|
||
|
|
Abu Ubaidah, Khalid bin Walid dan Yazid bin Abi Sufyan sudah kembali dari Baitulmukadas menuju tugasnya masing-masing. Yazid tinggal di Damsyik, Abu Ubaidah di Hims dan Khalid ke Kinnasrin Mereka mengatur administrasi pemerintahan wilayahnya masing-masing dengan kebijakan yang lebih lunak, dengan keadilan yang tak lepas dari rasa kasih sayang dalam pelaksanaannya. Sekarang seluruh kawasan itu sudah aman dari serangan musuh sesudah di mana-mana mereka mengalami kehancuran, dan sesudah seluruh Syam tunduk kepada pasukan Muslimin, dari ujung selatan di Palestina sampai ke ujung utara di Suria.
Tetapi penduduk al-Jazirah yang tinggal di antara Irak dengan Syam, dan yang sebelum itu pasukan Sa'd bin Abi Waqqas menyerang perkampungan saudara-saudara mereka di Hit, Tikrit, Mosul dan Qarqisia, tak pernah tenang setelah kejadian yang menimpa saudara-saudara mereka itu. Bahkan mereka melihat tempat-tempat tinggal mereka akan menjadi sasaran pasukan Muslimin kalau kelakuan di Syam seperti ketika mereka masih di Irak. Mereka membebaskan dan menaklukkan kabilah-kabilah, dan mewajibkan mereka yang bukan Muslim membayar jizyah. Mereka merasa sudah putus asa mengejar Yazdigird sesudah ia lari ke Ray. Mereka menulis surat kepada Heraklius, bahwa mereka siap membantunya bila ia mengirim pasukan dari laut untuk memerangi pasukan Muslimin dan mengambil kembali segala yang sudah direbut lawan. Heraklius melihat bahwa ia tidak akan berada dalam bahaya kalau nasib baik berada di pihaknya. Ia dan sekutu-sekutunya akan menang menghadapi musuh, akan dapat mengalahkan pasukan Muslimin di utara Syam. Angkatan bersenjatanya akan mampu mengejar mereka sampai ke Damsyik dan Baitulmukadas. Maka saat itulah terjadi mukjizat. Makam Almasih akan diambilnya kembali dari tangan Arab, seperti dulu telah diambil kembali dari tangan Persia. Kemudian ia akan pergi melintasi Suria dengan Salib Besar untuk dikembalikan ke tempatnya seperti yang dulu pernah dilakukannya sebelum sepuluh tahun silam. Yah, kalau semua itu sudah terlaksana, dialah yang berjasa mengenai Salib itu, seperti dulu di masa Konstantin. Kemenangan agama Nasrani diberikan Tuhan ke tangannya, kemenangan yang akan menjadi kebanggaan atas semua agama!
Mereka kembali menulis surat kepada Heraklius, dan dia pun melihat semangat mereka tidak kendor, begitu_juga kebanyakan orangorang Nasrani yang masih berpegang teguh pada agamanya akan berjuang terus untuk itu. Sebenarnya rasa takut sudah hilang dari hari Heraklius sesudah sepuluh tahun ia berada jauh dari medan perang di Syam. Di samping itu ia melihat tempat-tempat pertahanannya masih banyak yang kuat-kuat untuk melawan pasukan Muslimin, dan armada lautnya masih utuh. Menurut pendapatnya pasukan Muslimin takut kepada laut dan segala yang datang dari arah laut. Hal ini memperkuat tekadnya. Ia cenderung akan memenuhi permintaan pihak Jazirah itu. Memang benar pasukan Muslimin di perbatasan utara Syam itu kuat; tidak mudah mereka akan dapat diserang. Tetapi orang-orang Arab Nasrani menjamin akan mengobrak-abrik tempat-tempat Khalid dan Abu Ubaidah bila diserbu dari arah pedalaman. Jika pada waktunya nanti bala bantuan datang dari laut dan pihak Muslimin tahu bahwa mereka diserang dari arah timur dan barat, kekuatan mereka akan berantakan, dan penduduk Syam akan memberontak kepada mereka. Pada waktu itulah ia berkesempatan membalas dendam.
Heraklius menulis kepada kabilah-kabilah itu memberi semangat dan dorongan, dengan menyebutkan bahwa dia sudah memerintahkan kapal-kapalnya yang sekarang sedang mengarungi lautan untuk mengangkut pasukan dan perlengkapan dari Iskandariah ke Antakiah. Maka berangkatlah kabilah-kabilah itu dengan segala kekuatannya dari Jazirah menuju Hims. Semua berita itu sudah sampai kepada Abu Ubaidah. Dipanggilnya Khalid bin Walid dari Kinnasrin untuk dimintai pendapatnya. Setelah bersama-sama mempelajari situasi mereka sepakat untuk menghadapi musuh akan menempatkan kekuatan Muslimin di utara Syam. Pasukan yang di Antakiah, di Hamal, Halab dan gudang-gudang senjata yang lain yang berdekatan akan dipusatkan di Hims. Di kawasan ini pun kemudian tersiar berita Heraklius dan bala bantuannya yang didatangkan dari laut, serta berita-berita tentang Jazirah dan perjalanan kabilah-kabilahnya yang sedang menuju Hims. Karena ingin tahu, penduduk kota pergi bertanya-tanya: Apa yang akan terungkap dengan serangan baru yang akan dilancarkan oleh Heraklius dan sekutu-sekutunya itu? Sesudah kapal-kapal Heraklius tiba di Antakiah pintu- pintu kota dibuka untuk pasukannya dan langsung menyerbu pihak Muslimin. Ketika itulah api pemberontakan berkobar di seluruh Syam bagian utara. Abu Ubaidah sekarang melihat dirinya sudah terkepung di Hims, dikelilingi oleh kaum pemberontak dari segenap penjuru. Pihak musuh sekarang sudah datang hendak menyerang dari arah laut dan arah pedalaman. Apa gerangan yang akan diperbuatnya?! Dikumpulkannya stafnya dan dikatakannya kepada mereka bahwa ia menulis surat kepada Amirulmukminin meminta bala bantuan untuk menghadapi situasi genting ini. Ia berunding dengan mereka, musuh itu akan dihadapi dan diserbu atau akan bertahan sementara menunggu bala bantuan yang akan didatangkan dari Medinah. Dalam musyawarah itu Khalid bin Walid sendiri berpendapat lain: Akan menghadapi musuh. Para komandan yang lain berpendapat akan bertahan dan bala bantuan minta dipercepat. Abu Ubaidah sependapat dengan mereka dan menentang pendapat Khalid. Benteng-benteng makin diperkuat dan ia menulis surat kepada Umar mengenai pendapat-pendapat sahabat-sahabatnya itu.
Umar memang tidak pernah melupakan bahwa pasukannya di Irak dan di Syam pada suatu saat akan menghadapi bahaya serupa itu, dan seluruh perjuangan Islam akan dihadapkan kepada hal yang sama seperti ketika ia menerima pucuk pimpinan untuk memimpin kaum Muslimin. Oleh karena itu ia memerintahkan agar di Basrah dan di Kufah dibangun barak-barak untuk pasukan Muslimin yang tak boleh dihuni oleh yang lain. Kemudian di setiap kota dan keenam kota yang lain ditempatkan empat ribu pasukan berkuda yang sudah siap siaga dalam menghadapi serangan mendadak serupa itu. Tetapi sesudah ia menerima surat Abu Ubaidah dan melihat bahaya besar yang sedang mengepungnya, langsung ia menulis kepada Sad bin Abi Waqqas: Mobilisasikanlah pasukan bersama Qaqa bin Amr dan berangkatkanlah hari itu juga ke Hims begitu surat saya ini sampai ke tangan Anda. Abu Ubaidah sekarang sedang dikepung, dan hadapilah mereka dengan sungguh-sungguh dan tanpa ampun. Hari itu juga perintah Khalifah itu dilaksanakan oleh Sad. Qaqa' memobilisasi empat ribu orang dari pasukan berkuda yang sudah terlatih, dan pagi-pagi sekali mereka berangkat dari Kufah menuju Hims.
Sebenarnya keadaannya lebih berbahaya dengan keberangkatan Qaqa bersama 4000 orang pasukan berkuda itu untuk menghadapi mereka yang berangkat dari Jazirah saja ke Hims yang sudah mencapai 30.000 orang itu, di luar kapal-kapal yang dikirim oleh Heraklius ke Antakiah. Umar tahu bahwa pasukannya di beberapa kota di Syam sedang sibuk menghadapi keadaan setempat. Andaikata mereka juga pergi ke Hims dengan meninggalkan kota-kota itu keadaan di seluruh Syam akan makin kacau. Oleh karena itu perintahnya kepada Qaqa agar ia berangkat dari Kufah disusul dengan perintah-perintah lain yang kesemuanya merupakan pikiran Umar yang cemerlang dan pandangannya yang jauh.
Yang menarik, kabilah-kabilah itu berangkat dari Jazirah ke Hims karena yang terbayang oleh mereka jauhnya perkampungan mereka dari serangan pasukan Muslimin. Jadi, kalau perkampungan ini diserang, kabilah-kabilah itu pasti berbalik kembali, dan ini akan meringankan tugas Abu Ubaidah dan pasukannya. Kalau begitu Sad bin Abi Waqqas harus mengirimkan suatu pasukan bersama Suhail bin Adi ke Jazirah. Sebab orang-orang Jazirah itulah yang dibakar semangatnya oleh pihak Rumawi untuk menyerbu Hims. Kalau begitu Suhail harus menuju ke Raqqah, dan pasukan Abdullah bin Itban ke Nasibin. Kalau kedua komandan ini sudah dapat menaklukkan Raqqah dan Nasibin, mereka harus berangkat ke Harran dan Ruha, dan Walid bin Uqbah ke Jazirah untuk menghadapi kabilah-kabilah Rabiah dan Tanukh. Semua pasukan yang berperang dengan Jazirah akan dipimpin oleh Iyad bin Ganm. Kalau semua komandan itu sudah berangkat, pihak Jazirah akan ingat apa yang telah menimpa Hit, Qarqisia dan Mosul. Mereka tidak mengadakan perlawanan.
Buat Umar semua itu belum cukup. Ia sudah memperkirakan Heraklius tidak akan mempertaruhkan diri dengan mengirimkan pasukannya mengarungi lautan ke Syam sesudah kekalahan-kekalahan yang pernah dialami dulu di situ, kecuali bila ia benar-benar yakin pada kekuatan dan kemampuannya hendak mengadakan pembalasan. Bukti yang paling kuat untuk itu, ia telah menunjuk anaknya Konstantin untuk memimpin pasukan yang diangkut dengan kapal dari Iskandariah. Andaikata Heraklius berhasil dalam petualangannya itu tentu politik Umar akan benar-benar hancur berantakan. Umar tidak mau membayangkan segala kemungkinan ini. Ia berusaha sungguh-sungguh hendak mengatasi semua itu. Ia harus memobilisasi semua kekuatan sedapat yang dapat ia lakukan, untuk menghadapi bahaya yang sedang mengancam ini. Bahkan ia sendiri yang harus menghadapi nya. Segala kekuatan yang ada di Medinah dan sekitarnya dihimpunnya, dan dia sendiri yang berangkat memimpinnya menuju medan perang dengan mengambil jalan Damsyik. Dengan demikian kedaulatan yang baru tumbuh itu harus bergerak dari segenap penjuru untuk mempertahankan keberadaannya. Qa'qa' pun berangkat dengan secepat mungkin untuk menolong Abu Ubaidah. Suhail bin Adi, Abdullah bin Itban, Walid bin Uqbah dan Iyad bin Ganm berangkat untuk menyerang Jazirah dan untuk memberi pelajaran kepada mereka.
Umar meninggalkan Medinah menuju Hims. Berita-berita ini segera tersiar ke Irak dan Syam, juga ke seluruh Semenanjung, dan sudah tentu sampai juga kepada Abu Ubaidah dan sahabat-sahabatnya, termasuk juga kabilah-kabilah Jazirah yang datang hendak mengepungnya. Mendapat berita itu Abu Ubaidah merasa lega. Sebaliknya, kabilah-kabilah itu sekarang yakin bahwa akibat perbuatan mereka sendiri itu perkampungan mereka di Jazirah tidak akan terselamatkan lagi. Tak boleh tidak mereka juga akan mengalami bencana seperti yang sudah menimpa Hit dan Qarqisia dulu. Mereka terkesima mendengar berita-berita itu. Lebih baik mereka memilih langkah mundur ke tempat mereka semula, kalau-kalau dengan demikian mereka sudah dapat menebus dosa.
Sekarang Abu Ubaidah tahu sudah bahwa kabilah-kabilah Jazira sudah memisahkan diri dari pasukan itu, kembali ke tempat asal da keluarga mereka. Yang sekarang ada di depan Abu Ubaidah hanya pasukan Heraklius. Dipanggilnya semua komandan pasukannya da dikatakannya kepada mereka bahwa sudah saatnya kini untuk meng hadapi musuh. Sudah tentu Khalid bin Walid merasa sangat gembir dan ia menyarankan untuk menyergap musuh dengan tiba-tiba sebelu mereka siap menghadapi situasi baru ini. Pihak Rumawi sendiri - ketika melihat kabilah-kabilah itu memisahkan diri dari mereka, dan melihat pasukan Muslimin keluar dari benteng-benteng di Hims untuk menghadapi mereka - mengira bahwa memang ada tipu muslihat yang sudah direkayasa. Mereka jadi kebingungan. Abu Ubaidah segera menyerang mereka. Tetapi rupanya kebingungan mereka tidak mengurangi kegigihan mereka untuk menghadapinya dengan segala kekuatan yang tampaknya memang sudah mereka persiapkan untuk itu dengan sekuat tenaga. Kalau kabilah-kabilah itu tidak meninggalkan mereka, tentu kekhawatiran Abu Ubaidah dan Umar beralasan juga melihat kekuatan mereka itu. Tetapi kebingungan itu telah melemahkan perlawanan mereka sendiri, yang akhirnya berkesudahan dengan kekalahan. Mereka sudah melarikan diri sebelum Qa'qa' bin Amr tiba di Hims, dan sebelum Umar sampai di Jabiah1 dalam perjalanannya ke Syam. Setelah sampai ia melihat utusan Abu Ubaidah sudah ada di sana, yang kemudian memberitahukan tentang kemenangan itu, tiga hari sebelum kedatangan Qa'qa'. Ia meminta pendapatnya mengenai masalah rampasan perang, mungkinkah pasukan Qa'qa' juga mendapat bagian.
Umar sudah merasa tenang, dan dengan adanya berita itu ia pikir udah tidak perlu lagi ia meneruskan perjalanan. Ia menulis kepada Abu Ubaidah supaya dalam pemberian itu penduduk Kufah juga dilibatkan. Sebenarnya perjalanan mereka untuk memberikan pertolongan, itulah yang telah menimbulkan rasa takut dalam hati musuh, dan itu pula yang membawa akibat mereka mengalami kekalahan. "Terima kasih kepada pihak Kufah. Mereka telah melindungi perbatasan mereka dan memberikan bala bantuan kepada pasukan di kota-kota." Sesudah itu ia segera berkemas dan kembali ke Medinah.
Sungguhpun begitu, adakah pasukan-pasukan Heraklius itu menarik diri dari Kinnasrin atau dari Hamat, atau dari tempat-tempat lain yang sedang ditelan oleh api pemberontakan, untuk kemudian menyusun kembali barisannya dan mengadakan perlawanan lagi, ataukah pasukan Muslimin terus mengejar dan berhasil menumpas mereka? Apa yang dilakukan oleh kaum pemberontak itu di Halab, Antakiah dan di benteng-benteng pertahanan yang begitu kuat tatkala mereka mendapat berita tentang kemenangan pasukan Muslimin di Hims? Kalangan sejarawan tidak menyinggung soal itu samasekali yang layak diperhatikan. kemungkinan besar bahwa sisa-sisa pasukan Rumawi yang selamat dari maut kabur dengan kapal di Antakiah dan terus berlayar mengarungi laut ke Iskandariah atau ke Bizantium. Mereka sudah putus asa, begitu juga Kaisar, untuk kembali lagi ke Syam - untuk selama-lamanya. Tak lama sesudah para pemberontak mengetahui keberangkatan pasukan itu dengan kapal, mereka tenang kembali. Khalid bin Walid kembali ke Kinnasrin, dan setiap komandan di utara Syam juga kembali ke daerah teritorium masing-masing. Semua mereka merasa tenang bahwa sesudah keadaan aman, tak ada lagi pihak yang akan mengacaukan.
Tetapi Khalid tidak lama tinggal di Kinnasrin. Semua kekuatan sudah bertolak dari Irak bersama Suhail bin Adi, Abdullah bin Itban dan Walid bin Uqbah di bawah pimpinan Iyad bin Ganm untuk menyerang Jazirah dan memberikan pelajaran kepada penghuninya. Sesudah mereka sampai di perkampungan kabilah-kabilah yang mendukung Heraklius, kabilah-kabilah itu sudah mulai pula kembali pulang meninggalkan Hims. Ketika itu Suhail bin Adi dengan pasukannya menempuh jalan Firad yang menuju ke Raqqah. Karena masih mau bertahan, mereka dikepung. Mereka berkata di antara sesama mereka: "Kita berada di antara orang Irak dengan orang Syam. Untuk apa kita memerangi kedua mereka!" Mereka mengirim utusan kepada Iyad bin Ganm, ingin mengadakan persetujuan damai. Karena Iyad komandan tempur, maka atas perintah Iyad Suhail bin Adi yang melangsungkan persetujuan damai itu dengan mereka, dan mereka digolongkan kaum zimmi. Sedang Abdullah bin Itban menempuh jalan di Tigris yang menuju ke Mosul, dan dari sana menyeberang sungai ke Nasibin.2 Persetujuan dengan mereka dilaksanakan atas dasar persetujuan dengan pihak Raqqah. Saat itu Walid bin Uqbah datang menemui Banu Taglib dan orang-orang Arab Jazirah dan mereka pun bergabung kepadanya; kecuali Banu Iyad mereka pergi ke Ardurum3 (tanah Rumawi). Walid menulis surat kepada Umar di Medinah memberitahukan apa yang telah dilakukannya dan ia tinggal di sana menunggu jawaban mengenai mereka. Iyad pun kemudian bergabung dengan Suhail dan Abdullah bin Itban dan berangkat bersama pasukannya ke Harran, melalui jalan di belakangnya sampai ke tempat itu. Persetujuan damai dan pembayaran jizyah telah disepakati oleh pihak Harran. Maka mereka pun mendapat status ebagai kaum zimmi. Yang demikian ini berlaku juga bagi Ruha ketika Suhail bin Adi pergi ke sana. Dengan demikian seluruh Jazirah sekarang berada di bawah pemerintahan Muslimin. Inilah kota-kota yang paling mudah dibebaskan. Dan dengan demikian pula, kedaulatan Muslimin di Irak dan di Syam dapat bertemu.
Yang amat mengherankan, bahwa demikian itulah keadaan kabilah-kabilah yang tadinya sudah mengadakan persetujuan dengan Heraklius dan berjanji hendak mendukungnya. Tetapi hal ini dapat dimengerti, mereka melihat pasukan Rumawi melarikan diri setelah berhadapan dengan musuh. Mereka yakin bahwa pasukan Muslimin telah berbuat baik kepada mereka sehingga tidak perlu mereka mengadakan perlawanan. Cara yang terbaik tentunya mengadakan persetujuan damai. Para sejarawan Bizantium menyebutkan bahwa gubernur Ruha telah mengadakan persetujuan dengan Iyad atas dasar membayar seratus ribu mata uang emas untuk menyelamatkan diri dari serangan pasukan Muslimin ke wilayahnya, dan bahwa Heraklius menolak persetujuan itu dan dia dipecat dari kedudukannya. Tetapi perintah Kaisar itu tidak terlaksana sesudah kekuasaannya lenyap dari kawasan ini dan segalanya sudah berada di bawah kekuasaan pasukan Muslimin. Bagaimana pula perintah itu akan dilaksanakan sedang dia sendiri tak dapat menolak tuntutan Amirulmukminin, karena dia sudah tidak mampu menopang penolakannya dengan kekuatan yang semula menjadi sandarannya.
Setelah Walid bin Uqbah menulis surat kepada Umar memberitahu-an bahwa orang-orang Jazirah sudah bahu-membahu dengan dia kecuali Banu Iyad, mereka pergi ke Ardurum. Umar menulis surat kepada Heraklius dengan mengatakan: "Saya mendapat berita bahwa sebuah perkampungan Arab telah meninggalkan daerah kami dan pergi ke tempat Anda, maka hendaklah Anda keluarkan mereka, kalau tidak orang-orang Nasrani akan kami usir kemudian kami deportasikan mereka kepada Anda." Tak ada jalan lain buat Heraklius kecuali harus tunduk pada keinginan Umar. Maka Banu Iyad kini dikeluarkan dari negerinya sebagian dari jumlah empat ribu orang itu pun mau tak mau kembali ke perkampungan mereka dan tunduk di bawah kekuasaan Muslimin, sedang yang lain terpencar di sekitar Syam dengan Jazirah di kawasan Rumawi. Adapun Umar menulis surat demikian kepada Heraklius itu supaya mereka yang sudah kalah menghadapi pasukan Muslimin tidak menggunakan tanah musuh sebagai tempat perlindungan sambil memperkuat diri untuk pada suatu hari mengadakan pembalasan, dan semua orang Arab supaya seia sekata di bawah satu panji.
Tidak seperti Banu Iyad, Banu Taglib tidak pergi ke Ardurum meninggalkan kampung halamannya. ,Tetapi mereka menolak keinginan Walid bin Uqbah yang mengharuskan mereka masuk Islam. Mereka mengajukan persoalan dengan Walid ini kepada Amirulmukminin. Walid pun menulis surat kepada Umar mengenai penolakan mereka itu. Umar membenarkan pendapat mereka dan menolak keinginan Walid meng haruskan mereka masuk Islam. Hanya di jazirah Arab tak ada orang yang tidak mau masuk Islam. Biarkanlah selama mereka tidak me nasranikan anak yang baru lahir dan tidak merintangi orang masuk Is lam. Sesudah mereka menerima keputusan Umar itu, ada sebagian mereka yang masuk agama Allah dan yang sebagian lagi tetap bertahan dalam agama Nasrani. Tetapi mereka tidak mau menjadi kaum zimmi, yang harus membayar jizyah. Mereka mengirim delegasi ke Medi nah - di antara mereka ada yang sudah masuk Islam, dan mereka inilah yang berkata kepada Umar: "Janganlah mereka lari hanya karena soal pajak. Sebaliknya, lipatgandakanlah sedekah atas mereka yang kita peroleh dari harta mereka, dan itu sama dengan jizyah. Mereka marah jika ada yang menyebut-nyebut soal jizyah. Asal mereka tidak menasranikan anak-anak yang lahir dari keluarga Islam." Tetapi Umar bersikeras mereka harus membayar jizyah. Mereka berkata lagi: "Jika Jizyah ini diharuskan kepada kami, kami akan pindah ke Ardurum.'' Kata Umar lagi: "Kalau kalian lari ke Ardurum, akan saya tulis surat dan kalian akan saya jadikan tawanan." Mereka berkata: "Ambillah sebagian dari kami tetapi jangan disebut jizyah."
Kata Umar: "Kami akan menamakannya jizyah, dan kalian boleh menamakan apa saja."
Menyaksikan dialog itu makin sengit Ali bin Abi Talib berkata: "Amirulmukminin, bukankah sedekah dari mereka oleh Sa'd bin Malik sudah dilipatgandakan?"
"Memang," kata Urnar, "dan sudah diterimanya dari mereka sebagai pengganti jizyah."
Orang-orang Nasrani dari Banu Taglib bersikeras untuk tidak membayar jizyah itu karena mereka rnerasa diri mereka golongan orang terhormat dan kuat. Mereka rnenganggap mernbayar jizyah suatu penghinaan dan berarti sudah tunduk, yang tidak layak bagi mereka dan tidak sesuai dengan kebiasaan yang sudah dikenal orang tentang mereka sebagai golongan yang terpandang dan terhormat. Rasa terhormat dan kuat itulah yang membuat Walid bin Uqbah menghendaki mereka bergabung ke dalam Islam supaya mereka lebih terhormat dan lebih kuat. Sikap Umar yang pada mulanya keras mengenai soal jizyah ini, dan kemudian menyetujui ketentuan sedekah kepada mereka dilipat-gandakan setelah dirundingkan dengan Ali bin Abi Talib, adalah suatu langkah politik yang patut dipuji, kendati bertentangan dengan sikap Abu Bakr dalam menghadapi kaum Riddah, juga sikapnya dalam menghadapi musuh-musuhnya yang kuat-kuat, Persia dan Rumawi. Banu Taglib adalah orang Arab, dan Umar cenderung sekali pada harga diri orang-orang Arab. Kalaupun sebagian mereka sekarang masih tetap dalam agama Nasrani, tak lama lagi mereka semua niscaya akan bergabung ke dalam Islam. Cara lemah lembut dalam menghadapi soal ini akan lebih berkesan. Sejarah telah membuktikan firasat Umar yang begitu baik serta pandangannya yang jauh tatkala kemudian Banu Taglib ini ternyata membela Islam dengan cara yang amat cemerlang. Dalam banyak peristiwa mereka menjadi pendukung Muslimin dalam menghadapi musuh.
Tidak cukup hanya dengan menerima sedekah4 dari orang-orang Nasrani itu, tetapi Umar melihat bahwa perselisihan antara mereka dengan Walid bin Uqbah adakalanya menjadi penyebab keluarnya dia dari sana. Dia sudah kehilangan kesabaran dan memaksa mereka. Oleh karena itu oleh Umar ia dipindahkan dari daerah mereka dan tempatnya digantikan oleh Furat bin Hayyan, untuk menjaga keamanan dan ketertiban di kawasan mereka.
Semua itu terjadi dalam tahun 17 Hijri. Dengan demikian kekuasaan Muslimin di Syam dari ujung selatan sampai ke ujung utara sekarang aman dan stabil. Sebenarnya dalam sejarah Umar selanjutnya di Syam pernah terjadi lagi kerusuhan, dan pihak Heraklius pun tak pernah ada usaha hendak menuntut kembali kawasan itu, kecuali konon haya yang mengenai Kaisariah [Qaisariah]. Di atas sudah kita sebutkan mengenai pengepungan atas kota itu yang dilancarkan oleh Mu'awiah bin Abi Sufyan sebelum pembebasan Baitulmukadas. Pembebasan yang konon telah menelan korban 80.000 orang dan sesudah kekalahan itu yang lari mencapai jumlah seratus ribu. Tetapi tentang kota ini Balazuri mengingatkan mengenai adanya perbedaan sumber dengan mengatakan: "Ada orang yang mengatakan dibebaskan oleh Mu'awiah, yang lain mengatakan oleh Iyad bin Ganm sesudah Abu Ubaidah meninggal dan dia sebagai penggantinya. Ada lagi yang menyebutkan dibebaskan oleh Amr bin As... Yang sudah menjadi konsensus di kalangan para ahli, bahwa orang pertama yang membebaskan kota itu ialah Amr bin As, yang mendudukinya pada bulan, Jumadilawal tahun 13. Dialah yang menertibkan keadaan di sana. Setelah di kalangan Muslimin terdapat kesepakatan dalam menghadapi musuh dia pergi ke tempat mereka, dan menyaksikan segala peristiwa yang terjadi di Ajnadain, Fihl, Marj, Damsyik dan Yarmuk. Kemudian ia kembali ke Palestina dan mengepungnya sesudah Aelia. Setelah itu dari Kinnasrin ia pergi ke Mesir Kemudian Yazid bin Abi Sufyan yang diangkat sesudah Abu Ubaidah Ia mewakilkan saudaranya Mu'awiah untuk mengepungnya dan dia sendiri pergi ke Damsyik membawa luka-lukanya, sampai akhirnya ia meninggal di sana."
Yang dapat kita sarikan dari sumber-sumber ini bahwa Kaisariah dikepung dan pengepungan ini memakan waktu lama, bahkan dikatakan sampai tujuh tahun. Soalnya karena kota ini adalah kota pantai yang kuat dengan lubang-lubang perlindungan serta menara-menara pengintai dengan tembok-tembok yang kukuh. Ditambah lagi dengan penduduk. dan pasukan yang tidak kecil jumlahnya - tak dapat dibandingkan dengan Antakiah dan Damsyik. Balazuri menyebutkan, bahwa ada 100.000 orang yang berjaga-jaga setiap malam di tembok-tembok itu. Kota ini dapat diterobos karena ada seorang Yahudi malam-malam menemui pasukan Muslimin dan ia menunjukkan sebuah jalan di terowongan yang digenangi air sampai setinggi pinggang. Pasukan Muslimin malam-malam memasuki kota itu melalui jalan itu sambil bertakbir. Pasukan Rumawi yang hendak melarikan diri melalui terowongan itu terbentur pada pasukan Muslimin yang sudah ada di sana. Disebutkan bahwa Amr bin As membebaskannya pada tahun tujuh belas, kemudian penduduknya memberontak dan dibantu oleh Rumawi. Setelah itu dibebaskan lagi oleh Mu'awiah dan ia membangun gudang senjata di sana dan diserahkan kepada para penjaga. Di tempat ini Mu'awiah menemukan 700.000 tentara sewaan, 30.000 orang Samaria, 200.000 orang Yahudi dan 300.000 lagi wajib militer yang sudah siap semua.
Di atas sudah kita sebutkan bahwa Khalid bin Walid tidak lama tinggal di Kinnasrin. Dalam beberapa buku yang dapat dipercaya kita tidak menemukan rincian peperangan yang dilakukan Khalid sesudah ia meninggalkan Hims ke daerah teritorialnya selain bahwa ia berjalan di lorong-lorong Rumawi bersama Iyad bin Ganm, dan kembali dari peperangan membawa banyak rampasan perang. Saya rasa sekarang saya bebas mengatakan bahwa pemberontakan terhadap kekuasaan Muslimin di utara Syam setelah datangnya kapal-kapal yang mengangkut pasukan-pasukan Rumawi ke Antakiah itu, masih dirasakan tiba-tiba sekali akibat kekalahan Rumawi di Hims. Dan apa yang disinggung oleh para sejarawan mengenai pergolakan di Halab, Hamat, Antakiah dan kota-kota lain telah memaksa Khalid dan Iyad bin Ganm serta pasukan Muslimin yang lain untuk membungkamnya. Waqidi menyebutkan bahwa Halab telah mengadakan perlawanan sengit dan bahwa Khalid bin Walid baru dapat mengatasinya sesudah diadakan pengepungan yang cukup lama.
Sesudah pemberontakan di utara Syam mereda, pasukan Muslimin menyeberang terus ke Armenia, seperti yang pernah mereka lakukan dulu setelah Khalid bin Walid menyerbu Mar'asy, Syimsyat dan tempat-tempat lain. Sesudah itu ia kembali ke Syam seperti yang pernah dulu dilakukan untuk pertama kalinya. Terjadi demikian karena tak lama sesudah Iyad bin Ganm selesai tugasnya di Jazirah, ia berangkat ke arah Armenia memperkuat batas-batas pasukan Muslimin dan sekaligus menanamkan rasa gentar dalam hati musuh. Dari utara Syam itulah Khalid bin Walid berangkat ke kawasan itu sampai di Amid dan Ruha. Dalam perjalanannya itu ia sempat membebaskan beberapa tempat dan memperoleh pula rampasan perang, yang sekaligus untuk menanamkan rasa gentar di hati orang.5 Sesudah itu ia kembali ke Kinnasrin dengan membawa rampasan perang dalam jumlah sangat besar. Oleh karena itu banyak orang dari sana sini yang datang kepadanya meminta bantuan berupa hadiah dan ia pun cukup bermurah hati kepada mereka. AlAsy'as bin Qais, adalah salah seorang yang datang kepadanya meminta bantuan, dan ia mendapat sepuluh ribu dirham.
Please direct any suggestion to Media Team