Umar bin Khattab

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

10. Pasukan Muslimin di Irak (1/3)

Beberapa kerajaan yang pernah menduduki Irak - 244; Pasukan Muslimin di Mada'in, pasukan Persia bermarkas di Jalula - 246; Pengepungan dan kemenangan di Jalula - 247; Sikap Umar mengenai Persia - 249; Politik Umar di Irak- 250; Umar menghadapi kekayaan - 251; Pasukan Rumawi di Mosul dan Tikrit- 253; Pertimbangan-pertimbangan dan kebijakan Umar di Irak - 256; Mencari pemukiman yang cocok - 260; Membangun kota Kufah dan Basrah - 262; Membangun Irak demi kesejahteraan -268; Pengaruh kebijakan Umar dalam kehidupan di Irak - 269

Beberapa kerajaan yang pernah menduduki Irak

Sa'd bin Abi Waqqas tinggal di Istana Kisra dan pasukan Muslimin yang lain menempati gedung-gedung di sekitar Istana itu menikmati segala kesenangan yang ada di situ. Tentu saja mereka hidup senang, mereka sudah mendapat bagian rampasan perang yang akan cukup untuk hidup beberapa tahun. Bahan makanan yang akan didatangkan dari daerah-daerah berdekatan pun cukup banyak dan mudah. Air di Sungai Tigris yang mengalir lancar akan membuat mereka lupa daerah pedalaman yang hanya ditimbuni pasir. Jembatan yang menghubungkan Seleusia dengan Ctesiphon membuat kedua kota yang indah ini sebagai tempat rekreasi bagi mereka yang hidup bermewah-mewah, layak sekali akan memberi ilham kepada penyair Arab seperti jembatan di Bagdad yang telah memberi ilham kepada Ali bin Jahm yang mengatakan:

Mata air antara ar-Rusafah dengan al-Jisr
Mengais udara dari arah yang kuketahui dan yang tak kuketahui.

Adakalanya orang berkumpul dan bertemu dengan Sa'd di Istana Kisra itu. Dengan kalangan yang mempunyai pengetahuan Sa'd berbicara tentang sejarah daerah-daerah itu. Sa'd misalnya mengatakan tentang daerah itu masa dahulu sebagai pusat kebudayaan dunia, dan mereka menanggapi. Di berbagai tempat di kawasan itu berdiri keraja-. an-kerajaan Babilonia, Asiria dan Kaldea. Kerajaan-kerajaan itu ada yang bertahan, ada juga yang tiba-tiba muncul kemudian ditinggalkan. Setiap kerajaan itu kemudian disebut menurut nama tempat ia menetap di sisi Ma Baina an-Nahrain ('antara dua sungai')1: Sungai Dajlah (Tigris) dan Sungai Furat.

Jauh di masa silam nama Mesopotamia ("Antara Dua Sungai") juga sudah dipakai nama untuk daerah-daerah ini — nama yang sudah dipakai sejak masa Firaun lama, tatkala kedaulatan Mesir membentang jauh ke sana. Sesudah masa kekuasaan Firaun itu, nama demikian juga dikenal ketika kawasan ini berada di bawah kekuasaan Yunani. Tidak heran bilamana nama ini bertahan sampai sekarang, yang melukiskan letak daerah Mesopotamia itu, dengan airnya yang mengalir memberi kemakmuran ke kawasan itu. Irak disebut "Antara Dua Sungai" (Mesopotamia) baru sesudah berada di bawah kekuasaan Persia. Kekuatan Persia bergerak ke kawasan ini dari dataran Iran setelah kekuasaan Firaun dan Yunani dihalau dari sana. Mereka menyusuri pantai-pantai Tigris dan di seberangnya, lalu mendirikan Ctesiphon sebagai ibu kota kerajaannya. Dari sana dan dari ketujuh kota di sekitarnya serta Seleusia Yunani yang berdiri sendiri dibangunlah kota "al-Mada'in"2 yang keagungannya, luas kekuasaannya, kekayaannya yang melimpah serta kemakmuran rakyatnya, selama berabad-abad menjadi kebanggaan sejarah. Kalau kota-kota di Mesopotamia itu berbatasan dengan 'al-Iraq alAjami' (Irak-Persia), nama yang lebih umum dipakai di sini ialah Persia, dan mereka menganggapnya sebagian dari Persia, sama dengan Seleusia yang mereka dianggap sebagian dari Ctesiphon. Sejak itu nama Irak disebut menurut nama kota-kota itu.

Irak yang dimenangkan pasukan Muslimin dari Persia ini membentang dari Delta dua sungai di selatan sampai ke utara sebelum Mosul (Mausil), berbatasan di bagian hulu dengan Syam yang besar sekali pengaruhnya dalam sejarah Persia dan Rumawi, yang juga kemudian berpengaruh dalam sejarah pembebasan yang dilakukan Islam. Perbatasan Irak dengan Syam telah menyebabkan berpindahnya agamaagama yang lahir di Palestina dan daerah-daerah sekitarnya, sampai pada waktu paganisme Yunani dan Majusi Persia datang menyerangnya. Itu sebabnya di sini terdapat sebuah koloni besar terdiri atas orang-orang Yahudi, juga orang-orang Nasrani setelah pindah ke Syam kemudian berimigrasi ke mari.

Mengingat kota-kota di Mesopotamia itu bertetangga dengan tanah Arab, yang juga bertetangga dengan Persia, banyak kabilah Semenanjung itu yang berimigrasi, menetap dan bertempat tinggal di sana. Ketika pasukan Muslimin menyerbu Mesopotamia, kawasan ini sudah biasa mereka sebut Irak dan tidak pernah menyebut nama lain. Kemudian kawasan di antara Sungai Tigris-Furat dan sekitarnya mereka namakan as-Sawad. Untuk membedakan Irak ini dengan Irak-Ajam, oleh para sejarawan yang satu diberi nama ‘al-’Iraq al-’arabi' (IrakArab) dan yang lain 'al-’Iraq al-’ajami' (Irak-Persia).

Sifat tanah kedua Irak ini sangat berbeda sekali. Irak-Arab merupakan dataran yang dialiri kedua sungai itu, di sana sini tersebar sungai-sungai kecil, anak-anak sungai dan kolam-kolam, sehingga sebagian tampak hijau segar dan subur oleh buah-buahan. Di ujung timur sampai di gunung dengan puncaknya yang tinggi yang memisahkannya dari Irak-Ajam, di belakang berturut-turut pegunungan dan lembah-lembah sampai ke dataran Iran. Gunung ini memang merupakan penyekat alam yang kukuh.sekali, memisahkan Asia di bagian timur jauh dari negeri-negeri Asia yang terletak di bagian barat, dan yang karenanya pula lebih banyak berhubungan dengan bangsa-bangsa yang ada di sekitar Laut Tengah (Mediterania) di Afrika dan Eropa daripada dengan negeri-negeri tetangga di Timur.

Pasukan Muslimin di Mada'in, pasukan Persia bermarkas di Jalula

Pengaruh letak geografis inilah yang memungkinkan kabilahkabilah Arab berimigrasi ke Irak dan Syam. Rumah-rumah ras Arab ini bertebaran dari Teluk Aden dan Samudera Indonesia di selatan sampai jauh ke utara di Irak dan Syam. Kabilah-kabilah ini — seperti juga sejumlah besar tanah Semenanjung Arab — selama berabad-abad berada di bawah kekuasaan Persia dan Rumawi.

Sekarang orang-orang Arab Semenanjung berbalik menyerang kedua kerajaan besar ini hingga mencapai Damsyik di Syam dan Mada'in di Irak, dan Sa'd bin Abi Waqqas tinggal di Istana Kisra di ibu kota kerajaan itu.

Sa'd tinggal di ibu kota cantik ini sampai pasukannya berkumpul semua. Sudah tidak perlu lagi ia memburu pasukan Persia di Irak yang terbentang luas sampai ke balik Sungai Tigris, juga Umar tidak mengizinkan untuk memburu mereka. Oleh karena itu tidak lebih ia hanya mengikuti berita-berita tentang mereka dengan cermat sambil mengirim mata-mata untuk kemudian melaporkan kepadanya. Bahwa pasukan Persia yang lari dalam kekalahan itu sudah sampai di Jalula (Jalula) — sekitar 40 mil utara Mada'in — dan bahwa mereka di sana melihat persimpangan jalan ke berbagai jurusan di Iran, sudah ia terima beritanya. Mereka berkata satu sama lain: "Kalau kalian berpencar, tidak akan dapat berkumpul lagi. Tempat ini dapat menceraiberaikan kita. Mari kita berkumpul untuk memerangi pasukan Arab itu. Kalau kita yang menang, itulah yang kita harapkan; kalau kebalikannya, kita sudah menjalankan tugas kita dan tanggung jawab kita." Juga ia menerima berita bahwa dalam perjalanannya ke Hulwan itu Yazdigird sudah mengadakan pertemuan dengan stafnya, pembantu-pembantu dan pasukannya dari berbagai daerah. Ia menunjuk Mehran memimpin mereka ke Jalula. Dia sendiri tinggal di tempat yang baru itu sambil mengirimkan bala bantuan berupa pasukan dan bahan makanan kepada mereka. Mereka kemudian bertemu dengan sisa-sisa tentara yang dulu di Mada'in. Mereka menggali sebuah parit besar di sekitar kota itu lalu dipasang kawat berduri di sekelilingnya. Mereka menyiapkan sejumlah pasukan, perlengkapan dan alat-alat pengepungan. Selanjutnya mereka saling berikrar dan berjanji tidak akan lari. Pasukan Muslimin akan mereka usir sampai habis tuntas dari daerah-daerah mereka.

Berita-berita ini sampai kepada Sa'd sementara ia berada di Istana Kisra, dan kemudian disampaikan kepada Umar di Medinah. Dalam balasannya Umar menulis kepada Sa'd agar ia mengirim Hasyim bin Utbah ke Jalula dengan 12.000 anggota pasukan. Qa'qa' bin Amr supaya ditempatkan di barisan depan, dan menunjuk lagi yang akan menempati masing-masing sayap kanan dan sayap kiri serta pengawal barisan belakang masing-masing menurut namanya. Anggota-anggota pasukan itu sudah banyak berkumpul dan sudah beristirahat. Semangat mereka memang sudah menyala dan sudah siap tempur, sesudah mereka beristirahat satu bulan menikmati segala karunia Allah berupa hasil rampasan perang yang melimpah banyaknya, yang tak pernah dialami.3

Pengepungan dan kemenangan di Jalula

Tatkala sampai di Jalula, Hasyim melihat pihak Persia sudah memperkuat diri di sana dan akan mempertahankannya mati-matian. Hasyim mulai mengadakan pengepungan. Tetapi bukan pengepungan itu saja yang akan memaksa mereka menyerah. Bala bantuan buat mereka terus-menerus datang dari Hulwan, demikian juga bala bantuan buat pasukan Muslimin datang terus-menerus dari Mada'in. Itu sebabnya proses pengepungan berjalan sampai delapan puluh hari. Sementara itu pasukan Persia sudah keluar dari kubu pertahanannya untuk menghadapi pihak Muslimin, tetapi mereka dapat dipukul mundur kembali ke bentengnya. Pihak Persia yakin kalau mereka bertahan semangat dan kekuatan mereka akan hilang. Jumlah kekuatan mereka yang dua kali jumlah pihak Muslimin tak akan ada gunanya.

Suatu hari pagi-pagi sekali Mehran, komandannya, memerintahkan penyerangan besar-besaran terhadap pasukan Muslimin. Ibn Kasir mengatakan: "Mereka terlibat dalam suatu pertempuran sengit yang tak pernah terjadi seperti itu sebelumnya, sehingga barisan pemanah kedua pihak habis binasa, tombak mereka masing-masing pun patah berjatuhan. Mereka menggunakan pedang dan tabbarzin4 Waktu tiba saat lohor, pasukan Muslimin melakukan salat dengan isyarat. Satuan-satuan Majusi (Persia) terus berdatangan silih berganti. Ketika itu Qa'qa' bin Amr bertanya kepada anggota-anggota pasukannya: Kaum Muslimin! Takutkah kalian apa yang kalian lihat ini? Mereka menjawab: Ya, kita sudah letih, sebaliknya mereka sudah sempat beristirahat. Tidak — kata Qa'qa' lagi — kita serang mereka dan kita harus bersungguh-sungguh dalam mengejar mereka, sampai nanti Allah yang menjatuhkan keputusan kepada kita. Mari kita serbu mereka sehingga serbuan satu orang dapat menyusup ke tengah-tengah mereka!

Sekarang ia mulai menyerbu dan yang lain juga ikut maju. Qa'qa' sendiri sudah rnemantapkan serangannya dengan memimpin satu pasukan yang terdiri atas para kesatria dan pahlawan-pahlawan pilihan hingga mencapai pintu parit, dan berlangsung sampai gelap malam. Qa'qa' melihat pasukannya sudah ada yang mulai menyudahi pertempuran karena hari sudah menjelang malam. Tetapi kemudian terdengar suara memanggil-manggil: "Hai pasukan Muslimin, mau ke mana kalian!? Lihatlah pemimpinmu sudah di pintu parit! Marilah kita maju bersama. Untuk mernasukinya sekarang sudah tak ada lagi rintangan." Ketika itu pasukan Muslimin meneruskan pertempuran menghadapi musuhnya dengan begitu keras mengingatkan mereka pada kerasnya "malam yang geram" hanya saja ini lebih cepat. Sesudah mereka sampai di pintu parit dan melihat Qa'qa' sudah menguasainya, sementara melihat pasukan Persia yang terpukul mundur ke kanan dan ke kiri karena untuk kembali ke kota sudah terhalang oleh parit, ketika itulah pasukan Muslimin menyergap mereka di segenap penjuru. Akibatnya dari pasukan mereka yang terbunuh ketika itu 100.000 orang, dan yang masih ada lari hendak menuju Hulwan. Tetapi Qa'qa' terus mengejar mereka dan berhasil menyusul Mehran di Khaniqin. Orang ini dibunuhnya. Sekarang Fairuzan, ia lari terus dengan memacu kudanya ke Hulwan. Ia melaporkan kepada Yazdigird mengenai bencana yang menimpa Jalula, dan saat itu juga Yazdigird lari ke Ray.5

Ketika Qa'qa' kemudian memasuki kota Hulwan, pasukan pengawal kota sempat mengadakan perlawanan sengit, tetapi sesudah itu mereka dapat dipukul mundur. Sekarang pasukan Muslimin memasuki kota dan berhasil mengumpulkan rampasan perang, menawan dan menarik jizyah dari mereka serta dari kampung-kampung dan daerahdaerah sekitarnya.

Sikap Umar mengenai Persia

Sa'd menulis laporan kepada Umar mengenai jatuhnya Jalula serta rampasan perang dalam jumlah besar yang diperoleh pasukan Muslimin, serta tentang masuknya Qa'qa' ke Hulwan. Ia meminta izin akan mengejar pasukan Persia sampai ke dalam negeri mereka sendiri. Tetapi dalam hal ini Umar lebih berhati-hati. Ia tidak sependapat dengan pahlawan Kadisiah dan penakluk Mada'in itu, dengan menyebutkan dalam suratnya: "Ingin sekali saya sekiranya di antara Sawad dengan gunung itu ada penyekat, mereka tidak dapat mencapai kita dan kita pun tidak dapat mencapai mereka. Buat kita cukup daerah pedesaan Sawad itu. Saya lebih mengutamakan keselamatan pasukan Muslimin daripada rampasan perang."

Semua yang dikatakan Umar itu tepat sekali. Ketepatan pilihannya bukan karena mengutamakan keselamatan kaum Muslimin saja, tetapi lebih dari itu, pasukan Muslimin belum lagi dapat mengamankan seluruh Irak dan memberikan kehidupan yang lebih tenteram dan stabil. Di bagian utaranya masih dikhawatirkan timbul pemberontakan, sekalipun pasukan Muslimin sudah mendapat kemenangan di Tikrit, Mosul, Hit dan Qarqisia (Karkisia), begitu juga sesudah pembebasan Mada'in. Di bagian selatannya juga keadaannya sama, sekalipun sudah dikuasai sebelum dan sesudah Mada'in. Samasekali bukan suatu pandangan yang jauh ke depan jika pasukan Muslimin menerjang jauh sampai ke pegunungan Iran dan ke dataran yang begitu luas di balik pegunungan itu. Kalau kemudian Irak memberontak, seperti yang pernah terjadi sebelum Sa'd bin Abi Waqqas memasuki daerah itu dengan kemenangannya yang gemilang, untuk dapat menguasainya kembali bukanlah soal yang mudah. Memang lebih baik pasukan Muslimin menjadikan pegunungan Iran itu sebagai batas penyekat dengan pihak Persia, dan memusatkan perhatian untuk menumpas segala macam pengaruh pemberontakan di Irak, kemudian memusatkan perhatian untuk mengatur tertib hukum di daerah itu.

Politik Umar di Irak

Di samping itu pula, politik Umar sampai pada. saat itu adalah politik Arab dengan tujuan memasukkan semua ras Arab yang terbentang dari Samudera Indonesia sampai ke utara Irak dan Syam dalam satu kesatuan di bawah kekuasaan Semenanjung Arab, bahkan di bawah kekuasaan Medinah. Kesatuan semua kawasan tersebut akan cukup tenteram di bawah kekuasaan ini, kebebasan berdakwah dengan mengajak orang kepada agama Allah dengan argumen dan keterangan yang baik akan terjamin. Dengan politik bertetangga baik dengan Persia dan Rumawi, rasa takut dari pasukan Arab dan Muslimin akan dapat dihilangkan. Sesudah itu Allah akan memberikan kemenangan kepada agama-Nya atas semua agama kendati orang-orang kafir tidak suka.

Tak ada jalan lain buat Sa'd kecuali tunduk pada pendapat dan perintah Amirulmukminin. Para perwira dan prajurit sangat menyetujui pendapat itu, setelah melihat angkatan bersenjatanya dari waktu ke waktu pergi hendak menumpas setiap pemberontakan yang terjadi di kawasan Sawad. Apalagi setelah mereka memperoleh rampasan perang di Kadisiah, Mada'in dan Jalula berlipat ganda banyaknya dari yang mereka harapkan. Juga bagian setiap prajurit dari rampasan perang Jalula tidak kurang dari yang diperolehnya dari rampasan Mada'in. Harta yang mereka peroleh dari tiga puluh juta, terdiri atas barangbarang berharga yang dibawa oleh mereka yang lari dari Mada'in. Di samping itu mereka juga mendapat kuda dan alat-alat perang, yang oleh pihak Persia dulu tak ada yang ditinggalkan di ibu kotanya. Juga mereka beroleh tawanan perang yang dulu tidak mereka peroleh di Mada'in. Sesudah Sa'd membagi-bagikan rampasan perang yang besar itu, setiap orang mendapat sembilan ribu dan sembilan ekor kuda selain yang mendapat tawanan perempuan, di antaranya ada yang biasa dibesarkan dalam hidup berkecukupan dan biasa dimanja. Cara hidup ini membuat mereka tidak mampu lari ke gunung-gunung dan datarandataran luas berpasir.

Umar menghadapi kekayaan

Seperlima hasil rampasan perang itu oleh Sa'd dikirimkan ke Medinah bersama sebuah rombongan, di antaranya Ziyad bin Abi Sufyan. Setelah sampai ke hadapan Umar Ziyad melaporkan begitu lancar dan menarik mengenai pembebasan Jalula dan Hulwan, sehingga kata Umar kepadanya: "Dapatkah Anda menyampaikan ini kepada masyarakat seperti yang Anda katakan kepada saya ini sekarang?" "Ya, dapat Amirulmukminin," kata Ziyad. "Di muka bumi ini tak ada orang yang lebih saya segani dari Anda, apalagi yang lain, mengapa tidak!" Kemudian ia pergi menceritakan peristiwa itu kepada orang banyak, bagaimana peranan pahlawan-pahlawan Muslimin dalam peristiwa itu dan berapa banyak pasukan Persia yang terbunuh dan yang diperoleh dari mereka — dengan gaya bahasa yang begitu kuat dan amat menarik. Karena kagum Umar berkata: Inilah orator dengan suaranya yang benarbenar nyaring dan lancar. Tersentuh oleh pujian ini Ziyad berkata: "Pasukan kitalah yang membuat lidah ini lancar."

Setelah beberapa pemuka memberi isyarat kepada Amirulmukminin supaya hasil rampasan perang itu disimpan dalam baitulmal, maka katanya: "Sebelum malam tiba barang-barang ini sudah akan saya bagikan." Barang-barang rampasan perang itu diletakkan di ruangan Masjid dengan dijaga oleh Abdur-Rahman bin Auf dan Abdullah bin Arqam. Keesokan harinya selesai Umar mengimami salat subuh dan matahari sudah mulai terbit ia meminta barang-barang rampasan perang itu diperlihatkan. Tetapi setelah melihat segala macam permata yakut, zamrud, berlian, emas dan perak, ia menangis: "Apa yang membuat Anda menangis, Amirulmukminin?" tanya Abdur-Rahman bin Auf. "Sungguh semua ini harus kita syukuri."

"Bukan ini yang membuat saya menangis," jawab Umar. "Demi Allah, jika Allah memberikan yang semacam ini kepada suatu bangsa, pasti mereka akan saling mendengki, saling membenci. Dan bila suatu bangsa sudah saling mendengki, permusuhan antara mereka akan berlarut-larut."

Di sini kita berhenti sejenak merenungkan kata-kata mutiara ini: Orang-orang Arab itu tak pernah mengenal suatu hasil usaha yang mudah sebelum memperoleh rampasan perang yang sangat besar itu dari berbagai penjuru. Dalam mencari sesuap nasi, biasanya mereka berusaha menjelajahi bumi ini, dan yang mereka peroleh sesuai dengan kadar usaha masing-masing. Mereka pergi dalam musim panas dan musim dingin membawa perdagangan ke Yaman dan ke Syam dengan menghadapi berbagai macam kesulitan dan gangguan keamanan selama dalam perjalanan. Mereka mengawal kafilah-kafilah yang berangkat dari barat ke timur membawa segala macam harta kekayaan sekadar menerima upah dengan mempertaruhkan diri untuk menghadapi bahaya perampokan atas kafilah-kafilah itu. Untuk mendapatkan segala keperluan makan minum dan keperluan hidup, mereka harus bekerja keras. Tetapi sekarang rampasan perang yang mereka peroleh sudah begitu melimpah. Kiranya apa jadinya mereka dengan perubahan hidup makmur dari segi perekonomian mereka itu? Tidak heran jika mereka kelak berakhir dengan mau hidup nyaman dan senang dengan segala kemewahan. Kenyamanan akan menimbulkan kedengkian dan permusuhan karena masing-masing ingin mendapat rezeki yang lebih banyak yang akan dapat menambah kemewahan dan kesenangan hidupnya. Manusia jika sudah dininabobokkan oleh kenyamanan ia akan menjadi lunak, kalau sudah saling bermusuhan kekuatannya akan hilang. Lalu di mana letak seruan Allah untuk hidup dalam persaudaraan, tolong-menolong dan saling membantu agar menjadi anggota umat yang memberi kekuatan kepada umatnya, menjadi mendukung kebenaran seperti diwahyukan Allah kepada Rasul-Nya, membela dan memperkuatnya. Karena khawatir akan kenyamanan yang akan membawa umat hidup santai dan saling bermusuhan itulah, maka Umar menangis. Seolah-olah ia sudah melihat dari celah-celah alam gaib apa yang sudah digariskan oleh takdir dalam suratannya bagi umat yang telah membaiatnya dan saling memperkuat itu. Jadi karena jerih payah umat, maka mengalirlah bongkahan-bongkahan emas ke Sahara Semenanjung Arab yang tandus dan gersang itu.

Umar membagi-bagikan rampasan perang yang telah membuatnya menangis itu kepada umat secara terbuka dan atas musyawarah dengan konsensus dari Muslimin. Sebagian penduduk Medinah ada yang mendapat tambahan. Pembagian ini dilakukan seperti ketika membagikan rampasan perang yang pernah dikirimkan Sa'd selepas Perang Kadisiah.

(sebelum, sesudah)


Umar bin Khattab
"Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu"
 
Judul asli "Al-Faruq Umar" cetakan ke 7 oleh Muhammad Husain Haekal, Ph.D.,
dengan izin ahli waris, Dr. Ahmad Muhammad Husain Haekal, kepada penerjermah.
diterjemahkan oleh Ali Audah.
Cetakan pertama, April 2000
Diterbitkan oleh P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel. (0251) 330505, 370505, Fax. (0251) 380505 Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-38-7
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. IKRAR MANDIRIABADI, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team