Abu Bakr As-Siddiq

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

X. BEKAS PERANG1RIDDAH (1/3)

Daerah-daerah yang kembali kepada Islam - 154; Pembangkangan di selatan Semenanjung - 155; Pengaruh Persia di negeri-negeri yang bergolak - 156; Menghadapi kaum murtad di Bahrain - 157; Permulaan murtad di Bahrain - 157; Abu Bakr mengutus kembali Ala' bin Hadrami - 158; Kisah tentang Dahna' dan mukjizat Allah - 159; Serangan Muslimin dan kaum murtad silih berganti - 160; Menyeberang lautan dan menumpas pembangkang - 161; Memerangi kaum murtad di Oman - 162; Muslimin mendapat kemenangan di Oman - 163; Memerangi kaum murtad di Mahrah - 163; Memerangi kaum murtad di Yaman - 164; Pergolakan bertambah karena beberapa faktor - 165; Para pemberontak Yaman setelah matinya Aswad - 165; Faktor kedua pertentangan ras - 166; Qais menghendaki Yaman untuk bangsa Yaman - 167; Dazuweh dibunuh - 167; Qais terusir dari San'a - 168; Faktor ketiga, permusuhan lama Hijaz-Yaman - 169; Perjalanan Ikrimah dan Mujahid ke Yaman - 169; Abu Bakr memaafkan Qais dan Amr - 170; Kenapa Abu Bakr membela orang Persia daripada orang Arab - 171; Memerangi kaum murtad di Kindah dan Hadramaut - 172; Bagaimana Muhajir memerintah Kindah? - 172; Siasat Ziyad dan ketegasannya - 172; Ikrimah dan Muhajir bertemu di Ma'rib - 173; Benteng Nujair dikepung dan diduduki - 174; Pengkhianatan Asy'as - 174; Abu Bakr memaafkan Asy'as - 175; Menumpas pemberontakan di negeri Arab - 176; Cerita perkawinan Ikrimah dengan putri Nu' man - 177.

Bahrain - Oman dan Mahrah - Yaman - Kindah dan Hadramaut

Daerah-daerah yang kembali kepada Islam

Khalid bin Walid sudah berhasil membasmi kaum murtad di kalangan Banu Asad dan Banu Tamim di daerah-daerah Yamamah. Dan mereka yang masih hidup di kalangan kabilah-kabilah itu kembali kepada agama yang benar, kepada Islam. Perkampungan kabilah-kabilah ini di timur laut tanah Arab sampai ke perbatasan Teluk Persia di sebelah timurnya, yang letaknya di sebelah utara Medinah dari arah timur, kemudian menyusur turun sampai ke arah tenggara Mekah. Daerah kekuasaan yang menyatakan setia kepada Abu Bakr - yang ketika Perang Riddah dulu hanya terbatas pada kawasan segi tiga, ujungnya di Medinah dan dasarnya antara Mekah dengan Ta'if - tefah membuka jalan untuk mengembalikan semua itu kepada Islam.

Pembangkangan kabilah-kabilah di daerah utara Medinah tidak begitu berbahaya dalam arti sampai membawa akibat yang mengkhawatirkan. Ahli-ahli sejarah pun tak ada yang menyebutkan bahwa penduduk kawasan itu bersikeras mau murtad dan untuk itu mau berperang seperti dalam uraian mereka mengenai Banu Asad atau Banu Hanifah di Yamamah. Tak ada yang dikecualikan dari semua ini selain Dumat al-Jandal yang dipimpin oleh Ukaidir al-Kindi. Hanya daerah ini yang tetap membangkang sebelum ditundukkan oleh Khalid bin Walid, dan Ukaidir yang ditawan diselesaikan. Khalid menaklukkannya ketika dalam perjalanan ke Irak.


Gambar 2. Peta Perang Riddah

Pembangkangan di selatan Semenanjung

Di bagian selatan pembangkangan kepada Abu Bakr dan yang murtad dari Islam masih marak. Karenanya masih timbul kontak senjata antara pasukan Muslimin dengan kawasan selatan ini, meskipun tak berlangsung Jama. Kalau kita menyebut bagian selatan berarti separuh tanah Arab, dan ini tak boleh dianggap enteng. Kawasan yang separuh ini menyusuri pantai sepanjang Teluk Persia ke Teluk Aden, Laut Merah sampai ke utara Yaman. Di sini terletak kerajaan-kerajaan kecil terdiri dari Bahrain, Oman, Mahrah, Hadramaut, Kindah dan Yaman. Orang tak akan dapat melintasi kerajaan-kerajaan ini dari timur ke barat atau dari barat ke timur tanpa harus melewati daerah itu semua, dan letaknya pun bemmtan sepanjang pantai kedua teluk dan Laut Merah itu. Selain Yaman, semuanya bukan negeri kaya. Jaraknya hanya beberapa mil antara perbatasan itu dengan pantai. Selebihnya, bagian selatan Semenanjung yang dikelilingi kerajaan-kerajaan itu dan terpisah dari laut, ialah pedalaman Dahna', yang pada waktu itu mempakan gumn yang berbahaya, bahkan sampai waktu kita dewasa ini. Sekarang kawasan itu disebut ar-Rub'ul Khali.

Pengaruh Persia di negeri-negeri yang bergolak

Jika demikian letak negeri-negeri itu mudah sekali kita memahami adanya hubungan itu dengan Persia. Sebaliknya, betapa sulitnya melintasi kawasan itu ke negeri-negeri Arab di bagian utara. Melintasi Dahna' tidak mungkin. Yang datang dari Hijaz ke Oman, Kindah atau Hadramaut, perjalanan ke daerah-daerah itu harus melalui Bahrain di sebelah timur atau melalui Yaman di sebelah barat. Karena letak geografisnya yang demikian rupa hubungan kawasan ini dengan Persia jadi terbuka, bahkan sampai dikuasai, hal yang tak mungkin akan terjadi dengan negeri-negeri Arab yang lain.

Di atas sudah kita singgung bahwa Yaman masih berada di bawah kekuasaan Persia. Setelah Bad-han masuk Islam, yang sebelum itu gubernur Persia di Yaman, oleh Nabi saw. ia dibiarkan dalam tugas dan kekuasaan itu. Di Bahrain dan Oman kekuasaan Persia lebih menonjol lagi dengan besarnya jumlah orang Persia yang menetap di kedua wilayah itu. Mereka ini menjadi pihak yang berkuasa atas penduduk daerah itu. Setiap dikhawatirkan terjadinya pemberontakan orang-orang Arab yang ingin melepaskan diri dari pengaruh Persia itu atau usaha untuk menumbangkan kekuasaan mereka di kawasannya tersebut, pihak Persia selalu memberi bantuan kepada orang-orangnya di sana dengan pengaruh dan senjata. Dengan demikian tidak heran jika negeri-negeri itulah yang terakhir menyatakan diri masuk Islam, yaitu dalam Tahun Perutusan pada masa Rasulullah, dan yang pertama pula menjadi murtad setelah Nabi wafat. Seterusnya mereka ini pulalah yang terakhir kembali kepada Islam setelah terjadi perang mati-matian mengakhiri perang-perang Riddah itu. Sesudah itu, kesatuan agama dan kesatuan politik negeri-negeri Arab kawasan ini kembali stabil.

Laporan sumber-sumber itu tidak sama, kapan sebenarnya perang Riddah di kawasan ini terjadi: pada tahun kesebelas Hijri seperti disebutkan, ataukah pada tahun kedua belas. Rasanya tak perlu kita mempersoalkan perbedaan ini. Yang pasti, sejak dibaiatnya Abu Bakr terjadi pergolakan sambung-menyambung sebelum semua negeri Arab itu ditundukkan. Kawasan selatan ini pun kemudian melaksanakan kebijaksanaan Abu Bakr juga. Keimanan mereka sudah begitu kuat, tekad mereka dalam perjuangan pun cukup mantap. Mereka juga ingin memperoleh dan mati syahid seperti sahabat-sahabat Rasulullah yang mula-mula dahulu.

Melihat letak geografis kawasan itu, mau tak mau langkah Muslimin harus dimulai dengan membasmi segala pemurtadan di daerah-daerah itu dengan melangkah dari Bahrain ke Oman, seterusnya ke Mahrah sampai ke Yaman, atau dari Yaman ke Kindah lalu ke Hadramaut sampai ke Bahrain. Tetapi mereka lebih menyukai dimulai dari Bahrain sebab tempat ini bertetangga dengan Yamamah, dan kemenangan mereka di Aqriba' besar sekali pengaruhnya di kawasan itu, disamping memang lebih mudah daripada dari Yaman. Dengan dimulai dari sana, harapan memperoleh kemenangan seperti itu di negeri-negeri tetangga lainnya lebih besar.

***

Menghadapi kaum murtad di Bahrain

Sungguhpun begitu, perjuangan Muslimin untuk membasmi kaum murtad di Bahrain itu tidak mudah. Bahrain merupakan sekeping tanah sempit menyusuri pantai Hajar di Teluk Persia yang memanjang dari Qatif ke Oman. Di sana sini padang pasir hampir bersambung dengan laut Teluk, sedang di bagian hulu bersambung dengan Yamamah, yang hanya dipisahkan oleh bukit barisan yang mudah dilewati bila menurun. Banu Bakr dan Banu Abdul Qais dari kabilah Rabi'ah tinggal di Bahrain ini dan di Hajar. Bersama mereka tinggal pula sekelompok pedagang dari India dan Persia dan mereka menempati bandar-bandar di muara Sungai Furat ke Aden. Mereka sudah bersanak semenda dengan penduduk setempat dan sudah beranak pinak. Raja kawasan itu, al-Munzir bin Sawa alAbdi, seorang Nasrani, sudah memeluk Islam ketika diajak oleh Ala' bin al-Hadrami yang pada tahun kesembilan Hijri diutus oleh Nabi ke Bahrain. Sesudah masuk Islam pun al-Munzir ini tetap sebagai raja atas kaumnya itu. Dia mengajak orang menganut Islam seperti yang dilakukan oleh Jarud bin Mu'alla al-Abdi. Jarud ini pernah datang kepada Nabi di Medinah, ia masuk Islam dan mendalami ajaran agama. Kemudian ia kembali ke kabilahnya, mengajak mereka masuk ke dalam agama yang benar ini sambil mengajarkan seluk beluk agama kepada mereka.

Permulaan murtad di Bahrain

Al-Munzir bin Sawa wafat dalam bulan yang sama ketika Nabi wafat. Sekarang penduduk Bahrain berbalik jadi murtad semua, tak berbeda dengan daerah-daerah lain di Semenanjung itu, yang juga murtad. Pergolakan karena pemurtadan ini menyebabkan Ala' bin al-Hadrami lari dari Bahrain, begitu juga utusan-utusan Nabi yang lain lari dari daerah-daerah yang murtad itu. Tetapi Jarud al-Abdi tetap bertahan dalam keislamannya, bahkan ketika ia menanyakan kepada kabilahnya apa sebab mereka murtad, mereka menjawab: Kalau Muhammad seorang nabi ia tak akan mati. Kamu tahu - kata Jarud - bahwa dulu nabi-nabi itu banyak, apa yang terjadi? Mati - jawab mereka. Bahwa Muhammad sallallahu 'alaihi wa sallam juga wafat seperti para nabi sebelumnya itu - kata Jarud pula. Aku bersaksi, tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad hamba dan Rasul-Nya. Mereka semua pun mengucapkan kalimat syahadat itu dan mereka kembali dan bertahan dengan Islam.

Kembalinya Banu Abdul Qais tidak merintangi penduduk Bahrain dari pemurtadannya. Dengan dipimpin oleh al-Hutam bin Dabi'ah, saudara Banu Qais bin Sa'labah bahkan mereka yang tetap kukuh itu berkumpul dan mengembalikan kerajaan kepada keluarga al-Munzir. Sebagai rajanya mereka menobatkan al-Munzir bin Nu'man al-Munzir al-Garur (yang menyesatkan). Mereka berusaha agar Jarud dan pengikut-pengikutnya meninggalkan Islam. Tetapi segala usaha mereka tak berhasil. Melihat keadaan demikian, Hutam pergi ke Qatif dan ke Hajar. Ia berusaha membujuk warga keturunan Persia kedua tempat itu, dan merangkul mereka yang belum masuk Islam. Ia mengepung Jarud dan sahabat-sahabatnya yang lain di kawasan Juwasa, dengan mendapat bantuan dari Persia dan istananya. Ia mengepung mereka demikian rupa sehingga mereka hampir mati kelaparan. Sungguhpun begitu tak seorang pun dari mereka yang keluar dari Islam. Buat mereka, apa artinya hidup demi membela agama yang benar ini.

Abu Bakr mengutus kembali Ala' bin Hadrami

Sementara itu Abu Bakr sudah mengutus Ala' bin Hadrami kembali ke Bahrain memimpin sebuah brigade dari kesebelas brigade untuk menghadapi golongan murtad. Keberangkatan Ala' ini setelah Khalid bin Walid dapat menumpas Musailimah dan pengikut-pengikutnya. Saat melalui Yamamah mereka yang sudah kembali kepada Islam cepat-cepat bergabung kepada Ala'. Dari kalangan Muslimin kemudian menyusul Sumamah bin Asal dan kaumnya, Qais bin Asim al-Minqari dan sekian banyak lagi di Yaman dan kabilah-kabilah lain yang sudah merasa bahwa kekuatan dan kekuasaan Muslimin tak dapat tidak akan kembali seperti sediakala.

Tidak heran kalau begitu! Pada setiap bangsa dan zaman manusia cenderung pada yang kuat, sebab mereka menduga bahwa kebenaran dan kekuatan itu saling menopang. Segala yang dasarnya ketidakadilan dan kezaliman, menurut hemat mereka tak akan dapat berdiri. Sebelum dulu bergabung dengan Ala', Qais bin Asim dan kaumnya termasuk orang yang enggan mengeluarkan zakat dan sedekah. Tatkala Ala' singgah di Yamamah sesudah kemenangan Khalid, Qais kembali kepada Islam dan mau mengumpulkan zakat dan menyerahkannya kepada Ala'. Ia sudah membatalkan niatnya semula dan bersama-sama dengan Ala' menghadapi Bahrain.

Kisah tentang Dahna' dan mukjizat Allah

Bersama pasukannya Ala' meluncur terus mengarungi gurun Dahna' ke tempat tujuannya. Setelah malam tiba ia memerintahkan pasukannya berhenti dan turun dari kendaraan agar tidak tersesat di padang pasir. Sesudah mereka berhenti, unta-unta itu terpencar di sahara dan kabur bersama persediaan makanan dan minuman yang dibawanya. Sekarang tak ada lagi yang akan mereka makan atau minum. Ketika itulah mereka hanya dipengaruhi oleh perasaan sedih. Mereka yakin bahwa sekarang hanya berhadapan dengan maut. Satu sama lain mereka sudah saling berwasiat.

Tetapi Ala' berkata kepada mereka: "Apa yang ini terjadi? Apa yang mempengaruhi kamu?"

"Bagaimana kami dapat disalahkan," jawab mereka. "Kalau sampai besok, sebelum terik matahari sempat membakar kami, kami sudah tinggal jadi cerita orang."

Dengan kalbu penuh iman Ala' berkata lagi:

"Saudara-saudara! Jangan takut. Bukankah kita Muslimin? Bukankah kita berjuang di jalan Allah? Bukankah kita berjuang membela agama Allah?"

"Benar," sahut mereka.

"Bergembiralah! Sungguh, Allah tidak akan mengecewakan orang semacam kita."

Bertalian dengan ini juga ada sumber lain yang menyebutkan bahwa selesai salat subuh mereka hanyut dalam doa, hingga begitu matahari terbit tampak oleh mereka sekilas bayangan udara (fatamorgana), kemudian menyusul yang kedua lalu yang ketiga. Pemimpin mereka berkata: "Air!"

Mereka pergi mendatangi tempat itu. Mereka minum, mandi dan mengambil air sepuas-puasnya.

Matahari pun sudah makin tinggi. Tiba-tiba dari segenap penjuru unta-unta itu datang kembali dan menderum (berlutut) di depan mereka. Sekarang mereka menaiki kembali unta masing-masing dan meneruskan perjalanan.

Diceritakan juga bahwa Abu Hurairah dan seorang sahabatnya dari orang Arab pedalaman yang sudah mengenal daerah ini, ketika kembali ke tempat ditemukannya air tadi, ternyata tak melihat kolam ataupun bekas air. Orang yang sudah mengenal benar daerah-daerah ini mengatakan bahwa ia tahu benar tempat ini, dan sebelum kejadian itu memang tak pernah ia melihat ada air tergenang di sana. Itu sebabnya dikatakan bahwa kejadian ini adalah salah satu mukjizat Allah, dan bahwa air itu merupakan anugerah dari Allah.

Serangan Muslimin dan kaum murtad silih berganti

Beberapa Orientalis menyatakan kesangsiannya mengenai cerita ini. Baik kesangsian itu beralasan atau tidak, yang jelas Ala' dan pasukan untanya sudah berangkat dan meneruskan perjalanan sampai tiba di Bahrain. Dalam pada itu Ala' tetap memberi semangat kepada Jarud dan teman-temannya. Dia sendiri memang sudah siap menghadapi Hutam. Tetapi dilihatnya kaum murtad itu jumlah orang dan persenjataan yang cukup besar, yang tak akan mudah diserang begitu saja. Oleh karena itu kedua pihak, Muslimin dan kaum murtad sama-sama membuat parit dan mereka mengadakan serangan silih berganti kemudian kembali ke parit masing-masing. Selama sebulan mereka dalam keadaan begitu tanpa mengetahui bagaimana nasib mereka kelak. Sementara mereka dalam keadaan demikian itu, suatu malam Muslimin mendapat kesempatan berharga, lawan itu mendapat pukulan yang sangat menentukan.

Ketika itu pihak Muslimin mendengar suara-suara ribut di markas kaum musyrik itu seperti yang biasa terjadi bila orang sedang panik atau sedang dalam perang. Ala' mengirim orangnya untuk mencari berita. Kemudian diketahuinya bahwa malam itu mereka sedang hanyut dalam minum minuman keras, sedang dalam keadaan mabuk, sudah tak menyadari dirinya. Ketika itulah Muslimin keluar dari dalam parit dan langsung menyerbu markas mereka, menghantam dan membantai mereka dengan pedang. Kaum murtad yang lain melarikan diri, ada yang mundar mandir di parit, ada yang kebingungan, ada yang terbunuh dan yang ditawan, dan ada pula yang selamat tapi mereka gelisah. Ketika itu Qais bin Asim mendekati Hutam yang sudah tergeletak di tanah lalu dihabisinya. Sedang Afif bin Munzir al-Garur ditawan.

"Engkau telah menyesatkan mereka," kata Ala'.

Al-Garur kemudian masuk Islam dan dia berkata: "Aku bukan yang Garur - bukan yang menyesatkan, tapi aku disesatkan orang."

Oleh Ala' ia maafkan.

Mereka yang selamat dari tawanan dan dari maut melarikan diri, berlayar

Mereka yang selamat dari tawanan dan dari maut melarikan diri, berlayar ke pulau Darin. Oleh Ala' mereka dibiarkan di sana. Sementara itu Ala' mendapat surat yang memberitahukan bahwa kabilah-kabilah yang tinggal di Bahrain sudah kembali kepada agama Allah. Bala tentara Ala' sekarang sudah bertambah jumlahnya dengan bergabungnya warga ketu runan Persia di tempat itu. Ia memerintahkan orang pergi ke Darin supaya tak ada Jagi di sana tempat berlindung buat golongan murtad.

Menyeberang lautan dan menumpas pembangkang

Darin adalah sebuah pulau di kepulauan Teluk Persia, berhadapan dengan Bahrain. Di tempat ini ada lima biara besar dari lima kabilah yang beragama Kristen. Seterusnya sumber itu menyebutkan, bahwa tatkala Ala' memerintahkan pergi ke sana, mereka tak punya kapal untuk menyeberang ke tempat itu. Salah seorang di antara mereka berkata:

"Allah telah memperlihatkan tanda-tanda kebesaran-Nya kepada kita di darat supaya jadi pelajaran buat kita di laut. Berangkatlah kalian menghadapi musuh. Kemudian pelajarilah laut yang menuju ke tempat mereka, sebab Allah telah mengumpulkan mereka."

"Akan kami laksanakan," jawab mereka. "Kami tak akan pernah gentar sesudah mengalami peristiwa gurun Dahna'. Demi Allah, sedikit pun tak ada rasa takut pada kami."

Ketika mereka berangkat itu, dan begitu sampai di pantai, langsung mereka berlompatan menyerbu kuda, bagal, keledai dan unta. Setelah berdoa kepada Allah, mereka menyeberangi selat, berjalan seperti semut di atas lumpur pasir yang digenangi air dan melumuri kaki-kaki unta itu. Adakah ketika itu Selat Persia sedang surut, atau cerita itu yang berlebihan, ataukah penduduk yang bergabung dengan Muslimin itu meminjamkan perahu-perahu untuk menyeberangi lautan?! Sumber-sumber itu tidak menyinggung kemungkinan terakhir ini, meskipun menurut hemat beberapa ahli sejarah mungkin saja. Tetapi bagaimanapun juga, Muslimin sampai di Darin dan bertemu dengan mereka yang melarikan diri. Di termpat itu terjadi pertempuran yang hebat sekali. Tak ada yang tertinggal dari mereka, anak-istri ditawan, harta benda yang jumlahnya mencapai sedemikian rupa sehingga yang menjadi bagian pasukan berkuda enam ribu dan bagian yang berjalan kaki dua ribu.2

Ala' bin Hadrami dan yang lain kembali ke Bahrain, kecuali mereka yang memang ingin menetap di sana. Ala' menulis surat kepada Abu Bakr melaporkan kemenangannya itu. Ia tinggal di Bahrain setelah pembangkangan kaum murtad dapat ditumpas. Sejak itu ia tak lagi merasa khawatir selain dari suku-suku badui yang biasa menyerang untuk merampok, sedang pengaruh intrik-intrik Persia di Semenanjung itu sudah menyusut. Di samping dari segi ini ia sudah merasa aman, sebelum ia berangkat ke Darin, tiba-tiba kabilah-kabilah dan warga keturunan Persia di Bahrain ikut pula bergabung kepadanya. Hal ini berarti dapat menghilangkan bahaya yang selama ini masih dikhawatirkan. Yang memimpin penggabungan ini ialah Utaibah bin Nahhas dan Musanna bin Harisah asy-Syaibani. Di setiap jalan mereka mencegat orang-orang yang mau melarikan diri dan para pengacau. Bahkan Musanna mengejarnya sampai ke pantai Teluk Persia. Dihadapinya intrik-intrik Persia dan dikikisnya pembela-pembelanya yang terdiri dari kabilah-kabilah dan warga keturunan Persia setempat, sampai ke muara Sungai Furat. Tercapainya muara itu serta hubungannya dengan Irak dan dakwahnya mengajak orang kepada Islam di tempat itu ada juga pengaruhnya. Barangkali tidaklah berlebihan kalau kita katakan bahwa inilah langkah awal memasuki Irak.

***

Memerangi kaum murtad di Oman

Kita tidak hendak mendahului peristiwa itu jika kita menyinggung soal Irak padahal pembicaraan kita masih sekitar Oman yang bertetangga dengan Bahrain. Masalah pembangkangan di sana tak kurang hebatnya dari di tempat lain! Baik juga bila sekarang kita mengikuti pasukan Muslimin ke sana sampai kedua kawasan itu kemudian kembali sadar.

Pada masa Rasulullah Oman berada di bawah kekuasaan Persia, dan sebagai amir ditunjuk Jaifar.3 Nabi pernah mengutus Amr bin Abi Waqqas mengajak penduduknya masuk Islam. Karena Jaifar merasa khawatir kaumnya akan membangkang sebab enggan membayar zakat ke Medinah, Amr telah mencapai kesepakatan dengan dia untuk membagi-bagikan zakat itu kepada fakir miskin setempat. Amr masih tinggal di tengah-tengah mereka. Tatkala kemudian mereka memberontak setelah Nabi wafat, ia lari kembali ke Medinah, dan Jaifar lari ke pegunungan dan berlindung di sana.

Pemimpin pemurtadan di Oman ialah Laqit bin Malik al-Azdi. Seperti yang lain dia juga pernah mendakwakan diri sebagai nabi. Ketika itu Abu Bakr sudah mengirim Huzaifah bin Mihsan al-Gilfani dari Himyar ke Oman dan Arfajah bin Harsamah al-Bariqi dari Azd ke Mahrah. Keduanya diperintahkan berangkat bersama-sama, bertolak dari Oman dan pimpinan di tangan Huzaifah, dan bila sudah berbelok di Mahrah pimpinan supaya dipegang Arfajah.

Kita masih ingat bahwa Ikrimah bin Abi Jahl yang dulu menuju Yamamah, dan dia tidak mau menunggu datangnya bala bantuan dari Syurahbil bin Hasanah. Malah cepat-cepat ia menghadapi Musailimah supaya membawa kemenangan sebagai kebanggaan. Tetapi ia dipukul mundur oleh Musailimah. Kita juga masih ingat bahwa Abu Bakr tak membolehkan Ikrimah kembali ke Medinah, melainkan diperintahkan terus ke Oman membantu Huzaifah dan Arfajah dalam menghadapi penduduk negeri itu. Ketika Abu Bakr menyampaikan perintah ini kepada kedua jenderal itu, dan dipesankannya juga agar mereka memperhatikan pendapat Ikrimah, Ikrimah cepat-cepat berangkat dan sempat menyusul kedua jenderal itu sebelum mereka mencapai Oman. Selesai mengadakan musyawarah, mereka bersama-sama memberitahukan Jaifar dan saudaranya Abbad4 ke tempat persembunyian mereka, dan keduanya diminta bergabung.

Muslimin mendapat kemenangan di Oman

Kedatangan Muslimin ini diketahui oleh Laqit. Ia mengumpulkan pasukannya kemudian bermarkas di Daba. Jaifar dan Abbad serta rombongannya sudah berangkat ke Suhar yang kemudian memberitahukan kepada Ikrimah dan kedua rekannya. Mereka lalu bergabung. Di Daba inilah kemudian terjadi pertempuran dahsyat antara kedua kekuatan itu dan hampir saja kemenangan berada di pihak Laqit. Dalam pada itu dalam barisan Muslimin terjadi pula sedikit kekacauan. Tetapi ketika itu datang bantuan besar-besaran dari Banu Abdul Qais dan kabilah-kabilah Bahrain lainnya yang melindungi mereka serta memberi bantuan dengan melipatgandakan kekuatan mereka. Dengan demikian mereka maju terus menyerbu dan mengejar Laqit dan pasukannya. Ada sepuluh ribu orang dari mereka yang terbunuh. Perempuan-perempuan dan anak-anak ditawan, sedang harta benda dibagi-bagikan di antara mereka. Dengan demikian terpenuhilah sudah janji Allah di Oman. Keadaan Muslimin di sana sekarang sudah kembali stabil.

Huzaifah masih tinggal di Oman membereskan segala sesuatunya dan menjaga ketenangan penduduk, Arfajah berangkat ke Medinah membawa seperlima rampasan perang kepada Abu Bakr. Sedang Ikrimah dan pasukannya meneruskan perjalanan ke Mahrah untuk menertibkan keadaan serta untuk mengembalikan panji Islam di sana.

***

(sebelum, sesudah)


Abu Bakr As-Siddiq - Yang Lembut Hati
Sebuah Biografi dan Studi Analisis tentang Permulaan Sejarah Islam Sepeninggal Nabi
 
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
Penerbit P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel./Fax. (0251) 330505, Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-29-8
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. INTERMASA, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team