|
20. Menuju Iskandariah (2/4)
Di depan kota Iskandariah yang sangat
memukau
Pasukan Arab itu telah mendapat kemenangan terhadap
Rumawi dan berhasil memukul mundur mereka di Kiryaun. Amr
tinggal di Kiryaun hanya sekadar untuk mengatur pasukannya.
Setelah itu ia berangkat memimpin pasukan yang gagah berani
itu hingga sampai ke Iskandariah tanpa menemui rintangan
dalam perjalanannya. Sesudah berada di dekat tembok kota,
pasukan itu tertegun berdiri melihat segala yang di
depannya. Damsyik bukan bandingannya! Baitulmukadas bukan
bandingan! Juga Antakiah tak dapat pula dibandingkan! Bahkan
dengan Mada'in, dengan segala istana Kisranya! Orang-orang
Arab pedalaman itu membuka mata lebar-lebar melihat indahnya
pemandangan yang begitu mengagumkan, begitu mencekam hati
dan pikiran mereka. Mereka berdiri tertegun sambil
melemparkan pandangan mata ke kanan dan ke kiri, yang
semuanya itu membuat mereka makin menganga
terkagumkagum. Di sebelah timur dan sebelah barat kota
yang besar itu mereka melihat Laut Tengah yang membentang
luas sejauh mata memandang. Langit yang jernih telah
memantul di air yang biru sehingga dalam kejernihan dan
kehalusannya air itu membawa warna langit, ditingkah pula
oleh air yang selalu bergerak-gerak mengikuti gelombang yang
saling bertaut, dan baru terpencar setelah sampai di pantai
yang berpasir halus dan licin.
Pandangan mata itu kini berbalik dari laut ke kota yang
besar itu. Alangkah cepatnya terlupakan laut dengan ombaknya
yang dilihat begitu menakjubkan itu! Mereka melihat
pinggiran kota di depan mereka, kebun-kebun dan taman-taman
bertebaran di sana sini, gedung-gedung dan biara-biara
berdiri tegak di sela-sela hutan-hutan kecil dengan
pohon-pohon besar, ada yang sedang berbuah dan yang tidak.
Di pinggiran kota itu berdiri pula tembok-tembok dan
benteng-benteng sehingga segala tembok dan benteng yang dulu
pernah mereka lihat semua tampak kecil. Tidak lebih dari
benteng Babilon yang dulu pernah membuat mereka tertegun di
depannya, seolah merupakan salah satu dari kumpulan benteng
besar-besar ini, yang sekarang berdiri di sekitar ibu kota
yang indah itu. Semua itu bercerita tentang kekukuhan dan
kuatnya pertahanan. Tembok-tembok dan gedung-gedung yang
karena sifat bangunannya, yang tampak di mata hanyalah
bagian-bagian atasnya yang sudah dihiasi kubah-kubah yang
diukir demikian teliti serta pilar-pilar yang menjulang
tinggi, sebagian menopang kubah-kubah itu. Orang yang
melihat akan makin kagum dan takjub. Di celah-celah
kubah-kubah itu tampak menjulur pula ke luar tugu-tugu yang
lebih tinggi dari yang pernah mereka lihat di Ain Syams.
Mereka belum pernah melihat ada yang dapat dibandingkan
selain di Mesir. Sementara itu mata mereka tertaut pada
Gereja Santo Markus yang tegak berdiri di antara tugu-tugu
di bawah penjagaan tulisan-tulisan jimat yang terukir di
keempat dindingnya. Gereja itu merupakan sebuah mutiara di
tengahtengah bangunan itu, dibangun oleh para ahli
bangunan yang mahir, yang mampu menuangkan segala bentuk
keindahan ke dalamnya. Bila mereka mengalihkan pandangan
mata ke sudut lain dalam kota, yang tampak adalah Kuil
Sarapeum (Serapion) dengan langit-langitnya yang
keemas-emasan membuat orang sangat terpesona. Tiang
Diocletianus yang menjulang tinggi mengawasi benteng penjaga
Kuil dan sekitarnya.
Jika pandangan dialihkan ke arah laut, maka yang tampak
adalah menara Pharos yang seolah tersembul dari udara
memberitahukan kepada setiap orang yang melihatnya bahwa ia
termasuk Tujuh Keajaiban Dunia. Mata pasukan itu silih
berganti melihat segala keajaiban itu. Segala macam
bangunan, patung, tugu, gereja, benteng dan
temboktembok, yang semuanya itu tampak makin indah.
Tidak heran, karena Iskandariah masa itu merupakan kota
dunia yang terindah. Adakah pasukan yang gagah berani itu
lalu mengendor dengan mengorbankan perjuangan untuk terus
menyerbu dan menaklukkannya? Tidak! Allah telah memberi
ganti dengan kemenangan kepadanya. Betapapun
temboktembok dan benteng-benteng itu kuat dan
kukuhnya, mereka tak akan mundur.
Amr melihat pasukannya yang begitu terpesona dan
bersemangat itu. Tetapi dia yang terkenal sangat
berhati-hati tidak ragu-ragu memerintahkan yang di depan
untuk menyerbu tembok dan bentengbenteng kota itu.
Dalam perhitungannya, kekalahan Rumawi di Kiryaun tentu
sudah menimbulkan ketakutan dalam hati mereka yang
mempertahankan kota Iskandariah, dan mereka yakin bahwa
nasib mereka tidak akan lebih baik daripada nasib
kawan-kawan mereka yang sudah lari terbirit-birit itu. Di
kalangan Muslimin, sedikit pun sudah tidak ragu bahwa kota
yang hebat itu akan membuka pintu begitu mendapat serangan
pertama. Dengan mengumandangkan kalimat tauhid dan takbir
mereka pun segera melaksanakan perintah itu. Yang masih
membahayakan mereka hanyalah batu-batu besar yang
dilemparkan kepada mereka dari manjaniq yang dipasang di
atas tembok-tembok kota. Soalnya pihak Rumawi sudah yakin
bahwa ketika mereka menarik diri dari Kiryaun pasukan Arab
itu akan segera menyusul, dan semangat kemenangan itu akan
membuat mereka kurang berhati-hati, dan akan langsung
menyerang kota. Oleh karena itu Theodorus menyuruh
pasukannya masuk ke dalam benteng dan memerintahkan
mengosongkan pinggiran kota. Pelempar-pelempar manjaniq itu
ditempatkan di atas tembok-tembok untuk menghujani musuh
yang datang dengan batu-batu besar. Tetapi ketika melihat
hujan batu itu Amr yakin bahwa pihak Rumawi sudah mengadakan
persiapan dan sudah bersiap-siap diri. Ia kembali waspada
dan memerintahkan anak buahnya untuk berputar kembali ke
belakang sasaran manjaniq. Di tempat itulah pasukannya
berkemah dan ia sendiri mulai menyusun strategi baru.
Kota Iskandariah dikepung
Amr mendirikan markasnya di sebelah timur kota, tak jauh
dari Hilwat dengan istana Pharos. Ia segera sadar bahwa
penyerangan terhadap kota itu bukan soal mudah. Dari utara
kota ini dilindungi oleh laut, yang hanya dikuasai oleh
Rumawi sendiri, sedang pihak Arab tak mempunyai satu pun
kapal layar, sementara di sebelah selatan mereka dilindungi
oleh Danau Maryut, dan untuk menyeberanginya suatu hal yang
sulit, bahkan mustahil. Di sebelah barat dilingkari oleh
terusan Su'ban. Oleh karena itu, satu-satunya jalan hanya
dari sebelah timur, yaitu jalan yang terbuka langsung ke
Kiryaun. Tetapi dari arah ini kota itu sangat diperkuat
dengan tembok-tembok dan benteng-benteng, seperti yang
terdapat juga di bagian-bagian lain kota. Setiap bala
bantuan dari laut kepada Iskandariah sangat mudah, mengingat
kota-kota pantai Mesir semua di tangan Rumawi. Dengan mudah
ia dapat mengirim kapal untuk mengangkut bahan makanan untuk
penduduk dan garnisun ibu kota. Penjaga kota yang berjumlah
50.000 itu, sudah yakin bahwa kalau mereka kalah, kedaulatan
Rumawi di Mesir tamat sudah. Malah kata-kata Kaisar sudah
sampai kepada mereka: "Jika pasukan Arab menang di
Iskandariah, hancurlah Rumawi dan terputuslah kerajaannya.
Buat Rumawi, tak ada gereja yang lebih besar dari
gereja-gereja Iskandariah." Kata-kata ini tambah membakar
semangat mereka untuk mempertahankan kota mati-matian. Jadi
kalau begitu, tak ada harapan sudah untuk menyerang kota
selama garnisun bertahan di temboktembok dan
kubu-kubu, dan tak ada pula harapan untuk menyerang dan
mengalahkan para pengawal itu, kecuali jika mereka keluar
dari benteng itu untuk menghadapi pasukan Arab di tempat
terbuka. Mungkinkah mereka melakukan itu? Kalau tidak juga
mereka lakukan, apa gerangan yang akan diperbuat oleh
panglima Arab yang hebat itu?! Adakah ia mengira Iskandariah
saja dapat menolong seluruh Mesir dari tangannya?
Tetapi Amr tidak putus asa untuk dapat mengalahkan
musuhnya. Langkah pertama yang akan diambil menjauhkan diri
dari sasaran manjaniq. Kalau pengepungan itu berlangsung
lama terhadap Rumawi. itu saja sudah akan membuat mereka
merasa terpukul, dan mereka akan nekat menyerbu ke luar,
maka saat itulah pasukan Muslimin akan menghajar mereka. Itu
sebabnya ia tinggal di markasnya di antara Hilwat dengan
Istana Pharos itu selama dua bulan penuh. Selama itu pihak
Rumawi pun tidak keluar dan tidak pula berusaha hendak
memeranginya. Setelah itu Amr memindahkan markasnya ke Mags.
Maka ketika itu pasukan itu keluar dari arah Danau sambil
berlindung di benteng yang ada di sana. Mereka menyerang
Muslimin dan berhasil membunuh dua orang di Gereja Emas.
Setelah itu, melihat pasukan Muslimin berkumpul akan
menghadapi mereka, mereka pun kembali ke benteng. Hal itu
tidak mengurangi tekad Amr untuk tetap berada di dekat kota,
meskipun ia harus lebih berhati-hati dan lebih waspada.
Dengan demikian pasukan Rumawi tetap terkepung dan jarang
sekali mereka keluar. Pihak Muslimin pun tetap berada di
depan mereka, dengan bahan makanan yang didatangkan dari
kota terdekat. Tak terlintas dalam pikiran Amr mau bertindak
nekat menyerbu benteng mereka, karena dia tahu pasti hal itu
tak mungkin tercapai.
Tetapi tak lama setelah pengepungan kota itu Amr melihat
bahwa keberadaannya di situ mengawasi keluarnya garnisun
tanpa mengadakan suatu kegiatan perang yang akan memberi
semangat kepada pasukannya, pasti akan menimbulkan kejemuan
dalam hati dan akan timbul perasaan tak mampu menghadapi
musuh. Hal ini akan menggoyahkan rasa percaya diri dan
kepastian masa depan mereka. Pikirannya itu telah
mengantarkannya pada dua tujuan sekaligus, menghilangkan
rasa jemu pasukannya dan sekaligus melemahkan tekad pasukan
Rumawi pengawal kota itu. Setelah itu ia mengirim
satuan-satuan menyusup ke kawasan Delta sambil mengusir
pasukan Rumawi di sana, dan yang sebagian besar tetap
mengepung Iskandariah.
Adakah Amr sendiri yang memimpin satuan-satuan itu
ataukah me nyerahkannya kepada salah seorang komandan
pasukannya? Beberapa sumber masih berbeda pendapat. Sebagian
ada yang beranggapan bahwa satuan-satuan itu menyusup ke
kawasan Mesir Hulu sementara yang lain menyusup ke kawasan
Delta, dan bahwa Amr mulai melaksanakan rencananya sejak ia
mengepung benteng Babilon dan sebelum berangkat ke
Iskandariah. Tentu pembaca masih ingat apa yang sudah kami
sebutkan bahwa ketika mengepung Babilon dulu ia mengirim
satuansatuannya ke Asrib dan Manuf dan menguasai kedua
kota itu. Begitu juga satuan-satuan yang lain yang kemudian
menguasai seluruh kawasan Fayyum. Apakah satuan-satuan itu
maju ke Delta dan ke Hulu sementara Amr berangkat dengan
sebagian besar angkatan bersenjatanya ke Kiryaun dan ke
Iskandariah? Ataukah ia mengumpulkan seluruh kekuatannya
ketika ia memutuskan akan berangkat ke ibu kota yang kukuh
itu? Tak ada yang tertinggal dari mereka untuk berangkat
bersama dengan Amr selain mereka yang memang ditinggalkan di
Babilon dan di kota-kota lain yang baru ditaklukkan untuk
menjaga ketertiban dan keamanan, serta untuk menumpas semua
anasir pemberontakan yang mungkin timbul.
Dengan berpegang pada sumber Hanna Naqyusi Butler
berpendapat bahwa Amr sendirilah yang berangkat setelah
melihat begitu kuatnya kota Iskandariah, memimpin
satuan-satuan yang berangkat dari Iskandariah ke Kiryaun,
kemudian ke Damanhur menuju ke arah timur sampai k Sakha di
provinsi Garbiah. Karena tempat itu dikelilingi
tembok-tembok dan air, ia tak dapat maju. Karenanya, tempat
itu ditinggalkannya dan ia pergi ke selatan ke arah Taukh
sekitar 30 mil dari sana. Setelah dibendung oleh pihak
kawasan itu, ia pergi ke Damses tetapi tak berhasil
menaklukkannya. Dalam perjalanan ini Amr tidak berhasil,
sementara ia sudah menghabiskan waktu 12 bulan. Kecuali jika
ia memperlihatkan tangan besi di Delta, dan menguasai
kota-kota yang tidak diperkuat dan melakukan perampasan,
setelah ia kembali ke Babilon. Di bagian lain dalam bukunya
itu Butler menambahkan, yang selalu didasarkan pada buku
Hanna Naqyusi, bahwa Amr memimpin angkatan bersenjatanya ke
Hulu, dan bahwa ia menaklukkannya, atau sedikitnya
menaklukkan kota-kota Mesir Tengah. Setelah itu kemudian ia
kembali ke Babilon dan tinggal di sana. Muqauqis datang
kepadanya dari Iskandariah dan dibuat perjanjian.
Sumber Balazuri dari Yazid bin Abi Habib dan dari
al-Jaisyani mengatakan: "Saya mendengar beberapa orang yang
menyaksikan pembebasan Mesir, mereka mengatakan bahwa
setelah Amr bin As menaklukkan Fustat ia menugaskan Abdullah
bin Huzafah as-Sahmi ke Ain Syams. Ia menaklukkan daerah itu
dan mengadakan persetujuan oengan kalangan desa-desa
setempat seperti yang berlaku dengan Fustat; juga ia
menugaskan Kharijah bin Huzafah al-Adwi ke Fayyum, Asymunin,
Ikhmim, Basysyarudat dan desa-desa lain di Mesir Hulu dan
dilakukan seperti itu. Umair bin Wahb al-Jumahi ditugaskan
ke Tannis, Dimyat, Tunah, Damirah, Syata, Daqahlah, Banna
dan Busir yang juga berlaku seperti itu. Kemudian Uqbah bin
Amir al-Juhani - ada yang mengatakan Wardan pembantunya,
pengurus pasar Wardan di Mesir - ke beberapa desa di bagian
bawah, dan dilakukan seperti itu juga. Semua dikumpulkan
oleh Amr bin As untuk membebaskan Mesir dan tanah Mesir
menjadi tanah kharaj."
Kita lebih cenderung mengambil sumber Balazuri ini,
kendati tidak menyebutkan tanggal-tanggal tertentu. Kita
cenderung demikian terutama karena Ibn Abdul-Hakam dan yang
lain menulis sejarah penaklukan Mesir mengakui bahwa Amr
tetap mengepung Iskandariah sejak ia pergi ke sana sampai
berakhir dengan pembebasannya. Untuk itulah satuan-satuannya
itu pergi ke Delta di Hulu sementara ia sedang mengadakan
pengepungan itu. Kalau benar satuan-satuan itu tidak ikut
menaklukkan kota-kota yang sudah diperkuat dengan
benteng-benteng kecuali baru sesudah penaklukan Iskandariah,
tetapi yang sudah tak dapat diragukan lagi bahwa pasukan
Rumawi di daerah-daerah itu sudah dikepungnya, dan ia
memperluas kekuasaannya sampai ke daerah-daerah lain yang
dikunjunginya. Tidak diragukan juga bahwa orang-orang Arab
itu tidak mendapat sambutan orang Mesir, juga mereka tidak
memberontak atau mengadakan perlawanan, sebab mereka
khawatir pihak Rumawi mendapat kemenangan di Iskandariah
lalu kekuasaan di Mesir seluruhnya kembali ke tangan mereka,
seperti dulu. Mereka tidak tahu apa yang akan terjadi dengan
mereka jika kemenangan berada di pihak Arab. Mungkinkah
orang-orang Arab itu akan membiarkan mereka bebas di negeri
mereka sendiri? Saya kira mereka tidak akan menipu diri
sendiri dengan harapan semacam itu. Mereka sudah melihat
pihak Muslimin yang sudah menetap di Syam dan mengambil alih
kekuasaan di sana. Oleh karena itu mereka menyerah kepada
keadaan, tidak mengadakan perlawanan dan tidak memberontak.
Bahkan dari luar mereka setia kepada Rumawi selama kekuasaan
masih di tangannya dan memperlihatkan kesetiaan dari luar
kepada Arab, juga selama kekuasaan berada di tangan pihak
Arab. Menghadapi pertarungan yang terjadi di negeri mereka,
mereka bersikap hanya sebagai penonton Perhatian mereka
tertumpu ke ibu kota yang besar itu sambil mengikuti
berita-beritanya dan menunggu bagaimana kesudahannya
nanti.
Bagaimana mereka tidak akan bersikap demikian sementara
dari bulan ke bulan keadaan ibu kota yang kuat tetap aman
dan tenteram. pihak Muslimin pun belum berani bertindak
menyerang, apalagi mau menyerbunya. Soalnya karena bagi
Rumawi keadaannya dari arah laut terbuka, dengan mudah
mereka dapat memasok pasukan dan perlengkapan yang mereka
kehendaki. Dari berbagai sumber itu terlihat bahwa rupanya
pertempuran itu sebagian besar terbatas hanya pada kontak
senjata, tidak sampai dalam bentuk perang. Ibn Abdul-Hakam
menuturkan bahwa sebagian pasukan Rumawi keluar dari pintu
benteng Iskandariah dan menyerang orang banyak. Salah
seorang dari suku Mahrah mereka bunuh, kepalanya mereka
penggal dan mereka bawa. Orang-orang kabilah Mahrah itu
marah dengan mengatakan: "Jangan dikuburkan kalau tidak
dengan kepalanya." Amr berkata kepada mereka: "Kalian marah!
Kalian mengira mereka itu ada yang mau peduli dengan
kemarahan kalian. Seranglah mereka kalau mereka keluar lagi,
bunuhlah salah seorang dari mereka kemudian lemparkan
kepalanya kepada mereka; mereka akan membalas dengan
melemparkan kepala kawanmu itu." Suatu hari pihak Rumawi itu
keluar; oleh orang Arab salah seorang dari mereka dibunuh
dan kepalanya dipenggal lalu dilemparkan kepada pihak
Rumawi. Orang Rumawi pun melemparkan kepala orang Mahrah
itu. Setelah itu ia dikuburkan. Wajar saja bila kontak
senjata semacam ini tidak sampai menjurus kepada peperangan.
Amr sudah kesal dengan keadaan serupa itu. Khawatir
pasukannya akan terjerumus ke dalam bahaya, ia tak dapat
mengerahkan mereka lebih dari itu. Ia akan dikecam oleh
Usman bin Affan dan mereka yang sehaluan dengan dia karena
keberaniannya hendak membebaskan Mesir itu. Di samping
barangkali akan ada anggota pasukannya yang akan merasa
enggan jika disuruh maju, kendati ia yakin bahwa sebagian
besar mereka lebih senang mati daripada hidup. Hal ini
dibuktikan oleh penuturan sumber tadi ketika melukiskan
keadaan sekelompok pasukan ini. "Ada tiga kabilah di Mesir:
Kabilah Mahrah ini membunuh tanpa dapat dibunuh; kabilah
Gafiq dibunuh dan tidak dapat membunuh, sedang kabilah Bali
orang-orangnya kebanyakan masih sahabat-sahabat Rasulullah
Sallallahu 'alaihi wa sallam dan termasuk pasukan berkuda
yang terbaik."
Dampak kematian Heraklius di Mesir
Tetapi tak lama setelah kematian Heraklius bala bantuan
Rumawi ke Iskandariah itu terputus. Ditambah lagi dengan
kesibukan pihak Bizantium karena merebaknya kekacauan yang
melanda istana, di samping pemberontakan di ibu kota
terhadap Martina dan anaknya. Mereka sudah lupa Iskandariah,
mereka sudah lupa Mesir. Tak seorang pun dari mereka yang
memikirkan hendak mempertahankannya. Itulah pendapat
kalangan sejarawan Muslimin ketika menyinggung soal kematian
Heraklius itu. "Dengan kematiannya itu Allah telah
menghancurkan kekuatan Rumawi." Terputusnya bala bantuan ke
ibu kota Mesir itu telah melemahkan semangat para anggota
garnisunnya. Timbul rasa hawatir dalam hati mereka pasukan
Arab akan segera menyergapnya, atau akan menguasai
daerah-daerah pantai lalu bahan makanan untuk mereka akan
terputus pula. Mereka bertambah khawatir lagi setelah
tersiar berita-berita bahwa orang-orang Arab itu sudah
tersebar di Hulu dan di Hilir Mesir, serta terkepungnya
garnisun-garnisun Rumawi di kota-kota yang sudah diperkuat
dalam tembok-tembok kota. Apa yang akan dapat dilakukan
Iskandariah jika persediaan makanan sudah tak ada dan
kelaparan sudah meluas! Apa gunanya pasukan Rumawi tetap
tinggal di ibu kota dalam keadaan serupa itu sementara ibu
kota mereka di tepi pantai Bosporus sedang bergejolak,
terancam oleh berbagai macam kekacauan! Semua ini merupakan
unsur-unsur yang menjadi penyebab kelemahan moral setiap
prajurit Rumawi. Moral pasukan pertahanan Iskandariah memang
sudah lemah, sehingga mereka tidak lagi melihat kukuhnya
benteng-benteng dan tembok-tembok yang mengelilingi kotanya,
yang dengan demikian mereka akan terhindar dari kekalahan
jika para pengepung itu nekat menyerbunya juga.
Betapa semangat mereka tidak akan merosot mengingat
kesibukan pihak Rumawi di kota Konstantinopel dengan
intrik-intrik di dalam istananya serta kekacauan di antara
mereka sehingga mereka tidak lagi memikirkan Mesir dan upaya
pertahanannya! Perasaan demikian dalam hati anggota-anggota
pasukan yang harus mempertahankan Iskandariah itu dari hari
ke hari makin dirasakan berat dan lambat-laun moral mereka
pun makin merosot.
Sementara itu Amr bin As dan pasukannya yang terus
mengepung Iskandariah tidak pula beranjak. Mereka sudah puas
dengan bahan makanan dan persediaan mereka yang cukup,
ditambah pula dengan berita-berita mengenai saudara-saudara
mereka yang tersebar di Hutu dan di Delta.
Surat Umar bin Khattab mempertanyakan
kelambatan Amr bin As
Sebaliknya Umar bin Khattab di Medinah, ia menantikan
beritaberita dari Mesir yang dari waktu ke waktu harus
ia terima. Ia sangat gelisah ingin secepatnya mendapat
berita tentang jatuhnya kota Iskandariah ke tangan pasukan
Muslimin. Tetapi berita ini sampai kepadanya terlambat satu
bulan. Keterlambatan ini membuatnya tidak senang. Ia mencari
tahu apa sebabnya. Pasukan-pasukan itu yang sudah
menaklukkan kota-kota dan benteng-benteng yang paling kuat
dan kukuh. Dia pun tidak mengurangi bala bantuan yang harus
dikirimkan kepada Amr, bala bantuan yang akan menjamin dapat
mengalahkan musuh. Kendati begitu, mengapa ia tinggal
lama-lama di depan tembok-tembok kota yang terkepung itu,
seolah ia dan pasukannya sudah keenakan tinggal begitu, dan
seolah dengan itu sudah cukup tanpa harus ada usaha lain?
Berita-berita dari Rumawi serta pergolakan yang terjadi
dalam istana kerajaan itu tidak pula lepas dari perhatian
Amirulmukminin. Ya, bagaimana mungkin kesempatan yang jarang
sekali ada untuk memperoleh kemenangan ini akan
dilewatkan begitu saja oleh Amr bin As dan kawan-kawannya,
yang sebelum itu mereka sudah dapat mengalahkan Rumawi di
Ajnadain? Padahal waktu itu Heraklius masih hidup, dan
Rumawi menganggap Ajnadain adalah benteng pertama dalam
rencana mempertahankan Baitulmukadas (Yerusalem), yang
menurut anggapan mereka mempertahankan Baitulmukadas berarti
mempertahankan agama mereka dan makam Almasih!? Kalau begitu
bukanlah kekuatan Rumawi yang menghentikan pasukan Muslimin
di depan pintu Iskandariah. Tentu ada sesuatu yang menimpa
pasukan Muslimin sehingga mereka tidak berani maju
menghadapi maut dan bersedia mati syahid. Apa pula yang akan
menimpa mereka itu kalau bukan kekayaan Mesir yang membuat
mereka begitu tergoda, tergoda pada kehidupan dunia dan
ingin menikmati kesenangan yang ada!
Umar adalah orang yang paling percaya bahwa hubbud dunya,
cinta harta, akan merusak rasa harga diri dan keberanian
dalam jiwa manusia. Oleh karenanya, setiap berita-berita
perjalanan itu terlambat datang, timbul kemarahan dalam
hatinya. Setelah kemarahannya mereda ia berkata mengenai
Mesir itu kepada sahabat-sahabatnya: "Mereka terlambat
menaklukkannya hanya karena mereka mengada-ada." Kemudian ia
menulis surat kepada Amr bin As mengatakan: "Saya heran atas
kelambatan kalian membebaskan Mesir. Sudah dua tahun lamanya
kalian memerangi mereka. Tak lain itu hanya karena kalian
sudah sangat mencintai harta seperti musuh-musuh kalian.
Allah tidak akan membantu suatu golongan kalau tidak
disertai niat yang benar. Saya sudah mengirim empat orang
kepada Anda, dan sudah saya beritahukan bahwa yang saya
ketahui setiap orang dari mereka sama dengan seribu orang,
kecuali jika mereka sudah berubah seperti yang terjadi
dengan yang lain. Begitu surat saya ini sampai, berpidatolah
kepada mereka, paculah mereka untuk menghadapi musuh,
tanamkanlah kesabaran dan niat baik dalam hati mereka.
Biarlah keempat orang itu berada di barisan depan, dan
perintahkanlah mereka semua menggebrak serentak seperti
gebrakan satu orang. Lakukanlah itu lepas waktu lohor hari
Jumat, karena waktu itulah rahmat turun dan permohonan
dikabulkan. Ramai-ramailah kalian berdoa kepada Allah
memohonkan pertolongan dalam menghadapi musuh."
Sudah berapa bulan berlangsung pasukan Arab itu mengepung
Iskandariah, sehingga Umar menganggap sudah begitu lama
sampai mendorongnya ia menulis surat serupa itu? Ibn
Abdul-Hakam mengatakan: sudah berjalan 14 bulan, 5 bulan
sebelum dan 9 bulan sesudah kematian Heraklius. Balazuri
menceritakan bahwa ketika Amr sampai, pihak Iskandariah
memang sudah siap berperang. Amr mengirim utusan kepada
Muqauqis menyampaikan ancaman dan mengingatkan tentang
kemenangan pasukan Muslimin terhadap Rumawi di mana-mana.
Muqauqis menasihatkan golongannya agar berdamai. "Tetapi
mereka menolak kecuali perang. Pihak Muslimin pun menyambut
mereka dengan perang yang sengit sekali dan mengepung selama
tiga bulan. Setelah itu Amr menaklukkan dengan pedang dan
merampas segala yang ada. Sedang penghuninya dibiarkan, tak
ada yang dibunuh atau ditawan, dan mereka dijadikan kaum
zimmi seperti penghuni Ilyunah." Dalam lampiran ke-4 sebagai
anotasi bukunya mengenai penaklukan Mesir Butler
berpendapat, bahwa Muslimin mulai mengepung Iskandariah pada
akhir bulan Juni tahun 641, dan bahwa kota itu menyerah pada
8 November 641. Ini berarti bahwa pengepungan itu
berlangsung selama empat bulan setengah. Pendapat yang
dikutip Butler itu diperkuat oleh surat Umar bin Khattab
kepada Amr bin As: "Sudah dua tahun lamanya kalian memerangi
mereka." Antara sampainya Amr ke Arisy pada Desember 639
dengan menyerahnya Iskandariah pada November tahun 641
sesuai dengan dua tahun kamariah. Sudah tentu waktu dua
tahun itu cukup untuk membuat Umar marah dan mendorongnya
menulis kepada panglimanya yang memimpin pasukan ke Mesir
itu dengan tuduhan bahwa mereka telah mengada-ada dan harta
dunia telah mengubah mereka.
Setelah membaca surat Amirulmukminin, Amr mulai
berpikir-pikir mencari jalan untuk menaklukkan Iskandariah.
Sebuah sumber menyebutkan bahwa ia sudah memikirkan hal itu
sebelum ia menerima surat dari Medinah. Ibn Abdul-Hakam
melalui ayahnya, Abdullah bin AbdulHakam mengatakan:
"Setelah terasa lama sekali untuk dapat menaklukkan
Iskandariah Amr bin As merebahkan badannya terlentang,
kemudian duduk lagi dan berkata: Saya sudah memikirkan soal
ini. Ternyata yang datang kemudian itu tak dapat memperbaiki
kalau tidak diperbaiki oleh yang lebih dulu - maksudnya kaum
Ansar. Kemudian ia memanggil Ubadah bin as-Samit dan
menyerahkan pimpinan kepadanya. Maka hari itu juga Allah
telah memberikan kemenangan menaklukkan Iskandariah di
tangannya."
Bagaimana kemenangan tercapai sesudah
surat Umar?
Sebaliknya mereka yang memperkuat surat Amirulmukminin
mengatakan bahwa Amr mengumpulkan anggota pasukannya lalu
membacakan surat itu. Setelah itu ia memanggil dan
menampilkan keempat orang yang disebutkan dalam surat
tersebut. Selanjutnya ia memerintahkan mereka berwudu dan
salat dua rakaat, kemudian berdoa kepada Allah Subhanahu wa
ta'ala untuk memohonkan kemenangan dalam menghadapi musuh.
Semua itu mereka lakukan dan Allah memberikan kemenangan
kepada mereka.
Dalam sebuah sumber disebutkan bahwa mengenai rencana
penaklukan itu Amr meminta pendapat Maslamah bin Mukhallad.
Dia menyarankan, bahwa perjuangan itu agar diserahkan kepada
Ubadah bin as-Samit. Amr lalu memanggil Ubadah dan ia
menerima kepala tombaknya itu dari dia dan pimpinan perang
menghadapi Rumawi diserahkan kepadanya. Dia bertempur
menghadapi mereka dan hari itu juga Allah telah memberikan
kemenangan menaklukkan Iskandariah di tangannya.
Sumber-sumber yang dikutip oleh Ibn Abdul-Hakam itu
kesimpulannya semua sama dengan kesimpulan sumber Balazuri,
bahwa pasukan Muslimin menyerbu kota itu dan Allah
memberikan kemenangan kepada mereka, dan bahwa kejadian itu
hari Jumat permulaan bulan Muharam tahun 20 Hijri. Kita
melihat semua itu tanpa komentar. Paling banyak komentar
yang dikutip Balazuri, bahwa Amr melihat pihak Iskandariah
memang sudah siap menghadapinya, kecuali orang-orang Kopti.
Mereka lebih menyukai perdamaian. Maka Muqauqis mengirim
orang kepada Amr meminta damai dan gencatan senjata sampai
waktu tertentu. Tetapi Amr menolak. Muqauqis meminta kaum
perempuan berdiri di temboktembok kota dengan muka
menghadap ke dalam, dan kaum laki-laki bersenjata
menghadapkan muka kepada pasukan Muslimin untuk
menakut-nakuti mereka. Amr mengutus orang kepadanya dengan
pesan: "Kami sudah melihat apa yang kalian lakukan. Bukan
karena besarnya jumlah kami mengalahkan lawan. Kami sudah
menghadapi Heraklius raja kalian, maka itulah apa yang sudah
terjadi dengan dia." Lalu kata Muqauqis kepada stafnya:
"Memang benar apa yang mereka katakan itu. Mereka
mengeluarkan raja kita dari kerajaannya dan mendorongnya
masuk ke Konstantinopel. Kita lebih baik menyerah. Tetapi
mereka menjawab kasar dan mereka hanya mau berperang. Maka
pihak Muslimin menyambut mereka dengan pertempuran dahsyat
dan mereka dikepung selama tiga bulan. Setelah itu Amr
menaklukkan kota itu dengan pedang."
Komentar yang cukup aneh ini melukiskan upaya Muqauqis
begitu pertama Amr mengepung Iskandariah, serta apa yang
terjadi antara utusan kedua orang tersebut waktu itu. Tetapi
ia tidak melukiskan pertempuran sengit yang berakhir dengan
ditaklukkannya Iskandariah dengan kekerasan, juga tidak
melukiskan pertempuran pasukan Muslimin ketika menyerbu
tembok-tembok yang begitu kuat mengelilingi kota itu dan
saat menerobos benteng-benteng yang kukuh kemudian
memasukinya sebagai pemenang.
Kita tak dapat berkata lain selain menyesalkan kelalaian
ini, seperti yang sudah kita katakan ketika terjadi
penaklukan Kiryaun. Teriakanteriakan para pahlawan
yang telah menundukkan Iskandariah serta serbuan mereka ke
tempat musuh dan bagaimana pihak musuh mengadakan
perlawanan, faktor-faktor apa yang menyebabkan kemenangan
pihak pertama dan kekalahan pihak kedua, bagaimana penduduk
Iskandariah menyambut para pemenang itu, semua itu adalah
masalah penting. Ketika membawa kisah-kisah menarik demikian
seharusnya tidak berhenti di pertengahan jalan. Yang
demikian ini malah akan memperlihatkan kepada kita
kecenderungan-kecenderungan dan tujuantujuan
kemanusiaan yang hidup dalam hati kelompok-kelompok orang
zaman itu, dan kita akan memperoleh kejelasan mengenai
faktor-faktor yang telah membentuk apa yang terjadi setelah
itu, sekitar perkembangan kejiwaan keduanya, yang menang dan
yang kalah, sekaligus melukiskan kepada kita sebagian wajah
umat manusia, untuk sekadar memperlihatkan kecenderungan
batin manusia masa itu. Pengetahuan kita tentang
kecenderungan ini akan memungkinkan kita membuat sebuah
bagan - menurut istilah kalangan arsitek dan fisikawan
- tentang sejarah umat manusia yang berkesinambungan
dalam mencari kesempurnaannya, dari masa ke masa.
Juga tidak mengurangi penyesalan kita mengenai peranan
beberapa pribadi pahlawan-pahlawan yang dikutip oleh para
sejarawan itu. Peranan ini, kalau sumber itu benar, tidak
melukiskan kecenderungan umum sebagai suatu pemikiran umat
manusia pada masa terjadinya segala peristiwa itu, dan kalau
dimungkinkan, coba dilukiskan satu segi saja moral pribadi
pahlawan-pahlawan masa itu. Mereka menyebutkan bahwa pada
suatu hari pasukan Rumawi menggempur pasukan Muslimin begitu
sengit. Setelah pertempuran memuncak, seorang prajurit
Rumawi berduel dengan Maslamah bin Mukhallad, yang kemudian
dapat dihempaskan dan ia terlempar dari kudanya, dan akan
diterkam kalau tidak segera dilindungi oleh salah seorang
rekannya. Sungguhpun Maslamah pemberani, tetapi ia berbadan
gemuk. Setelah melihat kejadian itu Amr bin As marah kepada
Maslamah dengan mengatakan: "Mengapa laki-laki yang seperti
perempuan itu memberanikan diri terjun ke dalam urusan
laki-laki dan meniru-niru mereka!" Maslamah marah karena
kata-kata Amr itu, tetapi ia menyimpan kemarahannya dalam
hati. Kemudian pertempuran itu berkecamuk makin sengit.
Pasukan Muslimin menyerbu masuk ke dalam benteng
Iskandariah, Amr dan Maslamah juga ikut bersama mereka.
Pihak Rumawi mengadakan serangan balik dan berhasil
mengeluarkan mereka semua dari benteng, kecuali ada empat
orang tak dapat keluar. Pintu benteng itu oleh pihak Rumawi
ditutup dan mereka terkurung di dalamnya. Amr dan Maslamah
termasuk di antara keempat orang itu, tetapi pasukan Rumawi
tidak mengenal kedua orang ini. Ada orang Rumawi yang dapat
berbahasa Arab berkata kepada Amr dan sahabat-sahabatnya:
Kalian sekarang sudah menjadi tawanan kami, maka menyerahlah
kalian sebagai tawanan perang dan jangan membunuh diri
kalian. Tetapi setelah mereka menolak, orang Rumawi itu
berkata lagi: Di tangan kawankawan kalian ada beberapa
kawan kami yang mereka tawan. Inilah janji kami kepada
kalian: Kami akan menebus kawan-kawan kami dengan kalian dan
kalian tidak akan kami bunuh. Mereka tetap menolak.
Selanjutnya orang Rumawi itu berkata lagi: Maukah kalian
menerima rencana kami ini: Seorang dari kalian dan seorang
dari kami berduel. Kalau dari kami dapat mengalahkan yang
dari kalian, maka kalian menjadi tawanan kami dan kami bebas
bertindak terhadap kalian. Kalau dari pihak kalian yang
mengalahkan kami, kami bebaskan kalian kembali ke tempat
kalian? Keempat orang itu setuju dengan tawaran ini.
Dari pihak Rumawi tampillah seseorang yang ketangkasannya
sudah dapat dipercaya. Amr bermaksud akan tampil sendiri
bertanding. Tetapi Maslamah mencegahnya, khawatir dia yang
akan menjadi korban dan dengan terbunuhnya itu bencana besar
akan menimpa kawan-kawannya semua. Dia meminta izin untuk
berduel. Silakan, kata Amr. Semoga Allah memberikan jalan ke
luar kepada Anda. Maka tampillah Maslamah bertanding dengan
orang Rumawi itu. Sejenak mereka bertarung kemudian Allah
menolong Maslamah dan orang Rumawi itu pun mati dibunuhnya.
Setelah itu pintu benteng itu dibuka oleh pihak Rumawi dan
mereka pun keluar semua. Amr merasa malu akan ucapannya yang
pernah dikatakannya kepada Maslamah. Ia meminta maaf dan
Maslamah pun memaafkannya. Lalu kata Amr: "Saya pernah tiga
kali berbuat tidak sopan; dua kali di zaman jahiliah, dan
ini yang ketiga. Saya menyesal akan semua itu. Yang paling
saya rasakan sampai begitu malu, apa yang pernah saya
katakan kepada Anda! Saya harap selama hidup saya jangan
terulang sampai keempat kalinya!"
|