15. Perluasan dalam Pembebasan Persia
(2/3)
Serbuan ke Ahwaz dan Hormuzan bertahan
di Ramahormuz dan Tustar
Nu'man berangkat melintasi Ahwaz untuk menghadapi
Hormuzan di Ramahormuz. Mengetahui keberangkatan ini
Hormuzan mengerahkan suatu pasukan yang terdiri dari
orang-orang Persia secara besarbesaran untuk
menghadapinya di Arbak,1 dan ia memulainya dengan
pukulan yang begitu keras dengan harapan hendak membuatnya
porakporanda. Pertempuran antara keduanya makin
berkobar sengit. Tetapi setelah Hormuzan melihat pasukan
Muslimin begitu kuat ia mundur dari Arbak ke Ramahormuz,
selanjutnya ke Tustar. Di sini ia merasa aman dengan harapan
akan dapat memperkuat diri dengan tembok-tembok dan
benteng-bentengnya yang kuat. Nu'man maju terus ke
Ramahormuz dan berhasil menguasainya.
Dari Basrah Suhail bin Adi berangkat pula hendak
menghadapi Hormuzan. Begitu ia mendengar bahwa Ramahormuz
sudah ditaklukan oleh Nu'man dan Hormuzan sudah menyingkir
ke Tustar, ia segera berbelok dari pasar Ahwaz menuju kota
yang sangat kukuh ini. Tetapi begitu ia sampai ternyata
Nu'man bin Muqarrin sudah lebih dulu ada di sana. Dengan
pasukannya ia berhenti di depan benteng-benteng kota itu.
Dalam pada itu Salma, Harmalah, Hargus dan Jaz' sudah pula
berangkat dan semua sudah berada di sekitar tembok-tembok
kota. Semua angkatan bersenjata mengepung kota yang kukuh
itu. Sementara itu Hormuzan dan pasukannya yang terdiri dari
orang-orang Persia dan penduduk Ahwaz itu sudah bertahan
dengan parit-parit yang ada di kota itu. Dengan begitu ia
menghadapi musuh dengan penuh keyakinan akan kekuatan
benteng-benteng demikian itu, dan sudah tidak akan dapat
diterobos musuh dan ia akan dapat menangkis setiap
serangan.
Perkiraan Hormuzan tidak salah. Pasukan Muslimin sudah
berusaha hendak menerobos tembok-tembok kota itu tetapi
dapat dipukul mundur. Pasukan Persia berkali-kali melakukan
serangan balik, tetapi mereka pun kadang berbalik mundur,
dan kadang memukul mundur pasukan Muslimin. Pertempuran itu
berlangsung lama dengan kalahmenang yang silih
berganti. Pihak Muslimin sekarang yakin akan kekuatan
musuhnya setelah mereka bergabung dengan Hormuzan dalam
tembok kota dalam pasukan yang sangat besar, yang datang
dari berbagai penjuru hendak membantunya, memenuhi seruan
Kisra. Kalau begitu sudah tak ada jalan lagi bagi pasukan
Muslimin untuk menerobos kota kecuali jika didatangkan bala
bantuan. Ketika itu pasukan Muslimin di Kufah dan di Basrah
di bawah pimpinan Abu Sabrah. Ia nulis surat kepada Umar
meminta bala bantuan dengan melukiskan kukuhnya kota Tustar
dan kekuatan pasukan Persia yang bertahan di sana. Umar
menulis surat kepada Abu Musa Asy'ari agar ia berangkat
bersama-sama dengan semua pasukan Basrah untuk membantu Abu
Sabrah, dan dia menempatkan diri bersama kekuatannya di
bawah pimpinan Abu Sabrah. Abu Musa berangkat dengan
pasukannya, termasuk pahlawan-pahlawan yang pernah mengalami
pertempuranpertempuran besar dan sudah mati-matian
berjuang, yang kesemuanya merupakan jaminan untuk mendapat
kemenangan.
Sementara pengepungan terus berlangsung, pertempuran pun
terjadi makin sengit. Pasukan Persia keluar dari
tembok-tembok kota menyerang pasukan Muslimin, kemudian
mundur ke benteng-benteng mereka sesudah banyak menelan
korban di kedua pihak. Abu Musa menulis kepada Umar
melukiskan apa yang mereka alami. Khalifah menulis kepada
Ammar bin Yasir, yang ketika itu ada di Kufah, agar juga
berangkat memberikan bantuan kepada Abu Sabrah, dan pimpinan
Kufah agar digantikan oleh Abdullah bin Mas'ud.
Setelah melihat Ammar dan pasukannya datang, pihak
Muslimin melihat tidak perlu lagi berlama-lama di sekitar
tembok-tembok itu. Kota harus diserbu sesudah berbulan-bulan
dikepung. Hormuzan memperhatikan persiapan pasukan Muslimin
untuk menyerang itu dari atas bentengnya. Ia memerintahkan
pasukannya keluar dan memberikan pukulan keras kepada
pasukan Muslimin. Yakin sekali dia bahwa ia akan berhasil
memukul mundur musuhnya itu. Dia sendiri juga keluar. Begitu
ia sampai di gerbang kota sambil terus menghantam pasukan
Muslimin dan sudah dapat membunuh sebagian mereka, tiba-tiba
Bara' bin Malik menghadangnya dan ia sudah mengenal orang
ini. Ia langsung menyerbu hendak membunuhnya. Tetapi Bara'
tidak mau salah langkah. Dia seorang pahlawan dan penunggang
kuda yang tangguh dan sudah berpengalaman. Kaum Muslimin
sudah mengenal benar peranannya dalam perang Riddah serta
dalam peperangan di Irak dan di Syam. Mereka sudah
menyaksikan bahwa dia memang tak terkalahkan. Ia pernah di
Tustar merobohkan seratus orang yang menantangnya berduel
yang keluar hendak mengadu keberanian dan ketangkasan dengan
dia. Tetapi Hormuzan, dalam kekuatan dan ketangkasan tidak
kalah dari dia. Oleh karena itu ia dapat mengelak dari
pukulan yang dihentakkan lawannya itu, dan dengan sekali
pukul ia langsung dapat merobohkan Bara'. Sekarang tampil
Majza'ah bin Saur maju hendak menuntut balas atas kematian
Bara', tetapi dia mengalami nasib yang sama. Dia juga gugur
sebagai syahid seperti pahlawan-pahlawan Muslimin yang
lain.
Tetapi pasukan Muslimin tahu, Tustar adalah ibu kota
Khuzistan yang paling kukuh. Kalau kota itu dapat
dilumpuhkan, kekuatan Persia juga akan lumpuh dan akan
membuat semangat mereka hancur. Karena itu, terbunuhnya
kesatria-kesatria itu tidak membuat mereka patah semangat,
bahkan mereka bertekad ingin mati syahid dan lebih berani
maju menghadapi maut dengan harapan memperoleh
kemenangan.
Lepas tengah hari itu matahari sudah mulai tergelincir.
Pasukan Persia tampaknya sudah mulai kepayahan. Tak ada
jalan lain buat mereka kecuali harus mundur ke dalam kota,
dan bertahan dengan benteng-benteng dan tembok-tembok kota.
Keesokan harinya tak seorang pun dari mereka yang keluar
untuk bertempur. Mereka melihat kaum Muslimin itu lebih
mencintai mati daripada hidup, dan mereka sudah bersumpah
tidak akan meninggalkan Tustar, atau mati.
Pihak kota sendiri sudah kesal dengan pasukan Persia itu
dan perang yang berkepanjangan. Salah seorang penduduk kota
diam-diam meminta suaka kepada Abu Musa dan ia pun
diterimanya dengan harapan dapat menunjukkan jalan masuk ke
kota itu, supaya dapat dibebaskan. Abu Musa akan menjamin
belanja orang itu dan keluarganya kalau ia berhasil
mengalahkan musuhnya. Orang itu menunjukkan pintu air yang
masuk ke kota. Abu Musa mengirim Asyras bin Auf
asySyaibani bersama orang itu. Ia bersama-sama
menelusuri Sungai Dujail dan sama-sama memasuki kota dari
sebuah terowongan di samping pintu air.2 Kemudian
dengan mengenakan pakaian kuli ia menelusuri jalan-jalan di
kota Tustar. Orang itu memperlihatkan tempat-tempat rahasia
di kota dan tempat Hormuzan. Sesudah itu ia dikembalikan
kepada Abu Musa dan Abu Musa pun melihat orang Persia ini
berkata sejujurnya. Abu Musa menugaskan empat puluh orang
bersama Asyras dan diikuti oleh dua ratus orang lagi.
Sesudah larut malam mereka semua berangkat. Begitu memasuki
kota para penjaga mereka bunuh dan mereka memanjat
tembok-tembok kemudian bertakbir. Mendengar uara-suara itu
Hormuzan ketakutan. Ia lari ke bentengnya seraya berkata
kepada orang-orang di sekitarnya: "Yang menunjukkan rahasia
kita kepada orang-orang Arab itu tentu orang kita juga yang
sudah melihat mereka maju dan kita mundur." Pasukan Persia
jadi kacau-balau ketika dilihatnya komandan mereka lari
meninggalkan mereka. Pintu-pintu kota mereka lihat sudah
dibuka oleh orang-orang Arab dan mereka sudah memasuki kota.
Kekacauan dan kepanikan demikian rupa, sehingga ada di
antara mereka yang karena dalam ketakutan membunuh anggota
keluarga dan anaknya sendiri dan membuangnya ke Sungai
Dujail.
Bukankah mereka sudah mendengar bahwa kota mereka tak
mungkin ditaklukkan karena sudah begitu kukuh, dan pemimpin
mereka adalah prajurit perang yang paling kuat dan perkasa!
Sekarang pemimpin ini lari, pintu-pintu kota terbuka lebar
dan orang-orang Arab menyerbunya! Apa gunanya hidup hina dan
berulam jantung sesudah semua ini! Kapan lagi mati itu lebih
baik daripada hidup kalau bukan seperti sekarang ini!
Kota Tustar jatuh dan Hormuzan
ditawan
Hormuzan masih bertahan dalam bentengnya. Mereka
yang masuk melalui saluran itu mengelilingi tempat itu. Ia
menjenguk kepada mereka dan katanya: "Di sarung panahku
masih ada seratus anak panah. Kalian tidak akan sampai ke
tempatku selama aku masih mempunyai panah, dan anak panahku
tak akan pernah meleset. Apa gunanya kalian menawanku jika
dari kalian ada seratus orang yang mati atau luka-luka
terkena panahku!" Ia berkata begitu kepada mereka karena dia
yakin akan dibunuh jika ia tertawan dalam pertempuran, dan
tak ada harapan hidup kecuali dengan jalan damai. Mereka
menanyakan kepadanya: Apa yang Anda inginkan? Ia menjawab:
Saya menyerahkan kepada kalian untuk memintakan keputusan
Umar mengenai diriku. Permintaannya itu mereka penuhi. Ia
melemparkan busurnya yang memungkinkan mereka kemudian
menangkapnya. Ia diikat dan dibawa kepada Abu Musa dengan
menceritakan pembicaraan yang terjadi antara dia dengan
mereka. Dengan diantar oleh Anas bin Malik dan Ahnaf bin
Qais Hormuzan dibawa kepada Umar. Antara kedua ini orang
terjadi pem bicaraan panjang lebar yang akan kita
ceritakan pada akhir bab ini.
Menyerahnya Hormuzan itu sendiri sudah menandakan
jatuhnya kota Tustar. Dengan demikian berakhirlah perlawanan
mereka yang masih ada di sana dan mereka menyerahkan diri.
Setelah pasukan Muslimin menerima penyerahan kota itu dan
menguasai harta yang ada, maka 4/5 disisihkan untuk mereka
dan 1/5 (khumus) dikirimkan kepada Amirulmukminin. Untuk
setiap anggota pasukan berkuda tiga ribu dan untuk anggota
infanteri seribu dirham.
Sebelum kita mengikuti pasukan Muslimin dalam
perjalanannya untuk membebaskan daerah lainnya di Khuzistan
baik juga kalau kita berhenti sejenak untuk melihat,
pelajaran apa yang terdapat dalam pembebasan Tustar ini.
Seperti sudah kita ketahui Tustar adalah ibu kota Khuzistan
yang dapat dikatakan kota Persia yang terkuat dengan
bentengbenteng yang amat kukuh. Yazdigird sudah
menjanjikan Hormuzan bahwa ia akan melimpahkan kekuasaan
kepadanya di Khuzistan dan di wilayah Persia sebelah
selatannya. Motivasi inilah yang paling kuat mendorongnya
untuk mati-matian mempertahankan dan mengadakan perlawanan
terhadap pasukan Muslimin sampai berbulan-bulan. Tetapi
bagaimana sampai kemudian ada orang dari warga Tustar
sendiri yang sampai terdorong hatinya hendak menunjukkan
kepada orang-orang Arab itu jalan masuk ke kota dan
memperlihatkan segala rahasianya? Bahkan ada beberapa sumber
menyebutkan, bahwa kelompok pangeran dan pemimpin Persia
sendiri bersama anak buahnya bergabung dengan pasukan
Muslimin yang sedang mengepung Tustar dan membantu memerangi
bangsanya sendiri yang sudah begitu jauh terjerumus ke dalam
kehancuran moral. Di samping itu, mengapa sesudah berjuang
habishabisan mempertahankan kota yang begitu kuat itu
akhirnya Hormuzan bersedia menyerahkan hidup dan matinya di
bawah keputusan Khalifah Muslimin?
Sebab kekalahan Persia di Tustar
Rasanya tidak perlu di sini saya harus mengulangi apa
yang sudah saya ulas mengenai merosotnya rasa kebangsaan
dalam jiwa orangorang Persia di Kadisiah waktu itu
sehingga rasa egoisme dan takut mati merupakan unsur yang
lebih menonjol dalam jiwa mereka, daripada segala
pertimbangan moral, di samping memuncaknya kekacauan di
dalam istana dan para pangeran dan petinggi negara yang
saling bunuh memperebutkan kekuasaan, sebagai akibatnya.
Tetapi yang ingin saya angkat dari masalah moral ini ialah
segala akibat yang akhirnya membawa kepada jatuhnya kota
Tustar dengan segala akibatnya itu.
Dari mana pun rapuhnya hubungan sosial suatu bangsa, akan
membawa akibat pada rapuhnya semangat moral. Kekuatan bangsa
itu akan merosot menjadi makin lemah dan tidak mampu lagi
melihat masa depannya, tak dapat lagi menilai apa yang sudah
menimpa dirinya. Hubungan sosial adalah dasar dan tiang
kehidupan moral suatu bangsa. Tingkat kekuatan moral pada
suatu bangsa ialah tingkat naluri pribadi untuk bertahan
dengan hidupnya. Begitu juga naluri bertahan ini me,untut
kita untuk menjaga agar seluruh badan kita sedapat mungkin
tetap sehat dan harus kita pertahankan demikian. Kalau demi
mempertahankan nyawa kita harus memotong salah satu bagian
badan kita, tidak ragu lagi kita pun akan memotongnya demi
naluri itu, - sama halnya dengan kekuatan moral dalam
masyarakat yang juga menuntut seperti tuntutan naluri
pribadi itu untuk mempertahankan masyarakat dari setiap
pribadi anak negerinya sejauh yang dapat dipertahankannya
Kalau pribadi-pribadi itu sebagian harus berkorban demi
mempertahankan eksistensi keseluruhan badan itu, maka
masyarakat tidak boleh ragu untuk berkorban. Pribadi-pribadi
itu dengan senang hati harus bersedia berkorban demi
mempertahankan eksistensi bangsa yang dijunjung tinggi itu.
Dan satu-satunya jaminan untuk itu hanyalah jika yang
menjunjungnya anak-cucunya sendiri.
Seperti halnya yang terjadi dengan rapuhnya kehidupan
jasmani. jika setiap anggota badan itu melaksanakan tugasnya
demi keuntungannya sendiri, bukan untuk keuntungan jasmani
secara keseluruhan, maka dengan demikian naluri
mempertahankan hidup itu akan sangat lemah sekali, yang
akhirnya akan berkesudahan dengan kematian. Begitu juga yang
akan terjadi dengan kekuatan moral dalam suatu bangsa, ia
akan menjadi lemah dengan rapuhnya hubungan sosial
antarwarga, dan masing-masing berpikir hanya untuk
kepentingan diri sendiri, tidak peduli pada kebersamaan yang
ada antara dirinya dengan pribadi-pribadi lain dalam
kesatuan bangsa, yang sebenarnya merupakan pelestari
keberadaan masyarakat itu. Di situlah bangsa yang tadinya
kuat dan mulia itu berubah menjadi lemah dan hina, yang
secara moral akan demikian rapuhnya. Ini adalah suatu
peringatan akan punahnya suatu masyarakat dengan segala
eksistensinya.
Bangsa yang sudah mempunyai semangat moral yang tinggi
tidak mengenal putus asa dan tidak mengenal menyerah. Ia
akan memilih mati daripada hidup lemah dan hina. Bangsa
semacam ini tidak mungkin menjadi hina atau lemah, juga
tidak mungkin hilang, karena kehidupan moralnya akan dapat
mengalahkan segala kelemahan itu dan dapat mempertahankan
diri dari kerapuhan. Pribadi-pribadi di antara mereka sudah
merupakan satu kesatuan timbal balik dalam ruang dan waktu,
jika sebagian dari bangsa itu hilang, maka yang lain akan
segera tampil menggantikannya dan meneruskan tugasnya,
sehingga manamana yang hilang dapat dikembalikan
dengan menggantikannya secara alami, dan akan dapat kembali
lebih tangguh dan lebih kuat dari yang semula. Dalam bangsa
semacam ini tidak akan mungkin ada warganya yang mau
menunjukkan kepada musuh segala rahasia bangsanya supaya ia
hidup aman dan untuk mencari keselamatan dirinya. Jika ada
sesuatu yang mengancam keselamatan orang penting seperti
yang terjadi pada Hormuzan, ia akan memilih mati dengan
terus berjuang, agar kematian dan perjuangannya menjadi
teladan agung bagi angkatannya, dan menjadi pelajaran yang
luhur bagi generasi berikutnya. Kalau takdir sudah
menentukan suatu waktu bangsa itu dikalahkan juga, nanti ia
akan mengembalikan kekuatannya dan akan menuntut balas.
Dengan demikian ia akan hidup kembali bersama-sama dengan
bangsa-bangsa lain, hidup terhormat, kuat dan berwibawa.
Tetapi bilamana hubungan sosial dalam bangsa Persia itu
sudah begitu rapuh karena sebab-sebab seperti di sana sini
sudah kita singgung dalam buku ini, maka kerapuhan itu sudah
tentu akan berakibat pada hancurnya kekuatan moral. Jadi
wajar saja bila ia dikalahkan oleh Rumawi, kemudian oleh
Arab, karena anak negerinya sendiri begitu melihat
kemunduran ada di pihaknya, ia segera mendatangi musuh dan
menelanjangi rahasia sendiri, dan ia berkomplot dengan musuh
untuk memperoleh keselamatan dirinya, kendati dengan begitu
ia telah mengorbankan keselamatan tanah air. Bukan sekali
ini saja kita melihat yang semacam ini: Kita sudah melihat
adanya kekacauan di istana dengan segala intrik-intriknya,
kita sudah melihat para komandan dan prajurit-prajuritnya
yang melarikan diri, kemudian kita lihat Yazdigird sendiri
yang lari dari Mada'in dan Hulwan. Kalau memang sudah begitu
kehidupan moral suatu bangsa, tidak heran jika ada anak
negeri endiri yang berkhianat karena ia lupa bahwa dia anak
negeri dan jasa negerinya itu besar sekali kepadanya.
Kemajuan pasukan Muslimin di Tustar
Letak kota Tustar di atas Sungai Karun, sekitar lima
farsakh (± 30 m.) utara kota Ahwaz, sedang kota Sus
(Shush) beberapa farsakh lagi di barat Tustar. Itu sebabnya
selama pengepungan Tustar sering terjadi bentrok senjata
antara pihak Sus dengan pasukan Muslimin. Sesudah selesai
dengan Tustar wajar saja mereka menuju ke Sus, mengepung dan
bertempur, yang dirasakan oleh pihak Muslimin cukup
melelahkan menghadapi mereka, dan memakan waktu lama hingga
mereka kehabisan makanan di kota itu. Untuk menghindari maut
pihak Sus tak melihat jalan lain kecuali berdamai. Mereka
mengusulkan kepada dihkan (penguasa Persia) agar berunding
dengan pihak Muslimin, dan hal ini dilakukannya dengan
permintaan kepada Abu Musa untuk melindungi keselamatan
seratus orang dari mereka. Permintaannya itu dikabulkan.
Dihkan itu menyebutkan nama-nama keseratus orang itu dan ia
lupa menyebutkan namanya sendiri. Tetapi ketika Abu Musa
memerintahkan agar dia dibunuh, ia berseru: "Tunggu dulu!
Ada harta banyak yang akan saya serahkan kepada Anda."
Tetapi Abu Musa menolak dan dia dieksekusi. Kalau dia masih
ingat hukuman yang dijalankan oleh Abu Bakr ketika memberi
ampunan kepada Asy'as bin Qais3 yang lupa
menyebutkan namanya sendiri dalam peristiwa seperti ini,
orang yang sudah menyerahkan kunci kotanya tentu tidak akan
dibunuh.
Dalam sumber-sumber yang menceritakan jalannya peristiwa
pembebasan kota Sus itu Tabari menyebutkan bahwa Siyah bin
Aswari keluar dari Asfahan atas perintah Yazdigird untuk
memerangi pihak Muslimin. Setelah dilihatnya kota Tustar
sudah mereka kuasai dan Ahwaz sudah pula mereka duduki, ia
mengajak para pemimpin yang berangkat bersama dia dengan
menceritakan tindakan pasukan Muslimin, bahwa setiap
prajurit yang berhadapan dengan mereka pasti kalah, dan
kalau mereka mendatangi sebuah benteng pasti mereka duduki.
"Maka pertimbangkanlah semua ini oleh kalian!" Usulnya itu
mereka setujui dan mereka segera mengirim orang kepada Abu
Musa dengan mengatakan: "Kami berminat terhadap agama
kalian. Kami akan memeluk Islam asal kami dapat berperang
bersama kalian melawan orang-orang Persia dan tidak akan
memerangi kalian orang-orang Arab. Kalau ada orang Arab yang
memerangi kami, kalian harus melindungi kami. Kami akan
tinggal di mana saja kami kehendaki dan akan bersama siapa
pun dari yang kalian kehendaki. Hubungkanlah kami kepada
orang-orang dermawan, dan buatlah perjanjian dengan pemimpin
yang di atas kalian.'' Abu Musa menjawab: Bahkan hak kami
dan hak kalian, kewajiban kami dan kewajiban kalian sama.
Tetapi mereka tidak setuju. Abu Musa menulis surat kepada
Umar melaporkan kejadian itu. Umar menjawab: "Berikan apa
yang mereka minta." Sesudah itu mereka masuk Islam. Abu Musa
membagikan kepada seratus orang dari mereka masing-masing
dua ribu dan kepada keenam pemimpin mereka dua ribu lima
ratus (dirham).
Dalam laporannya kepada Umar Abu Musa menyebutkan bahwa
di Sus ada makam Nabi Daniel, dan bahwa tubuhnya terbuka
dijadikan tempat orang meminta air. Umar memerintahkan agar
jasad itu dikafani dan dikuburkan kembali. Makam Daniel di
kota ini sampai sekarang sangat dihormati. Dalam abad ke-19
di sekitar makam itu dibangun rumah ibadah tempat orang
berziarah dan meminta berkah.
Selesai di Sus pasukan Muslimin pergi ke Jundaishapur
yang terletak tidak jauh dari Sus ke arah timur laut.
Pengepungan diadakan cukup lama. Tetapi dalam pada itu
tiba-tiba pintu kota itu dibuka, seolah-olah sudah tercapai
persetujuan dengan pihak kota itu. Pihak Muslimin
mengirimkan utusan menanyakan hal itu, karena khawatir ini
suatu tipu muslihat dari mereka. Tetapi mereka menyebutkan
bahwa mereka dapat menerima perdamaian yang ditawarkan pihak
Muslimin kepada mereka, dan mereka setuju membayar jizyah
dengan syarat mendapat perlindungan. Pihak Muslimin tentu
merasa heran juga. Kemudian diketahui bahwa ada seorang
budak dari mereka yang menulis kepada pihak kota untuk
berdamai. Peristiwa ini dilaporkan kepada Umar. Umar
memerintahkan agar perjanjian itu diterima dan ditaati.
Semua peristiwa kemenangan itu sampai kepada Umar tepat
pada waktunya. Setiap kali Umar menerima berita itu ia
bersujud syukur kepada Allah, yang telah memberikan
bimbingan dan menunjukkan langkah yang tepat kepada pasukan
Muslimin. Lebih-lebih ia bersyukur karena ia tahu keadaan
kota-kota yang dibebaskan itu dan apa yang diberitahukan
kepadanya mengenai yang belum pernah dilihatnya. Kota Ahwaz
- atau Hormuzsyir dalam bahasa Persia - dulu kota besar yang
mencakup tujuh distrik seperti pola Mada'in, ramai dengan
perdagangan dan berpenduduk yang Orang Persia di seluruh
kerajaan sangat mengaguminya. Tustar sebagai ibu kota
Khuzistan di dunia sangat terkenal waktu itu, dan benteng
Persia yang terkuat terletak di barat daya dataran Iran.
Adapun Sus ialah kota Syusyan (Shushan) lama yang menjadi
ibu kota Media selama bertahun-tahun, sangat menarik semua
orang karena keindahannya. Seluruh Khuzistan, kerajaan yang
begitu luas, terbentang antara Irak-Arab dengan Irak-Persia,
merupakan mutiara yang termahal pada mahkota para kisra.
Allah telah memberikan kemenangan dan kekuatan kepada
pasukan Muslimin dalam semua pertempuran di kawasan ini.
Adakah Umar akan meneruskan perang itu dan mengeluarkan
perintah menyerang Persia sampai jauh ke ujung timur,
ataukah akan berhenti sampai di sini, dan yang di balik itu
dibiarkan untuk Persia tanpa mengganggu dan mengusik mereka,
lalu mendorong mereka mengadakan perlawanan terhadap
pasukannya dengan segala akibat yang hanya Allah Yang
tahu?
|