X. BEKAS PERANG RIDDAH1
(3/3)
Memerangi kaum murtad di Kindah dan
Hadramaut
Sekarang tiba saatnya kita menapak ke langkah terakhir
dalam Perang Riddah ini. Kita pindah kini bersama Muhajir
dan Ikrimah ke Kindah dan Hadramaut.
Sebagai pengantar ingin kita singgung bahwa ketika
Rasulullah wafat wakil-wakilnya di kawasan ini ialah: Ziyad
bin Labid di Hadramaut, Ukkasyah bin Mihsan di Sakasik dan
Sakun dan Muhajir bin Abi Umayyah di Kindah. Sudah kita
lihat bahwa Muhajir ketika itu sedang sakit di Medinah. Ia
baru dapat melaksanakan tugasnya di Kindah dan dapat
memimpin pasukan menghadapi kaum murtad di Yaman beberapa
bulan kemudian setelah Rasulullah wafat. Itu sebabnya, sejak
Rasulullah menugaskannya di Kindah sampai kemudian ia
berangkat bersama pasukannya ke Yaman, tugas itu digantikan
oleh Ziyad bin Labid.
Bagaimana Muhajir memerintah
Kindah?
Kisah Muhajir memerintah Kindah ini agak aneh. Dia
saudara Umm Salamah istri Rasulullah, Ummulmukminin. Ketika
ekspedisi Tabuk dia tidak menyertai Nabi saw. Rasulullah
marah karenanya, dan sampai beberapa waktu lamanya masih
merasa gusar. Hal ini sangat menyentuh perasaan Umm Salamah
karena ia tak berhasil menyenangkan perasaan suaminya. Pada
suatu ketika ia sedang mencuci kepala Nabi sambil
mengajaknya bicara sikap Nabi begitu ramah kepadanya.
"Bagaimana dia akan berguna kalau engkau masih mengecam
saudaraku!" katanya. Setelah dilihatnya sikap Nabi sudah
lebih tenang dipanggilnya saudaranya itu. Muhajir masih
mengemukakan alasannya kepada Rasulullah hingga Rasulullah
dapat menerimanya dan ia diberi tugas mengurus Kindah. Ziyad
menggantikannya dalam tugas itu sampai Muhajir datang ke
sana pada masa pemerintahan Abu Bakr.
Siasat Ziyad dan ketegasannya
Karena bertetangga dengan Yaman, begitu pertama kali
Aswad al-Ansi mulai berkampanye, Kindah sudah segera
menerimanya. Karena itu Rasulullah memerintahkan agar
sebagian zakat Kindah dibagikan di Hadramaut dan sebagian
zakat Hadramaut dibagikan di Kindah. Tampaknya Ziyad terlalu
keras melaksanakan ketentuan zakat itu hingga sempat
menimbulkan kegelisahan. Orang-orang yang tidak puas di
Kindah dapat ia atasi dengan bantuan orang-orang Sakun yang
sudah kuat keislamannya dan sebagai warga negara sangat
setia. Mereka tak pernah membangkang. Setelah Nabi wafat dan
terjadi pemurtadan di kalangan orang-orang Arab kawasan itu,
Ziyad ingin menumpasnya sebelum meluas ke daerah
kekuasaannya itu. Keinginannya untuk memerangi kaum murtad
mendapat dukungan kuat dari kabilah-kabilah yang ada di
sekitarnya dan yang keislamannya masih kuat.
Dengan tiba-tiba Ziyad menyerang Banu Amr bin Muawiyah
sehingga banyak dari mereka yang terbunuh dan istri-istri
mereka ditawan. Mereka berikut harta benda dibawa ke jalan
yang menuju ke markas Asy'as bin Qais, pemimpin Kindah. Di
antara perempuan-perempuan itu ada yang terpandang
kedudukannya di kalangan masyarakatnya, yang sebelum itu
mereka hanya mengenal harga diri dan kehormatan. Ketika
lewat di depan markas Asy'as perempuan-perempuan itu
berteriak-teriak sambil menangis: "Asy'as! Asy'as!
Keluargamu, keluargamu!"8
Asy'as adalah pemimpin yang berwibawa, dicintai dan
disegani masyarakatnya. Barangkali kita masih ingat ketika
pada Tahun Perutusan ('Amul Wufud) ia datang ke Medinah
menemui Rasulullah dengan memimpin delapan puluh orang dari
Kindah. Mereka semua mengenakan pakaian sutera. Ia
menyatakan masuk Islam dan melamar saudara perempuan Abu
Bakr Umm Farwah. Akad nikah dilakukan oleh Abu Bakr sendiri.
Tetapi untuk menenteramkan perasaan keluarga pengantin
laki-laki dengan perpisahan itu, pelaksanaannya kemudian
ditunda. Jika demikian kedudukannya tidak heran bila
masyarakatnya merasa marah karena kemarahannya itu, dan
untuk itu mereka siap berperang mendampinginya. Dan memang,
mereka memang memerangi Ziyad dan mengambil kembali tawanan
perangnya. Dengan demikian mereka dapat mengembalikan harga
diri dan kehormatan mereka.
Ikrimah dan Muhajir bertemu di
Ma'rib
Sejak itulah Asy'as mengobarkan api peperangan di Kindah
dan Hadramaut. Ziyat khawatir sekali akan segala akibatnya.
Maka ia menulis surat kepada Muhajir bin Abi Umayyah meminta
bantuan. Ketika itu Muhajir sudah meluncur turun dari Yaman
- begitu juga Ikrimah - untuk menumpas sisa-sisa kaum murtad
di Semenanjung. Muhajir berangkat dari San'a dan Ikrimah
dari Yaman dan Aden, dan mereka bertemu di Ma'rib, lalu
bersama-sama melintasi gurun Saihad. Muhajir menyadari apa
yang telah menimpa Ziyad itu. Pimpinan militer diserahkannya
kepada Ikrimah dan dengan sepasukan gerak cepat ia segera
berangkat. Begitu bergabung dengan pasukan Ziyad ia langsung
menyerang Asy'as hingga lawannya itu dapat dilumpuhkan.
Tidak sedikit anak buahnya yang mati. Asy'as sendiri dan
anak buahnya yang masih selamat melarikan diri dan mencari
perlindungan di benteng Nujair.
Nujair adalah sebuah kota yang kukuh, tak mudah dapat
ditaklukkan dengan kekerasan. Ada tiga jalan masuk yang
menghubungkan lorong itu ke belakang benteng. Ziyad memasuki
salah satu lorong itu, Muhajir memasuki lorong yang kedua
sedang yang ketiga dibiarkan terbuka untuk memasok segala
keperluan penghuni benteng itu. Tetapi Ikrimah menggiring
pasukannya dan langsung menempati lorong itu. Jalur ke
tempat persediaan makanan diputus. Tidak hanya itu, bahkan
ia mengirimkan sebagian pasukan berkudanya yang terpencar di
Kindah ke tepi laut dan ia terus membantai mereka yang masih
memberontak. Mereka yang berlindung di benteng Nujair
melihat apa yang dialami kaumnya itu. Mereka satu sama lain
berkata: "Lebih baik kamu mati daripada dalam keadaan
seperti ini. Potonglah jambulmu sehingga seolah kita sudah
mempersembahkan hidup kita untuk Allah. Kita telah diberi
kenikmatan oleh Allah dan kita sudah menikmatinya;
mudah-mudahan Dia akan menolong kita melawan orang-orang
zalim itu."
Benteng Nujair dikepung dan
diduduki
Dengan memotong jambul itu mereka saling berjanji tak
akan lari. Begitu terbit sinar pagi mereka keluar dan
bertempur habis-habisan di ketiga lorong yang menuju ke
benteng itu. Tetapi apa gunanya bertempur mati-matian begitu
jika pasukan Muhajir dan Ikrimah memang sudah tak dapat
dikalahkan oleh kekuatan dan jumlah orang! Penghuni benteng
Nujair itu yakin ketika melihat bala bantuan untuk pasukan
Muslimin datang tak putus-putusnya. Pasti hancur mereka.
Mulai mereka putus asa, jiwa mereka lunglai dan mereka takut
mati. Pemimpin-pemimpin mereka juga sudah khawatir akan
nasib mereka sendiri. Keangkuhan mereka kini langsung
merosot.
Pengkhianatan Asy'as
Setelah itu Asy'as kemudian keluar dan menemui Ikrimah
dengan maksud meminta perlindungan dari Muhajir, untuk
dirinya sendiri dan sembilan orang yang lain dengan
ketentuan ia akan membukakan benteng itu untuk pasukan
Muslimin dan membiarkan mereka yang ada di dalamnya.
Permintaannya itu disetujui oleh Muhajir asal dia menulis
nama-nama kesembilan orang yang dimintakan perlindungannya
itu. Asy'as menuliskan nama-nama saudaranya, saudara-saudara
sepupunya dan anggota-anggota keluarganya yang lain. Tetapi
dia lupa menuliskan namanya sendiri dalam catatan itu.
Setelah surat yang berisi catatan itu ditera, diserahkannya
kepada Muhajir. Asy'as mengeluarkan kesembilan orang itu
dari benteng dan pintu-pintu gerbang dibukakan untuk pasukan
Muslimin. Ketika mereka menyerbu masuk siapa saja yang
mengadakan perlawanan akan dipenggal lehernya.
Perempuan-perempuan dalam benteng itu sebanyak seribu orang
dilawan. Muhajir menempatkan penjagaan kepada
tawanan-tawanan itu serta harta benda yang ada di dalamnya.
Setelah dihitung seperlimanya kemudian dikirimkan ke
Medinah.
Perjalanan dunia ini memang serba aneh! Asy'as yang telah
melakukan pengkhianatan berat ini, dan yang telah
menyerahkan kaumnya untuk dibunuh dan menyerahkan seribu
perempuan untuk ditawan, Asy'as ini juga yang tidak tahan
mendengar teriakan bibi-bibinya dari Keluarga Amr bin
Muawiyah: "Asy'as! Asy'as! Keluargamu, keluargamu!" Maka
cepat-cepat ia bertindak hendak membela mereka dan
membebaskan mereka dari tawanan Ziyad. Dan Asy'as yang dulu
datang menemui Nabi, yang kita ketahui begitu ramah,
disambut oleh kaum Muslimin juga dengan ramah, Asy'as itu
juga yang ternyata begitu hina, sehingga ia dikutuk oleh
Muslimin dan dikutuk pula oleh perempuan-perempuan tawanan
itu. Mereka menamakannya: "'urfun nar," ungkapan bahasa Arab
Yaman yang berarti "Pengkhianat." Tetapi bila orang memang
sudah terlalu terikat pada dunia dan takut mati, hidupnya
akan sangat hina dan ia akan tersungkur ke lembah yang lebih
parah dari mati.
Muhajir memanggil orang yang nama-namanya sudah
disebutkan dalam catatan Asy'as itu, kemudian mereka
dibebaskan. Karena nama Asy'as sendiri tak terdapat dalam
catatan yang sudah ditera itu, maka ia dibelenggu dan sudah
akan dihukum mati. "Bersyukur aku kepada Allah karena engkau
telah membuat kesalahan, Asy'as! Aku memang ingin Allah akan
membuat engkau mendapat malu!"
Tetapi Ikrimah bin Abi Jahl segera campur tangan.
"Tangguhkan," katanya. "Kita sampaikan dulu kepada Abu
Bakr. Dalam hal ini dia lebih tahu mengambil keputusan. Jika
orang lupa mencatatkan namanya, sedang dia sendiri mewakili
mereka dalam pembicaraan itu, adakah yang satu dapat
membatalkan yang lain?"
Muhajir kemudian terpaksa menundanya. Orang ini
dikirimkan kepada Abu Bakr bersama-sama dengan tawanan yang
lain. Sepanjang jalan ia dikutuk oleh tawanan-tawanan itu
dan oleh kaum Muslimin juga.
Abu Bakr memaafkan Asy'as
Dalam pembicaraan dengan Asy'as Abu Bakr mengingatkan
segala yang telah dilakukannya.
"Lalu, apa yang harus kulakukan terhadapmu?!" tanya Abu
Bakr.
"Aku tidak tahu bagaimana pendapatmu; engkau yang lebih
tahu," kata Asy'as.
"Menurut pendapatku kau harus dibunuh."
"Aku yang mengajak kaumku hingga mereka menyetujui; tidak
seharusnya aku dibunuh," kata Asy'as menjawab Abu Bakr.
Karena percakapannya dengan Abu Bakr agak panjang Asy'as
khawatir ia akan dibunuh juga, lalu katanya:
"Jika engkau berniat baik kepadaku, tentu kau mau
melepaskan tawanan-tawanan itu, memaafkan kesalahanku,
menerima keislamanku memperlakukan aku seperti rekan-rekanku
yang lain dan mengembalikan istriku kepadaku." Istri yang
disebutkannya ialah Umm Farwah saudara Abu Bakr. Sejenak Abu
Bakr agak ragu akan menjawab. Tetapi Asy'as tiba-tiba
melanjutkan: "Lakukanlah, akan kaulihat aku menjadi penduduk
negeri itu yang terbaik dalam agama Allah."
Setelah hal itu dipikir-pikir dan dipertimbangkan Abu
Bakr dapat menerimanya dan keluarganya dikembalikan
kepadanya seraya katanya: Ya pergilah, hendaknya kau
berkelakuan baik."
Setelah itu kemudian Asy'as tinggal dengan Umm Farwah di
Medinah. Ia keluar dari kota itu baru pada masa Umar dengan
membawa tugas ke Irak dan Syam. Dalam menjalankan tugasnya
itu ia benar-benar berjuang mati-matian, yang kemudian ia
dapat mengembalikan citranya di mata kaum Muslimin.
Menumpas pemberontakan di negeri
Arab
Muhajir dan Ikrimah masih tinggal di Hadramaut dan Kindah
sampai keadaan benar-benar aman dan tenteram. Dan dengan
ditumpasnya pemberontakan di negeri-negeri Arab itu Perang
Riddah pun berakhir sudah. Langkah berikutnya mengadakan
konsolidasi politik, yang setelah itu masih berlangsung
lama. Tetapi kemudian timbul kekeruhan. Langkah Muhajir pun
tidak pula kurang tegasnya dalam menumpas pembangkangan di
kawasan ini, dibanding dengan di Yaman. Ia sudah mengikis
habis kaum murtad itu, dan menjatuhkan hukuman yang
seberat-beratnya kepada kaum pemberontak. Sebagai contoh
misalnya kita lihat dua orang penyanyi perempuan; yang
seorang mencaci maki Rasulullah dalam nyanyiannya, dan yang
seorang lagi mengejek kaum Muslimin. Muhajir memerintahkan
dipotongnya kedua tangan dan mencabut dua gigi depan kedua
perempuan itu. Abu Bakr menulis surat mencela perbuatannya
itu sebagai tindakan yang salah. Untuk yang pertama
sebaiknya dibunuh, karena hukum yang berlaku bagi para nabi
tidak sama dengan yang berlaku terhadap yang lain, sedang
untuk yang kedua masih dapat dimaafkan kalau dia seorang
zimmi (bukan Muslim yang tinggal dalam kawasan Islam).
"Bagaimana kau memaafkan perbuatan syirik padahal lebih
berat. Bersikap tenanglah. Jauhilah penganiayaan, karena itu
merupakan perbuatan dosa yang harus dihindari kecuali bila
menyangkut hukum kisas." Apa yang diperbuat Muhajir terhadap
kedua penyanyi itu diperbandingkannya dengan yang
diperbuatnya terhadap para pembangkang dan kaum
murtad.9
Abu Bakr meminta Muhajir memilih untuk menjalankan
pemerintahan di Hadramaut atau di Yaman. Muhajir memilih
Yaman. Ia berangkat ke San'a dan tinggal di sana bersama
Fairuz. Sedang Ziyad bin Labid tetap di Hadramaut.
Kebalikannya Ikrimah yang sudah bersiap-siap akan kembali
ke Medinah, tak jadi ia berangkat. Malah ia kawin dengan
putri Nu'man bin al-Jaun. Rupanya kemarahan Abu Bakr kepada
Khalid bin Walid dulu ketika mengawini Umm Tamim dan
kemudian mengawini putri Mujja'ah yang jelas menyalahi adat
istiadat orang Arab, tidak menjadi rintangan bagi lkrimah.
Hanya saja perkawinan lkrimah dengan gadis ini telah juga
menimbulkan masalah baru: anggota-anggota pasukannya
menggerutu, yang berkesudahan dengan diserahkannya persoalan
itu kemudian kepada Abu Bakr untuk mengambil keputusan.
Cerita perkawinan Ikrimah dengan putri
Nu'man
Sebenarnya Ikrimah kawin dengan putri Nu'man ini ketika
ia masih di Aden kemudian dibawa pindah ke Ma'rib.
Pasukannya berselisih pendapat mengenai gadis itu. Ada yang
mengatakan: Biarkan saja, dia bukan perempuan yang
sepatutnya buat dia. Yang lain berkata: Jangan dibiarkan!
Kemudian cerita ini diteruskan kepada Muhajir. Muhajir
menulis surat kepada Abu Bakr meminta pendapatnya mengenai
masalah ini. Tetapi Abu Bakr berpendapat bahwa apa yang
telah dilakukan Ikrimah itu tak perlu dirisaukan. Nu'man bin
al-Jaun dulu pernah datang kepada Rasulullah dan
menginginkan ia menikah dengan putrinya itu. Maka putrinya
itu diperindah dan dibawa kepada Nabi. Dan yang lebih
menarik lagi gadis itu tak pernah mengeluh sakit. Tetapi
ditampik oleh Rasulullah. Gadis itu dibawa kembali oleh
ayahnya ke Aden. Oleh karena itu, ada sebagian anggota
pasukannya yang menduga bahwa Ikrimah sebaiknya menolak saja
seperti yang dilakukan Rasulullah, supaya dalam hal ini
dapat mengambil teladan dari Rasulullah saw. Tetapi Abu Bakr
menolak pendapat ini, dan dia tak keberatan dengan
perkawinan Ikrimah itu.
Sekarang Ikrimah menetap di Medinah bersama istrinya.
Juga pasukannya sudah kembali berkumpul di Medinah, kota
yang ditinggalkannya sejak pecah Perang Riddah dulu.
Abu Bakr melayangkan pandangannya ke seluruh Semenanjung
yang ada di sekitarnya itu. Teringat ia hari pembaiatannya
dulu. Air mata bercucuran karena rasa syukur atas kenikmatan
yang dikaruniakan Tuhan kepadanya, kenikmatan dalam bentuk
kemenangan, kenikmatan dengan memperkuat agama yang benar
ini dengan tekad dan keteguhan hatinya.
Bagaimanakah Medinah ketika itu, Medinah yang telah
berjaya dengan kemenangannya, yang berdaulat di seluruh
kawasan Arab, - dibandingkan dengan Medinah yang kemudian
dilanda oleh orang-orang Arab yang bergejolak dan
memberontak dan berusaha hendak mengepungnya setelah
Rasulullah wafat! Apa pula yang akan membuat Abu Bakr
membanggakan diri padahal ia ingat firman Allah kepada
Rasul-Nya:
"... dan bukanlah kau yang melempar ketika kau
melempar (segenggam debu), tetapi Allah Yang
melempar..." (Qur'an, 8. 17)
Gerangan apakah yang akan terjadi esok?! Betapa kesatuan
agama Allah ini kini bertambah kuat, bertambah agung dan
tersebar luas?! Inilah yang menjadi arah tujuan politik Abu
Bakr. Dan ini pula yang dipikirkan Abu Bakr sejak ia merasa
yakin dengan kemenangan itu. Lama sekali ia berpikir
demikian sejak para jenderal dan pasukannya itu masih
bertugas menumpas sisa-sisa kaum murtad serta pengaruhnya di
daerah selatan. Bila Allah hendak membuktikan kekuasaan-Nya,
maka kedaulatan Islam itulah yang lahir dari hasil pemikiran
dan perjuangan.
Catatan kaki:
- Riddah atau yang lebih dikenal dengan sebutan
Perang Riddah ialah tindakan memerangi
kabilah-kabilah atau suku-suku yang murtad dari Islam
setelah Nabi saw. wafat. Di antara pemimpin-pemimpinnya
ada yang mengaku nabi, menolak menunaikan zakat dan
mengadakan pemberontakan terhadap pemerintah pusat
(A).
- Sumber lain menyebutkan bahwa Ala' tak pernah membawa
Muslimin ke Darin dalam perang ini, dan bahwa Darin
sebelum masa pemerintahan Umar bm Khattab lelap terasing,
tidak bergabung kepada Islam atau kepada kekuasaan lain
di Semenanjung itu.
- Jaifar dan Abbad anak-anak al-Julunda sebagai Amir
Azd Oman (A).
- Dalam Al-Kamil oleh Ibnul Asir, "Iyaz".
- Sahibus Samsamah. Samsamah nama pedang
Amr bin Ma'di Karib, terkenal konon karena ketajaman dan
keampuhannya. Punya sejarah panjang sebelum dan sesudah
Amr, yang dilukiskan dalam syair-syair Amr sendiri dan
penyair-penyair lain, yang kemudian menjadi julukan Amr
sebagai Sahib atau 'Pemilik pedang Samsamah
(LA)'. Lihat juga Dai'iratul Ma'arif
al-Islamiyah, Jilid 14 (A).
- Ejaan nama Persia ini dikira-kira. Penerjemah tidak
menemukan ejaannya yang tepat dalam huruf Latin (A).
- A'lab adalah sebuah perkampungan suku Akk bin
Adnan terletak antara kota Mekah dengan pantai laut.
- Khalatuka, yakni 'bibi-bibimu dari pihak ibu.'
(A).
- Ada beberapa kata dalam ungkapan ini yang kurang
jelas artinya dan sukar dicari dalam buku-buku referensi,
tetapi secara keseluruhan terjemahannya diharapkan tidak
terlalu jauh dari yang dimaksud (A).
|