pasukan berkudanya padahal Sungai Tigris ketika itu sedang pasang dengan arus gelombang yang meluap-luap. Sesudah mengeluarkan perintah kepada anak buah kapal itu ia sendiri cepat-cepat lari menuju Iskandariah. Melihat apa yang dilakukannya itu, pasukannya segera meletakkan persenjataan dan menyerahkan diri dengan harapan pertama-tama menyelamatkan diri dari maut. Tetapi pasukan Muslimin tidak membiarkan mereka begitu saja. Mereka dikepung dan habis terbunuh. Setelah itu mereka memasuki kota tanpa mendapat perlawanan sesudah dikosongkan dari pasukan pertahanan kota.

Hanna Naqyusi, sejarawan masa itu menyebutkan: Mereka memasuki kota, "lalu membunuh semua penduduk yang mereka jumpai di jalan. Orang yang berlindung masuk ke dalam gereja pun tak ada yang selamat, dan tak ada yang dibiarkan, laki-laki, perempuan dan anak-anak. Kemudian mereka menyebar ke sekitar Naqiyus, merampok dan membunuh siapa saja yang mereka jumpai. Setelah memasuki kota Sawuna dan melihat Iskotaus dan keluarganya, yang masih berkeluarga dengan Theodorus, ketika itu ia bersembunyi bersama keluarganya di sebuah kebun anggur, mereka semua dihabisi, tak ada seorang pun yang hidup. Tetapi apa yang sudah itu harus kita sudahi, sebab tidak mudah buat kita menguraikan semua kekejaman Muslimin setelah mereka menguasai pulau Naqiyus."2 Kata-kata yang dikutip oleh Butler dari buku Hanna itu tampak sangat berlebihan. Ustaz Muhammad Farid Abu Hadid, penerjemah Butler itu membuat catatan: "Rupanya ini sangat dilebih­lebihkan oleh penulis (Hanna Naqyusi), terdorong oleh rasa cemburu dan dengki terhadap pihak Arab yang menang perang, mengingat bahwa dasar-dasar pertama yang menjadi pegangan orang Arab dalam perang, tidak boleh membunuh orang yang sudah menyerah, perempuan, orang lanjut usia dan anak-anak. Itulah yang diperintahkan oleh agama, dan ini pula yang ditekankan oleh para khalifah yang mula-mula kepada para komandan dan pasukannya."

Selama tinggal di Naqiyus itu Amr membersihkan semua bekas Rumawi. Ia menugaskan Syarik bin Sumayya dengan sebuah satuan untuk mengawasi pasukan Rumawi yang lari dari Naqiyus menuju Iskandariah. Syarik dapat menyusul pasukan Rumawi yang lari itu. Melihat Syarik dan satuannya yang kecil tak akan mampu mengadakan perlawanan, mereka berbalik dan mengepungnya. Sesudah Syarik melihat jumlah yang besar, dan ia juga melihat ada dataran tinggi tak jauh dari tempatnya itu, ia segera berlindung dan memerangi mereka dari atas dataran itu. Tetapi ia baru menyadari bahwa kalau ia tak mendapat bala bantuan, ia akan hancur. Ia segera mengutus Malik bin Na'imah as­Sadafi, seorang penunggang kuda yang mahir. Kemudian ia turun dari dataran tinggi itu sambil menyerang pasukan Rumawi, dan terus lari ke tempat Amr di Naqiyus sehingga tak ada yang dapat mengejarnya. Amr memberikan bala bantuan kepada Syarik begitu diketahui kedudukannya yang serba sulit itu. Mengetahui adanya bala bantuan itu pasukan Rumawi segera angkat kaki, lari sebelum saling berhadapan. Sejak hari itu tanah tinggi tempat terjadinya pertempuran tersebut diberi nama menurut nama panglima Arab yang berlindung di tempat itu, yang sampai sekarang dikenal dengan nama "Bukit Syarik."

Dengan persenjataan lengkap Amr menyusul Syarik dan satuannya, dengan meninggalkan ruas jalan Rasyid di sebelah kanan dan menyusuri ruas jalan Kanubi yang menuju ke Iskandariah. Mengetahui pihak Rumawi sudah siap hendak menghadangnya di Sultais, sejauh 6 mil di selatan Damanhur, ia pun menuju ke sana. Mereka kini terjebak dalam pertempuran sengit yang berakhir dengan kekalahan pasukan Rumawi. Bagaimana mereka tak akan kalah, di tempat itu tak terdapat benteng untuk tempat mereka berlindung. Mereka lari tanpa berhenti lagi di Damanhur, dan baru berhenti setelah sampai di perbentengan Kiryaun, serangkaian benteng terakhir sebelum Iskandariah. Di sana mereka bergabung dengan pasukan Rumawi yang lain, dan semua bersiap-siap untuk bertempur lagi di bawah pimpinan Theodorus.

Theodorus, panglima tertinggi Rumawi di Mesir itu, sudah memperkirakan, bahwa kalau mereka kalah di Kiryaun, ibu kota akan terbuka buat pasukan Arab, dan ini akan mendorong mereka mengepung dan menekan kota itu. Kalaupun pertahanan kota itu sudah kuat dan mudah mempertahankan, langkah terbaik sedapat mungkin membuat jarak waktu antara pihak penyerang untuk mencapai tembok itu. Oleh karena itu dia sendiri yang berangkat ke Kiryaun memimpin sebuah pasukan besar yang diyakini akan mampu menahan pihak penyerang di tempat itu. Lebih yakin lagi dia, bahwa pihak Rumawi sudah memugar dan makin memperkuat benteng-benteng di Kiryaun itu, dan terusan Su'ban di depannya akan lebih melindungi pertahanannya. Jalan dari sana ke Iskandariah yang sudah diratakan juga akan mampu membawa bala bantuan besar-besaran bilamana saja diperlukan. Pihak Rumawi sudah mengenal betul keadaan sekitar Kiryaun itu. Bila saja terjadi suatu pertempuran sengit, mereka sudah didatangkan dari segenap penjuru untuk rnemperkuat Theodorus dan pasukannya. Mereka didatangkan dari Khais, dari Sakha', Balhib dan dari tempat-tempat lain di negeri itu. Mereka akan bergabung dengan pasukan kerajaan untuk lebih memperkuat barisan yang sudah ada.

Perjalanan menuju Kiryaun

Berapa banyak jumlah pasukan yang dibawa oleh Amr ke Kiryaun? Kalangan sejarawan tidak menyebutkan selain jumlah 12.000 yang sudah dikirimkan oleh Amirulmukminin ke Mesir waktu itu, seperti sudah kita sebutkan di atas. Mereka sudah terlibat dalam beberapa kali pertempuran, sementara itu tentu tidak sedikit di antara mereka yang terbunuh. Juga di antara mereka yang harus tinggal di markas-markas untuk menjaga dan memelihara keamanan dan tata tertib tempat-tempat yang ditinggalkannya itu. Adakah ia meminta bantuan orang-orang Kopti yang sudah menjadi pengikutnya lalu memasukkan mereka ke barisan pasukannya? Atau meminta bantuan orang-orang badui yang tinggal di sana sini di Sahara Mesir seperti yang dilakukannya dulu setelah kemenangannya di Farama? Sukar mengatakannya, mana yang mungkin dari keduanya. Besar dugaan bahwa Amirulmukminin telah mengirimkan bala bantuan baru kepada Amr sesudah kemenangannya di benteng Babilon dan ketika ia memberi izin berangkat ke Iskandariah. Untuk mengirimkan bala bantuan waktu itu tidak begitu sulit. Markas-markas tentara di Basrah dan Kufah dulu pernah memberikan bala bantuan kepada pasukan Muslimin di Persia. Syam waktu itu sudah aman sehingga tidak perlu dikhawatirkan akan terjadi pemberontakan penduduk kepada penguasa. Sedang Rumawi yang sekarang sibuk di Mesir tidak mungkin akan berusaha kembali ke Syam atau mengadakan serangan di sekitarnya, apalagi setelah terjadi intrik-intrik dalam istana mereka itu. Di samping itu semua, kalau kita sebutkan bahwa Umar tidak pernah menahan bala bantuan untuk para komandannya di negeri-negeri itu, kepada Amr pun ia sudah menjanjikan bala bantuan demikian jika ia sudah memasuki Mesir. Beralasan juga kalau kita katakan bahwa dia sudah mengirimkan pasukan demi pasukan setelah melihat keberhasilannya di Mesir, dan bahwa Amr berangkat ke Iskandariah memimpin lebih dari 15.000 atau lebih dari 20.000 anggota pasukan.

Boleh jadi juga ia sudah meminta bantuan orang-orang Mesir atau orang-orang badui untuk meratakan jalan dan menjaganya serta membawa bahan makanan untuk pasukannya. Bahkan barangkali ia meminta bantuan orang-orang yang sudah mendapat kepercayaannya, dan menempatkan mereka di markas-markas untuk menjaga keamanan dan ketertiban. Sedang anggota pasukan yang sanggup bertempur menghadapi pasukan Rumawi di medan pertempuran semua terdiri dari orang-orang Arab Muslimin.

Sekarang Amr dan pasukan Rumawi sudah berhadap-hadapan di Kiryaun, dan terjadi pertempuran yang begitu dahsyat yang tak pernah dialami dalam pertempuran-pertempuran sebelumnya. Pertempuran itu berlanjut sampai tiba gelap malam dan kedua-pihak tak ada yang menang. Malah barangkali hari itu Rumawi lebih unggul mengingat jumlah pasukannya yang besar, dan bertempur mati-matian mempertahankan tempatnya itu, di samping karena benteng-benteng Kiryaun melindungi dan menopang mereka dari belakang. Hari berikutnya pertempuran berkecamuk dari pagi, kemudian keduanya masing-masing berpisah seperti yang terjadi hari kemarin. Yang demikian ini berlangsung selama sekitar sepuluh hari, kadang pihak Muslimin yang lebih unggul, kadang pihak Rumawi. Pihak Rumawi telah memperlihatkan segala macam kemahiran dan kekuatannya serta gigihnya bertempur. Hal ini dapat menimbulkan rasa gentar juga dalam hati pasukan Muslimin, sehingga pada suatu hari Amr dengan tiap kelompok pasukannya melakukan salat khauf satu rakaat dengan dua kali sujud. Tetapi kekuatan Rumawi tidak membuat hati pasukan Muslimin gentar atau semangat mereka akan menjadi kendor. Bahkan mereka lebih berapi-api dan dengan semangat menyambut maut. Ketika itu Wardan, pembantu Amr bin As berada di depan membawa bendera, dan Abdullah, anak Amr bin As bertempur di sampingnya. Pada suatu pertempuran Abdullah mengalami luka berat yang membuatnya tak berdaya menahan lukanya. Ia menoleh kepada orang yang di sampingnya itu seraya berkata: "Wardan, bagaimana kalau saya terlambat sedikit sekadar beristirahat?" Maksudnya sesaat untuk sekadar bernafas. Tetapi Wardan menjawab sambil melompat ke depannya dengan bendera masih di tangan dan semangat yang berapi-api: "Anda ingin beristirahat. Beristirahat itu di depan, bukan di belakang." Mendengar itu Abdullah langsung melompat dan terus bertempur di depan tanpa menghiraukan luka-lukanya. Setelah apa yang menimpanya itu diketahui oleh ayahnya, ia mengirim orang menanyakan keadaannya. Tetapi Abdullah menjawab dengan membawa sajak Ibn Itnabah:

Aku berkata kepadanya, kalau ia bersendawa dan berontak marah
Tetaplah kau terpuji atau beristirahat.

Utusan itu kembali kepada Amr membawa jawaban Abdullah. Amr senang sekali dengan jawaban anaknya itu. "Dia benar-benar anakku," katanya.

Kiryaun jatuh

Dengan ketabahan dan semangat serupa itu, serta dengan keberanian menghadapi maut, pasukan Muslimin berhasil menduduki Kiryaun dan bentengnya dan berhasil mengalahkan pasukan Rumawi.

Bagaimana mereka mendapat kemenangan itu? Dan apa tindakan mereka? Bagaimana pasukan Rumawi dengan kemahiran yang diperlihatkannya, dengan kekuatan dan ketabahannya bertempur masih juga dapat dikalahkan? Inilah yang tidak pernah disinggung oleh para sejarawan, kendati mereka sepakat bahwa pertempuran Kiryaun berlangsung selama sepuluh hari atau sekitar itu, dan bahwa kedua pihak tampak bertempur habis-habisan. Paling banyak apa yang dikatakan oleh Ibn Abdul-Hakam, sesudah kita sebutkan tentang salat khauf dan Abdullah bin Amr yang mengalami luka parah, dengan mengatakan: "Allah telah memberikan kemenangan kepada pasukan Muslimin dan di tempat ini pihak Muslimin mengalami pembantaian dalam jumlah besar. Tetapi mereka meneruskan perjalanan hingga mencapai Iskandariah." Tidak lain itu juga kata-kata yang digunakan Suyuti dan mereka yang mengutip dari Ibn Abdul-Hakam. Kata-kata itu sekalipun singkat, dan tidak melukiskan bagaimana tindakan pasukan Muslimin dan bagaimana mereka mendapat kemenangan, jelas bahwa kekalahan pasukan Rumawi merupakan kekalahan yang telak sekali. Tetapi Butler mencela sumber Hanna Naqyusi bahwa mundurnya pasukan Rumawi ke Iskandariah perlahan-lahan dan berangsur-angsur sementara sumber Hanna seperti yang dikutip Butler tak lebih menyebutkan bahwa Amr mengirim sebuah pasukan Muslimin yang besar ke Iskandariah dan mereka dapat menguasai Kiryaun. Ketika itu pasukan yang ada di sana bersama Theodorus berangkat ke Iskandariah.

Menggambarkan pertempuran yang begitu sengit berlangsung selama sepuluh hari atau lebih dengan begitu singkat itu, patut sekali disayangkan. Mengetahui faktor-faktor dan sebab-sebab yang membawa kemenangan pasukan Muslimin dan kekalahan pasukan Rumawi sudah tentu mempunyai nilai tersendiri, yang dari satu segi memperlihatkan suasana psikologis kedua pihak, dan dari segi lain suasana psikologis bangsa Mesir menghadapi kedua golongan itu. Pada mulanya pihak Rumawi memperlihatkan keberaniannya sementara pihak Iskandariah selalu memberikan bala bantuan kapan saja diperlukan. Tetapi mengapa pada akhirnya mereka malah mundur padahal jumlah mereka dua kali lipat jumlah pasukan Muslimin, dengan benteng-benteng yang begitu kukuh dan tangguh, dengan bala bantuan yang dipasok selalu dari ibu kota? Adakah itu karena lemahnya pimpinan mereka dan pandainya pimpinan di pihak musuh? Atau karena disebabkan oleh berita-berita yang sampai ke Iskandariah tentang meruncingnya kekacauan di ibu kota kerajaan itu, dan berita-berita itu sampai juga kepada pasukan di Kiryaun dan mengakibatkan lemahnya moral mereka? Atau karena pasukan Arab sudah mendapat bala bantuan yang memperkuat posisi mereka lalu mereka menyerbu benteng-benteng musuh? Atau karena pasukan Muslimin merasa kedudukannya sudah serba sulit lalu mereka bertekad, menang atau mati, seperti yang pernah mereka lakukan dulu di Yamamah dan di Yarmuk, sehingga pihak Rumawi dengan segala kegigihannya mempertahankan hidup, tak mampu membendung serbuan pasukan Muslimin? Ataukah karena sikap bangsa Mesir yang membantu pihak Muslimin berpengaruh juga terhadap kedua pihak? Mungkin juga salah satu faktor ini ada pengaruhnya, atau mungkin semuanya berpengaruh dengan akibat sampai berakhirnya pertempuran itu. Di samping itu mungkin masih ada faktor-faktor lain yang tak ada hubungannya dengan semua itu dan berakhir dengan kesudahan di atas. Bagaimanapun juga kita tak dapat memastikan bahwa ada faktor tertentu yang menyebabkan datangnya kemenangan itu, karena para sejarawan yang menguraikan panjang lebar seperti gambarannya tentang Kadisiah, tentang Yarmuk dan tentang Nahawand, samasekali tidak menyebut apa-apa yang akan dapat meyakinkan kita mengenai faktor-faktor dan sebab-sebab yang membawa kemenangan Muslimin dan hancurnya pasukan Rumawi di Kiryaun itu.

Sikap orang-orang Mesir atas pengepungan kota Iskandariah

Hanya saja yang dapat kita simpulkan dari jalannya peristiwa-peristiwa itu bahwa pengaruh sikap orang-orang Mesir itu tidak banyak artinya terhadap hasil pertempuran itu. Mereka memang sangat membenci Rumawi. Setiap bantuan yang pernah mereka berikan hanyalah karena terpaksa. Di samping itu mereka masih menyangsikan maksud­maksud Muslimin terhadap mereka, terutama karena pasukan Muslimin - karena dalam keadaan perang - mengambil harta orang-orang Mesir untuk keperluan makanan dan persediaan mereka, dan memperlakukan dengan tangan besi mereka yang tak mau tunduk. Tetapi sebelum kedatangan pasukan Arab itu penduduk negeri memang sudah selalu memberontak terhadap kekuasaan Rumawi. Dengan kekalahan Heraklius di Syam mereka mengharapkan akan ada kesempatan mereka membebaskan diri dari kekuasaan Rumawi dan wakilnya di Mesir, agar mereka dapat memerintah negeri mereka sendiri. Dengan demikian mereka akan bebas dari segala tindakan kejam dan penindasan, dan mereka dapat mengurus hasil negeri mereka sendiri. Adakah orang-orang Arab itu jika mereka dapat mengalahkan Rumawi di Mesir lalu mereka menggantikan kedudukannya dan memonopoli kekuasaan atas penduduk negeri, mengambil segala kekayaan negeri seperti yang dilakukan Rumawi! Bukankah dalam perjanjian Babilon pihak Muslimin sudah menentukan jizyah terhadap mereka? Sedang dari segi ras, bahasa, keyakinan dan adat istiadat kaum Muslimin itu berbeda dengan mereka. Adakalanya nanti mereka dipaksa berganti agama, seperti yang dilakukan Rumawi yang memaksa mereka agar berganti mazhab. Semua inilah yang membuat orang-orang Mesir sangat membenci kekuasaan Rumawi dan masih mengkhawatirkan kekuasaan Arab. Itulah, kalaupun mereka membantu salah satu pihak hanyalah karena terpaksa. Memang begitulah mereka sebagai suatu bangsa. Tidak salah orang yang menyimpulkan bahwa kemenangan yang diperoleh Arab atau kekalahan yang diderita oleh Rumawi di Kiryaun buat mereka tak ada pengaruhnya.

Dengan sendirinya pendapat ini tidak hanya ditujukan kepada sekelompok kecil orang-orang Mesir yang bergabung kepada pihak Rumawi karena suatu kepentingan atau karena didorong oleh semangat sesama Kristen atau khawatir pihak Muslimin akan memaksa mereka berganti agama. Juga tidak ditujukan kepada sekelompok kecil yang bergabung kepada Muslimin dan sebagian ada yang menganut Islam karena suatu kepentingan juga, atau karena dendam terhadap pihak Rumawi yang melakukan kekejaman dan penindasan terhadap orang­ orang Mesir. Kelompok-kelompok kecil semacam ini akan terdapat pada setiap bangsa dan setiap zaman. Tetapi pendapat ini berlaku terhadap mayoritas orang Mesir di mana pun mereka berada. Dan mayoritas inilah yang dapat menggambarkan haluan mereka yang sebenarnya. Mereka membenci Rumawi dan tidak pula menyukai orang Arab. Tujuan pokok mereka ialah jangan ada anak negeri yang bekerja sama dalam pemerintahan dan segala yang diperoleh dari hasil buminya.

(sebelum, sesudah)


Umar bin Khattab
"Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu"
 
Judul asli "Al-Faruq Umar" cetakan ke 7 oleh Muhammad Husain Haekal, Ph.D.,
dengan izin ahli waris, Dr. Ahmad Muhammad Husain Haekal, kepada penerjermah.
diterjemahkan oleh Ali Audah.
Cetakan pertama, April 2000
Diterbitkan oleh P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel. (0251) 330505, 370505, Fax. (0251) 380505 Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-38-7
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. IKRAR MANDIRIABADI, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team