X. BEKAS PERANG RIDDAH1
(2/3)
Memerangi kaum murtad di Mahrah
Ikrimah berpisah dengan Huzaifah di Oman, ujung timur
dari selatan Semenanjung. Ia menuju ke bagian barat Mahrah
yang masih banyak terdapat kaum murtad. Dia berangkat dalam
sebuah pasukan untuk melipatgandakan jumlah pasukannya
dengan memobilisasi kabilah-kabilah yang sudah kembali
kepada Islam setelah melihat adanya kemenangan itu. Tatkala
sampai di Mahrah, ia menjumpai dua kelompok yang saling
bertentangan, masing-masing menyerukan agar mengikuti
pimpinannya. Ikrimah memilih yang paling lemah dan yang
paling sedikit jumlahnya. Mereka diajak kembali kepada
Islam, dan ajakan ini segera mereka sambut dengan baik.
Ketika Ikrimah dan pasukannya bersama-sama dengan
penduduk Mahrah yang sudah kembali kepada Islam, mereka
bertemu dengan kelompok lain. Di sini terjadi kontak senjata
yang lebih dahsyat dari pertempuran Daba, tetapi kemenangan
berakhir di pihak Muslimin, yang berhasil membunuh, menawan
dan mengambil rampasan perang, di antaranya seribu ekor unta
pilihan. Ikrimah mengirim seperlimanya kepada Abu Bakr di
tangan pemimpin rombongan sekutunya. Untuk menjaga keamanan
dan ketenteraman ia masih tinggal beberapa lama lagi.
Setelah kemudian keadaan sudah aman dan ketertiban dapat
dipulihkan, Ikrimah berangkat bersama anggota pasukannya
yang jumlahnya sekarang sudah bertambah dua kali lipat
dengan bergabungnya penduduk Mahrah kepadanya. Ia pergi
menemui Muhajir bin Abi Umayyah al-Makhzumi, untuk
melaksanakan perintah Khalifah. Dengan kerja sama demikian
kini ia berhasil mengembalikan Yaman dan Hadramaut kepada
Islam.
***
Memerangi kaum murtad di Yaman
Benarkah Ikrimah pergi dari Mahrah ke Hadramaut dan
Kindah? Rasanya ini hanya fantasi. Hadramaut tetangga dan
berbatasan dengan Mahrah. Muhajir bin Abi Umayyah menyusur
turun dari utara ke Yaman. Mau tak mau Ikrimah harus
mempercepat langkah supaya dapat menyusulnya. Soalnya,
karena pemberontakan Yaman sudah berjalan lama dan
keadaannya cukup rumit. Lebih cepat pemberontakan itu dapat
ditumpas akan lebih mudah menumpas sisa-sisa yang lain yang
masih ada di Kindah dan Hadramaut.
Di atas sudah kita bicarakan mengenai pembangkangan Aswad
al-Ansi di Yaman serta pengakuannya sebagai nabi dan
keberangkatannya ke San'a. Begitu juga mengenai beritanya
yang sudah menyebar luas sampai ke Mekah dan Ta'if.
Pembunuhan gelap yang dilakukan orang yang bersekongkol
dengan istrinya Azad, yang sebelum itu adalah istri Syahr
bin Bazan, raja San'a. Beberapa sumber biasa menyebutkan
bahwa berita terbunuhnya Aswad sampai ke Medinah pada hari
ketika Nabi wafat. Abu Bakr mengangkat Fairuz sebagai wakil
di Yaman. Tetapi tak lama sesudah tersebarnya berita bahwa
Nabi telah wafat, timbul lagi pergolakan di sana yang lebih
hebat dari semula. Ada beberapa faktor yang menyebabkan
pergolakan ini makin berkobar.
Pergolakan bertambah karena beberapa
faktor
Faktor pertama terpecah belahnya kekuasaan di kawasan ini
demikian rupa sehingga berbalik menjadi kelemahan. Setelah
Bazan meninggal kekuasaan di Yaman dibagi-bagi antara anak
Syahr di San'a dengan jamaah Muslimin yang ada di Najran,
Hamdan dan di tempat-tempat lain. Inilah yang memberi
semangat kepada Aswad mengadakan pemberontakan. Kekuasaan
yang terpecah belah di utara Yaman sampai ke Mekah, seperti
di Yaman sendiri. Di Tihamah sampai ke batas laut dipegang
seorang penguasa. Di pedalaman, masing-masing kabilah
memegang kekuasaan sendiri-sendiri. Setelah pemberontakan
Aswad menemui kegagalan, sudah wajar jika tiap penguasa
berusaha ingin kembali kepada kekuasaannya semula, dan untuk
itu mereka siap berperang. Juga sudah wajar bila
pendukung-pendukung Aswad berusaha sekuat tenaga mengadakan
pergolakan, kalau-kalau kekuasaan jatuh ke tangan mereka
seperti pada Aswad dulu. Bahwa sekarang Nabi sudah wafat dan
di seluruh kawasan itu timbul pikiran akan mengadakan
pemurtadan, dan setiap kabilah atau suku berhak
mencita-citakan kebebasannya yang semula, pergolongan
demikian itu telah mencapai puncaknya di Yaman dan
daerah-daerah sekitarnya, yang dulu pernah menjadi ajang
kegiatan Aswad al-Ansi dan pendukungpendukungnya.
Para pemberontak Yaman setelah
matinya Aswad
Sesudah Aswad mati pendukung-pendukungnya tidak tinggal
diam. Panglima-panglima mereka bahkan menjelajahi
daerah-daerah sekitar Najran dan San'a. Mereka tidak meminta
perlindungan kepada siapa pun, juga tak ada yang meminta
perlindungan kepada mereka. Ketika itu, Amr bin Ma'di Karib,
pahlawan penyair yang terkenal pemberani, Pemilik
Samsamah,5 termasuk yang mengambil kesempatan
ini. Ia berusaha memburu kekuasaan itu dengan jalan
pemberontakan, seperti yang pernah dilakukannya pada masa
Aswad dengan jalan menggabungkan diri kepadanya. Di pihak
lain muncul pula Qais bin Abd Yagus, yang dulu termasuk
pemuka komplotan yang membunuh Aswad. Tetapi dia diusir olch
Fairuz bersama-sama dengan Dazuweh.6 Dengan
demikian terjadi kekacauan di sana sini sehingga di kawasan
ini ketenangan dan keamanan sulit dikendalikan.
Bagaimana caranya mengatasi keadaan ini? Langkah pertama
ialah jalan Medinah-Yaman harus aman. Kabilah Akk dan
beberapa kabilah Asy'ari sering mencegat orang di jalan
sepanjang pesisir dengan menyandarkan bantuan
kelompok-kelompok yang bergabung kepada mereka. Kota
terdekat yang dihuni Muslimin ke tempat ini ialah Ta'if.
Karenanya Tahir bin Abi Halah, penanggung jawab kota itu
menulis surat kepada Abu Bakr dan ia pergi ke tempat itu
dengan sebuah pasukan yang kuat, ditemani oleh Masruq
al-Kalbi. Setelah berhadapan dengan penjahat-penjahat ini
banyak di antara mereka yang terbunuh, sehingga disebutkan
bahwa lalu lintas di jalan itu terganggu oleh mayat-mayat
mereka. Sebelum menerima berita operasi itu Abu Bakr telah
menulis kepada Tahir memberi semangat kepadanya dan kepada
pasukannya agar memerangi mereka, dan memerintahkan agar
mereka tinggal di A'lab,7 sampai jalan Akhabis
menjadi aman. Sejak itu kelompok Akk ini diberi nama
Kelompok Akhabis. Sampai sekian lama jalan ini dinamai Jalan
Akhabis
Faktor kedua pertentangan ras
Faktor kedua yang menambah memanasnya pemberontakan di
Yaman ialah pertentangan ras. Abu Bakr telah menugaskan
Fairuz di San'a menggantikan Syahr yang dibunuh oleh Aswad.
Teman-teman Fairuz ketika berkomplot membunuh Aswad ialah
Dazuweh, yang sebelum itu sama-sama menjadi pejabat dan
pembantu dekat Syahr, Jisynas dan Qais bin Abd Yagus
komandan pasukan. Fairuz dan Jisynas ini asal Persia, sedang
Qais berdarah Arab dari Himyar. Oleh karena itu Qais merasa
disaingi oleh Fairuz dengan kepercayaan yang diberikan oleh
Abu Bakr kepadanya, bukan kepada Qais. Maka dia bermaksud
hendak membunuhnya.
Tetapi setelah dipertimbangkan lebih dalam ia berpendapat
bahwa dengan membunuh Fairuz itu berarti mengobarkan api
fitnah yang akan ditentang oleh seluruh warga keturunan
Persia, yang sudah tinggal di Yaman sejak negeri ini
dikuasai dinasti Kisra (Persia). Jumlah masyarakat turunan
Persia ini bertambah besar, kedudukan mereka makin kuat dan
pejabat-pejabat banyak pula dari mereka. Kalau Qais tidak
mengerahkan orang-orang Arab untuk menumpas orang Persia ini
pasti ia akan mengalami kegagalan seperti yang dialami Aswad
dulu, dan nasibnya pun akan berakhir sama seperti nasib
Aswad.
Qais menghendaki Yaman untuk bangsa
Yaman
Qais menulis surat kepada Zul-Kula' al-Himyari dan
pemuka-pemuka Arab Yaman lainnya yang isinya: "Warga
keturunan Persia di negeri kita adalah orang-orang asing,
mereka lebih dihormati daripada kita. Kalau dibiarkan,
mereka akan terus menguasai kita. Saya berpendapat sebaiknya
kita bunuh pemuka-pemuka mereka atau kita usir dari negeri
kita dan bebaslah kita dari mereka."
Tetapi Zul-Kula' dan kawan-kawannya tidak mendukungnya,
juga dia tidak membela warga keturunan Persia. Mereka lepas
tangan dengan mengatakan "Kami samasekali tak punya
kepentingan dengan masalah ini. Engkau adalah teman-teman
mereka dan mereka teman-temanmu." Mungkin dulu mereka pernah
membantu dan membela Qais dalam menghadapi penduduk
keturunan Persia itu. Tetapi mereka melihat Abu Bakr dan
kaum Muslimin di pihak mereka dan menyerahkan segala masalah
ke tangan mereka. Apalagi mereka melihat warga keturunan
Persia begitu kuat menjaga Islam dan begitu setia kepada Abu
Bakr dan kekuasaan Medinah. Kalau begitu untuk apa
memperselisihkan hal-hal yang belum diketahui kesudahannya,
terutama setelah terjadi pemurtadan di Yaman dan negeri ini
menjadi sasaran pasukan Muslimin, dan setelah berita
kemenangannya menggema ke segenap penjuru Semenanjung
itu.
Qais tidak patah semangat karena sikap Zul-Kula' dan
teman-temannya yang tidak mendukungnya itu. Malah ia menulis
surat kepada kelompok-kelompok bandit yang dengan diam-diam
dulu bersekutu dengan Aswad, dan yang dulu datang ke sana
dan siap memerangi siapa saja yang berani menentang Aswad.
Dimintanya mereka bergabung kepadanya dan mau seia sekata
mengusir penduduk keturunan Persia itu dari Yaman. Sudah
tentu permintaan semacam ini disambut baik oleh komplotan
itu. Bukankah ini sama dengan permintaan Aswad dulu? Yang
penting harus menang! Mereka membalas surat Qais dan
memberitahukan bahwa mereka siap memenuhi permintaannya itu
secepatnya. Karena semuanya dilakukan secara rahasia, maka
San'a terkejut sekali ketika mendapat berita bahwa komplotan
itu sudah berada di dekat kota. Pemuka-pemuka San'a segera
berunding, langkah apa yang harus mereka ambil.
Dazuweh dibunuh
Qais cepat-cepat menghubungi Fairuz, seolah berita itu
memang tiba-tiba dan sangat mengejutkannya. Ia meminta
pendapatnya dan pendapat Dazuweh untuk menipu kedua orang
supaya mereka tidak mencurigainya. Mereka bersama Jisynas
diundangnya makan siang besok. Dazuweh datang lebih dulu
sebelum kedua kawannya itu Tetapi begitu masuk ke empat Qais
langsung ia dibunuh. Fairuz yang datang menyusul kawannya
itu ketika mendengar suara bisik-bisik Qais dengan
kawan-kawannya, langsung ia kabur dengan kudanya. Di
perjalanan ia bertemu dengan Jisynas. Mereka segera berbalik
dan dengan memacu kuda mereka pergi mencari pertolongan.
Qais mengerahkan pasukan berkudanya untuk mengejar mereka
tapi sudah tak terkejar. Mereka kembali disambut kemarahan
Qais.
Fairuz dan Jisynas sudah sampai di pegunungan Khaulan,
tempat keluarga Fairuz dari pihak ibu. Kedua mereka ini
hampir tak percaya bahwa mereka telah selamat dari
bencana.
Di San'a Qais bertindak cepat. Ia sudah merasa aman dan
tenteram seperti yang dulu juga dirasakan oleh Aswad. Tak
terlintas dalam pikirannya bahwa masih akan ada orang yang
mampu mengalahkannya dan menurunkannya dari kedudukannya
itu. Bahwa Fairuz akan meminta bantuan Abu Bakr dan akan
menyerang Qais dengan kekuatan dari keluarga Khaulan, sudah
ada yang memberitahukan kepadanya. Tetapi Qais malah
mengejeknya seraya berkata: "Apa Khaulan! Apa Fairuz! Ke
mana mereka mau berlindung!"
Orang-orang awam dari kabilah-kabilah Arab Himyar
sekarang bergabung kepadanya, meskipun pemimpin-pemimpinnya
tetap menjauhkan diri. Sesudah ia merasa dirinya kuat, mulai
ia bertindak terhadap warga keturunan Persia itu. Mereka
dibagi ke dalam tiga kelompok: yang tinggal tanpa
menunjukkan tanda-tanda pro Fairuz dibiarkan tetap tinggal
bersama keluarganya; yang lari bergabung dengan Fairuz,
keluarganya dibagi dua, sebagian dipindahkan ke Aden melalui
laut, yang lain melalui darat diangkut ke muara Furat, dan
diperintahkan agar mereka diasingkan ke negeri asal, dan tak
seorang pun boleh tinggal di Yaman.
Qais terusir dari San'a
Fairuz mengetahui apa yang telah menimpa warga setanah
airnya dulu itu. Ia mengajak kabilah-kabilah yang masih kuat
rasa keislamannya untuk membelanya. Ia bertindak demikian
untuk mencegah fanatisma kebangsaan dengan semangat agama.
Banu Aqil bin Rabi'ah menyambut baik ajakan itu, demikian
juga kabilah Akk. Mereka berangkat hendak menolong keluarga
keturunan Persia yang sudah diputuskan oleh Qais untuk
diasingkan. Keberangkatan mereka dipimpin oleh Fairuz, yang
kemudian berhasil mengembalikan keturunan penduduk Persia
itu.
Dalam pada itu ia bertemu dengan Qais dan pasukannya
sebelum San'a. Qais diusirnya dan dia kembali memegang
kendali wilayah itu mewakili Khalifah. Qais dan pasukannya
melarikan diri ke tempat terbunuhnya Aswad dulu. Dengan
larinya itu habislah konsep tentang kebangsaannya yang sudah
menjadi dasar perjuangannya. Abu Bakr memperkuat kedudukan
Fairuz dengan mengirim Tahir bin Abi Halah dengan bala
tentaranya dan bermarkas tak jauh dari Fairuz.
Faktor ketiga, permusuhan lama
Hijaz-Yaman
Tetapi kemenangan dan kembalinya Fairuz memegang pimpinan
ini tak berarti dapat mempertahankan perdamaian dan tidak
pula dapat mengembalikan keamanan di luar kota San'a di
kawasan Yaman. Kaum murtad bertahan lebih gigih lagi di
tempat itu. Di sinilah saatnya kita bicara tentang faktor
ketiga yang menyebabkan pembangkangan itu lebih marak di
kawasan ini. Yaman tak akan dapat melupakan persaingan yang
pernah ada dengan pihak Hijaz, dengan hegemoni dan pengaruh
kekuasaan yang lebih besar ada di pihak Yaman. Antara Yaman
dengan Hijaz pada masa Rasulullah tak pernah terjadi perang
yang mengakibatkan tunduknya Banu Himyar itu.
Kalaupun kemenangan Khalid dan Ikrimah di seluruh Yaman
gemanya memang sudah sampai kepada kabilah-kabilah Arab dan
raja-raja di sekitarnya, namun banyak juga pahlawan dan
jenderal dalam kabilah-kabilah Yaman yang dapat dibanggakan
tak kalah dengan kedua pahlawan Hijaz itu, dan yang membuat
orang gentar mendengar nama-nama para pahlawan Arab itu.
Sebagai contoh misalnya Amr bin Ma'di Karib 'Pemilik
Samsamah' itu. Dia memang seorang kesatria dan pelindung
Banu Zabid. Mendengar namanya saja pahlawan-pahlawan yang
lain sudah ketakutan dan tak berani menemuinya. Pada masa
Umar bin Khattab ia memegang peranan penting untuk
kemenangan Islam dalam beberapa peperangan. Dan sejarah tak
akan dapat melupakannya. Usianya yang sudah lanjut ketika
itu tidak mengubah kehebatannya. Ia sempat mengalami
ekspedisi Qadisiyah dengan ikut bertempur mati-matian dalam
umur yang sudah di atas seratus tahun.
Amr memimpin pemberontakan dengan pengikut-pengikutnya,
dan Qais bin Abd Yagus ikut bergabung pula. Mereka bahu
membahu dalam membuat keonaran di seluruh kawasan itu, dan
penduduk memberi pula bantuan; kecuali Najran yang beragama
Kristen masih mempertahankan perjanjiannya dengan Muhammad,
kemudian menyatakan niatnya hendak memperpanjang perjanjian
itu dengan Abu Bakr.
Perjalanan Ikrimah dan Mujahid
ke Yaman
Akan berpangku tangan sajakah Muslimin melihat Yaman
diubrak-abrik oleh dua pemberontak dan pengikut-pengikutnya
ini sehingga mereka saling membunuh dan penduduk habis
dilahap pemberontakan? Tidak! Ikrimah bin Abi Jahl berangkat
dari Mahrah ke Yaman sehingga mencapai Abyan dengan bala
tentaranya yang makin hiruk pikuk setelah ditambah dengan
perlengkapan dan orang-orang yang ikut bergabung kepadanya
di Mahrah. Sedang Muhajir bin Abi Umayyah menyusur turun
dari Medinah ke arah selatan melalui Mekah dan Ta'if dalam
brigade yang sudah dibentuk oleh Abu Bakr itu, kendati dia
terlambat beberapa bulan karena sakit. Dari Mekah, Ta'if dan
Najran bertambah lagi dengan orang-orang yang sudah
berpengalaman dan cukup terkenal dalam peperangan.
Sesudah pihak Yaman mendengar tentang kedatangan kedua
jenderal ini - Ikrimah dan Muhajir - dan bahwa Muhajir sudah
membersihkan orang-orang yang berusaha mengadakan
perlawanan, yakinlah mereka bahwa pemberontakan mereka tak
boleh tidak akan tamat, dan kalau berperang juga mereka akan
terbunuh dan tertawan dan perlawanan mereka tak akan membawa
arti apa-apa. Bahkan keadaan mereka sudah begitu parah
setelah Qais dengan Amr bin Ma'di Karib berselisih dan
saling mengejek, masing-masing memikul dendam hendak
menjerumuskan lawannya. Hal ini terjadi sesudah tadinya
bersepakat akan sama-sama menghadapi dan memerangi Muhajir.
Tetapi karena mau menyelamatkan diri, pada suatu malam Amr
menyerang Qais yang kemudian membawanya kepada Muhajir
sebagai tawanan. Tetapi keduanya oleh Muhajir dikenakan
tahanan dan keputusannya akan diserahkan kepada Abu
Bakr.
Abu Bakr memaafkan Qais dan Amr
Semula Abu Bakr bermaksud menjatuhkan hukum qisas kepada
Qais karena membunuh Dazuweh.
"Hai Qais," kata Abu Bakr. "Engkau membunuhi hamba-hamba
Allah dan berteman dengan kaum murtad dan kaum musyrik,
bukan dengan sesama mukmin!"
Tetapi Qais membantah telah membunuh Dazuweh. Abu Bakr
tak punya bukti karena tak ada orang yang tahu atas
pembunuhan itu. Oleh karena itu ia menghindari penghukuman
demikian dan orang itu tak jadi dibunuh. Dengan menatap Amr
bin Ma'di Karib Abu Bakr berkata:
"Dan kau, tidak malu kau setiap hari kalah dan menjadi
tawanan! Kalau engkau membela agama ini niscaya Allah akan
mengangkat kau!"
"Tentu," kata Amr, "aku sudah terlanjur berbuat. Aku tak
akan mengulanginya lagi."
Oleh Abu Bakr mereka dibebaskan dan dikembalikan kepada
kabilahnya.
Dalam pada itu Muhajir sudah berangkat dari Najran dan
sudah sampai ke San'a. Pasukannya diperintahkan mengawasi
komplotan bandit-bandit yang masih keras kepala, yang selalu
menimbulkan kekacauan di mana-mana, yang sudah berjalan
sejak zaman Aswad dulu, dan supaya membunuh mereka di mana
pun mereka dijumpai, dan jangan terima lagi mereka. Tetapi
yang mau bertobat dan kembali tanpa sikap membangkang,
terimalah mereka.
Ikrimah masih tetap berada di bagian selatan Yaman
setelah membebaskan Nakha dan Himyar. Dengan demikian
seluruh Yaman sekarang kembali aman dan tenteram. Warga
Yaman kini kembali kepada ajaran agama yang benar. Selain di
Hadramaut dan Kindah, di seluruh Semenanjung itu sudah tak
ada lagi kaum murtad.
Kenapa Abu Bakr membela orang Persia
daripada orang Arab
Sebelum kita mengikuti perjalanan Ikrimah dan Muhajir
menghadapi kaum murtad di kedua daerah itu, kita ingin
menghilangkan keraguan dan kekaburan sekitar apa yang
terjadi di Yaman yang kadang masih mengusik pikiran kita.
Mengapa Abu Bakr membela orang Persia terhadap orang Arab di
sana? Mengapa ia membela Fairuz dan kawan-kawannya terhadap
Qais dan pengikut-pengikutnya? Untuk menghilangkan keraguan
dan kekaburan ini sebenarnya tidak sulit. Kita tahu Islam
tidak membedakan yang Arab dan yang bukan-Arab kecuali dari
ketakwaannya. Bahwa orang yang paling mulia dalam pandangan
Allah ialah yang paling bertakwa. Tetapi bukan itu saja yang
menyebabkan Abu Bakr membela Fairuz. Dasar pembelaannya
ialah orang-orang Persia itulah yang mula-mula masuk Islam
di Yaman. Orang yang lebih dulu masuk Islam punya tempat
tersendiri. Di samping itu, yang mengadakan pemberontakan
terhadap agama baru itu justru penduduk Arab negeri-negeri
itu.
Aswad ini sudah mengaku dirinya nabi, sejak zaman
Rasulullah. Kemudian diikuti pula oleh pembela-pembela
Aswad, di antaranya Amr bin Ma'di Karib dan Qais bin Abd
Yagus. Sebaliknya Bazan, Syahr, Fairuz dan orang-orang
Persia di sekitarnya, merekalah yang menyebarkan dakwah
Islam di kawasan itu. Merekalah yang berpegang teguh pada
Islam dan siap menghadapi musuh-musuhnya. Merekalah yang
setia kepada pemerintahan Medinah dan kepada Khalifah
pengganti Rasulullah tatkala orang-orang Arab kawasan itu
semua murtad dan seluruh bumi Semenanjung itu hangus
terbakar. Dengan demikian tidak heran jika Abu Bakr
memberikan kekuasaan di sana kepada Fairuz, membantunya
dengan tenaga prajurit dan para perwira, dan dia pulalah
yang diangkat sebagai amir yang memerintah San'a, seperti
yang juga dilakukan Nabi dulu terhadap Syahr sebagai amir di
sana, dan sebelum itu, ayahnya Bazan sebagai amir atas
seluruh Yaman.
***
|