|
20. Menuju Iskandariah (3/4)
Kota Iskandariah menyerah
Gambaran ini memang lebih mirip dongeng. Tetapi ini
memperlihatkan satu segi dari akhlak Maslamah, dan segi lain
pula akhlak Amr. Kedua orang ini merupakan teladan yang
patut dijadikan contoh. Tetapi gambaran itu tak lebih hanya
sampai di situ, tidak melukiskan suatu kecenderungan umum
dalam kehidupan berkelompok yang pengaruhnya begitu nyata
pada saat yang sangat menentukan itu, yang telah mengakhiri
keberadaan Rumawi di Mesir. Anehnya lagi, sumbersumber
yang sampai ke tangan kita begitu singkat, tanpa menyebutkan
dari pintu mana pasukan Muslimin memasuki kota, bagaimana
mereka menerobosnya dan pihak Rumawi mengadakan pertahanan,
padahal hari yang sangat menentukan itu sudah tentu
merupakan detik-detik yang paling mengerikan dalam
peperangan masa itu, lebih mengerikan dari tiga hari
pertempuran di Kadisiah, pertempuran di Mada'in dan di
Nahawand! Dan yang lebih mengherankan lagi, para sejarawan
Muslimin itu melukiskan kekalahan Rumawi hanya dengan
kata-kata ini: "Setelah Allah Subhanahu wa ta'ala
mengalahkan pasukan Rumawi dan Iskandariah ditaklukkan,
pasukan Rumawi di darat dan laut lari."
Tetapi bagaimanapun singkatnya laporan itu, kalangan
sejarawan Muslimin semua sepakat bahwa Iskandariah
ditaklukkan secara paksa, dan bahwa dengan penaklukan itu
pasukan Rumawi lari menyelamatkan diri dari pedang penakluk
dan berlindung di mana saja. Tetapi penaklukan yang
dilukiskan Butler berbeda sekali. Penyerahan itu berlangsung
secara damai, bukan menyerah karena kalah. Seperti sudah
kita kemukakan, ia menyebutkan bahwa Amr bin As berangkat
sendiri memimpin satuan-satuan yang pergi ke Iskandariah,
dengan menyebar kan rasa takut di daerah-daerah Delta,
dan perjalanan itu berakhir di Babilon saat air Sungai Nil
sedang pasang. Sementara ia dalam benteng itu datang Cyrus
dari Iskandariah membawa surat yang berisi penyerahan itu,
dan berkata kepada pemimpin Arab itu: "Tuhan telah
memberikan negeri ini kepada kalian. Dari saat sekarang
janganlah lagi berperang dengan Rumawi." Setelah diadakan
perundingan kemudian diakhiri dengan perjanjian damai.
Peranan Cyrus
Cyrus kembali ke Iskandariah membawa surat perjanjian
yang diadakan dengan panglima Arab itu sedang pihak
Iskandariah tidak tahu apa yang telah dilakukannya. Untuk
mengajak komandan-komandan pasukan menerima hasil
persetujuan dan tunduk pada kekuasaannya itu tidak mengalami
kesulitan. Segala kejadian itu telah menimbulkan bisik-bisik
orang di sana sini. Mereka marah, lebih-lebih lagi karena
ada sebagian pihak Arab yang tiba-tiba sekali memasuki kota.
Mereka datang naik kuda tanpa menoleh kanan kiri dan tidak
pula peduli orang orang yang ribut di sekitar mereka.
Begitu marah mereka kepada Cyrus, sampai mereka datang
mengepungnya di tempat kediamannya dengan maksud hendak
membunuhnya. Di tengah-tengah bahaya yang sudah begitu rupa
mengancam hidupnya, dengan kemampuan retorika, dengan
argumen yang kuat serta ketuaannya Uskup tua itu masih dapat
meredakan kemarahan orang banyak, meyakinkan mereka tentang
kebenaran pendapatnya sampai akhirnya ia dapat membuat
mereka menyetujui segala tindakannya. Bahkan setelah
mendengar kata-katanya itu sampai ada di antara orang-orang
yang marah itu yang "saling menyalahkan tindakan mereka
menyerbu dan marah kepada pendeta suci itu, padahal dengan
segala daya upayanya ia berusaha hendak menghindarkan mereka
dari bencana di tangan para penakluk. Sekarang mereka pun
mulai mengumpulkan jizyah yang sudah ditentukan atas mereka
ditambah lagi dengan sejumlah besar emas. Kemudian semua itu
dimuatkan ke atas kapal yang keluar dari pintu selatan
menuju ke terusan. Cyrus sendiri yang membawa harta itu
kepada panglima Muslimin. Dengan demikian selesailah sudah
penaklukan Iskandariah."3
Demikian cerita Butler. Cerita mengenai penaklukan
Iskandariah ini sangat berbeda sekali dengan penggambaran
para sejarawan Muslimin. Dalam ceritanya itu Butler mengutip
beberapa bagian isi perjanjian yang menyebutkan bahwa
Muqauqis telah membuatnya dengan Amr bin As khusus di
Iskandariah. Kalau sumber ini tetap berlaku, wajar sekali
jika hal itu akan menimbulkan kerancuan dalam pikiran
pembaca ketika membandingkannya dengan sumber para sejarawan
Muslimin. Sejarawan sarjana ini telah memperlihatkan
kejujurannya dan berusaha secara ilmiah seteliti mungkin
dalam pembahasannya itu, yang membuat kita harus menghormati
pendapatnya mengenai kenyataankenyataan dalam
penelitiannya itu, kendati dalam kesimpulan, pendapat dan
metodologi orang masih berbeda pendapat dengan dia. Tetapi
kejujurannya sendiri itulah yang justru membuat sarjana yang
teliti ini harus menggugurkan pendapatnya, ketika
ketidakbenarannya kemudian terbukti, dan harus menerima
bahwa Amr dan Muqauqis tidak menandatangani perjanjian apa
pun selain satu perjanjian yang sudah dibuat
syarat-syaratnya ketika terjadi pengepungan benteng Babilon.
Kemu dian Heraklius menolaknya dan sebagai akibatnya
Cyrus diasingkan. Dengan demikian sumber para sejawaran
Muslimin itu benar-benar meyakinkan, meskipun singkat, dan
kita setuju bahwa kota Iskandariah ditaklukkan dengan paksa.
Apa yang terjadi antara Muqauqis dengan panglima Arab
setelah penaklukan itu tidak lebih dari sekadar mengatur
cara pengosongan pasukan Rumawi dari ibu kota Mesir dan dari
semua daerah Mesir.4
Kekaguman Muslimin setelah memasuki kota
Iskandariah
Jadi pasukan Muslimin memasuki Iskandariah secara paksa
dengan menerobos pagar-pagar tembok dan membuka pintu-pintu
kota. Pasukan Rumawi ada yang lari ke darat dan ke laut.
Pihak ibu kota menyerah dan menyerahkan pula pimpinannya
kepada mereka. Orang-orang badui dari Semenanjung Arab itu
berkeliling keluar masuk kota Iskandariah. Begitu
menginjakkan kaki, setiap tapak mereka melangkah mereka
kebingungan karena terpesona. Begitu pertama kali mereka
datang hendak mengepung kota itu, mereka tak habis
kagum melihat pinggiran kota dan pagar-pagar temboknya,
melihat puncak-puncak gedung dari balik tembok-tembok itu,
yang memang sudah menggambarkan segala karya seni dan
bangunan-bangunan dengan segala dekorasinya yang begitu
indah terdapat di dalamnya. Bahkan, tembok-tembok itu
sendiri yang begitu kukuh dengan kemahiran pengerjaannya
yang luar biasa sudah merupakan keajaiban tersendiri,
didukung pula oleh kubu-kubu dan benteng-benteng yang
ada.
Tetapi sekarang, setelah mereka menerobos pagar-pagar
tembok itu ke dalam kota, apa yang mereka lihat itu tidak
hanya sekadar menakjubkan saja, namun semua itu sudah
merupakan pesona yang sungguh menawan hati. Dua jalan besar
yang membelah kota dari barat ke timur dan dari utara ke
selatan, hanya satu-satunya dan tak ada bandingannya dari
segala yang pernah mereka lihat di Syam dan di Irak, dengan
pilarpilar yang menjulang tinggi dibalut oleh pualam
berkilauan menyilaukan mata memandangnya, terpisah di sebuah
lapangan besar dengan taman-taman yang subur, sehingga semua
itu merupakan sebuah taman surga. Di sekelilingnya berdiri
gedung-gedung tinggi dikelilingi oleh kebun-kebun anggur,
bunga beraneka macam, buah-buahan dan berbagai tumbuhan
segar. Salah satu tepinya mencapai laut, sehingga
pelabuhannya dapat terlihat. Di sekeliling tempat itu yang
tampak hanya keajaiban semata, membuat orang kebingungan di
mana pun ia berdiri. Kalau ia berdiri di salah satu tepi
itu, ia akan tertegun, hati tak mau beranjak dari tempat
itu. Akan terlihat bangunan-bangunan Ptolemaeus yang masih
akan berkisah tentang sisa-sisa keindahan dan ciptaannya
dalam ilmu dan seni yang begitu agung dan tak ada taranya
itu. Akan terlihat pula di sini sebuah makam besar tempat
jasad Iskandar Agung bersemayam di bawah atap dari emas. Di
sini terdapat pula museum yang bersambung dengan
perpustakaan-perpustakaan yang luar biasa, yang dulu menjadi
gudang ilmu untuk seluruh dunia. Di sini terdapat pula
sebuah aula besar dengan keempat pilarnya yang berjajar,
yang oleh penduduk kota disebut "Tatrabelus" dan mereka
mengatakan bahwa Iskandar Agung dikuburkan di tempat kuburan
Nabi Yeremia. Karenanya mereka sangat menghormati dan
memujanya. Di samping makam itu berdiri pula gereja yang
terbesar, yakni Gereja Santo Markus yang dibangun sangat
indah. Tak jauh dari sana berdiri beberapa gereja yang
dipuja karena keagungannya. Semua itu dibentuk dalam
keindahan karya seni, yang membuktikan tentang bakat
orang-orang Mesir yang memang suka mengeluarkan biaya untuk
membangun tempat-tempat ibadah untuk mendekatkan diri kepada
Sang Pencipta yang mereka sembah.
Dalam Gereja Santo Markus terdapat jasad Rasul itu yang
terletak di depan altar dalam sebuah peti mati dari pualam.
Itu pula sebabnya dan karena kemegahan bangunannya ia
dihormati dan dipuja semua orang. Tetapi gereja kaum Caesari
(Caesarean) yang berdiri di kawasan itu Juga, di jalan
mendaki ke pelabuhan terbesar itu lebih penting dari Gereja
Santo Markus dan hampir menggantikan kedudukannya. Gereja
Caesari ini pada mulanya bukan dibangun sebagai gereja,
tetapi sebagai tempat pemujaan berhala, didirikan oleh
Kleopatra (Cleopatra) di atas sebuah dataran tinggi yang
menjorok ke laut, agar dapat dilihat oleh semua orang yang
datang ke Iskandariah. Orang akan melihat ketika itu
keagungan, kemegahan dan keindahannya sekaligus. Ratu yang
cemerlang putri Ptolemaeus yang agung itu membangun kuil
megah ini untuk mengagungkan Julius Caesar. Itu sebabnya
diberi nama "al-Qaisariun" ("golongan Caesar"). Sesudah ia
bunuh diri dan pemerintahan Mesir berada di tangan Roma,
Caesar Augustus meneruskan penyelesaian bangunan kuil itu
dengan mengadakan tambahan supaya makin tampak keagungannya,
sehingga dalam melukiskannya Philo berkata: "...Merupakan
peninggalan Kuil Caesar yang tak ada taranya, sebuah karya
yang luar biasa dengan bangunannya yang agung terletak di
sebuah pelabuhan yang luas, menjulang tinggi. Orang akan
menganggapnya sebagai sebuah tugu laut; dihiasi
lukisan-lukisan dan patung-patung yang indah sekali. Orang
datang ke sana menyajikan korban dan berbagai macam
bingkisan. Semua itu diperindah lagi dengan perhiasan dari
emas dan perak, yang juga menjadi model yang begitu indah
susunannya, dengan bagian-bagiannya yang terdiri dari
museum-museum, perpustakaan, kubah-kubah, halaman dalam,
aula dan lorong-torong serta berbagai tanaman pepohonan yang
sangat menonjol. Segalanya ditempatkan di tempat yang
sesuai, diciptakan oleh tangan yang trampil, ditampilkan
dalam sebuah jambangan dengan warna yang cantik, dengan
pembiayaan yang sudah tak ternilaikan lagi berapa besarnya.
Di samping itu merupakan juga hiburan bagi wisatawan sambil
melihatlihat dan mencuci mata, di waktu pagi dan
petang."5
Di tengah-tengah gereja kaum Caesari itu terdapat dua
buah tugu yang membuat orang-orang Arab itu terkagum-kagum,
terbuat dari granit merah segi empat di atas dua buah
fondasi yang salah satunya ditutup dengan penutup dari
tembaga dalam bentuk empat ekor kumbang tahi yang diukir
dengan ukiran-ukiran kuno. Kumbang-kumbang itu menjadi
pemisah antara tugu dengan fondasi. Fondasi yang dari satu
potong granit itu di bawahnya terdapat tiga tingkat tangga
putar terbuat dari batu. Fondasi kedua dipisahkan oteh empat
patung terbuat dari batu tipis transparan yang oleh
orang-orang Arab itu dikira kaca. Di puncak masing-masing
tugu tertutup dengan tembaga atau brons dengan sebuah patung
dari bahan itu juga bertengger di atasnya. Salah satu patung
itu melambangkan lukisan dewa, barangkali Dewa Kemenangan,
sedang yang sebuah lagi mungkin melambangkan Dewa Laut.
Tugutugu dengan patung-patung dan fondasi-fondasinya
itu telah mencapai puncak keindahannya yang dibuat begitu
teliti. Suatu kenikmatan bagi yang memandangnya dari laut
saat kapat-kapal lewat hendak memasuki atau keluar dari
pelabuhan.
Keindahan yang terdiri dari gedung-gedung, kuil-kuil,
gereja-gereja, patung-patung, pilar-pilar dan tugu-tugu itu
semua menjorok ke laut di ujung salah satu dari dua jalan
utama kota. Tatkata orang-orang Arab itu sampai ke sana, di
masing-masing tempat itu mereka berdiri, terpesona dan
tertegun karena sudah begitu kagum. Kita tak tahu,
barangkali karena kekaguman demikian itu pula maka telah
memberi kesempatan kepada pasukan Rumawi untuk menjauhkan
diri dengan kapalnya dari pantai.
|