IX. EKSPEDISI YAMAMAH (3/3)
Surat Abu Bakr kepada Khalid
Abu Bakr mengirim seorang utusan untuk menemui Khalid
dengan membawa perintah untuk membunuh semua orang dari Banu
Hanifah yang mampu berperang. Tetapi Khalid sudah mengadakan
perdamaian dengan mereka. Khalid adalah orang yang teguh
berpegang pada janji.
Semua anggota keluarga Banu Hanifah dikumpulkan dan
dibawa ke markas Khalid untuk membuat ikrar dan kemudian
akan dibebaskan dari segala kesalahan masa lampau. Setelah
membuat ikrar dan mereka dibebaskan dari perbuatan murtadnya
lalu kembali kepada Islam, Khalid mengutus orang kepada Abu
Bakr di Medinah.
"Mengapa kamu sampai merendahkan diri serupa itu?" kata
Abu Bakr kepada para utusan itu begitu mereka sampai ke
Medinah.
"Khalifah Rasulullah," kata mereka. "apa yang kami alami
sudah disampaikan kepada Khalifah. Orang itu dan keluarganya
memang belum mendapat karunia Allah."
Jumlah korban di pihak Banu
Hanifah
Mungkin timbul pertanyaan dalam hati kita: Bagaimana
Khalid masih mau menerima Mujja'ah padahal sudah menipunya,
Khalid yang kita kenal sangat keras dan tegar itu? Tetapi
kemenangan Muslimin yang sangat meyakinkan membuat Khalid
lebih banyak menenggang. Jumlah korban yang mati di pihak
Banu Hanifah sudah melebihi suatu kemampuan. Konon yang mati
di Kebun Maut itu mencapai tujuh ribu orang, dan sebanyak
itu pula mati di medan perang, dan tujuh ribu lagi mati
ketika Khalid melepaskan pasukannya mengadakan pengejaran
terhadap orang-orang yang melarikan diri. Di samping itu
dari perdamaian yang dilakukan dengan Mujja'ah itu Muslimin
mendapat rampasan perang berupa emas, perak, senjata dan
seperempat tawanan perang. Di setiap pedesaan Banu Hanifah,
dapat pula kebun dan persawahan sesuai dengan pilihan
Khalid. Kalaupun Mujja'ah sudah berhasil menyelamatkan
masyarakatnya yang masih ada sehingga mereka yang masih
mampu berperang pun tak sampai dibunuh, namun masyarakatnya
itu semua sudah kembali kepada Islam dan mengakui kedaulatan
Abu Bakr. Jika Khalid sudah dapat mencapai semua itu tak
perlu lagi ia marah kepada Mujja'ah atau mengadakan
pembalasan karena tipu dayanya itu.
Jumlah korban di pihak
Muslimin
Seperti jumlah korban yang terbunuh di pihak Banu
Hanifah, yang tak pernah terbayang dalam pikiran siapa pun
di tanah Arab masa itu, begitu juga jumlah korban yang
terbunuh di kalangan Muslimin, di luar perkiraan mereka
pula. Dari pihak Muhajirin yang terbunuh sebanyak tiga ratus
enam puluh orang, dari Ansar tiga ratus, tak termasuk
anggotaanggota kabilah yang terbunuh. Jumlah yang
terbunuh di pihak Muslimin mencapai seribu dua ratus
orang.
Kabilah-kabilah itu diperolok oleh kaum Muhajirin dan
Ansar. Mereka merasa bangga dengan jumlah yang terbunuh itu.
Kelebihan Muhajirin dan Ansar bukan hanya pada jumlah orang
yang terbunuh itu saja. tetapi di antara mereka itu terdapat
tiga puluh sembilan orang sahabat besar dan mereka yang
sudah hafal Qur'an. Dan kita pun tahu betapa besar dan
terhormatnya kedudukan mereka di mata kaum Muslimin. Tetapi
ya. Adakalanya malapetaka membawa rahmat! Akibat terbunuhnya
para penghafal Qur'an itulah maka timbul pikiran pada masa
Abu Bakr hendak mengumpulkan Qur'an, sebab pembunuhan
seperti yang terjadi terhadap mereka yang ikut serta dalam
ekspedisi Yamamah itu, dikhawatirkan kelak akan berlanjut
kepada yang lain.
Kesedihan Muslimin di Mekah dan di
Medinah
Kesedihan Muslimin di Mekah dan di Medinah atas kematian
itu dapat diimbangi hanya karena adanya kemenangan yang
telah dikaruniakan Allah kepada mereka. Ketika Abdullah bin
Umar bin Khattab kembali pulang sesudah berjuang dan
bertempur mati-matian di Yamamah, ayahnya berkata setelah
menemuinya:
"Mengapa engkau pulang padahal Zaid sudah meninggal.
Tidak malu kau memperlihatkan muka
kepadaku!?"4
"Ingin sekali aku seperti dia, tetapi karena aku
tertinggal maka Allah mengaruniakan mati syahid itu
kepadanya," kata Abdullah.
Sumber lain menyebutkan bahwa dia berkata: "Dia memohon
mati syahid kepada Allah, dia diberi. Aku sudah berusaha
supaya diberikan kepadaku, tapi tidak diberikan juga."
Kesedihan Umar atas kematian Zaid adiknya itu hanya
sebuah contoh saja dari kesedihan yang umumnya menimpa Mekah
dan Medinah atas gugurnya pahlawan-pahlawan yang telah mati
syahid dalam perang dengan Musailimah itu.
Bagaimana Khalid? Sedihkah dia seperti yang lain?
Gentarkah hatinya menyaksikan mayat-mayat dan melihat banjir
darah?! Samasekali tidak! Kalaulah memang demikian adanya,
niscaya tak akan mungkin ia memegang pimpinan, menjadi
panglima ke Irak dan Syam serta yang pertama meletakkan
dasar kedaulatan Islam. Di mana ada jenderal yang tak
tersentak hatinya saat melihat ribuan musuh bergelimpangan,
tersungkur di depan pasukannya?! Tetapi Khalid, Khalid tidak
gamang dan tidak terpengaruh. Malah setelah ia merasa aman
dengan kemenangan itu dan mengadakan persetujuan dengan
Mujja'ah dan tampuk pimpinan sudah diserahkan ke tangannya,
ia memanggil Mujja'ah.
"Kawinkan aku dengan putrimu," katanya kemudian.
Sebenarnya Mujja'ah sudah mendengar tentang perkawinannya
dengan Laila Umm Tamim, juga tentang Abu Bakr yang
memanggilnya dan mengecamnya atas perbuatannya yang telah
melanggar adat kebiasaan Arab itu.
"Tunggu dulu," kata Mujja'ah. "Engkau mau merusak
kekeluargaanku, dan aku sudah tahu soal keluargamu dengan
sahabatmu itu (maksudnya Abu Bakr)."5
Kata-kata itu tidak menyenangkan hati Khalid, tetapi dia
tak peduli. Malah ditatapnya orang itu seraya katanya lagi:
"He, kawinkan aku!"
Siapa yang dapat menentang perintahnya sesudah
kemenangannya di Yamamah itu. Akhirnya Mujja'ah mau
mengawinkan putrinya. Suami istri itu tinggal bersama di
rumah ayahnya, kemudian dibuatkan kemah tersendiri di dekat
kemah Umm Tamim.
Kemarahan Abu Bakr
Apa yang dilakukan Khalid itu sampai juga kepada Abu
Bakr. Begitu mengetahui ia terkejut sekali; kemudian berubah
marah; kemudian kemarahannya meledak menjadi berang luar
biasa. Satu-satunya pembelaannya dulu ketika Khalid
mengawini Laila Umm Tamim bahwa dia membunuh suaminya bukan
untuk mengawini istrinya. Dan kalaupun dia bersalah,
kesalahannya itu karena dia telah melanggar adat kebiasaan
Arab. Melakukan perkawinan serupa itu sungguh suatu
perbuatan yang sangat tercela sekali mengingat darah masih
mengalir dan orang masih dalam suasana berkabung. Bagaimana
pula sekarang ia mengulangi perbuatannya itu di Yamamah,
padahal ada sebanyak seribu dua ratus Muslimin yang
terbunuh, sedang dalam peristiwa Malik bin Nuwairah tak ada
seorang pun yang terbunuh! Oleh karena itu, Abu Bakr, orang
yang begitu bijaksana, sudah tak dapat lagi menahan
kemarahannya. Bahkan terdorong oleh keberangan itu ia
menulis suratnya "dengan darah mengalir," - meminjam
kata-kata Tabari - yang bunyinya sebagai- berikut:
"Demi hidupku, ah anak Umm Khalid! Sungguh engkau orang
tak berakal! Engkau kawin dengan perempuan itu sedang bercak
darah seribu dua ratus Muslim di beranda rumahmu belum lagi
kering!"
Setelah surat itu diterima, Khalid merenungkannya
sejenak. Sedih sekali ia karena kemarahan Abu Bakr itu. Ia
menggelengkan kepala seraya berkata: Ini tentu perbuatan si
kidal - maksudnya Umar bin Khattab. Tetapi soalnya, akibat
kemarahan Abu Bakr itu, dari pihak Khalid tak lebih dari
sekadar sedih, dan di pihak Abu Bakr tak lebih dari sekadar
marah kepada Khalid dengan surat tersebut.
Apa artinya putri Mujja'ah itu dalam arti merayakan
kemenangan yang harus dirayakan untuk Khalid? Tak lebih dia
hanya sebuah persembahan yang diletakkan di telapak kaki
panglima genius itu, yang telah membasahi bumi Yamamah
dengan darah untuk membersihkannya dari segala kekotoran.
Bahkan perempuan itu pun tak lebih dari hanya salah seorang
hamba sahaya penabuh gendang dan menyanyi-nyanyi gembira
pada hari perayaan itu, karena Islam telah kembali seutuhnya
ke dalam perlindungan Islam. Tetapi! Mahaagung Engkau ya
Allah! Islam tidak mengenal perayaan-perayaan semacam ini.
Tetapi yang dikenalnya ialah bahwa kemenangan itu dari
Allah, diberikan kepada siapa saja yang Ia kehendaki. Dan
kemenangan kini itu sudah diberikan kepada Khalid. Maka
agama-Nya yang benar telah diperkuat, dan segala pemurtadan
dan kaum murtadnya sudah dihancurkan.
Dengan ekspedisi Yamamah itu Khalid telah berhasil
mengikis pemurtadan dan kaum murtadnya. Dengan demikian
sudah saatnya tanah Arab untuk kembali tenang dan berpegang
teguh pada agama Allah. Jikapun masih ada berita-berita
tentang perang pemurtadan di Mahrah, Oman dan Yaman sesudah
Yamamah, semua itu bahayanya tidaklah sebesar Yamamah. Itu
pula sebabnya, sesudah Yamamah sekarang tiba saatnya buat
Abu Bakr untuk hidup lebih tenang, dan Khalid pun sesudah
itu boleh beristirahat.
Sekarang Khalid sudah pindah ke sebuah lembah di kawasan
Yamamah yang disebut Lembah Wabr. Putri Mujja'ah dan Umm
Tamim dikumpulkan dalam satu rumah di tempat itu.
Lamakah dia tinggal di tempat itu dan sudah cukupkah
beristirahat? Itulah yang tidak diberitakan kepada kita oleh
buku-buku sejarah.
Tetapi strategi Abu Bakr dan strategi Islam masih sangat
memerlukan pedang Khalid. Dan ini yang akan kita lihat
sebentar lagi. Sampai bertemu lagi genius perang, Pedang
Allah! Sampai bertemu lagi di tepi Sungai Furat
(Euphrate).
Catatan kaki:
- Menasabkan seseorang kepada ibu, bukan kepada bapa.
(A).
- Kata-kata ini mungkin diciptakan sendiri oleh para
sejarawan itu dari kata-kata biasa, seperti "si kerdil",
"si boke", "si pesek" dsb.; sukar diterjemahkan dengan
persis; belum saya dapati arti yang sebenarnya dalam
buku-buku acuan atau kamus-kamus bahasa. (A).
- Wahsyi ini dikenal sebagai budak negro kepunyaan
tokoh musyrik Mekah, Jubair bin Mut'im. Kalau dalam
perang Uhud ia berhasil membunuh Hamzah bin Abdul
Muttahb, paman Nabi, dijanjikan ia akan dimerdekakan oleh
Hindun istri Abu Sufyan, juga oleh Mut'im sendiri. Hindun
dan Jubair memikul dendam karena keluarga mereka dulu
banyak yang terbunuh dalam perang Badr. Dengan tombak
kecil dan cara serupa seperti yang dilakukannya terhadap
Musailimah ini Wahsyi berhasil membunuh Hamzah. Nabi saw.
merasa sedih sekali dengan kejadian ini. Tetapi setelah
pembebasan Mekah Wahsyi datang meminta maaf kepada Nabi,
oleh Nabi ia diberi maaf, dan masuk Islam (A).
- Ala waraita wajhaka 'anni? harfiah: Tidakkah
kausembunyikan mukamu dari aku? (LA), (A)
- Maksud kata-kata ini tidak begitu jelas. Dapat
diterjemahkan dengan beberapa pilihan senada. Pilihan ini
mungkin yang terdekat dengan keterangan LA, sv.
zahr (A).
|