Umar bin Khattab

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

15. Perluasan dalam Pembebasan Persia (1/3)

Sebab perubahan politik Umar: Dari politik Arab ke politik perluasan dan pembebasan - 383; Apa yang mendorong Persia melanggar perjanjian dengan Muslimin - 389; Serbuan ke Ahwaz dan Hormuzan bertahan di Ramahormuz dan Tustar - 390; Kota Tustar jatuh dan Hormuzan ditawan - 394; Sebab kekalahan Persia di Tustar - 395; Kemajuan pasukan Muslimin di Tustar - 397; Hormuzan dibawa ke Medinah dan percakapannya dengan Umar - 399

Politik Umar dalam pembebasan itu tidak lebih hanya sampai di perbatasan Irak dan perbatasan Syam. Dengan demikian orang­orang Arab dalam kesatuannya membentang dari selatan Semenanjung ke utara pedalaman Samawah. Oleh karena itu, setelah pembebasan Mada'in ketika Sa'd bin Abi Waqqas meminta izin hendak mengejar pasukan Persia sampai ke balik pegunungan mereka, ia menulis kepadanya: "Ingin sekali saya sekiranya di antara Sawad dengan gunung itu ada penyekat, mereka tidak dapat mencapai kita dan kita pun tidak dapat mencapai mereka. Buat kita cukup daerah pedesaan Sawad itu. Saya lebih mengutamakan keselamatan pasukan Muslimin daripada rampasan perang." Dalam politik Umar sangat jujur sekali. Sebenarnya ini merupakan langkah baru dalam politik Islam. Rasulullah sendiri sangat prihatin sekali hendak mengamankan kawasan Semenanjung dan semua perbatasannya, sehingga baik pasukan Persia ataupun Rumawi jangan sampai melandanya. Ia sangat mengharapkan sekali sekiranya Allah memberi hidayah kepada Kisra Persia, Kaisar Rumawi dan penguasa-penguasa Mesir, Syam dan Irak masuk Islam tanpa pertempuran. Dan inilah yang menjadi politik Abu Bakr tatkala pengiriman pasukan Usamah segera ia laksanakan untuk menghadapi Rumawi di perbatasan Syam seperti diperintahkan oleh Rasulullah. Sesudah Musanna bin Harisah asy-Syaibani memasuki Irak dan Abu Bakr mengirimkan bala bantuan dengan Khalid bin Walid sampai dapat mengalahkan Persia, kemudian setelah mulai hendak membebaskan Syam tak terlintas dalam pikiran Abu Bakr akan melangkah lebih jauh sampai ke balik perbatasan Irak dan Syam. Di Irak dan di Syam waktu itu ada beberapa kabilah Arab yang pernah bermigrasi dari Semenanjung kemudian mendirikan kerajaan Hirah dan kerajaan Gassan - yang mempunyai pertalian erat dengan kaum Muslimin. Maka sudah menjadi kewajiban kaum Muslimin untuk mendukung mereka, bergabung dan menggabungkan mereka. Mengenai Persia dan Rumawi yang berada di balik itu, kedua Khalifah yang mula-mula itu tidak berminat untuk menyerbu atau membebaskannya.

Sebab perubahan politik Umar: Dari politik Arab ke politik perluasan dan pembebasan

Tetapi banyak peristiwa yang sering menjadi lebih kuat dari manusia, dan sering pula memaksa mereka berganti haluan dan mengubah politik mereka. Peristiwa-peristiwa itu jugalah yang pada mulanya telah memaksa Umar mengubah politiknya terhadap Persia dan Rumawi. Kemudian untuk politik yang baru ini ia didorong oleh semangat - sesudah dalam politik itu ia berhasil - ke arah yang tidak dinanti-nantikan baik oleh Khalifah atau oleh yang lain.

Kita masih ingat bahwa Hormuzan, salah seorang panglima Persia di Kadisiah dapat menyelamatkan diri dari maut dan setelah menderita kekalahan itu lari dan berlindung di Ahwaz dan tinggal di sana. Begitu juga Yazdigird, Raja Persia itu, ia lari ke Hulwan sesudah Mada'in dibebaskan, setelah itu ke Ray, dan bahwa pasukan-pasukan Persia dan para panglimanya yang lain porak-poranda melarikan diri ke berbagai njuru. Setelah Umar memerintahkan kepada Sa'd untuk tidak mengejar mereka tetapi sebaiknya mengatur dan memperbaiki keadaan di Irak saja, terbayang oleh Persia bahwa orang-orang Arab menghentikan pengejaran itu karena takut kepada mereka. Hal ini mendorong mereka untuk mengadakan pertempuran kecil-kecilan, yang didahului oleh pihak Ahwaz sebelum oleh yang lain. Jadi merekalah yang pertama kali bentrok dengan pasukan Muslimin, dan pertempuran pun tak terhindarkan. Kekalahan mereka juga merupakan langkah pertama dari kekalahan­kekalahan dan kehancuran Persia berikutnya.

Kota Ahwaz terletak di sebelah tenggara Irak-Arab dan termasuk bagiannya. Di kota ini mengalir sungai-sungai kecil Dujail dan Karun bagai anak Sungai Tigris, dan tidak dipisahkan oleh gunung Persia dengan puncaknya yang menjulang tinggi, kendati ada tempat-tempat yang terpisah karena beberapa dataran tinggi yang sukar dilintasi, kecuali dengan cara-cara yang sudah biasa dilakukan oleh penduduk kawasan itu. Karena letak Ahwaz yang tidak jauh dari Ubullah dan Basrah, maka telah menjadi penyebab keterlibatan penduduknya langsung dengan orang-orang Arab sebelum dengan penduduk Persia yang lain. Kebanyakan sumber menyebutkan bahwa pasukan Muslimin membebaskan Ubullah pada masa Abu Bakr begitu Khalid bin Walid berangkat ke Irak, kemudian Persia merebutnya kembali dan tetap berada di bawah kekuasaannya sampai datang Utbah bin Gazwan membebaskannya kembali pada masa Umar bin Khattab.

Setelah Utbah meninggal Umar mengangkat Mugirah bin Syu'bah untuk menggantikannya di Basrah. Sebelum meninggal Utbah sudah berada di Medinah. Sudah terpikir oleh pihak Ahwaz akan mengadakan pemberontakan terhadap pihak Muslimin bila dia sudah tak ada di dalam kota. Setelah itu Mugirah berangkat mengamankan perbatasan dengan mereka. Untuk mengalahkan mereka ia memang tidak menemui kesulitan. Tetapi karena sudah mengenal politik Umar, ia tidak melakukan pengejaran sampai ke dalam negeri mereka sendiri; cukup menundukkan saja dan mengadakan perjanjian perdamaian dengan mereka serta menunaikan jizyah. Tetapi tak lama kemudian perjanjian itu dilanggar oleh mereka. Dengan demikian pihak Muslimin tidak lagi terikat oleh perjanjian itu dan keberadaan mereka di negeri itu pun sah adanya.

Dalam pada itu Umar telah pula memecat Mugirah bin Syu'bah dari Basrah dan mengangkat Abu Musa al-Asy'ari sebagai penggantinya, dan sekaligus diperintahkan agar Mugirah datang menghadap untuk diadili. Ada seorang perempuan bernama Umm Jamil dari kabilah Banu Hilal biasa tidur dengan para amir dan kalangan atas, yang biasa dilakukan oleh perempuan-perempuan pada zamannya dulu. Suatu hari ketika ia sedang tidur dengan Mugirah tiba-tiba angin bertiup dan jendela kecil di rumahnya terbuka. Abu Bakrah dan kawan-kawannya melihatnya ia bersama-sama dengan perempuan itu. Kemudian Mugirah keluar akan mengimami salat, tetapi Abu Bakrah mencegahnya dengan mengatakan: Jangan mengimami salat kami. Ia menulis surat kepada Umar mengenai peristiwa itu. Begitu membaca surat itu Umar memanggil Abu Musa al-Asy'ari dengan mengatakan: "Abu Musa, saya akan mengangkat Anda. Saya akan mengirim Anda ke suatu tempat; di sana ada setan bertelur dan sudah menetas. Ikutilah apa yang Anda ketahui, dan janganlah Anda ganti, nanti Allah mengganti Anda." Abu Musa menjawab: "Amirulmukminin, perbantukanlah kepada saya beberapa orang sahabat Rasulullah, dari kalangan Muhajirin dan Ansar. Saya lihat mereka di tengah-tengah umat dan dalam pekerjaan ini seperti garam yang menjadi suatu keharusan dalam makanan." Kata Umar: "Mintalah bantuan siapa saja yang Anda kehendaki." Kemudian Abu Musa meminta bantuan dua puluh sembilan orang sahabat Nabi.

Abu Musa sampai di Basrah dengan membawa surat Umar kepada Mugirah. Ini merupakan surat terpendek yang pernah ditulis orang: "Amma ba'du. Saya sudah mengangkat Abu Musa sebagai pemimpin, maka serahkanlah semua kekuasaan yang di tangan Anda. Cepatlah!" Kepada penduduk Basrah Amirulmukminin juga menulis: "Amma ba'du. Saya telah mengangkat Abu Musa sebagai pemimpin Anda sekalian, untuk mengambil dari yang kuat dari kalian untuk diberikan kepada yang lemah, dan berperang bersama kalian dalam menghadapi musuh, membela nyawa dan harta kalian, melaksanakan pembagian rampasan perang kepada kalian serta menjaga dan melindungi semua jalan di tempat kalian."

Mugirah berangkat bersama para penuduhnya ke tempat Umar. Oleh Umar mereka dikumpulkan, disaksikan oleh tiga kesaksian lengkap, dan disaksikan juga oleh yang keempat untuk memperkuat kata­kata mereka. Tetapi dia mengatakan bahwa dia tidak mengenal perempuan tersebut dan tidak melihat perbuatan itu. Umar memerintahkan ketiganya untuk dijatuhi hukum cambuk. Mugirah berkata ditujukan kepada Amirulmukminin: "Bebaskan saya dari budak," maksudnya kembalikanlah ke Basrah. Umar menatapnya curiga seraya katanya: "Diam! Kalau kesaksian itu sempurna akan saya rajam Anda dengan batu!"

Dengan demikian Abu Musa tetap dalam tugasnya di Basrah.

Penduduk Ahwaz melihat adanya perubahan ini di Basrah. Terbayang oleh mereka bahwa keadaan ini akan menjurus kepada kekacauan dengan menyulut kaum Muslimin satu sama lain dan memungkinkan mereka mengadakan pemberontakan. Bukankah yang demikian ini bagi mereka sudah biasa dalam istana Kisra? Bukankah mereka sudah melihat hubungan para pembesar dan pangeran-pangerannya selalu diliputi oleh suasana desas-desus yang membuat setiap pangeran memberontak terhadap lawannya setiap ada kesempatan? Itu sebabnya mereka melanggar perjanjian dan tidak mau membayar jizyah seperti yang terdapat dalam perjanjian dengan Mugirah. Di samping itu, yang menambah keberanian mereka mengadakan pemberontakan terhadap pihak Muslimin karena al-Ala' bin al-Hadrami, gubernur Bahrain, dengan kapal-kapal bersama pasukannya mengarungi Teluk Persia, untuk menyerang daerah yang di seberangnya, yaitu daerah Persia. Mereka mendarat dan menuju kawasan Istakhr, kota besar, setelah mengalahkan pasukan Persia yang mereka jumpai. Tetapi ia lupa untuk melindungi barisan belakang. Pasukan Persia segera membuat garis pemisah yang membuat mereka terpaksa kembali ke kapal. Tindakan al-Ala' yang terdorong mengadakan petualangan ini tanpa meminta izin kepada Amirulmukminin, padahal dia tahu mengarungi lautan itu tidak disenangi Umar. Tetapi dia bertindak demikian karena ingin menyaingi Sa'd bin Abi Waqqas dalam membebaskan Mada'in. Dia ingin menyainginya dengan membebaskan Istakhr supaya memperoleh kebanggaan seperti dia. Sesudah gagal dan terkepung, ia meminta pertolongan. Umar segera memerintahkan garnisunnya di Basrah dan Kufah untuk memberikan pertolongan sehingga mereka dapat diselamatkan. Umar memecat al-Ala' dari Bahrain dan sebagai balasannya ia ditempatkan di bawah Sa'd bin Abi Waqqas di Irak.

Semua peristiwa ini telah mendorong pihak Persia untuk mengadakan pemberontakan terhadap pasukan Muslimin. Mereka menolak membayar jizyah yang sudah mereka sepakati. Maka mau tak mau mereka harus diperangi, agar sikap diam pihak Muslimin tidak mendorong mereka terus-menerus mengadakan pemberontakan dan berpikir mengadakan perlawanan, sebentar-sebentar menyeberangi perbatasan dan melanda kehormatan Irak-Arab. Oleh karena itu Abu Musa mengerahkan kekuatannya ke kota Ahwaz sekaligus membebaskannya setelah terlebih dulu menguasai Manazir dan Sungai Tiri.

Siapa-siapa komandan yang memimpin pasukan Muslimin dalam perang ini? Siapa-siapa komandan pasukan Persia yang mereka hadapi dan berakhir dengan kekalahan? Bagaimana perjalanan pasukan itu? Dan bagaimana peperangan itu berlangsung? Baik dalam garis besar ataupun penjabarannya masih terdapat perbedaan besar dalam sumber­ sumber itu, tetapi mereka sepakat bahwa pasukan Muslimin mengepung Ahwaz kemudian membebaskannya setelah menyeberangi perbatasan Khuzistan. Pihak Persia kemudian mengajak damai, yang disambut oleh pihak Muslimin dengan ketentuan Khuzistan yang sudah ditaklukkan tetap berada di tangan mereka dan di bawah kekuasaan mereka, dan pihak Persia tetap di negerinya dan tak boleh melangkah lebih jauh.

Dengan segala kesimpangsiurannya, namun sumber-sumber itu sepakat mengenai politik Umar yang sudah cukup terkenal dan dipegang teguh, yakni untuk membatasi hanya sampai di perbatasan Irak-Arab, seperti yang diceritakan dengan terinci, yang dalam pengertian ini mengungkapkan segi nilainya sendiri. Oleh karena itu, tanpa mengurangi isinya, sumber-sumber tersebut sebaiknya kita ringkaskan.

Panjang lebar at-Tabari bercerita mengenai pembebasan Manazir dan Sungai Tiri serta posisi Hormuzan terhadap pasukan Muslimin. Ringkasnya, bahwa Hormuzan lari dari Kadisiah ke Ahwaz. Dia menyerang Maisan dan Dast Maisan yang bertetangga dengan Irak-Arab dari dua jurusan, dari Manazir dan dari Sungai Tiri. Untuk menghadapi itu, atas permintaan Utbah bin Gazwan, Sa'd bin Abi Waqqas mengirimkan bala bantuan. Salma bin al-Qain dan Harmalah bin Rabtah dikirimnya ke perbatasan Maisan dan Dast Maisan, dan memberikan bantuan kepada kabilah-kabilah Galib dan Kulaib, yang masih termasuk sepupu Arab yang sudah menetap di Ahwaz. Mereka dikerahkan untuk menghadapi Hormuzan. Orang-orang Arab yang bersepupu itu telah mengadakan kesepakatan. Mereka bersama-sama bertempur habis­habisan dalam suatu pertempuran besar-besaran hingga dapat merebut Manazir dan Sungai Tiri sampai melewati Dujail dan terus ke pasar Ahwaz. Mengetahui apa yang telah menimpa pasukannya itu, Hormuzan segera meminta damai yang disambut dengan syarat tidak boleh mengeluarkan pasukan Muslimin dari Khuzistan yang sudah didudukinya itu.

Di samping itu telah terjadi pula perselisihan antara Hormuzan dengan pihak Galib dan Kulaib mengenai perbatasan kedua kawasan itu. Sebaliknya daripada tunduk pada perintah Salma dan Harmalah, ia malah meminta bantuan orang-orang Kurdi hingga pasukannya membengkak dan perjanjian dengan pihak Muslimin dilanggar. Segala yang telah terjadi itu dilaporkan kepada Umar. Umar mengirim Hargus bin Zuhair as-Sa'di - salah seorang sahabat Rasulullah - untuk memimpin pasukan menyongsong Hormuzan hingga berhasil mengusirnya dari Ahwaz serta memaksanya lari ke arah timur di Ramahormuz, dan ia 'memerintahkan Jaz' bin Mu'awiah untuk mengejarnya. Sesudah melihat dirinya tidak mampu menghadapi pasukan Muslimin, sekali lagi Hormuzan meminta damai. Dengan izin Umar permintaannya diterima. Ia menulis kepada Jaz' dan Hargus untuk mempertahankan kemenangannya itu, dan Jaz' diizinkan membangun kota-kota tersebut, mengatur irigasi dari sungai dan menyuburkan tanah yang gersang.

Demikian ringkasan cerita menurut sumber Tabari. Ibn Asir dalam buku sejarahnya, al-Kamil juga mengambil dari sumber ini. Tetapi Ibn Kasir sangat singkat dalam meringkaskan, yang tak lebih hanya mengatakan bahwa pasukan Muslimin telah mendapat kemenangan dalam berhadapan dengan Hormuzan dan menguasai Manazir, Ahwaz dan sungai Tiri, dan tidak sedikit anggota pasukannya yang terbunuh, di samping daerah-daerah dan kota-kota yang berhasil mereka rebut dan tangannya sampai ke Tustar. Ibn Khaldun lebih singkat lagi. Barangkali adanya perbedaan antara Tabari dengan Balazuri itu juga yang membuat mereka meringkaskan demikian rupa.

Balazuri dalam ikhtisarnya menyebutkan bahwa Mugirah bin Syu'bah menyerang pasar Ahwaz sesudah mengalahkan Pirwaz yang berakhir dengan persetujuan dengan syarat pembayaran jizyah. Setelah Abu Musa menggantikan Mugirah di Basrah, pihak Pirwaz menyalahi janjinya. Oleh Abu Musa ia diserang dan Ahwaz jatuh. Pasukan Muslimin mendapat tawanan pasukan Persia yang tidak sedikit. Tetapi Umar menulis surat kepada mereka: "Kalian tidak mampu membuat daerah menjadi makmur. Lepaskanlah semua tawanan yang ada di tangan kalian, dan tentukan sajalah kharaj atas mereka." Semua tawanan perang itu dikembalikan. Setelah itu Abu Musa pergi ke Manazir dan mengepung kota itu sehingga terjadi pertempuran sengit. Dalam pertempuran ini yang gugur sebagai syahid adalah Muhajir bin Ziyad. Kepalanya dipenggal lalu dipamerkan di kedua beranda istana mereka. Sekarang yang memimpin pertempuran adalah Rabi', saudara Muhajir. Ia membebaskan Manazir dengan kekerasan setelah terjadi pertempuran hebat dan menawan keluarga mereka. Umar menulis kepada Abu Musa: "Manazir sebagai salah satu desa Sawad, maka apa yang kalian peroleh kembalikanlah kepada mereka."

Kita melihat bahwa perbedaan sumber-sumber itu tidak terbatas hanya pada nama-nama mereka yang terjun dalam perang dan bagaimana mereka bertempur, bahkan sudah melampauinya sampai pada urut-urutannya dalam sejarah. Perbedaan dalam menentukan permulaannya tidak kurang dari perbedaan tentang para komandan pasukan. Disebutkan bahwa dimulainya itu tahun 15 Hijri, ada pula dikatakan tahun 16, tahun 17, atau tahun 19 di samping ada yang mengatakan tahun 20. Besar sekali dugaan bahwa dimulainya itu pada akhir tahun 15, dan bahwa tiap perjanjian sampai pembatalannya itu berlangsung sepanjang tahun-tahun tersebut.

Tetapi sumber-sumber yang beraneka macam itu sepakat bahwa Umar berpegang teguh pada politiknya untuk tidak melangkah lebih jauh dari batas-batas Irak-Arab. Oleh karena itu ia selalu membenarkan perjanjian perdamaian yang diminta oleh pihak Persia setelah mereka mengalami kekalahan. Ia memerintahkan tawanan-tawanan perang itu agar dibebaskan dan cukup dengan membayar kharaj, dan memerintahkan kepada wakil-wakilnya untuk mengusahakan kemakmuran kota dan mengatur irigasi untuk memperbaiki tanah yang gersang serta menegakkan keadilan dengan rakyatnya. Sekiranya pihak Persia mau melihat kenyataan dan dengan ikhlas menerima politik itu dalam perjanjiannya dengan pihak Muslimin, tentu Yazdigird masih tetap berkuasa di Persia dan dakwah Islam di masa Umar akan berkembang sebagaimana mestinya.

Apa yang mendorong Persia melanggar perjanjian dengan Muslimin

Bukanlah hal yang mudah berperang dengan Persia di semua kawasan itu sampai dapat mengalahkan mereka. Mereka mengadakan perlawanan sengit yang luar biasa. Mereka menghadapi pasukan Muslimin begitu berhati-hati. Kadang mereka terpaksa mundur dari satu tempat ke tempat yang lain bilamana mereka melihat tempat itu dapat mereka pertahankan lagi. Pernah Jaz' bin Mu'awiah mengejar Hormuzan yang sedang mundur sampai di Ramahormuz. Ketika sampai di desa Syugr Hormuzan sudah tak berdaya lagi, maka ia menuju ke sebuah desa yang penduduknya sudah tak mampu menolak.

Yazdigird tahu betapa keras perlawanan bangsanya itu. Ia masih ingin merebut kembali hartanya yang sudah hilang. Ia berusaha membangkitkan kebanggaan orang-orang Persia dan membakar semangat mereka dengan memperlihatkan kesedihan atas kekalahan masa lalu, serta orang-orang Arab yang sudah menguasai sebagian negeri mereka. Ada yang mengatakan bahwa ketika itu ia sedang berada di Merv, ada pula yang mengatakan di Istakhr atau di Qum dan dia menulis kepada penduduk Persia menghidup-hidupkan dan membakar rasa dendam: "Kalian penduduk Persia, kalian rela orang-orang Arab sudah mengalah­ kan kalian di Sawad, di Ahwaz dan sekitarnya! Tidak puas dengan itu mereka mendobrak kalian di negeri kalian ini dan melanda rumah kalian. Maka marilah bangkit penduduk Persia, kalian akan menang." Setelah itu pihak Persia dengan pihak Ahwaz mengadakan kesepakatan dan perjanjian untuk saling tolong-menolong.

Berita-berita ini sampai juga kepada Harqus bin Zuhair dan pemimpin-pemimpin Muslimin yang lain, dan diteruskan kepada Umar. Ia menulis surat kepada Sa'd bin Abi Waqqas agar secepatnya mengirim pasukan dalam jumlah besar ke Ahwaz di bawah pimpinan Nu'man bin Muqarrin, dengan menyebutkan pula beberapa nama pahlawan Muslimin, agar berangkat bersama-sama dan berkemah berhadap-hadapan dengan Hormuzan supaya keadaannya benar-benar diketahui. Kepada Abu Musa ia menulis agar mengirim pasukan ke Ahwaz dalam jumlah besar di bawah pimpinan Suhail bin Adi, dengan juga menyebut beberapa nama pahlawan untuk bersama-sama memimpin pasukan itu.

Dengan demikian apakah Umar sudah bergeser dari politiknya untuk mempertahankan pasukan Muslimin di Irak-Arab, karena dengan pengiriman ini yang diinginkannya supaya mereka menjelajahi tanah Persia? Atau untuk memberi pelajaran kepada Persia. Kalau mereka sudah tunduk karena kalah mereka tidak akan mengadakan pengkhianatan lagi? Sebenarnya Umar sendiri masih maju-mundur antara dua pilihan itu. Di samping itu ia lebih cenderung mempertahankan politiknya daripada menguasai tanah Persia. Sebuah delegasi militer datang dari Basrah, di antaranya termasuk Ahnaf bin Qais. Ketika Umar berbicara dengan mereka, pembicaraannya ditujukan kepada Ahnaf dengan mengatakan: "Saya sangat mempercayai Anda! Bagi saya Anda adalah laki-laki sejati! Tolong katakan, adakah ketidakadilan yang terjadi, dan karena ketidakadilan itu mereka merasa tidak puas, atau karena ada soal lain?" Ahnaf menjawab: "Tidak! Tidak ada, semua orang seperti yang kita harapkan." Lalu kata Umar: "Baiklah kalau begitu. Berangkatlah kalian!" Tetapi setelah berita mengenai Yazdigird yang menghasut orang-orang Persia untuk melawan Muslimin, ia ingin memberikan pelajaran kepada pengkhianat-pengkhianat itu yang tidak akan dapat mereka lupakan. Dikirimnya Nu'man bin Muqarrin dan Suhail bin Adi ke sana.

(sebelum, sesudah)


Umar bin Khattab
"Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu"
 
Judul asli "Al-Faruq Umar" cetakan ke 7 oleh Muhammad Husain Haekal, Ph.D.,
dengan izin ahli waris, Dr. Ahmad Muhammad Husain Haekal, kepada penerjermah.
diterjemahkan oleh Ali Audah.
Cetakan pertama, April 2000
Diterbitkan oleh P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel. (0251) 330505, 370505, Fax. (0251) 380505 Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-38-7
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. IKRAR MANDIRIABADI, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team