|
19. Mesir Diduduki (2/4)
Kehancuran Atrabun dan pasukannya
Setelah percakapan itu Atrabun berangkat dengan 12.000
anggota pasukan bersenjata lengkap supaya dengan tiba-tiba
dapat menyergap pasukan Muslimin di malam hari. Tetapi Amr
memang sudah selalu waspada. Semua prajuritnya sudah
dipersiapkan untuk siap tempur. Itu sebabnya pertempuran
antara kedua pihak kemudian berlangsung sengit sekali,
seperti disebutkan oleh para penulis sumber-sumber itu.
Tidak sedikit dari pihak Arab yang terbunuh. Kerugian di
pihak Ruwawi 1000 orang terbunuh dan 3000 orang ditawan.
Atrabun benar-benar menderita kekalahan dengan pasukannya
yang porak-poranda. Konon dia sendiri juga terbunuh.
Mengapa Amr tinggal selama sebulan penuh di Bilbis?
Adakah ia tinggal sebulan itu sebelum terjadi kontak senjata
dengan pasukan Rumawi dan kemudian mengalahkan mereka, dan
sesudah kemenangan itu ia meneruskan perjalanan menuju kota
Mesir, ataukah ia tinggal selama sebulan itu sesudah
kemenangannya, menyusun strategi dan memikirkan posisinya,
sesudah ia yakin dengan rencananya itu baru ia meneruskan
perjalanannya tersebut? Dalam buku-buku referensi yang sudah
saya periksa hal demikian tak pernah terungkap. Sejauh
kesimpulan yang dapat ditarik oleh Butler dalam
pembahasannya sekitar sejarah penaklukan itu, hanyalah bahwa
angkatan bersenjata Amr ketika itu berada di Arisy
bertepatan dengan hari Idul Adha tahun 18 Hijri, yakni 12
Desember 639 Masehi, dan membebaskan Farama sekitar 20
Januari 640 setelah satu bulan dalam pengepungan dan
mencapai Heliopolis pada akhir April tahun itu juga. Jadi
dia memasuki Bilbis bulan Februari, dan selama bulan Maret
sebagian besar waktu nya ia tinggal di sana. Tetapi
catatan tanggal-tanggal ini tidak memberikan jawaban atas
pertanyaan kita. Kita dapat menjawab dengan menarik
kesimpulan saja bahwa para perunding pihak Mesir itu
mendatangi Amr saat ia mula-mula memasuki Bilbis, dan kontak
senjata yang terjadi antara dia dengan Atrabun pada
permulaan ia tinggal di sana. Sesudah mendapat kemenangan,
tidak cepat-cepat ia meneruskan perjalanan. Malah ia masih
tinggal sampai keadaan kota-kota di sekitarnya stabil.
Selama sebulan ia tinggal itu ia mengadakan hubungan dengan
orang-orang Mesir hingga ia mendapat kepercayaan mereka.
Tetapi dengan membuat kesimpulan demikian kita dapat
menjawab bahwa dalam bulan itu ia tinggal di Bilbis sebelum
para perunding Mesir itu datang, dan bahwa, selama dalam
bulan itu ia sedang menunggu bala bantuan yang dijanjikan
Khalifah. Setelah Atrabun datang menyerang dan ia berhasil
mengalahkannya, ia ingin mengambil manfaat dari semangat
kemenangan yang tertanam dalam hati prajuritnya, dan
sekaligus menanamkan keyakinan dalam hati musuh, bahwa
pasukan Muslimin memang tak dapat dikalahkan. Maka
berangkatlah ia menuju kota Mesir dengan harapan Allah akan
memberikan kemenangan kepadanya dan dapat
menaklukkannya.
Usaha menguasai benteng Umm Dunain dan
benteng Babilon
Adakah bala bantuan yang dinanti-nantikannya itu sudah
sampai sebelum ia berhadapan dengan Atrabun dan dapat
mengalahkannya dengan adanya bala bantuan tersebut, ataukah
kemenangannya itu diperoleh pertempuran di Farama serta
penduduk pedalaman yang bergabung kepadanya dan dapat
menggantikan yang hilang selama masa pengepungan?
Berdasarkan sumber-sumber itu tampaknya bala bantuan itu
tiba setelah ia mendapat kemenangan di Bilbis serta
perjalanannya dari sana. Ibn Abdul-Hakam menyebutkan dan
diikuti pula oleh Suyuti dan Ibn Tagri Bardi: "Amr terus
maju tanpa mendapat perlawanan kecuali kecil-kecilan, sampai
mencapai Bilbis. Di sini ia mendapat perlawanan selama
sekitar satu bulan hingga Allah memberikan kemenangan
kepadanya. Setelah itu ia meneruskan perjalanannya, juga
tanpa mendapat perlawanan berarti. Sesampainya di Umm Dunain
ia mendapat perlawanan sengit sehingga kemenangan yang
dicapainya memakan waktu agak lama. Ketika ia menulis surat
meminta bala bantuan, Umar mengirimkan 4000 prajurit
melengkapi yang 8000." Dari kutipan ini jelas bahwa Amr
meninggalkan Bilbis sesudah kemenangannya terhadap Atrabun
sebelum datang bala bantuan. Dia mengalahkan Atrabun dengan
jumlah anggota pasukannya yang 12.000 orang itu hanya dengan
4000 orang yang terdiri dari orang-orang Arab dan penduduk
pedalaman Mesir.
Amr berangkat dari Bilbis menuju perbatasan padang Sahara
hingga mencapai sebuah tempat di dekat desa Umm Dunain di
dekat sungai Nil di pangkal Teluk Trajan4 yang
menghubungkan kota Mesir dengan Laut Merah di Sues. Umm
Dunain ini terletak di kampung alAzbakiah, salah satu
kampung di Kairo sekarang. Kedudukannya sangat kuat,
berdekatan dengan sebuah pelabuhan di Sues dengan jumlah
kapalnya yang tidak sedikit. Di sebelah utara Babilon
terdapat pula benteng kota Mesir yang terbesar. Gudang
persenjataannya di tempat ini merupakan garis depan
pertahanan kawasan yang sangat terpandang di mata
orang-orang Mesir dan tempat raja-raja mereka masa Firaun
dahulu. Benteng Babilon ini merupakan benteng Rumawi yang
sangat kukuh terletak di Mesir Lama yang sekarang.
Bangunannya kekar dan tembok-temboknya pun kuat.
Kekekarannya dapat bertahan menghadapi berbagai macam
peristiwa sepanjang sejarah. Bangunan itu roboh baru dalam
dua puluhan tahun terakhir abad ke-19 Masehi. Sungguhpun
gitu puing-puingnya masih dapat kita saksikan. Dalam jarak
beberapa mil saja dari selatan benteng itu berdirilah kota
Memphis yang menjadi kenangan abadi dengan peninggalannya
yang kekal.
Memphis merupakan ibu kota Mesir tatkala seluruh dunia
memandangnya sebagai pusat ilham dan pusat peradabannya.
Memphis tetap bertahan dengan segala kemegahannya sebelum
keagungannya itu mendapat saingan kota Iskandariah.
Peninggalan-peninggalan besar di sekitarnya yang diwarisi
dari Zoser dan Ramses serta firaun-firaun Mesir saat seluruh
dunia berlindung pada peradaban Mesir, tetap bersaing dengan
Iskandariah. Begitu juga dengan piramid-piramid dan
kuburan-kuburan besar yang ada di sekitarnya. Nama Mesir
ketika itu dipakai untuk kota Memphis atau kota yang di
depannya di seberang Sungai Nil yang berkembang pesat dengan
penduduk yang bertambah banyak pula, sehingga kadang disebut
kota Memphis juga. Di padang pasir bagian barat yang sudah
kabur terletak antara Memphis dengan al-Jizah, bersambung
dengan serangkaian piramid yang mempunyai keagungan dan
kebesarannya sendiri, sambung-menyambung sampai ke piramid
Khufu dan kedua piramid di dekatnya, serta Sphink yang
mendekam di bawahnya menatap dengan mata menyorot ke tempat
matahari terbit. Semua itu tegak berhadapan dengan
benteng-benteng Babilon dan Umm Dunain.
Adakah pasukan Muslimin yang berangkat bersama Amr itu
sudah membayangkan semua pemandangan penuh pesona, yang tak
ada taranya di seluruh dunia itu? Pernahkah orang
pedalaman yang pergi bersama mereka itu bercerita setelah
mereka meninggalkan Farama, dan ketika pergi dari Bilbis
sesudah mengalahkan pasukan Rumawi? Adakah di antara mereka
yang pernah ikut menyaksikan pembebasan Mada'in dan melihat
sendiri istana Kisra dengan segala keajaiban dunia bersatu
di tempat ini, yang datang menyongsongnya dari Mesir?
Ataukah mereka sibuk karena jumlah mereka yang hanya sedikit
dan apa yang dikehendaki Amr agar mereka menghadapi Rumawi
di benteng-benteng yang tak mudah dicapai itu? Mereka
berhenti tak jauh dari Umm Dunain. Mereka terperangah
melihat pemandangan Sungai Nil dengan ketujuh anak sungainya
serta kesuburan yang begitu marak di sekitarnya, pohon-pohon
musim semi, tumbuhan hijau segar oleh siraman air di atas
tanah dengan hiasan yang begitu menarik bagaikan pemandangan
surga. Tetapi perhatian mereka segera berpindah dari semua
itu ke bentengbenteng yang berdiri tegak di depan
mereka, dan apa yang sudah mereka ketahui bahwa pihak Rumawi
sudah mengadakan persiapan untuk menghadapi semua itu,
karena mereka yakin bahwa bentengbenteng itu adalah
tempat perlindungan mereka. Kalau benteng-benteng itu dapat
diterobos, maka mereka tak akan lagi dapat bertahan. Pasukan
biasa. Mereka memberikan bala bantuan untuk benteng Umm
Dunain dengan persenjataan yang cukup tangguh dan sudah siap
berperang, sudah tak dapat diragukan lagi. Itulah perang
hidup atau mati: Memukul mundur pasukan Arab, atau sebagai
akibatnya mereka harus berkata seperti kata-kata Heraklius
ketika meninggalkan Suria terakhir kalinya: Selamat tinggal
Mesir, selamat tinggal untuk tidak bertemu lagi!
Amr bin As sadar bahwa situasinya kini sangat genting.
Dari laporan mata-mata yang dikirimnya ia mengetahui bahwa
dengan pasukannya yang ada sekarang ia tak akan mampu
menaklukkan atau mengepung benteng Babilon, ia tak akan
mampu menaklukkan kota Mesir, yang berada di dekat benteng
itu dan dalam perlindungannya. Tetapi juga ia sadar bahwa
kalau ia mundur dan tidak menyerang pihak Rumawi, akan
melemahkan kedudukannya dan mematahkan semangat anak
buahnya. Sebaliknya, pihak musuh akan bertambah kuat dengan
akibat ia endiri dan pasukannya akan terpukul mundur. Ia
tidak ingin mengalami akibat yang demikian. Dia sendiri yang
mendesak untuk menaklukkan Mesir, dan ia yakin tak lama lagi
Amirulmukminin akan mengirimkan bala bantuan. Mau tak mau ia
harus mempertaruhkan diri sampai mencapai kemenangan.
Sekarang ia harus pandai memancing untuk mengulur waktu
sampai nanti datang bala bantuan. Kalaupun benteng Babilon
belum dapat ditembus, maka sekarang ia harus mengepung
benteng Umm Dunain. Ia harus berusaha sekuat tenaga untuk
menaklukkannya. Kalau sudah dapat ia kuasai, kapal-kapal
yang membuang jangkar di pelabuhannya akan berada di bawah
kekuasaannya. Ia akan mampu mengatur dan menyusun strategi
sendiri.
Amr harus waspada untuk tidak terlalu mengerahkan anak
buahnya atau akan menjerumuskannya ke dalam bahaya. Ia harus
meminta Amirulmukminin agar lebih mempercepat bala bantuan
untuk menanamkan harapan yang lebih besar dalam hati
pasukannya. Untuk itu ia mengutus orang ke Medinah membawa
surat dengan laporan yang melukiskan perjalanannya ke Mesir
itu serta situasi menghadapi benteng-bentengnya. Perlu
sekali ia mendapat bala bantuan supaya dapat menerobosnya.
Kemudian ia mengumumkan kepada pasukannya bahwa bala bantuan
sudah hampir tiba. Sesudah itu ia melangkah maju ke Umm
Dunain dan mulai mengadakan pengepungan dengan mencegah
masuknya pasokan senjata dan bahan makanan ke sana. Pasukan
Rumawi yang berada di dalam benteng Babilon itu tidak
berencana hendak menghadapinya. Mereka sudah belajar dari
pengalaman Atrabun bahwa ia tak mampu melakukan perang
terbuka. Tetapi orang-orang bersenjata dalam benteng Umm
Dunain kadang keluar bertempur kemudian kembali lagi ke
dalam benteng kendati tak dapat mengalahkan pasukan
Muslimin. Selama berminggu-minggu keadaan tidak berubah,
walaupun pihak Muslimin tidak gelisah karena segala bahan
makanan berada di tangan mereka.
Sementara dalam keadaan demikian itu tiba-tiba datang
berita tentang kedatangan bala bantuan pertama yang sudah
hampir tiba. Mereka sekarang merasa bertambah kuat. Dan
tatkala bala bantuan tiba dan dilihat oleh garnisun dari
pasukan Heraklius di benteng itu, mereka sangat terkejut dan
jarang keluar untuk menghadapi pasukan Muslimin. Melihat
semua itu, Amr yang sudah mengenal benar keadaan luar
benteng itu, tinggal mencari waktu untuk memerintahkan anak
buahnya semua sekaligus menyerbu serentak ke dalam benteng
itu. Ia sendiri memelopori di depan sampai di pintunya.
Setelah terjadi pertempuran sengit benteng itu pun jatuh ke
tangan mereka dan musuh yang masih hidup ditawan.
Kalangan sejarawan tidak merinci lebih jauh mengenai
pertempuran sengit yang terjadi pada hari itu. Butler
berpendapat bahwa Amr waktu itu merasa kesal terhadap anak
buahnya dengan mendasarkan pada cerita yang dibawa oleh para
sejarawan Arab bahwa Amr melihat mereka masih maju-mundur
untuk berperang. Maka lalu berteriak membangkitkan dan
mendorong mereka. Salah seorang di antara mereka berkata:
Kami tidak diciptakan dari besi. Oleh Amr ia dibentak: Diam!
Kau pembohong! Orang itu membalas: Kau pemimpin anjing!
Orang itu ditinggalkan oleh Amr dan ia memanggil
sahabat-sahabat Rasulullah seraya mengatakan kepada mereka:
Majulah kalian, Allah akan memberikan kemenangan kepada
kalian. Maka mereka pun terjun ke medan laga diikuti oleh
yang lain. Dan Allah pun memberikan kemenangan kepada
pasukan Muslimin. Ibn Asir menyinggung cerita ini ketika ia
bercerita tentang pertempuran Ain Syams. Apa pun yang
terjadi yang telah melahirkan cerita itu, yang pasti
datangnya bala bantuan itu berpengaruh besar terhadap
keberhasilan pasukan Muslimin menguasai Umm Dunain setelah
terlambat sekali penaklukannya, dan bahwa setelah diduduki
Amr bersama pasukannya menyeberangi Sungai Nil dengan
kapal-kapal yang berlabuh di sana. Ia memimpin mereka
menyeberang padang pasir itu dengan melintasi
piramid-piramid al Jizah.
Amr bin As menuju Fayyum
Pasukan Rumawi yang berlindung di dalam benteng Babilon
sangat terkejut setelah mengetahui nasib teman-temannya di
Umm Dunain. Khawatir sekali mereka setelah diberitahukan
bahwa pasukan Muslimin sudah menyeberangi Nil ke padang
Sahara. Gerangan apa maksud Amr menyeberangi Sungai itu? Dan
apa pula gerangan yang dituju? Adakah barangkali
keputusannya ia dengan pasukannya pergi ke cabang Kanubi itu
dengan tujuan hendak menaklukkan Iskandariah? Kalau begitu
tujuannya tak akan tercapai dan ia akan menderita kekalahan
yang telak. Tetapi setelah mereka mengetahui dari
berita-berita yang mereka peroleh selama perjalanannya di
Mesir itu, bahwa dia memang sangat cerdas dan berpandangan
jauh - mereka meragukan tujuan kepergiannya itu. Amr memang
tidak bermaksud pergi ke Iskandariah. Bagaimana ia akan ke
sana padahal ia tahu benar bahwa kota itu terbuka bagi bala
bantuan Rumawi dari laut! Bahkan bagaimana ia akan pergi ke
sana dengan membiarkan bebas begitu saja benteng Babilon
yang penuh sesak dengan pasukan dan persenjataan lengkap!
Maksud Amr hanya akan menuju ke Fayyum, untuk rnembuat rasa
takut dalam hati penduduk, dan untuk membuktikan kepada
orang-orang Mesir bahwa ekuasaan Rumawi sudah pasti runtuh.
Perjalanan padang pasir antara Fayyum dengan Babilon itu
bagi anak pedalaman Semenanjung Arab bukan soal yang sulit.
Di samping itu, bagi pasukan berkuda jalan itu dekat, dapat
ditempuh dalam waktu singkat. Kalau Amr berhasil menanamkan
rasa takut di kawasan itu, tujuannya sudah tercapai, dan
cukup waktu bagi Khalifah untuk mengirimkan bala bantuan
lagi, yang akan lebih memudahkan Amr melaksanakan segala
rencana penaklukannya. Ia akan dapat memasuki Mesir di bawah
pemerintahan Muslimin. Tetapi tak lama setelah sampai di
perbatasan Fayyum Amr mengetahui bahwa pihak Rumawi sudah
mengadakan persiapan untuk mempertahankan kawasan itu dan
sudah menempatkan pasukannya di pintu masuk. Oleh karena itu
ia belum mau meninggalkan Sahara itu dan hanya dengan
regu-regu kecil ia melakukan serangan ke tempattempat
di dekatnya, mengangkuti ternak untuk makanan pasukannya.
Penduduk pedalaman yang tinggal di daerah itu datang membawa
berita, bahwa sebuah regu dari pasukan Rumawi di bawah orang
bernama Hanna pergi sembunyi-sembunyi di sela-sela pohon
kurma dan belukar hendak mengumpulkan berita-berita dan
memata-matai Amr dan pasukannya. Kalau ia berusaha hendak
menyerang kota yang ramai itu, angkatan bersenjata Rumawi
yang disiagakan di perbatasan kota Fayyum itu sudah siap
menghadapinya. Ketika itulah ia pergi cepat-cepat hingga
dapat menjauhi Hanna dan regunya. Kemudian berbalik dan
mengepungnya bersama anak buahnya dan akhirnya berhasil
menumpas habis mereka.
Berita ini segera tersiar dan telah menimbulkan ketakutan
dalam hati penduduk semua kawasan itu. Panglima pasukan
Rumawi di Fayyum begitu sedih mendengar berita kematian
Hanna itu dan ia memerintahkan agar mayatnya dicari. Setelah
kemudian mayat itu diangkat dari sungai, dibalsam dan
diletakkan di ranjang, kemudian diangkut ke benteng Babilon.
Setelah itu dikirimkan kepada Heraklius di Konstantinopel.
Heraklius juga tidak kurang sedihnya melihat jenazah itu,
dan ia bersumpah akan mempertahankan Mesir sekuat tenaga.
Suatu kekuatan bersenjata dikerahkan dari Fayyum untuk
menghadapi pasukan Muslimin. Maka segera terjadilah kontak
senjata yang hebat. Tetapi Amr sudah merasa puas dengan
kemenangannya atas Hanna dan anak buahnya itu serta rasa
takut yang sudah tertanam dalam hati penduduk. Ia tetap
bertahan di Sahara tanpa mau menghadapi musuh yang memang
takut menghadapi padang pasir dan melihat maut di tempat
itu. Alangkah gembiranya pihak Rumawi melihat pasukan
Muslimin sudah menarik kekuatannya dengan tetap berada di
tengah padang tandus itu. Terbayang oleh pihak Rumawi bahwa
mereka takut menghadapi pasukannya dan lari menjauhinya.
Pihak Rumawi kembali ke kubu pertahanannya dengan perasaan
lega karena telah selamat dari pertempuran maut!
Sebenarnya Amr menarik diri bukan karena takut, tetapi ia
ingin cepat-cepat dengan sekuat tenaga kembali ke Umm
Dunain, karena seorang utusan dari pihak Muslimin datang
mengabarkan bahwa Amirulmukminin telah mengirimkan bala
bantuan baru, dan bala batuan ini berangkat dari Farama ke
Bilbis melalui jalan yang ditempuh Amr dan sudah hampir
mencapai perbentengan Rumawi. Mau tak mau Amr harus kembali
untuk menyambut datangnya bala bantuan itu karena ia
khawatir pihak Rumawi akan menghadangriya dan mencegahnya
menyeberangi Sungai Nil. Jelas bahwa dalam hal ini Amr telah
memperlihatkan kemahirannya yang Juar biasa. Pasukan Rumawi
mengawasi Nil dari benteng Babilon itu, dan sudah tentu ia
mampu keluar dari benteng itu dan menyeberangi Sungai lalu
mencegah sampainya bala bantuan tersebut ke tangan Panglima
Muslimin itu. Tetapi itu tidak dilakukannya, dan Amr pun
dapat menyeberang ke pantai bagian timur bersama pasukannya
dan langsung menjemput bala bantuan yang sudah sampai di
Heliopolis di dekat benteng Rumawi itu.
Amr kembali menyongsong darangnya bala
bantuan ke Heliopolis
Bagaimana Panglima yang sangat piawai ini menyelesaikan
mukjizat yang luar biasa dalam mukjizat perang itu? Adakah
kita mengira ia dan pasukannya mengambil kesempatan di waktu
malam lalu menyeberang Sungai dengan bersembunyi di balik
kegelapan malam? Adakah selama perjalanannya menyeberangi
Sungai itu pihak Rumawi tetap lalai, tidak menghadangnya dan
tidak pula berusaha mencegahnya? Ataukah mereka memang sudah
tahu datangnya bala bantuan dan perjalanannya untuk
menghadapinya itu, tetapi jika meninggalkan benteng mereka
khawatir dengan adanya bala bantuan itu mereka akan diserang
berikut benteng dan segala isinya? Kalangan sejarawan tidak
memberikan keterangan yang dapat mengungkapkan usaha
muslihat yang luar biasa itu serta penarikan yang sangat
cermat dari Fayyum ke Heliopolis. Butler hanya menyebutkan,
berdasarkan sumber-sumber yang banyak digunakannya, bahwa
Amr berhasil menyeberang Sungai, baik dengan kekerasan atau
karena kelalaian pihak Rumawi. "Besar kemungkinannya ia
menyeberangi Sungai itu di bagian bawah sebelah utara Umm
Dunain. Ia tahu bahwa bala bantuan Muslimin itu berangkat
dalam dua kelompok menuju ke arah Ain Syams, yaitu
Heliopolis, juga ia sadar keberadaannya di sebelah barat itu
berbahaya. Sebenarnya ia khawatir juga jika hal ini sampai
diketahui oleh pihak Rumawi. Pasti ia akan dirintangi
berhubungan dengan bala bantuan yang dibawa oleh Zubair itu.
Tetapi seperti biasa, Theodorus [Panglima Rumawi]
telah menyia-nyiakan kesempatan ini. Ia tidak melakukan
serangan yang meyakinkan, sehingga Amr berhasil menyambut
bala bantuan itu dan sampai di markas pasukan Muslimin di
Heliopolis. Anak buahnya merasa begitu bangga dan gembira
atas kemenangan yang mereka capai dalam perang itu."
Jumlah bala bantuan yang datang itu 8000 orang, dipimpin
oleh az Zubair bin al-Awwam, yang di antaranya
terdapat juga Ubadah bin asSamit, al-Miqdad bin
al-Aswad dan Maslamah bin Mukhallad. Gembira sekali Amr
menyambut kedatangan mereka. Kalau mereka lebih terlambat
lagi dari yang semestinya, posisinya yang sudah sangat gawat
itu tidak mungkin dapat diatasi sampai memperoleh
kemenangan, betapa pun pandainya seorang panglima.
Keberanian luar biasa yang dilakukan mereka sejak
kedatangannya ke Mesir sampai tibanya bala bantuan itu.
bagai seorang yang paling berani dan pandai menghadapi
bahaya besar demikian rupa, sebenarnya patut sekali mendapat
mahkota kehormatan. Ia tetap tabah menghadapi bahaya itu,
dan berhasil menerobosnya. Dalam hatinya sudah tertanam
keyakinan, bahwa Rumawi tak akan mampu menghadapi orang yang
sudah pernah mengalahkan Kisra dan Kaisar. Bukankah dia
sudah berhadapan dengan pihak Rumawi di Farama, di Bilbis,
Umm Dunain dan di Fayyum? Tak sekali pun pasukan Rumawi
mendapat kemenangan, sementara ia sendiri sudah berulang
kali mengalahkannya! Dalam pada itu surat-suratnya kepada
Umar meminta bala bantuan lebih dipercepat tiada putusnya.
Bantuan yang pertama dengan jumlah kecil itu tidak
mengurangi semangatnya, tidak menimbulkan rasa putus asa
dalam hatinya. Malah ia berusaha dengan segala daya upaya
untuk tetap mempertahankan kekuatan moralnya yang tinggi ke
dalam jiwa pasukannya, dengan kepercayaan bahwa
Amirulmukminin masih akan memperbesar bala bantuannya, dan
untuk melaksanakan segala rencananya bila sudah tiba
saatnya.
Zubair bin Awwam
Kita tak habis heran bala bantuan kepada Amr itu
terlambat sampai sejauh itu. Melihat kemenangannya di Farama
dan di Bilbis patut sekali jika Amirulmukminin mempercepat
bala bantuannya, supaya dengan pasukannya yang hanya sedikit
itu ia tidak terjebak menghadapi kekuatan Rumawi dalam
benteng-benteng yang begitu kukuh. Adakah dugaan bahwa
panglimanya masih akan tinggal di Arisy atau di Farama
menunggu datangnya bala bantuan, dan sebagai prajurit di
tengahtengah prajurit yang lain dia tidak akan
mempertaruhkan diri menyerang musuh. Setelah menerima berita
tentang kemenangannya di Farama serta perjalanannya ke
Bilbis, dan bahwa sesudah ia nyaris berhadapan dengan
pasukan Rumawi di ibu kota Firaun itu, Umar baru
memobilisasi bala bantuan, kemudian saat ia menerima berita
mengenai Umm Dunain serta kemenangan Amr di sana, bala
bantuan itu ditambah lagi dengan dipimpin oleh Zubair bin
Awwam?5
Bagaimanapun keadaannya, ketika itu Zubair sudah
bersiap-siap akan mengadakan perjalanan perang dan akan
menuju Antakiah. Zubair bin Awwam adalah sepupu Nabi dari
pihak ibu, dan sahabatnya. Ia termasuk pahlawan Arab yang
tidak banyak jumlahnya. Setelah mengetahui niatnya ia
dipanggil oleh Umar seraya katanya: "Abu Abdullah!
Bersediakah Anda ke Mesir?" Zubair menjawab: "Saya tak
berkepentingan di sana. Tetapi kepergian saya untuk berjuang
dan untuk membantu kaum Muslimin. Kalau Amr sudah dapat
membebaskannya, tak perlu lagi saya mencampuri tugasnya.
Tujuan saya ke beberapa tepi pantai dan akan berpangkal di
sana. Tetapi kalau saya menemuinya ia sedang dalam
pertempuran saya akan bergabung dengan dia." Umar
mendoakannya dan melepaskannya. Zubair berangkat memimpin
sebuah pasukan sampai mencapai Mesir dengan tujuan Ain
Syams.
Penunjukan Zubair oleh Umar sangat tepat sekali. Pahlawan
ini sejak kecil sudah terkenal dengan ketegaran dan
kegesitannya. Di samping itu ia murah hati kepada semua
orang. Ia sudah masuk Islam ketika baru berumur enam belas
tahun. Ia ikut dalam dua kali hijrah ke Abisinia. Setelah
hijrah ke Medinah dalam setiap ekspedisi bersama Rasulullah
ia tak pernah ketinggalan. Ia sudah berikrar kepada
Rasulullah untuk mati di Perang Uhud. Ketika dalam Perang
Khandaq Nabi menunjuk orang siapa yang akan membawa berita
tentang Ahzab dan Banu Quraizah, maka yang terpilih adalah
Zubair; diadakan yang kedua, yang terpilih adalah Zubair,
dan diadakan yang ketiga kalinya, juga yang terpilih adalah
Zubair. Maka Rasulullah berkata: "Setiap nabi mempunyai
seorang pengikut; pengikutku adalah Zubair bin Awwam." Salah
satu panji kaum Muhajirin ketika pembebasan Mekah di tangan
Zubair. Oleh karena itu Nabi sangat dekat kepadanya dan
sangat mencintainya. Sesudah rumah-rumah di Medinah
ditentukan pemetaannya ia mendapat bagian tanah yang luas
dan diberi6 pula kebun kurma dari harta Banu
Nadir, dan dia diizinkan memakai sutra. Abu Bakr dan Umar
juga mencintainya, seperti kecintaan Nabi kepadanya. Di Jurf
Abu Bakr menempatkannya7 di rumah-rumah kaum
Ansar dan di Aqiq Umar juga memperlakukannya demikian.
Bahkan semua orang yang mengenalnya mencintainya. Orang yang
paling mencintainya ialah anggota-anggota pasukan yang
berada di bawah pimpinannya.
Amr bermarkas di Heliopolis (Ain
Syams)
Amr bin As sudah menyeberangi Sungai Nil dan terus ke Ain
Syams dan sudah dapat berhubungan dengan Zubair dan bala
bantuan besar yang dibawanya. Ketika itu Ain Syams telah
terhapus dari permukaan sejarah. "Ketenangan" kota Ain Syams
masa Firaun yang agung sudah tak ada lagi, yang ketika itu
menjadi pusat ilmu dan studi, yang juga dikenal oleh Plato
dan para filsuf Yunani yang lain. Mereka menimba ilmu dan
pengetahuan dari sana. Mereka belajar filsafat dan
astronomi, mereka melihat betapa maraknya kebudayaan dan
kemakmuran kota serta betapa besarnya bangunan-bangunannya,
dengan tempat-tempat ibadah yang begitu agung. Begitu juga
tugu-tugu dan patung-patungnya seperti yang disebutkan oleh
Herodotus8, yang juga menyebutkan betapa dalamnya
pengetahuan pemuka-pemuka agama di sana tentang sejarah
Mesir secara keseluruhan. Kota Iskandariah telah pula
membawa ilmu filsafatnya dari puncaknya yang tinggi ke Ain
Syams dan ke Memphis. Setelah Roma memerintah Mesir dan
penduduknya menganut agama Nasrani, ilmu pengetahuan dan
hukum menghilang dari Ain Syams untuk tidak kembali lagi.
Tugu-tugu dan patung-patung dipindahkan ke beberapa kota di
Delta, bahkan ada pula yang dipindahkan menyeberangi Laut
Tengah ke Roma. Begitulah sesudah selama sekian abad
mendapat cahaya ilmu dan sinar filsafat, segala yang ada di
"Kota Matahari" itu telah terpuruk ke dalam kemunduran yang
luar biasa. Tatkala orang-orang Arab datang ke kota itu,
segala kemegahannya yang lama sudah hilang, selain namanya
dalam bahasa Yunani, Heliopolis9 dan
tembok-tembok yang roboh serta patung patung yang
sudah rusak tertimbun tanah. Yang masih ada sampai sekarang
hanya sebuah tugu di daerah Matariah, yang menunjukkan letak
"On", "Kota Matahari" yang lama itu, serta kebisuannya yang
mengisahkan masa silamnya yang agung dan gemilang.
Puing-puing Ain Syams telah menjadi pilihan Amr bin As.
Ia ber markas di tempat itu, begitu juga bala bantuan
yang dibawa oleh Zubair bin Awwam, karena tempat ini
merupakan onggokan tanah tinggi yang akan memudahkan ia
mengadakan pertahanan dan terdapat banyak air, di sekitarnya
banyak pula persediaan bahan makanan yang tepat pula untuk
memasok angkatan bersenjatanya. Setelah puas dengan
penempatannya di sana dan melihat anggota pasukan yang
15.500 orang prajurit, ia yakin bahwa saat yang menentukan
antara dia dengan pihak Rumawi sudah di ambang pintu.
Dikumpulkannya anggota stafnya dan para pemuka strategi
perangnya, diajaknya mereka bermusyawarah mengenai rencana
perang itu. Perhatiannya terutama ditujukan untuk
mengeluarkan pasukan Rumawi dari benteng Babilon itu dan
agar dapat dihadapinya di tanah datar.
Tak lama setelah itu para mata-matanya datang membawa
berita, bahwa tak lama lagi Allah akan mewujudkan segala
harapannya itu, karena Theodorus, komandan pasukan Rumawi
juga sudah berunding dengan stafnya. Mereka berpendapat
bahwa berkubunya mereka dalam benteng itu akan
memperlihatkan kepada orang-orang Mesir bahwa mereka
pengecut dan lemah, dan akan mendorong orang bergabung
kepada pihak Muslimin dan akan membantu mereka. Jumlah
pasukan mereka melebihi jumlah pasukan Muslimin dengan
perlengkapan yang lebih baik. Atas dasar itu mereka bertekad
akan bertempur menghadapi pihak Arab, dan memutuskan akan
berangkat ke Ain Syams untuk mengusirnya dari sana. Sesudah
Amr mengetahui rencana mereka dia pun mengatur siasat untuk
menghadapi dan menumpas mereka. Ia mengerahkan 500 orang
malam hari ke balik bukit hingga memasuki gua Banu Wa'il di
sebuah benteng bukit, dan 500 orang lagi di bawah pimpinan
Kharijah bin Huzafah berangkat ke Umm Dunain sebelum subuh
[di kawasan Azbakiah sekarang]. Kedua kelompok itu
mendapat pasokan di bawah perintahnya. Setelah fajar
menyingsing, dengan memimpin semua angkatan bersenjata itu
ia berangkat ke Ain Syams hingga mencapai tempat Abbasiah
yang sekarang. Di sanalah ia menunggu kedatangan pasukan
Rumawi dari benteng Babilon di Mesir Lama.
|