Umar bin Khattab

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

19. Mesir Diduduki (4/4)

Heraklius menolak isi perjanjian

Heraklius bukan orang yang tidak tahu tentang kekuatan dan keberanian Arab. Selama beberapa tahun yang lalu ia sudah mengalaminya sendiri di Syam, yang tak akan membuat dia lupa dan tak mungkin melupakannya. Tetapi samasekali tidak terbayangkan bahwa kejadian itu akan terulang lagi terhadap pasukannya yang di Mesir, dan akan berlangsung secepat itu. Faktor-faktor ras dan geografi yang ada di Syam tidak terdapat di Lembah Nil itu. Dia adalah orang yang paling tahu tentang benteng Babilon. Benteng itu begitu kukuh untuk dapat dikalahkan oleh pihak yang mengepungnya, di samping pimpinan yang baik pula untuk mempertahankannya. Pasukannya di Mesir terdiri atas 100.000 prajurit bertempur melawan 12.000. Bagaimana jumlah yang kecil yang berjalan di padang pasir ini dapat mengalahkan kekuatan yang begitu besar, yang bertahan di balik tembok-tembok yang begitu kuat dan benteng-benteng yang penuh dengan segala perlengkapan perang? Dalam hal ini tentu ada suatu rahasia yang sampai menimbulkan bencana yang begitu parah menimpa jantung kerajaannya. Oleh karena itu timbul amarahnya dan menuduh Muqauqis bahwa dia telah mengkhianati kerajaan dan menyerahkan Mesir kepada Arab. Ia telah memvonisnya sebagai penjahat dan pelaku kejahatan dan dilukiskan sebagai pengecut dan kafir. Dia diserahkan kepada penguasa kota yang kemudian dicemarkan namanya dan dihina. Setelah itu dikeluarkan dari negerinya sebagai orang buangan.

Sebenarnya Heraklius tidak berlebihan ketika timbul berbagai macam perasaan dalam hatinya dan timbul rasa curiga mengenai sebab-sebab kekalahan pasukannya. Dengan kata-kata ini kita tidak bermaksud memvonis Muqauqis bahwa dia sengaja berkhianat kepada kerajaan, tetapi maksud kita bahwa ketika itu benteng itu mampu mengadakan perlawanan, garnisun dan pengawalnya tidak akan mengalami kekalahan jika komandannya mampu dan tidak melepaskan penghuni benteng untuk menghadapi pasukan Arab di medan terbuka, cukup dengan menghujani lawan dengan panah dan manjaniq. Untuk itu, bukti yang paling jelas ialah peristiwa yang terjadi setelah Muqauqis diasingkan. Heraklius menolak mengukuhkan perdamaian dengan Amr itu. Pihak Muslimin di Mesir mengetahui penolakan itu pada hari-hari terakhir bulan Desember tahun 640. Gencatan senjata itu berakhir dan kembali terjadi pertempuran antara kedua pihak. Garnisun di benteng sudah berkurang jumlahnya, dan bala bantuan pun tak ada yang datang. Keadaan waktu itu sangat menguntungkan pihak Arab. Luapan air sudah tak ada dan air Sungai Nil sudah surut, begitu juga air di sekitar parit sudah berkurang sehingga memungkinkan mereka mengadakan serangan. Tetapi sebagai pengganti air pihak Rumawi sekarang memasang besi-besi berduri di parit itu. Di pintu masuk besi-besi berduri itu dibuat begitu rapat. Cara ini jelas merintangi pihak Arab untuk maju menyerang dan menerobos benteng dengan cara kekerasan.

Selama beberapa bulan mereka hanya mengadakan pengepungan dan dalam pada itu antara keduanya terjadi saling melempar manjaniq dan anak panah. Tak lebih kemampuan para pengawal benteng hanya itu. Karenanya, setiap mereka keluar dari benteng atau berusaha hendak menghadapi pihak Arab mereka dapat dipukul mundur dan kembali ke dalam benteng. Demikianlah sementara musim-musim dingin itu berlalu pihak benteng terus mengadakan perlawanan. Andaikata ada bala bantuan dari Naqiyus dan dari Iskandariah, andaikata dari pihaknya Heraklius mengirim seorang panglima yang mahir dengan pasukannya untuk mempertahankannya, niscaya situasinya akan berubah, dan pihak Muslimin sendiri akan menemui banyak kesulitan untuk menguasai daerah yang begitu kuat itu. Sekarang penghuni benteng itu sudah diserang penyakit, sementara bala bantuan belum juga datang. Setiap hari mata mereka terarah ke jurusan menara-menara, tetapi sejauh mata memandang tak ada tanda-tanda bala bantuan akan datang. Dalam pada itu setiap hari mereka mendapat berita bahwa pasukan Arab melakukan serangan ke sekitar daerah itu. Kemudian bulan Maret tahun 641 pun tiba, Sungai Nil sudah hampir kering pula. Ketika itulah datang berita tentang kematian Heraklius, pada paruh pertama bulan Februari tahun 641.12 Kematiannya itu telah menimbulkan kegelisahan yang luar biasa. Sungguhpun begitu pihak benteng terus mengadakan perlawanan. Harapan akan datangnya bala bantuan untuk menolong mereka tetap hidup dalam hati para pengawal benteng itu.

Malapetaka yang menimpa Heraklius di Mesir itu merupakan salah satu sebab yang mempercepat kematiannya. Setelah bertemu Muqauqis ia terserang demam. Kekacauan itu membuatnya tak dapat lagi berpikir untuk membantu benteng Babilon atau mengatur cara-cara pertahanannya. Tak ada yang lain dapat memikirkan hal ini karena pemerintahan waktu itu seluruhnya tenggelam di bawah beban yang berat oleh kekalahannya sejak pasukan Arab menguasai Damsyik dan Baitulmukadas, mengusir pasukan Rumawi dari Syam dan kemudian menyebarkan ketakutan di seluruh Mesir. Tetapi kuatnya tembok-tembok benteng dan menara-menaranya, membuat mereka yang masih hidup dalam benteng itu tetap bertahan terhadap para penyerang sampai akhir Maret dan hari-hari pertama bulan April.

Keberanian Zubair menerobos benteng Babilon

Sungguhpun begitu pihak Arab sendiri juga sudah merasa jemu dengan tujuh bulan yang sudah berlangsung sejak pengepungan benteng itu. Tetapi buat mereka dunia dan kehidupan pribadi mereka sudah tak ada artinya. Mereka teringat pada peranan Khalid bin Wahd di Damsyik, Sa'd bin Abi Waqqas di Mada'in dan Nu'aim bin Muqarrin di Nahawand. Mereka tidak melihat bahwa keberanian diri mereka kurang dari keberanian para pahlawan itu. Terutama Zubair bin Awwam, dialah yang paling bersemangat dan paling siap mati di jalan Allah. Kepada mereka ia berkata: "Saya mempersembahkan hidup saya untuk Allah. Saya berharap Allah akan memberikan kemenangan kepada pasukan Muslimin." Setelah itu beberapa hari kemudian dalam gelap malam dengan dibantu oleh sebuah regu ia mencebur ke dalam parit sekeliling benteng itu di suatu tempat yang sudah dipilihnya. Sesudah mereka memasang tangga ke atas tembok Zubair naik setelah berpesan kepada teman-temannya: Kalau dia sudah bertakbir supaya mereka juga naik dan serentak semua menjawab takbirnya itu. Memang, begitu berada di atas benteng, Zubair bertakbir dengan pedang yang berkilauan di tangannya, yang langsung diikuti oleh teman-temannya yang lain. Mereka menaiki tangga itu lalu bergabung ke samping dan bertakbir bersama-sama. Takbir ini disambut pula oleh pasukan Muslimin yang di luar benteng. Setelah pasukan Rumawi yakin bahwa pihak Arab sudah menyerbu, mereka lari. Zubair menuju ke gerbang benteng dan begitu dibuka pasukan Muslimin menyerbu masuk. Benteng itu dengan segala isinya mereka kuasai.

Demikian sebuah sumber menyebutkan. Sumber yang dikutip oleh Butler dari Tabari mengatakan bahwa Zubair dan kawan-kawannya naik ke atas benteng itu, membunuh pengawalnya dan membawa kepalanya. Ketika hendak turun, mereka melihat garnisun benteng itu sedang memasang sebuah dinding melintang di koridor di atas tembok-tembok di bagian itu. Mereka tinggal di tempat mereka berada itu. Pagi-pagi sekali komandan benteng itu menawarkan perdamaian kepada Amr dengan menyerahkan pasukannya. Tetapi Zubair menentang perdamaian itu dan berkata kepada Amr: Sebaiknya kita sabar sebentar sampai saya turun dari tembok ke dalam benteng, tentu soalnya akan seperti yang kita inginkan. Tetapi Amr tidak saja menolak pendapatnya itu, bahkan ia membuat persetujuan tertulis dengan komandan benteng, dengan syarat bahwa pasukan itu harus sudah meninggalkan benteng dalam waktu tiga hari dan keluar melalui sungai bersama kekuatan mereka selama berapa hari dengan menyerahkan benteng berikut segala isinya yang terdiri atas barang-barang simpanan dan alat-alat perang kepada pihak Muslimin. Tetapi perincian demikian tidak disebutkan oleh Tabari. Hanya saja semua sejarawan Muslimin menyebutkan bahwa Amr telah memenuhi permintaan Muqauqis untuk berdamai atas dasar jizyah setelah pasukan Muslimin menerobos ke dalam benteng itu. Kalau benar bahwa Muqauqis tak ada di benteng karena ia sudah dibuang setelah menghadap Heraklius, barangkali komandan garnisun itulah yang mengadakan persetujuan damai dengan Amr, seperti dalam sumber yang dikutip Butler di atas.

Pasukan Rumawi itu keluar meninggalkan benteng pada hari keenam bulan April tahun 641. Tetapi mereka menolak menarik diri pada saat itu dengan berlumuran rasa malu dan hina, kalau hari tersebut tidak dijadikan 'hari ratapan dan kesedihan' buat orang Mesir. Orang­orang Kopti yang dipenjarakan di dalam benteng itu selama pengepungan, oleh pihak Rumawi diseret, tangan mereka dipotong dan mereka disiksa. Hal ini membuat Uskup Mesir Hanna an-Naqyusi, seorang sejarawan masa itu, marah besar. Ia memaki-maki mereka di kantornya dan menyebut mereka sebagai "Musuh-musuh Kristus yang telah mengotori agama dengan segala bidat mereka yang palsu, dan mereka merusak keimanan orang dengan cara yang luar biasa, yang tak pernah dilakukan oleh orang-orang pagan dan orang-orang biadab sekalipun. Mereka telah mendurhakai Almasih dan menghina pengikut-pengikutnya. Tak ada orang yang melakukan kejahatan seperti yang mereka lakukan itu, sekalipun oleh penyembah-penyembah berhala."

Benteng itu sekarang hanya untuk pasukan Muslimin setelah pasukan Rumawi keluar. Dengan demikian tahap pertama pembebasan Mesir oleh pihak Arab selesai sudah. Betapa besar tahap ini dalam bahaya diperlihatkan oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam bab ini. Dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan serta pandangannya yang baik Amr telah mampu mengatasinya, kadang dengan berkeliling­keliling di sekitar bahaya itu, kadang dengan langsung menghadapinya. Akhirnya ia berhasil mengibarkan bendera kemenangannya. Kita tinggalkan dia sekarang duduk di tengah-tengah pasukannya, mengumpulkan mereka semua, kemudian mengatur dan menyusun kembali daerah­daerah yang sudah dikuasainya. Setelah itu ia menulis surat kepada Umar meminta izin akan meneruskan perjalanannya ke Iskandariah.

Ketika mengajukan permintaan izin itu ia sudah yakin sekali bahwa Allah akan membukakan jalan untuk mencapai tujuannya itu. Ia sudah melihat bagaimana bencinya orang-orang Kopti kepada pihak Rumawi. Juga ia melihat betapa rapuh dan lemahnya pasukan Rumawi itu. Inilah yang membuatnya lebih yakin bahwa pintu ibu kota Iskandariah yang besar itu akan terbuka baginya. Kota itu akan menyambutnya, seperti dulu telah menyambut Julius Caesar dan Antonius, dan dia akan menduduki takhta Ptolemaeus dan Roma, seperti yang sudah juga dilakukan oleh Sa'd bin Abi Waqqas atas istana-istana para kisra dinasti Sasani.

Amr bin As dan orang-orang Kopti

Sesudah melihat pasukannya berkumpul barangkali ia ingin segera Amirulmukminin mengirimkan ia berangkat. Dilihatnya bumi di sekitarnya sudah tunduk kepadanya. Sesudah keadaan lebih stabil, ia memerintahkan agar dibuat jembatan terdiri dari kapal-kapal antara benteng itu dengan pulau Raudah, dan antara pulau itu dengan Jizah. Dengan demikian dapat menghubungi pantai Sungai serta memudahkan pengawasan atas semua perjalanan kapal dan barang-barang. Setelah itu ia dapat menyebarkan pasukannya ke daerah-daerah yang sudah dikuasainya. Ia dapat menyaksikan pasukan garda nasional yang terdiri dari orang­orang Kopti melihat curiga kepada mereka sambil berkata: Alangkah kolot dan sederhananya orang-orang Arab itu! Kita tidak melihat orang­orang kita yang menganut cara-cara mereka. Ia khawatir hal demikian akan membuat orang-orang Kopti itu tidak senang kepada mereka. Ia memerintahkan agar anak buahnya memotong hewan dan dimasak dengan air dan garam. Orang-orang Kopti itu diundang dan didudukkan di samping orang-orang Arab anggota pasukannya. Orang-orang Arab itu mencicipi kuah dan menggerogoti daging demikian rupa, yang membuat orang-orang Kopti tambah mencemoohkan mereka dan tambah ingin tahu tentang mereka.

Keesokan harinya ia minta dibuatkan macam-macam makanan Mesir dan anggota pasukannya disuruh mengenakan pakaian orang Mesir berikut sepatunya. Orang-orang Kopti itu diundang lagi seperti kemarin. Orang-orang Arab makan seperti orang-orang Mesir dan berperi laku seperti mereka. Sesudah makan orang-orang Kopti itu terpencar dan apa yang telah mereka saksikan telah menimbulkan bermacam-macam pertanyaan dalam hati mereka. Selanjutnya Amr memerintahkan pasukannya pagi-pagi keesokan harinya supaya mengenakan senjata untuk suatu manuver di depan mata mereka. Kepada orang­orang Kopti itu ia berkata: Saya tahu bahwa ada sesuatu dalam hati kalian ketika kalian melihat cara-cara orang Arab yang sangat bersahaja dan sederhana. Saya khawatir kalian membanggakan diri dan merendahkan orang lain. Maka saya ingin memperlihatkan kepada kalian bagaimana keadaan mereka di negeri mereka sendiri, lalu bagaimana mereka di negeri kalian, lalu bagaimana mereka dalam perang. Tatkala sudah terpencar orang-orang Kopti itu berkata: Orang-orang Arab sudah menendang kalian. Dalam sumber lain disebutkan mereka berkata: Orang-orang Arab itu tak dapat dikalahkan, dan mereka sudah menginjak-injak kita di bawah telapak kaki mereka. Apa yang dilakukan Amr itu disampaikan juga kepada Umar sehingga ia berkata kepada teman-teman duduknya: Amr berperang dengan kata-kata, orang lain berperang dengan pedang. Atau katanya: Cara berperangnya lemah lembut, tiada dengan kekerasan dan berkobar-kobar seperti biasanya dalam perang.

Ketika melihat kekuatan pihak Arab orang-orang Kopti itu tunduk kepada mereka. Bahkan ada sekelompok mereka yang memilih dan masuk Islam. Mereka sejalan seiring dengan kaum Muslimin dan dibebaskan dari pembayaran jizyah, sekalipun mereka menjadi sasaran caci maki golongannya sendiri. Orang-orang Kopti yang sudah Muslim itu membantu saudara-saudara mereka orang-orang Arab dalam menagih jizyah serta menyita harta orang-orang Nasrani yang oleh orang­orang Arab dikeluarkan dari kampung mereka. Dengan semua ini kekuasaan Amr atas tanah yang sudah berada di tangannya itu makin kuat dan luas. Dengan demikian, begitu mendapat izin dari Amirulmukminin, ia sudah akan dapat berangkat ke Iskandariah dengan tenang.

Pasukan Amr tidak pula kurang keinginannya untuk juga berangkat ke medan perang. Kemenangan yang diperoleh atas benteng Babilon dan segala isinya telah meningkatkan kekuatan moral mereka yang luar biasa. Seperti dalam hati Amr, dalam hati mereka juga sudah tertanam keyakinan bahwa Allah bersama rnereka, dan bahwa mereka tak akan dapat dikalahkan. Dengan semangat yang penuh rasa harga diri demikian, mereka menyusup ke kampung-kampung, berpindah-pindah ke mana pun yang mereka kehendaki. Mereka dapat menguasai kota-kota Firaun serta peninggalan-peninggalan yang masih ada di daerah, yang dalam kebisuannya dapat bercerita tentang kisah sejarah seluruhnya. Mereka dapat menyaksikan menyingsingnya fajar peradaban baru, melihat lahirnya pribadi anak manusia dan mata akan terbuka. Bila sore hari mereka kembali ke markas, hati dan pikiran mereka penuh rasa takjub. Yang menjadi pembicaraan mereka hanyalah apa yang telah mereka saksikan: Segala peninggalan purbakala yang abadi, peninggalan­peninggalan dunia yang tak ada taranya, begitu agung dan megah. Dari kehidupan kota Memphis yang begitu cemerlang, dan Mesir yang tegak di hadapannya di tepi Sungai Nil yang hendak menyainginya dalam keagungan kehidupannya, kemudian berubah menjadi berkurang bila sejarah sudah memperlihatkan kemegahan dan kekuasaan Memphis kepada generasi demi generasi.

Di samping peninggalan-peninggalan Memphis yang begitu agung yang sangat berkesan dalam hati mereka itu, ialah kehijauan yang begitu menyegarkan dengan segala kenikmatan yang sejauh mata memandang di sekitarnya di tanah yang subur dan makmur itu. Kehijauan demikian sudah pernah mereka lihat di Irak dan Syam, ditambah lagi setelah mereka sampai di Mesir, iman mereka bertambah kuat akan kekuasaan Alkhalik Maha Pencipta. Tetapi apa yang mereka lihat di Memphis itu tak dapat dikalahkan oleh berdirinya kota Iskandariah, dan yang tidak mereka lihat bandingannya di kota-kota dunia selain Memphis. Mereka melihat peninggalan-peninggalan yang dapat bercerita tentang peradaban Firaun purba serta peribadatan mereka dengan cerita yang menakjubkan. Di tempat itu terdapat Kuil Ptah yang besar dan luas, tempat penyembahan matahari seperti yang terdapat di Karnak, Thebes. Di luar itu terdapat pula Kuil Sarapeum, tempat sapi suci Apis bersemayam, dikelilingi dengan segala kemegahan dan kebesaran. Di depan Kuil ini terdapat dua deretan panjang patung-patung Abulhaul (Sphinx). Akan segera timbul rasa takut bagi orang yang masuk ke dalamnya. Kuburan sapi-sapi suci itu terdapat di belakang Kuil itu, yang tampak begitu agung. Pemandangan ini tak lain hanya akan menimbulkan kekaguman terhadap suatu bangsa yang telah meninggalkan lukisan-lukisan, patung-patung, gedung-gedung pertunjukan dan bangunan­bangunan besar, yang semuanya itu menunjukkan tingginya kedudukan reka dalam peradaban.

Demikianlah keadaannya dalam menggambarkan sembahan-sembahan mereka itu dan dalam mendirikan simbol-simbol berupa patung­patung yang begitu indah. Tetapi bagaimana pendeta-pendeta dan firaun­ firaun itu sampai lupa akan penyembahan kepada Allah Yang Maha Esa, yang akan menjadi sumber keimanan hati manusia yang sudah mendapat cahaya kebenaran itu. Mahabenar Allah dalam firman-Nya ini: "Engkau tidak akan memberi hidayah kepada siapa pun yang kau cintai; tetapi Allah, Dialah yang akan memberi hidayah kepada siapa saja Ia kehendaki, dan Dia lebih tahu siapa yang menerima petunjuk." (Qur'an, 28: 56). Karenanya agama Nasrani telah menghapus corak­corak dan upacara-upacara itu dari peribadatan. Dan sekarang pasukan Islam datang ke bumi Firaun ini, dan benderanya berkibar di atas kawasan itu untuk menegakkan agama yang benar hingga akhir zaman.

Perjalanan ke Iskandariah

Di mana pula kebenaran akan ditegakkan kalau bukan di surga Allah di muka bumi ini. Dan yang menegakkannya hanyalah tentara Allah yang telah menyerahkan hidupnya kepada Allah dengan ikhlas demi agama. Oleh karena itu, Memphis dengan segala keindahannya itu tidak menarik hati anggota-anggota pasukan itu untuk tinggal menetap di sekitar tempat itu. Kerinduan hendak pergi ke Iskandariah itulah yang menggerakkan hati mereka begitu kuat, seperti yang telah menggerakkan hati komandannya, dan membuatnya ingin cepat-cepat mendapat izin dari Amirulmukminin untuk segera berangkat.

Tidak berselang lama izin itu pun datang. Umar sudah tahu bahwa sesudah tiga bulan lagi Sungai Nil akan kembali pasang dan meluap. Maka akan lebih baik jika pasukan itu berangkat menaklukkan ibu kota Mesir sebelum tiba waktu air meluap. Begitu Amr bin As menerima surat izin berangkat, sepasukan Muslimin ditinggalkannya di benteng Babilon di bawah pimpinan Kharijah bin Huzafah as-Sahmi. Dia sendiri setelah itu berangkat memimpin pasukan menuju kota yang besar itu, pusat segala keindahan, ilmu dan seni di seluruh dunia.

Catatan Kaki:

  1. Butler, Fath Misr h. 185, terjemahan Abu Hadid. - Pnj.
  2. Kota Babilon ini bukan yang terletak di sekilar Sungai Furat di lrak, melainkan nama perbentengan dan kota Rumawi-Bizantium di Memphis, letak kota lama Kairo yang sekarang. - Pnj.
  3. Kota yang terletak di timur laut Kairo ini kadang dieja dengan Balbis, Bilbais dan Bolbis, dari asal kata bahasa Kopti Phelbes. - Pnj.
  4. Diambil dari nama maharaja Roma, Marcus Ulpius Trajanus yang berkuasa dalam pertama Masehi. - Pnj.
  5. Beberapa sumber masih berselisih pendapat mengenai bala bantuan itu, kapan dikirimkan ke Mesir, dikirimkan sekaligus atau dalam dua tahap. Yang melansir sumber­ sumber itu Ibn Abdul-Hakam dan dikutip oleh sebagian besar sejarawan. Tetapi yang kita pilih sumber yang di dalam teks karena itu merupakan sumber yang lebih cocok dengan jalannya peristiwa. Adapun sumber-sumber lain, salah satunya menyebutkan bahwa "Umar bin Khattab merasa kasihan kepada Amr lalu mengirim Zubair menyusul­ nya dengan 12.000 orang anggota pasukan dan ia ikut menyaksikan kemenangannya itu." Sumber lain menyebutkan bahwa bala bantuan yang dikirimkan Umar kepada Amr itu 4000 orang, setiap seribu dipimpin oleh satu orang, dan ia menulis kepadanya: "Saya sudah mengirimkan bala bantuan 4000 orang, pada tiap seribu satu orang: satu orang yang memimpin seribu orang itu ialah: Zubair bin Awwam. Miqdad bin Aswad, Ubadah bin Samit dan Kharijah bin Huzafah. Ketahuilah bahwa yang bersama Anda ada 12.000 orang. Janganlah 12.000 terkalahkan karena jumlah yang kecil."
  6. Dari bagian seperlima yang sudah menjadi sahamnya. - Pnj.
  7. Aqta 'ahu, menerimanya atau menempatkannya di rumah-rumah kaum Ansar (N). - Pnj.
  8. Sejarawan Yunani yang hidup lima abad Pra-Masehi. - Pnj.
  9. Ain Syams bahasa Arab atau Heliopolis bahasa Yunani, berarti Kota Matahari, "On" alau Kota Cahaya. - Pnj.
  10. Para sejarawan menamakan benteng ini Babilon atau Bab Ilyun dan Istana Lilin (Qasr asy-Syam'). Ibn Tagri Bardi dalam an-Nujum az-Zahirah mengatakan: Amr berangkat hingga sampai di Babilon, dan katanya lagi: Di dalam Istana [yakni Istana Lilin yang di Mesir Lama] ada orang dari Rumawi. Ibn Abdul-Hakam lebih sering menyebutnya Bab Ilyun. Balazuri mengatakan: Nama kota itu Ilyunah dan kaum Muslimin menamakannya Fustat. Tetapi Butler menyebutkan bahwa nama benteng itu dalam bahasa Kopti "Babilon - An Khimi," artinya Babilon Mesir. Disebutkan bahwa Kaisar Trajan membangunnya di sebelah benteng lama yang diberi nama Babilon jauh beberapa abad sebelum masa Trajan, dan bahwa sebabnya diberi nama demikian karena kaum tawanan Babilon dibawa ke sana oleh Sizusteres yang tinggal di sana. Di samping itu masih banyak lagi sumber lain yang akan jadi panjang jika disebutkan mengenai sebab-sebab penamaan ini.
  11. Pesawat pelempar batu (junuq), mungkin sama dengan meriam atau ballista yang biasa digunakan dalam peperangan zaman dahulu. - Pnj.
  12. Butler menyebutkan bahwa Heraklius meninggal 11 Februari tahun 641, sementara dalam Historian's History disebutkan ia meninggal dalam bulan Maret tahun itu. "Kegelisahan tampak sekali dalam hal ini seperti yang juga tampak di mana-mana," menurut ungkapan Butler sendiri. Tetapi di kalangan sejarawan ketika itu perbedaan tidak melebihi dua bulan Februari dan Maret tahun 641 itu.

(sebelum, sesudah)


Umar bin Khattab
"Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu"
 
Judul asli "Al-Faruq Umar" cetakan ke 7 oleh Muhammad Husain Haekal, Ph.D.,
dengan izin ahli waris, Dr. Ahmad Muhammad Husain Haekal, kepada penerjermah.
diterjemahkan oleh Ali Audah.
Cetakan pertama, April 2000
Diterbitkan oleh P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel. (0251) 330505, 370505, Fax. (0251) 380505 Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-38-7
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. IKRAR MANDIRIABADI, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team