Abu Bakr As-Siddiq

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

X. BEKAS PERANG RIDDAH1 (3/3)

Memerangi kaum murtad di Kindah dan Hadramaut

Sekarang tiba saatnya kita menapak ke langkah terakhir dalam Perang Riddah ini. Kita pindah kini bersama Muhajir dan Ikrimah ke Kindah dan Hadramaut.

Sebagai pengantar ingin kita singgung bahwa ketika Rasulullah wafat wakil-wakilnya di kawasan ini ialah: Ziyad bin Labid di Hadramaut, Ukkasyah bin Mihsan di Sakasik dan Sakun dan Muhajir bin Abi Umayyah di Kindah. Sudah kita lihat bahwa Muhajir ketika itu sedang sakit di Medinah. Ia baru dapat melaksanakan tugasnya di Kindah dan dapat memimpin pasukan menghadapi kaum murtad di Yaman beberapa bulan kemudian setelah Rasulullah wafat. Itu sebabnya, sejak Rasulullah menugaskannya di Kindah sampai kemudian ia berangkat bersama pasukannya ke Yaman, tugas itu digantikan oleh Ziyad bin Labid.

Bagaimana Muhajir memerintah Kindah?

Kisah Muhajir memerintah Kindah ini agak aneh. Dia saudara Umm Salamah istri Rasulullah, Ummulmukminin. Ketika ekspedisi Tabuk dia tidak menyertai Nabi saw. Rasulullah marah karenanya, dan sampai beberapa waktu lamanya masih merasa gusar. Hal ini sangat menyentuh perasaan Umm Salamah karena ia tak berhasil menyenangkan perasaan suaminya. Pada suatu ketika ia sedang mencuci kepala Nabi sambil mengajaknya bicara sikap Nabi begitu ramah kepadanya.

"Bagaimana dia akan berguna kalau engkau masih mengecam saudaraku!" katanya. Setelah dilihatnya sikap Nabi sudah lebih tenang dipanggilnya saudaranya itu. Muhajir masih mengemukakan alasannya kepada Rasulullah hingga Rasulullah dapat menerimanya dan ia diberi tugas mengurus Kindah. Ziyad menggantikannya dalam tugas itu sampai Muhajir datang ke sana pada masa pemerintahan Abu Bakr.

Siasat Ziyad dan ketegasannya

Karena bertetangga dengan Yaman, begitu pertama kali Aswad al-Ansi mulai berkampanye, Kindah sudah segera menerimanya. Karena itu Rasulullah memerintahkan agar sebagian zakat Kindah dibagikan di Hadramaut dan sebagian zakat Hadramaut dibagikan di Kindah. Tampaknya Ziyad terlalu keras melaksanakan ketentuan zakat itu hingga sempat menimbulkan kegelisahan. Orang-orang yang tidak puas di Kindah dapat ia atasi dengan bantuan orang-orang Sakun yang sudah kuat keislamannya dan sebagai warga negara sangat setia. Mereka tak pernah membangkang. Setelah Nabi wafat dan terjadi pemurtadan di kalangan orang-orang Arab kawasan itu, Ziyad ingin menumpasnya sebelum meluas ke daerah kekuasaannya itu. Keinginannya untuk memerangi kaum murtad mendapat dukungan kuat dari kabilah-kabilah yang ada di sekitarnya dan yang keislamannya masih kuat.

Dengan tiba-tiba Ziyad menyerang Banu Amr bin Muawiyah sehingga banyak dari mereka yang terbunuh dan istri-istri mereka ditawan. Mereka berikut harta benda dibawa ke jalan yang menuju ke markas Asy'as bin Qais, pemimpin Kindah. Di antara perempuan-perempuan itu ada yang terpandang kedudukannya di kalangan masyarakatnya, yang sebelum itu mereka hanya mengenal harga diri dan kehormatan. Ketika lewat di depan markas Asy'as perempuan-perempuan itu berteriak-teriak sambil menangis: "Asy'as! Asy'as! Keluargamu, keluargamu!"8

Asy'as adalah pemimpin yang berwibawa, dicintai dan disegani masyarakatnya. Barangkali kita masih ingat ketika pada Tahun Perutusan ('Amul Wufud) ia datang ke Medinah menemui Rasulullah dengan memimpin delapan puluh orang dari Kindah. Mereka semua mengenakan pakaian sutera. Ia menyatakan masuk Islam dan melamar saudara perempuan Abu Bakr Umm Farwah. Akad nikah dilakukan oleh Abu Bakr sendiri. Tetapi untuk menenteramkan perasaan keluarga pengantin laki-laki dengan perpisahan itu, pelaksanaannya kemudian ditunda. Jika demikian kedudukannya tidak heran bila masyarakatnya merasa marah karena kemarahannya itu, dan untuk itu mereka siap berperang mendampinginya. Dan memang, mereka memang memerangi Ziyad dan mengambil kembali tawanan perangnya. Dengan demikian mereka dapat mengembalikan harga diri dan kehormatan mereka.

Ikrimah dan Muhajir bertemu di Ma'rib

Sejak itulah Asy'as mengobarkan api peperangan di Kindah dan Hadramaut. Ziyat khawatir sekali akan segala akibatnya. Maka ia menulis surat kepada Muhajir bin Abi Umayyah meminta bantuan. Ketika itu Muhajir sudah meluncur turun dari Yaman - begitu juga Ikrimah - untuk menumpas sisa-sisa kaum murtad di Semenanjung. Muhajir berangkat dari San'a dan Ikrimah dari Yaman dan Aden, dan mereka bertemu di Ma'rib, lalu bersama-sama melintasi gurun Saihad. Muhajir menyadari apa yang telah menimpa Ziyad itu. Pimpinan militer diserahkannya kepada Ikrimah dan dengan sepasukan gerak cepat ia segera berangkat. Begitu bergabung dengan pasukan Ziyad ia langsung menyerang Asy'as hingga lawannya itu dapat dilumpuhkan. Tidak sedikit anak buahnya yang mati. Asy'as sendiri dan anak buahnya yang masih selamat melarikan diri dan mencari perlindungan di benteng Nujair.

Nujair adalah sebuah kota yang kukuh, tak mudah dapat ditaklukkan dengan kekerasan. Ada tiga jalan masuk yang menghubungkan lorong itu ke belakang benteng. Ziyad memasuki salah satu lorong itu, Muhajir memasuki lorong yang kedua sedang yang ketiga dibiarkan terbuka untuk memasok segala keperluan penghuni benteng itu. Tetapi Ikrimah menggiring pasukannya dan langsung menempati lorong itu. Jalur ke tempat persediaan makanan diputus. Tidak hanya itu, bahkan ia mengirimkan sebagian pasukan berkudanya yang terpencar di Kindah ke tepi laut dan ia terus membantai mereka yang masih memberontak. Mereka yang berlindung di benteng Nujair melihat apa yang dialami kaumnya itu. Mereka satu sama lain berkata: "Lebih baik kamu mati daripada dalam keadaan seperti ini. Potonglah jambulmu sehingga seolah kita sudah mempersembahkan hidup kita untuk Allah. Kita telah diberi kenikmatan oleh Allah dan kita sudah menikmatinya; mudah-mudahan Dia akan menolong kita melawan orang-orang zalim itu."

Benteng Nujair dikepung dan diduduki

Dengan memotong jambul itu mereka saling berjanji tak akan lari. Begitu terbit sinar pagi mereka keluar dan bertempur habis-habisan di ketiga lorong yang menuju ke benteng itu. Tetapi apa gunanya bertempur mati-matian begitu jika pasukan Muhajir dan Ikrimah memang sudah tak dapat dikalahkan oleh kekuatan dan jumlah orang! Penghuni benteng Nujair itu yakin ketika melihat bala bantuan untuk pasukan Muslimin datang tak putus-putusnya. Pasti hancur mereka. Mulai mereka putus asa, jiwa mereka lunglai dan mereka takut mati. Pemimpin-pemimpin mereka juga sudah khawatir akan nasib mereka sendiri. Keangkuhan mereka kini langsung merosot.

Pengkhianatan Asy'as

Setelah itu Asy'as kemudian keluar dan menemui Ikrimah dengan maksud meminta perlindungan dari Muhajir, untuk dirinya sendiri dan sembilan orang yang lain dengan ketentuan ia akan membukakan benteng itu untuk pasukan Muslimin dan membiarkan mereka yang ada di dalamnya. Permintaannya itu disetujui oleh Muhajir asal dia menulis nama-nama kesembilan orang yang dimintakan perlindungannya itu. Asy'as menuliskan nama-nama saudaranya, saudara-saudara sepupunya dan anggota-anggota keluarganya yang lain. Tetapi dia lupa menuliskan namanya sendiri dalam catatan itu. Setelah surat yang berisi catatan itu ditera, diserahkannya kepada Muhajir. Asy'as mengeluarkan kesembilan orang itu dari benteng dan pintu-pintu gerbang dibukakan untuk pasukan Muslimin. Ketika mereka menyerbu masuk siapa saja yang mengadakan perlawanan akan dipenggal lehernya. Perempuan-perempuan dalam benteng itu sebanyak seribu orang dilawan. Muhajir menempatkan penjagaan kepada tawanan-tawanan itu serta harta benda yang ada di dalamnya. Setelah dihitung seperlimanya kemudian dikirimkan ke Medinah.

Perjalanan dunia ini memang serba aneh! Asy'as yang telah melakukan pengkhianatan berat ini, dan yang telah menyerahkan kaumnya untuk dibunuh dan menyerahkan seribu perempuan untuk ditawan, Asy'as ini juga yang tidak tahan mendengar teriakan bibi-bibinya dari Keluarga Amr bin Muawiyah: "Asy'as! Asy'as! Keluargamu, keluargamu!" Maka cepat-cepat ia bertindak hendak membela mereka dan membebaskan mereka dari tawanan Ziyad. Dan Asy'as yang dulu datang menemui Nabi, yang kita ketahui begitu ramah, disambut oleh kaum Muslimin juga dengan ramah, Asy'as itu juga yang ternyata begitu hina, sehingga ia dikutuk oleh Muslimin dan dikutuk pula oleh perempuan-perempuan tawanan itu. Mereka menamakannya: "'urfun nar," ungkapan bahasa Arab Yaman yang berarti "Pengkhianat." Tetapi bila orang memang sudah terlalu terikat pada dunia dan takut mati, hidupnya akan sangat hina dan ia akan tersungkur ke lembah yang lebih parah dari mati.

Muhajir memanggil orang yang nama-namanya sudah disebutkan dalam catatan Asy'as itu, kemudian mereka dibebaskan. Karena nama Asy'as sendiri tak terdapat dalam catatan yang sudah ditera itu, maka ia dibelenggu dan sudah akan dihukum mati. "Bersyukur aku kepada Allah karena engkau telah membuat kesalahan, Asy'as! Aku memang ingin Allah akan membuat engkau mendapat malu!"

Tetapi Ikrimah bin Abi Jahl segera campur tangan.

"Tangguhkan," katanya. "Kita sampaikan dulu kepada Abu Bakr. Dalam hal ini dia lebih tahu mengambil keputusan. Jika orang lupa mencatatkan namanya, sedang dia sendiri mewakili mereka dalam pembicaraan itu, adakah yang satu dapat membatalkan yang lain?"

Muhajir kemudian terpaksa menundanya. Orang ini dikirimkan kepada Abu Bakr bersama-sama dengan tawanan yang lain. Sepanjang jalan ia dikutuk oleh tawanan-tawanan itu dan oleh kaum Muslimin juga.

Abu Bakr memaafkan Asy'as

Dalam pembicaraan dengan Asy'as Abu Bakr mengingatkan segala yang telah dilakukannya.

"Lalu, apa yang harus kulakukan terhadapmu?!" tanya Abu Bakr.

"Aku tidak tahu bagaimana pendapatmu; engkau yang lebih tahu," kata Asy'as.

"Menurut pendapatku kau harus dibunuh."

"Aku yang mengajak kaumku hingga mereka menyetujui; tidak seharusnya aku dibunuh," kata Asy'as menjawab Abu Bakr.

Karena percakapannya dengan Abu Bakr agak panjang Asy'as khawatir ia akan dibunuh juga, lalu katanya:

"Jika engkau berniat baik kepadaku, tentu kau mau melepaskan tawanan-tawanan itu, memaafkan kesalahanku, menerima keislamanku memperlakukan aku seperti rekan-rekanku yang lain dan mengembalikan istriku kepadaku." Istri yang disebutkannya ialah Umm Farwah saudara Abu Bakr. Sejenak Abu Bakr agak ragu akan menjawab. Tetapi Asy'as tiba-tiba melanjutkan: "Lakukanlah, akan kaulihat aku menjadi penduduk negeri itu yang terbaik dalam agama Allah."

Setelah hal itu dipikir-pikir dan dipertimbangkan Abu Bakr dapat menerimanya dan keluarganya dikembalikan kepadanya seraya katanya: Ya pergilah, hendaknya kau berkelakuan baik."

Setelah itu kemudian Asy'as tinggal dengan Umm Farwah di Medinah. Ia keluar dari kota itu baru pada masa Umar dengan membawa tugas ke Irak dan Syam. Dalam menjalankan tugasnya itu ia benar-benar berjuang mati-matian, yang kemudian ia dapat mengembalikan citranya di mata kaum Muslimin.

Menumpas pemberontakan di negeri Arab

Muhajir dan Ikrimah masih tinggal di Hadramaut dan Kindah sampai keadaan benar-benar aman dan tenteram. Dan dengan ditumpasnya pemberontakan di negeri-negeri Arab itu Perang Riddah pun berakhir sudah. Langkah berikutnya mengadakan konsolidasi politik, yang setelah itu masih berlangsung lama. Tetapi kemudian timbul kekeruhan. Langkah Muhajir pun tidak pula kurang tegasnya dalam menumpas pembangkangan di kawasan ini, dibanding dengan di Yaman. Ia sudah mengikis habis kaum murtad itu, dan menjatuhkan hukuman yang seberat-beratnya kepada kaum pemberontak. Sebagai contoh misalnya kita lihat dua orang penyanyi perempuan; yang seorang mencaci maki Rasulullah dalam nyanyiannya, dan yang seorang lagi mengejek kaum Muslimin. Muhajir memerintahkan dipotongnya kedua tangan dan mencabut dua gigi depan kedua perempuan itu. Abu Bakr menulis surat mencela perbuatannya itu sebagai tindakan yang salah. Untuk yang pertama sebaiknya dibunuh, karena hukum yang berlaku bagi para nabi tidak sama dengan yang berlaku terhadap yang lain, sedang untuk yang kedua masih dapat dimaafkan kalau dia seorang zimmi (bukan Muslim yang tinggal dalam kawasan Islam).

"Bagaimana kau memaafkan perbuatan syirik padahal lebih berat. Bersikap tenanglah. Jauhilah penganiayaan, karena itu merupakan perbuatan dosa yang harus dihindari kecuali bila menyangkut hukum kisas." Apa yang diperbuat Muhajir terhadap kedua penyanyi itu diperbandingkannya dengan yang diperbuatnya terhadap para pembangkang dan kaum murtad.9

Abu Bakr meminta Muhajir memilih untuk menjalankan pemerintahan di Hadramaut atau di Yaman. Muhajir memilih Yaman. Ia berangkat ke San'a dan tinggal di sana bersama Fairuz. Sedang Ziyad bin Labid tetap di Hadramaut.

Kebalikannya Ikrimah yang sudah bersiap-siap akan kembali ke Medinah, tak jadi ia berangkat. Malah ia kawin dengan putri Nu'man bin al-Jaun. Rupanya kemarahan Abu Bakr kepada Khalid bin Walid dulu ketika mengawini Umm Tamim dan kemudian mengawini putri Mujja'ah yang jelas menyalahi adat istiadat orang Arab, tidak menjadi rintangan bagi lkrimah. Hanya saja perkawinan lkrimah dengan gadis ini telah juga menimbulkan masalah baru: anggota-anggota pasukannya menggerutu, yang berkesudahan dengan diserahkannya persoalan itu kemudian kepada Abu Bakr untuk mengambil keputusan.

Cerita perkawinan Ikrimah dengan putri Nu'man

Sebenarnya Ikrimah kawin dengan putri Nu'man ini ketika ia masih di Aden kemudian dibawa pindah ke Ma'rib. Pasukannya berselisih pendapat mengenai gadis itu. Ada yang mengatakan: Biarkan saja, dia bukan perempuan yang sepatutnya buat dia. Yang lain berkata: Jangan dibiarkan! Kemudian cerita ini diteruskan kepada Muhajir. Muhajir menulis surat kepada Abu Bakr meminta pendapatnya mengenai masalah ini. Tetapi Abu Bakr berpendapat bahwa apa yang telah dilakukan Ikrimah itu tak perlu dirisaukan. Nu'man bin al-Jaun dulu pernah datang kepada Rasulullah dan menginginkan ia menikah dengan putrinya itu. Maka putrinya itu diperindah dan dibawa kepada Nabi. Dan yang lebih menarik lagi gadis itu tak pernah mengeluh sakit. Tetapi ditampik oleh Rasulullah. Gadis itu dibawa kembali oleh ayahnya ke Aden. Oleh karena itu, ada sebagian anggota pasukannya yang menduga bahwa Ikrimah sebaiknya menolak saja seperti yang dilakukan Rasulullah, supaya dalam hal ini dapat mengambil teladan dari Rasulullah saw. Tetapi Abu Bakr menolak pendapat ini, dan dia tak keberatan dengan perkawinan Ikrimah itu.

Sekarang Ikrimah menetap di Medinah bersama istrinya. Juga pasukannya sudah kembali berkumpul di Medinah, kota yang ditinggalkannya sejak pecah Perang Riddah dulu.

Abu Bakr melayangkan pandangannya ke seluruh Semenanjung yang ada di sekitarnya itu. Teringat ia hari pembaiatannya dulu. Air mata bercucuran karena rasa syukur atas kenikmatan yang dikaruniakan Tuhan kepadanya, kenikmatan dalam bentuk kemenangan, kenikmatan dengan memperkuat agama yang benar ini dengan tekad dan keteguhan hatinya.

Bagaimanakah Medinah ketika itu, Medinah yang telah berjaya dengan kemenangannya, yang berdaulat di seluruh kawasan Arab, - dibandingkan dengan Medinah yang kemudian dilanda oleh orang-orang Arab yang bergejolak dan memberontak dan berusaha hendak mengepungnya setelah Rasulullah wafat! Apa pula yang akan membuat Abu Bakr membanggakan diri padahal ia ingat firman Allah kepada Rasul-Nya:

"... dan bukanlah kau yang melempar ketika kau melempar (segenggam debu), tetapi Allah Yang melempar..." (Qur'an, 8. 17)

Gerangan apakah yang akan terjadi esok?! Betapa kesatuan agama Allah ini kini bertambah kuat, bertambah agung dan tersebar luas?! Inilah yang menjadi arah tujuan politik Abu Bakr. Dan ini pula yang dipikirkan Abu Bakr sejak ia merasa yakin dengan kemenangan itu. Lama sekali ia berpikir demikian sejak para jenderal dan pasukannya itu masih bertugas menumpas sisa-sisa kaum murtad serta pengaruhnya di daerah selatan. Bila Allah hendak membuktikan kekuasaan-Nya, maka kedaulatan Islam itulah yang lahir dari hasil pemikiran dan perjuangan.

Catatan kaki:

  1. Riddah atau yang lebih dikenal dengan sebutan Perang Riddah ialah tindakan memerangi kabilah-kabilah atau suku-suku yang murtad dari Islam setelah Nabi saw. wafat. Di antara pemimpin-pemimpinnya ada yang mengaku nabi, menolak menunaikan zakat dan mengadakan pemberontakan terhadap pemerintah pusat (A).
  2. Sumber lain menyebutkan bahwa Ala' tak pernah membawa Muslimin ke Darin dalam perang ini, dan bahwa Darin sebelum masa pemerintahan Umar bm Khattab lelap terasing, tidak bergabung kepada Islam atau kepada kekuasaan lain di Semenanjung itu.
  3. Jaifar dan Abbad anak-anak al-Julunda sebagai Amir Azd Oman (A).
  4. Dalam Al-Kamil oleh Ibnul Asir, "Iyaz".
  5. Sahibus Samsamah. Samsamah nama pedang Amr bin Ma'di Karib, terkenal konon karena ketajaman dan keampuhannya. Punya sejarah panjang sebelum dan sesudah Amr, yang dilukiskan dalam syair-syair Amr sendiri dan penyair-penyair lain, yang kemudian menjadi julukan Amr sebagai Sahib atau 'Pemilik pedang Samsamah (LA)'. Lihat juga Dai'iratul Ma'arif al-Islamiyah, Jilid 14 (A).
  6. Ejaan nama Persia ini dikira-kira. Penerjemah tidak menemukan ejaannya yang tepat dalam huruf Latin (A).
  7. A'lab adalah sebuah perkampungan suku Akk bin Adnan terletak antara kota Mekah dengan pantai laut.
  8. Khalatuka, yakni 'bibi-bibimu dari pihak ibu.' (A).
  9. Ada beberapa kata dalam ungkapan ini yang kurang jelas artinya dan sukar dicari dalam buku-buku referensi, tetapi secara keseluruhan terjemahannya diharapkan tidak terlalu jauh dari yang dimaksud (A).

(sebelum, sesudah)


Abu Bakr As-Siddiq - Yang Lembut Hati
Sebuah Biografi dan Studi Analisis tentang Permulaan Sejarah Islam Sepeninggal Nabi
 
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
Penerbit P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel./Fax. (0251) 330505, Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-29-8
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. INTERMASA, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team