Umar bin Khattab

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

19. Mesir Diduduki (3/4)

Pertempuran Ain Syams

Pagi-pagi sekali pasukan Rumawi telah keluar dari benteng mereka dan pergi ke sekitar biara-biara dan kebun-kebun yang mengelilingi benteng itu dari timur laut. Sementara mereka maju menuju Ain Syams terbetik berita bahwa Amr dan pasukannya telah pula menyusur dari sana hendak menyongsong mereka. Karena gembiranya mereka mengnggap enteng lawan mereka itu, dan mereka yakin pula bahwa kemenangan akan berada di pihak mereka. Mereka saling berjanji akan bertempur sampai mati. Tak ragu lagi mereka bahwa jika hari itu mereka tidak memperoleh kemenangan, istana mereka akan hancur dan kekuasaan mereka akan habis di negeri yang kaya dan subur ini.

Setelah kedua pihak sekarang berhadap-hadapan, maka pecahlah pertempuran hebat, mereka berbaur berkelindan hingga mencapai puncaknya, masing-masing tak mau berpisah sebelum dipisahkan oleh perang. Sementara mereka dalam keadaan demikian, tiba-tiba muncul satu regu yang bersembunyi di gua Banu Wa'il, meluncur turun dari bukit dan menghujani barisan belakang pasukan Rumawi dengan pukulan yang sangat menentukan. Pihak Rumawi sendiri tidak tahu adanya muslihat itu. Akibatnya, bencana ini membuat mereka panik dan ketakutan, barisan mereka porak-poranda dan mundur ke bagian kiri arah ke Umm Dunain. Ketika itu juga keluar pula dari tempat persembunyian yang sebuah lagi dan menghujani mereka dengan pukulan-pukulan mematikan. Terbayang oleh mereka bahwa setelah ketiga angkatan bersenjata Arab itu. menggempur mereka dari jurusan yang berbeda-beda, sudah tak ada harapan lagi mereka akan dapat mengadakan perlawanan. Kesatuan mereka menjadi cerai-berai, kebanyakan mereka melarikan diri mencari selamat dari hantaman pedang. Sebagian mereka yang lari itu sudah ada yang sampai ke benteng dan berlindung di sana, dan sebagian lagi karena ketakutan terjun ke sungai dan tinggal dalam kapal-kapal mencari selamat dengan perlindungan air, hingga mencapai benteng itu dari belakang. Jumlah mereka yang tewas dalam pertempuran itu dan yang lari tak terhitung banyaknya. Pasukan Muslimin melihat ketakutan yang dialami musuh, mereka berbelok ke benteng Umm Dunain dan menguasainya sekali lagi. Dengan demikian pasukan Muslimin telah mendapat kemenangan gemilang dalam pertempuran ini, yang oleh kalangan sejarawan disebut "Pertempuran Ain Syams." Mereka telah dapat menjejakkan kaki di tepi Sungai Nil itu, dan melihat seluruh Mesir sudah akan berada di tangan mereka.

Betapa tidak melihatnya sudah akan berada dalam genggaman mereka sesudah diketahui bahwa mereka yang lari berlindung ke dalam benteng Babilon itu tak lama kemudian ketika mendengar pasukan Rumawi sudah hancur, mereka lari lagi dari tempat perlindungannya ke kapal dan pergi dalam ketakutan ke arah barat Nil hingga mencapai benteng Naqiyus di utara Memphis. Kendati masih ada gudang senjata yang cukup kuat yang dapat diandalkan untuk mempertahankan benteng itu, namun kemenangan Muslimin ini telah menggoreskan ketakutan di hati mereka semua, sehingga mereka yakin sekali bahwa tak boleh tidak kemenangan akan berada di pihak lawan. Tindakan Amr setelah pertempuran itu membuat orang makin percaya mengenai hal ini. Ia pergi ke sebuah kota di Mesir dan menguasainya tanpa pertempuran. Angkatan bersenjata yang di dalam benteng itu tidak mampu memberikan bala bantuan seperti yang pernah dilakukan dulu. Setelah itu ia memindahkan markasnya dari Ain Syams ke sebelah utara dan timur benteng itu di antara kebun-kebun dengan gereja-gereja di sekitarnya; di tempat ini kemudian berdiri kota Fustat.

Amr mendapat berita bahwa garnisun Rumawi sudah lari ke benteng Naqiyus ketika mendengar tentang kemenangan Muslimin. Ia menyiapkan sebuah regu untuk menyeberang sungai dan menuju jalan ke Sahara. Juga kemudian ia menguasai seluruh provinsi Fayyum. Tidak hanya itu, ia malah mengirim kekuatan lain ke selatan Delta. Di provinsi Manufiah ia menaklukkan Asrib dan Manuf. Oleh karena itu, semua orang percaya bahwa kemenangan ada di pihak penyerang, dan mau tak mau mereka tunduk atas segala yang ditentukan oleh Amr mengenai harta dan bahan makanan, terutama setelah mereka melihat penguasa-penguasa Rumawi atas perintah Amr dibawa dalam kelompok dengan tangan dan kaki diikat. Tindakan para pendatang ini membuat orang banyak dalam ketakutan. Mereka berkelompok-kelompok yang sukar dihitung, lari ke Iskandariah, dengan harapan akan dapat berlindung di benteng-benteng dan di balik tembok-tembok kota. Mereka mengharapkan Kaisar mengirimkan kekuatan bersenjatanya lewat laut yang akan dapat menangkis serangan para pendatang itu.

Kemenangan itu tidak membuat Amr lalu merasa bangga dan tidak pula tergoda ingin meneruskan perjalanan untuk menaklukkan Iskandariah, sebelum ia dapat menerobos benteng Babilon dengan segala isinya. Kalau ia melakukan itu ia akan terpaksa membagi kekuatan bersenjatanya sebagian untuk mengepung benteng dan yang lain pergi ke utara cabang Sungai Nil untuk bertempur sampai mencapai ibu kota. Ia sadar akan bahaya pembagian itu. Sudah banyak pasukan yang berlindung dalam benteng itu dan dengan demikian mereka akan mampu mempertahankan diri, terutama karena mereka akan terancam oleh kepunahan kalau pasukan Arab membuka pintu-pintu benteng itu dan memasukinya secara paksa. Mau tak mau mereka akan bertempur mati­matian. Sekalipun moral mereka sudah begitu lemah, namun mereka masih mengharapkan lamanya pengepungan akan membuka pikiran Heraklius atau para komandan Rumawi di Iskandariah untuk memperkuat benteng itu atau menyelamatkan mereka. Tak dapat diragukan lagi dengan kekuatan itu pengepungan masih akan memakan waktu lama.

Musim panas sudah lalu dan sekarang luapan air Sungai Nil sudah mulai tinggi. Pasukan Muslimin tidak akan mampu menyeberanginya atau menyerang benteng yang begitu kuat itu. Bagaimanapun juga mereka akan menunggu sampai luapan air itu turun. Para pengawal dan penghuni benteng itu perlu sabar. Sering sekali jalannya peperangan berubah karena hal-hal yang datang tiba-tiba. Dalam setiap peperangan prajurit yang paling sabar dan tabah, akan berhasil.

Amr sudah bertekad akan mengepung benteng itu, dan pasukan yang berlindung di dalamnya pun sudah pula bertekad akan mempertahankannya atau hancur lebur. Mengingat tembok-tembok benteng dan kastel itu sudah begitu kuat, tak akan mungkin ditaklukkan. Itulah yang memperkuat tekad mereka hendak mempertahankannya mati­matian. Peninggalan ini yang tidak kita lihat sekarang di Mesir Lama selain puing-puing tembok sisa-sisa dua benteng yang sudah hancur, di antaranya sebuah pintu tua, yang ketika pasukan Arab datang merupakan sebuah benteng Roma yang terkuat. Tembok-tembok itu tingginya sekitar 60 kaki dan tebalnya 18 kaki. Kastel-kastel yang ada di dalamnya lebih tinggi dari tembok-tembok itu. Setiap kastel disertai tangga naik ke atas bangunan itu, dari sana orang dapat melihat Gunung Muqattam di sebelah timur, dan dari sebelah barat terlihat Jizah (Giza), piramid-piramid dan Sahara Lubia. Dari sana juga orang dapat melihat aliran Sungai Nil sampai jauh ke utara dan ke selatan. Sungai Nil ini dapat mencapai pintu gerbang benteng yang paling besar. Kapal-kapal Roma dapat berlabuh di tempat itu di sebelah sebuah jalan yang dapat langsung turun. Pintu besar ini terbuat dari besi atau berlapis besi, yang karena kukuhnya dan dilindungi oleh kapal-kapal, mustahil benteng itu akan dapat diterobos. Di samping itu, Jazirat ar-Raudah yang terletak di tengah-tengah Sungai itu terdapat juga benteng-benteng yang kukuh melebihi benteng Babilon. Di dalamnya terdapat sumur-sumur tempat para penghuninya mengambil air, begitu juga ladang dan perkebunan yang terdapat di sekitarnya untuk mendapatkan bahan makanan. Benteng ini dikelilingi oleh parit dengan jembatan yang dapat digerakkan, yang hanya dapat dibuka atau digerakkan dari dalam. Karena itu semua pasukan yang ada di dalamnya merasa aman sekali karena sudah terlindungi dari serangan musuh. Mereka yakin mampu menangkis segala serangan sementara menunggu datangnya bala bantuan, atau akan terjadi hal-hal yang datang tiba-tiba dalam peperangan sampai pasukan Arab itu ditarik mundur.

Benteng Babilon dikepung

Sekarang Amr mengepung benteng itu dengan segala isinya. Tahu benar dia bahwa pengepungan ini akan memakan waktu lama mengingat air sungai sedang pasang dan derasnya arus, di samping benteng yang memang kukuh dengan tembok-temboknya yang perkasa. Tetapi dia juga tahu, bahwa luapan air itu tidak akan sampai sebulan atau dua bulan. Mengadakan pertempuran pada waktu-waktu itu pasti akan membuat moral mereka lebih lemah, ditambah lagi derasnya arus karena luapan air itu akan mempersulit datangnya bala bantuan dari Naqiyus atau dari Iskandariah melalui Sungai Nil. Jika selama beberapa hari atau beberapa minggu terus-menerus demikian dan para pengawal benteng itu sudah putus harapan untuk mendapatkan bala bantuan, moral mereka akan semakin lemah dan mereka tak mempunyai kekuatan lagi. Kalau mereka bertahan sampai luapan air turun berarti serangan terhadap benteng itu hal yang tak dapat dielakkan lagi.

Sejak pengepungan sudah dimulai Muqauqis ada di dalam benteng itu,10 dan pimpinan pasukan di benteng itu seorang komandan Rumawi yang oleh sejarawan-sejarawan Arab disebut "al-A'iraj," dan menurut dugaan Butler penamaan ini merupakan pelencengan dari nama "George." Semua pimpinan pasukan dalam benteng itu orang-orang Rumawi, hanya sebagian kecil orang Kopti; mungkin hanya untuk menjadi pelayan-pelayan mereka. Pihak Rumawi dalam benteng itu menembaki pasukan Arab dengan manjaniq11, yang dibalas oleh pihak Arab dengan lemparan batu dan panah. Pengepungan itu berlangsung selama satu bulan dengan semangat yang tidak berkurang serta tetap tabah dan sabar. Muqauqis dan kawan-kawannya melihat bahwa luapan air Sungai Nil sudah mulai turun karena sudah mulai memasuki bulan Oktober tahun 640. Mereka mengadakan rapat diam-diam untuk merundingkan persoalan itu, dan Muqauqis juga memberikan pendapatnya, bahwa menurut hematnya, selama beberapa bulan ini bala bantuan itu tak akan kunjung datang untuk melepaskan mereka dari pengepungan. Dalam pada itu pihak Arab akan makin memperketat dan hanya akan membuat mereka makin menderita. Betapa tak akan terjadi demikian, sebelum itu pasukan mereka di Farama, di Balbis, di Umm Dunain, Fayyum dan di Ain Syams sudah habis dihancurkan. Sekarang mereka mengepungnya pula dalam keadaan mereka tidak mampu untuk dapat mengatasinya. Bukankah tidak lebih baik mereka menebus diri mereka dengan harta supaya orang-orang Arab itu pergi dan Mesir kembali ke tangan Raja Rumawi?! Setelah Muqauqis mengemukakan argumen­argumennya dengan retorika yang begitu menarik semua mereka yang hadir ketika itu setuju. Tetapi mereka berpendapat lebih baik jika diadakan perundingan secara rahasia dengan pihak Arab tanpa harus diketahui oleh mereka yang mempertahankan benteng itu, dan supaya Muqauqis sendiri yang melakukan hal itu. Setelah malam gelap Muqauqis dan kawan-kawannya keluar diam-diam dari benteng. Dengan naik kapal mereka pergi ke Jazirat ar-Raudah dan begitu sampai ia menulis surat kepada Amr bin As yang dibawa oleh seorang uskup benteng Babilon dan rombongannya, yang isinya:

Ancaman Muqauqis dan perundingan melalui utusan

"Kalian telah menjelajahi negeri kami dan berkeras hendak memerangi kami. Kalian sudah lama tinggal di tanah kami. Tetapi sebenarnya kalian sebuah kelompok kecil. Rumawi sudah membayangi kalian dan mempunyai perlengkapan dan persenjataan yang cukup untuk menghadapi kalian. Dengan Sungai Nil yang mengepung kalian, sebenarnya dengan itu kalian sudah berada dalam tawanan kami. Maka sekarang utuslah orang-orang kalian kepada kami, karena ingin kami mendengar apa yang akan mereka katakan, dengan harapan kalau-kalau ada hal-hal yang dapat kalian terima dan kami terima dengan menyenangkan, serta menghentikan pertempuran sebelum kalian diserbu oleh pasukan Rumawi. Tak perlu kita banyak bicara dan tak akan kami pertimbangkan. Mungkin kalian akan menyesal jika keadaan ini bertentangan dengan tuntutan dan harapan kalian. Utuslah orang-orang dari staf kalian kepada kami. Kami akan menyampaikan kepada mereka apa yang seperlunya dapat kami terima dan dapat mereka terima."

Tentu Muqauqis menunggu para utusannya itu akan kembali hari itu juga dengan membawa balasan dari Amr. Balasan itu akan memperjelas perundingan itu diterima atau ditolak. Kalau ditolak, mereka akan kembali ke posisi masing-masing dan pertempuran pun akan kembali seperti sediakala. Kalau diterima, masing-masing pihak akan memilih juru rundingnya untuk mencapai perdamaian, jika mungkin. Tetapi para utusan Muqauqis itu tertahan selama dua hari penuh. Dengan diliputi rasa khawatir akan hal itu ia berkata kepada stafnya: Mungkin mereka menahan utusan-utusan kami atau membunuh mereka dan yang demikian ini dibolehkan dalam agama mereka! Tetapi, sebenarnya Amr menahan mereka untuk memperlihatkan keadaan Muslimin. Sesudah dua hari itu mereka kembali dengan membawa surat Amr kepada Muqauqis di tangan pemimpin mereka dengan menyebutkan:

"Hanya ada tiga masalah yang perlu diselesaikan antara kami dengan kalian: Kalian menerima Islam dan kalian akan menjadi saudara­saudara kami; hak dan kewajiban kita sama. Atau kalian tolak dengan membayar jizyah dengan bersedia tunduk dan kalian di bawah kekuasaan kami. Atau kami akan menghadapi kalian dengan sabar dan terus bertempur sampai nanti Allah Yang akan menentukan, dan Dialah Hakim Pemberi keputusan yang terbaik."

Muqauqis terkejut sekali setelah mendengar itu. Ini bukan jawaban orang yang mau berunding. Malah ini adalah jawaban pihak yang menang yang hendak menentukan kekuasaannya. Tetapi betapa sombong mereka itu atau betapa besar kepercayaan kepada diri sendiri. Tak ada jalan untuk membujuk mereka dengan harta atau dengan cara lain. Ia menanyakan kepada para utusannya itu apa yang mereka saksikan. Kepala utusan itu menjawab: "Kami lihat mereka orang-orang yang lebih mencintai mati daripada hidup; mereka lebih suka bersikap rendah hati daripada menyombongkan diri. Tak ada di antara mereka yang tampak mau memburu harta dunia. Duduk mereka hanya di tanah, makan di atas kendaraan, pemimpin mereka sama seperti yang lain. Mereka tidak mengenal atasan dan bawahan, tak ada tuan tak ada hamba. Bila waktu salat sudah tiba tak seorang pun ada yang ketinggalan. Mereka membasuh badan mereka dengan air dan begitu khusyuk mereka melaksanakan salat."

Mendengar uraian itu Muqauqis hanya menundukkan kepala. Setelah itu kepalanya diangkat dan berkata kepada stafnya: "Kalau mereka menghadapi gunung pun pasti dapat mereka singkirkan. Tidak akan ada orang yang mampu menghadapi mereka dalam perang. Kalau kita tidak mengambil kesempatan berdamai dengan mereka sekarang sementara mereka sedang terkepung dengan Sungai Nil ini, mereka tidak lagi akan menjawab kita selama bumi ini memungkinkan buat mereka menyiapkan diri keluar dari tempat mereka itu."

Apakah karena moral Muqauqis cenderung menjadi lemah maka ia mau mengulur-ulur jawaban serupa itu? Atau ia ingin membujuk pihak Arab dengan menawarkan kemurahan hati yang demikian untuk menggoda hati mereka lalu mereka bersedia meninggalkan tanah Mesir? Peristiwa-peristiwa itu akan menjawab semua ini nanti. Muqauqis mengirim kembali utusannya kepada Muslimin dengan pesan: "Kirimkanlah utusan kalian kepada kami agar kami dapat berhubungan dengan mereka dan kami akan bertukar pikiran dengan harapan akan ada persesuaian antara kami dengan kalian."

Permintaan itu tidak ditolak oleh Amr. Ia mengirimkan sepuluh orang, di antaranya Ubadah bin as-Samit, sosok yang berperawakan tinggi besar dan hitam. Ia diperintahkan untuk berunding dengan pihak Muqauqis, dan jangan menerima apa pun yang ditawarkan kecuali satu dari tiga perkara itu. Mereka datang menemui Muqauqis, dan ketika Ubadah hendak mengajaknya bicara dan Muqauqis melihatnya, ia berkata: "Jauhkan orang hitam ini dan majukan yang lain berbicara dengan saya." Dengan itu barangkali ia ingin menjebak mereka agar berselisih. Tetapi jawaban mereka semua sama bahwa mereka hanya menyerahkan kepada pendapat dan apa yang akan dikatakan Ubadah. Setelah itu Ubadah berkata dan mengingatkan pada perintah Allah kepada Rasul-Nya dan kepada Muslimin agar menjauhi godaan dunia, mengharapkan kehidupan akhirat serta berjuang di jalan Allah dan mencintai mati syahid untuk itu. Muqauqis kagum mendengar kata-katanya itu, dan kekagumannya itu diperlihatkan kepada teman-temannya. Lalu katanya kepada Ubadah: "Semua pasukan Rumawi sekarang sedang menuju ke tempat kami untuk memerangi kalian dalam jumlah yang tak terbilang banyaknya. Mereka sudah terkenal pemberani dan keras tanpa peduli akan berhadapan dan berperang dengan siapa pun. Kami tahu kalian tidak akan mampu menghadapi mereka karena kalian lemah dan jumlah kalian kecil. Sudah satu bulan kalian tinggal di tengah-tengah kami dalam keadaan serba sulit. Kami kasihan kepada kalian karena keadaan kalian lemah dan jumlah yang kecil serta sedikitnya persediaan kalian. Maka demi kebaikan kalian dengan segala senang sekali kami akan memberikan kepada setiap orang di antara kalian dua dinar, bagi pemimpin kalian seratus dinar dan untuk khalifah kalian seribu dinar. Terimalah itu dan kembalilah ke negeri kalian sebelum kalian berhadapan dengan serangan yang tak akan mampu kalian menahannya."

Kata-kata itu berisi janji, bujukan dan ancaman sekaligus. Tiga puluh ribu dinar yang ditawarkan kepada Ubadah ini sebagai harga pengganti perang. Kalau ditolak, mereka diancam oleh bala bantuan Rumawi seperti dikatakan oleh Muqauqis. Tetapi perintah Amr kepada Ubadah tegas sekali, dan Ubadah sendiri seorang pemberani yang tak pernah takut mati. Oleh karena itu ia menjawab Muqauqis sambil mengejek banyaknya jumlah pasukan Rumawi dengan menyebutkan firman Allah ini: "Betapa sering pasukan yang kecil dapat mengalahkan pasukan yang besar dengan izin Allah. Dan Allah bersama orang yang tabah." (Qur'an, 2: 249). Laki-laki Muslim setiap pagi dan petang berdoa kepada Allah agar ia diberi karunia dengan mati syahid. Di amping itu hidup mereka cukup dan mereka dalam keadaan sangat baik. "Pertimbangkanlah apa yang Anda inginkan dan jelaskan kepada kami. Tak ada perkara apa pun yang dapat kami terima dari Anda atau kami jawab selain satu dari yang tiga itu. Pilihlah mana yang lebih Anda sukai dan janganlah Anda berangan-angan. Itulah perintah yang saya terima dari pemimpin kami, dan begitu pula perintah Amirulmukinin. Sebelum itu, itulah pula amanat Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam kepada kami." Kemudian dijelaskannya bahwa jika mereka menerima Islam, pasukan Arab itu akan meninggalkan tempat itu. kalau mereka menolak Islam dan menunaikan jizyah, Muslimin akan menjamin dan melindungi mereka dan akan membela mereka. Kalau Islam dan jizyah keduanya mereka tolak, maka yang keputusannya hanyalah perang.

Muqauqis sia-sia berusaha agar Ubadah mengenyampingkan ketiga perkara itu. Ia berpaling kepada stafnya ingin mengetahui pendapat mereka. Tetapi tawaran pihak Muslimin itu mereka tolak. Ubadah dan sahabat-sahabatnya pun pergi tanpa mengubah sepatah kata pun apa yang sudah dikatakannya itu. Muqauqis kembali menasihati stafnya akan perlunya mengadakan perdamaian dengan pihak Muslimin. Tetapi mereka berbalik menanyakan: Bagian mana yang akan kita jawab untuk mereka? "Begini," kata Muqauqis, "saya tidak akan menyuruh kalian memeluk agama lain selain agama kalian. Kalau akan bertempur melawan mereka, saya tahu kalian tidak akan kuat dan tidak akan sabar dan tabah seperti mereka. Jadi harus yang ketiga." Mereka berkata lagi: "Kita akan menjadi budak mereka untuk selama-lamanya!" "Ya, menjadi budak yang berkuasa di negeri kita sendiri. Jiwa kita, harta kita dan anak keturunan kita aman, lebih baik daripada akhirnya kita mati atau menjadi budak yang diperjualbelikan di negeri ini, diperbudak selama-selamanya, kita, keluarga kita dan anak keturunan kita." Mereka masih menjawab: "Buat kita lebih baik mati daripada begini!" Lalu mereka kembali ke dalam benteng dan jembatan pun mereka putuskan dari jazirah dengan akibat perang pecah kembali antara mereka dengan pihak Muslimin.

Pertempuran di luar benteng

Apa yang terjadi sesudah itu? Para sejarawan Arab mengatakan: "Sejak itu pasukan Muslimin memperketat pertempuran itu terhadap semua mereka yang ada di dalam benteng hingga mereka berhasil mengalahkan lawan. Tidak sedikit dari mereka yang terbunuh dan ditawan dan kapal-kapal itu semua menyingkir ke Jazirah." Butler berkata: "Kita lihat tampaknya pembesar-pembesar Rumawi itu untuk memberikan pendapat meminta kepada pihak Arab agar mengadakan gencatan senjata untuk beberapa bulan, tetapi dengan tegas Amr menjawab dengan memberikan waktu tak lebih dari tiga hari. Dalam pada itu usaha Muqauqis itu tak lama jadi tersiar luas. Di antara mereka ada yang marah dan pasukan Raja itu hanya menghendaki perang. Begitu habis waktu gencatan senjata yang tiga hari, pasukan dalam benteng sudah bersiap-siap keluar untuk menyerbu para pengepung, dan tidak lagi mengirimkan jawaban kepada Amr. Mereka keluar melalui jembatan itu dan menyerang pasukan Muslimin secara tiba-tiba sekali. Tetapi sergapan ini tidak membuat pihak Arab kebingungan. Cepat­cepat mereka mengambil senjata dan membalas serangan Rumawi itu sehingga terjadi pertempuran sengit. Pasukan Rumawi sendiri waktu itu memang bertempur mati-matian. Tetapi pihak Arab juga begitu ada pemberitahuan mereka segera datang berduyun-duyun sehingga mencapai jumlah yang cukup besar. Pihak Rumawi tak dapat berbuat lain kecuali kembali ke benteng setelah banyak sekali di pihaknya korban yang mati."

Kedua sumber itu kita lihat tidak berbeda. Keduanya sependapat bahwa pasukan Arab memperoleh kemenangan hanya dalam beberapa hari setelah terjadi perundingan antara Ubadah bin as-Samit dengan Muqauqis. Tidak ingin kehilangan kesempatan, maka Muqauqis kembali lagi membicarakan dengan stafnya tentang perlunya tunduk pada tuntutan Arab dengan membayar jizyah. Mereka kemudian terpaksa menyetujui. Ia segera mengirim utusan kepada Amr dengan mengatakan ahwa dia masih dengan pendapatnya semula untuk berdamai. "Berikanlah jaminan kepada kami untuk bertemu, saya dengan Anda, saya dengan beberapa orang staf saya, dan Anda dengan beberapa orang staf Anda. Kalau tercapai persetujuan antara kita, selesailah sudah semua. Kalau tidak kami akan kembali seperti dalam keadaan semula."

Tetapi sahabat-sahabat Amr menolak tawaran Muqauqis itu. Mereka memilih perang sehingga apa yang ada dalam negeri itu menjadi pampasan perang bagi mereka. Sungguhpun begitu Amr berkata kepada mereka: Kalian sudah tahu apa yang dipesankan Amirulmukminin kepada saya: Kalau mereka setuju dengan salah satu dari tiga tawaran yang diamanatkan kepada saya itu, terimalah, di samping air itu memang masih menjadi rintangan buat kita untuk memerangi mereka. Pandangan Amr ini memang pandangan seorang politikus yang matang dan pandangan seorang panglima yang piawai. Air memang mengepung pasukan Muslimin dari segenap penjuru, sehingga mereka tak dapat melangkah maju ke Mesir Hulu serta kota-kota dan desa-desa lain. Jadi bukan mereka memilih perang, perhitungan itu adalah suatu langkah yang salah. Menunggu sampai air surut berarti memberikan kesempatan ada musuh sementara Iskandariah sudah bersiap-siap mengirimkan bala bantuan. Di samping itu pihak Rumawi di dalam benteng itu sudah begitu lemah dan semangat pun sudah patah, maka akan bijaksana dan tepat sekali jika berunding dengan mereka yang sedang dalam keadaan psikologis semacam itu sehingga mereka tidak merasa berputus asa dengan kekuatan hendak bertahan. Mereka mempunyai benteng yang begitu kukuh sebagai tempat berlindung, yang akan membuat mereka dapat bertahan dalam waktu lama.

Sekarang antara Amr dengan Muqauqis telah diadakan persetujuan dengan ketentuan bahwa semua orang Kopti di Mesir, yang di hulu dan hilir, yang bangsawan dan yang jelata yang sudah dewasa, dikenakan dua dinar untuk setiap orang - kecuali mereka yang berusia lanjut, anak-anak dan perempuan. Bagi kaum Muslimin, di tempat mereka berada harus disediakan tempat. Barang siapa mendapat tamu seorang Muslim atau lebih menjadi kewajiban mereka menerimanya tinggal selama tiga hari. Mereka boleh tetap mempertahankan tanah mereka, harta, gereja-gereja dan salib-salib mereka, begitu juga daratan dan lautan di daerah-daerah mereka. Mereka tak boleh diserang dan dalam perdagangan tak boleh dilarang mengirim barang-barang ke luar dan menerima dari luar.

Persetujuan itu diadakan dan mulai berlaku dengan adanya perkenan Maharaja. Muqauqis sendiri yang akan membawa kepada Heraklius. Kedua pihak setuju bahwa angkatan bersenjata mereka akan tetap tinggal di tempat mereka berada sampai ada jawaban dari Kaisar, begitu juga sampai pada waktu itu benteng tersebut tetap di tangan pihak Rumawi. Muqauqis pergi ke Iskandariah dengan kapal melalui sungai, dan dari sana laporan terinci mengenai segala peristiwa itu dikirimkan ke Konstantinopel dilampiri catatan tambahan dengan permohonan kepada Heraklius pada penutupnya, pengukuhan persetujuan itu, supaya Mesir selamat dari bencana perang dan segala akibatnya. Heraklius kebingungan saat membaca catatan dan dokumen-dokumen itu. Ia tidak tahu persetujuan itu khusus hanya untuk benteng Babilon saja, atau membiarkan Mesir seluruhnya untuk pihak Arab? Sesudah menerima jizyah pasukan Arab itu akan tetap di Mesir atau akan pergi. Untuk itu ia memanggil Muqauqis untuk dimintai penjelasan. Ketika kemudian Muqauqis menemuinya, ia berusaha hendak memperkecil persoalan dengan menyebutkan bahwa pihak Arab nanti akan diusahakan keluar dari Mesir. Sesudah Maharaja itu dalam kebingungan dengan pertanyaan itu, lebih baik ia berkata terus terang menghadapi kenyataan itu: "Kalau Anda lihat orang-orang Arab itu serta keberaniannya dalam bertempur, Anda akan tahu bahwa mereka adalah orang­orang yang tak akan dapat dikalahkan. Buat kita tak ada jalan yang lebih baik daripada berdamai dengan Amr sebelum ia mendobrak benteng Babilon dengan kekerasan dan negeri ini jatuh ke tangan mereka."

(sebelum, sesudah)


Umar bin Khattab
"Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu"
 
Judul asli "Al-Faruq Umar" cetakan ke 7 oleh Muhammad Husain Haekal, Ph.D.,
dengan izin ahli waris, Dr. Ahmad Muhammad Husain Haekal, kepada penerjermah.
diterjemahkan oleh Ali Audah.
Cetakan pertama, April 2000
Diterbitkan oleh P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel. (0251) 330505, 370505, Fax. (0251) 380505 Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-38-7
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. IKRAR MANDIRIABADI, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team