|
12. Umar di Baitulmukadas (Bait al-Muqaddas)
(3/3)
Toleransi Umar terhadap penduduk
Yerusalem
Mengenai hubungan sosial Umar dengan pihak Nasrani
yang sudah saya kemukakan, rasanya tak perlu saya menyangkal
apa yang dikira sebagian orang bahwa dalam persetujuan
Baitulmukadas itu ia mencantumkan suatu ketentuan dengan
pihak Nasrani bahwa umat Islam tidak boleh dilarang memasuki
gereja-gereja mereka, di waktu malam atau siang; bahwa
jangan membicarakan agama mereka atau berusaha meyakinkan
pihak lain untuk menganutnya; bahwa mereka tidak boleh
memakai pakaian Muslim; bahwa mereka tidak boleh berbicara
dalam bahasa Arab sebagai bahasa pemenang dan menggunakan
nama-nama seperti nama-nama mereka; bahwa tidak boleh
menunggang kuda dan membawa senjata, dan harus berhenti jika
seorang Muslim lewat di depan mereka. Jika ada seorang
Muslim datang mereka harus berdiri sampai ia duduk; bahwa
tidak boleh menjual minuman keras, menaikkan salib di atas
gereja-gereja mereka dan tak boleh membunyikan lonceng; tak
boleh mengambil seorang pembantu yang masih bekerja pada
seorang Muslim.
Semua itu dan yang semacamnya tak ada yang sesuai
dengan sikap Umar terhadap Gereja Anastasis dan Gereja
Buaian di atas. Juga tak ada yang sesuai dengan segala yang
telah diperlihatkan oleh Severinus dan semua warga Aelia
yang begitu gembira menerima persetujuan Umar itu. Sikapnya
terhadap kedua gereja itu serta penerimaan Uskup Agung dan
pembesar-pembesar kota di samping sambutan mereka kepadanya
secara terinci semua itu sudah diuraikan oleh
sejarawansejarawan Kristen dahulu. Sungguhpun begitu
di dalam kitab-kitab lama yang ditulis oleh
sejarawan-sejarawan Arab hal itu tak seberapa disinggung.
Tetapi semua tuduhan yang dialamatkan kepada Umar itu
dilancarkan oleh propagandis-propagandis yang membela
penyerbuan kaum salib atas Palestina. Propaganda mereka yang
didorong oleh nafsu yang sengaja dialamatkan kepada Umar
dalam abad-abad belakangan itu, karena kebijakan
pemerintahan yang tidak terpuji atau karena timbulnya
gejala-gejala fanatisme.
Faktor-faktor kemunduran yang kemudian menggerogoti
tubuh kedaulatan Islam ini telah menjerumuskannya ke dalam
tindakan-tindakan yang tidak terpuji dalam kebijaksanaannya.
Di antara kaum Muslimin dan mereka yang menamakan diri
demikian pada zaman akhir-akhir ini ada yang begitu fanatik
dan menganjurkan orang pada fanatisme. Tetapi Umar tak ada
hubungannya dengan semua itu. Dia sangat agung. Untuk apa
bersikap demikian, Allah telah membukakan semua pintu dunia
buat dia. Orang masuk Islam berbondong-bondong, tanpa
dipaksa, tanpa kekerasan, sementara pasukan-pasukan kedua
imperium Persia dan Rumawi tak mampu bertahan lagi selain
hanya mundur lalu melarikan diri. Andaikata Umar bukan
seorang politikus yang berpandangan tajam dan jauh ke depan,
niscaya nalurinya pun sudah akan mcngantakannya kepada yang
baik dalam arti hubungan sosial dengan mereka yang telah
membukakan pintu kota-kota itu lebar-lebar dan menyerahkan
segala kekuasaan mereka. Bagaimana pendapat kita tentang dia
sebagai orang yang begitu tinggi nalurinya dalam politik.
Kemenangannya itu tidak akan membuatnya lupa untuk bersikap
hati-hal atau sebaliknya akan mendorongnya menjadi sombong
dan congkak. Ketegasannya juga tidak akan membuatnya lupa
bahwa keadilan dan kasih sayang adalah yang paling besar
pengaruhnya dalam hati bangsa-bangsa atau umat yang
diperintah yang selama itu tetap dipertahankannya. Ia tak
sampai bertangan besi karena didorong oleh keangkuhan. Itu
sebabnya para sejarawan Kristen yang obyektif sependapat;
mereka sangat memuji keadilan Umar, toleransi dan rasa kasih
sayangnya. Betapa kagum dan hormat mereka terhadap sikapnya
di Baitulmukadas serta kejujurannya dalam membuat
persetujuan dengan penguasa setempat.
Keobyektifan mereka tidak berubah seperti yang
disebutkan bahw suatu hari Umar berpidato di hadapan kaum
Muslimin di Baitul mukadas, dan dalam pidatonya itu ia
mengutip firman Allah: Barangsiapa mendapat petunjuk Allah,
itulah petunjuk yang benar; tetapi barang siapa dibiarkan
tersesat, maka tak ada pelindung dan pem bimbing baginya ke
jalan yang benar. (Qur'an, 18:17). Seorang pendeta Nasrani
yang juga hadir ketika itu berdiri dan berkata: Allah tidak
akan menyesatkan siapa pun. Setelah diulangnya kata-kata
itu, Umar berkata kepada orang-orang di sekitarnya:
"Perhatikan, kalau dia masih mengulang kata-katanya,
penggallah lehernya." Dengan peringatan ini pendeta tersebut
diam. Mereka yang memang bersikap obyektif dan jujur itu
tetap sepakat, bahwa bukan karena sumber itu tak mempunyai
dasar yang kuat, tetapi andaikata itu pun benar tidaklah
akan merusak sikap toleransi dan keadilan Umar. Ketika itu
Umar bukan sedang dalam status perdebatan ideologis dengan
pendeta tersebut, melainkan sebagai orang yang sedang
berpidato mengingatkan umat Islam tentang keimanan dan
jangan saling berbantah, tiba-tiba pendeta itu memotong
pidatonya dan mengulanginya lagi - suatu pelanggaran
terhadap tata tertib yang dapat menimbulkan dugaan bahwa
pelakunya sengaja hendak merusak kewibawaan Amirulmukminin.
Oleh karena itu tak lebih Umar hanya memberi peringatan.
Sesudah pendeta itu diam dan tidak lagi mengadakan
interupsi, Umar pun meneruskan pidatonya sampai selesai.
Sampai waktu salat tiba dan Umar mengimaminya, tak ada orang
yang mengganggu pcndcta itu.
Andaikala cerita mengenai pendeta tersebut benar,
tentu dapat kita pakai sebagai argumen baru mengenai
pengaruh sekte-sekte dan gologan-golongan dalam kehidupan
sehari-hari umumnya dalam tubuh Kristen waktu itu. Tak ada
orang Kristen yang marah atas peringatan Umar itu, tidak
pula tampak ada tanda fanatik atau merasa tertekan. Soalnya,
karena sekte-sekte yang banyak itu memang membuat mereka
hidup bernafsi-nafsi. Mereka menganggap interupsi pendeta
itu bertentangan dengan adat lembaga yang tak perlu fanatik
terhadap suatu keyakinan yang sudah diakui. Sebaliknya pihak
Muslimin, mereka tetap berlapang dada terhadap
penganut-penganut semua sekte, tanpa mencampuri atau marah
karenanya.
Tetapi toleransi itu tidak berarti akan membiarkan
Baitulmukadas untuk orang-orang Kristen, dan kaum Muslimin
dalam arti agama tidak mendapat tempat di situ.
Baitulmukadas adalah kiblat umat Islam yang pertama, dan ke
Masjidilaksa itu pula Allah memperjalankan hamba-Nya.
Kesuciannya bagi Umar tidak kurang dari kesuciannya bagi
umat Nasrani. Di samping itu setiap Muslim memasuki suatu
tempat, mereka harus membangun sebuah mesjid. Sudah kita
sebutkan bahwa Umar pernah menolak ajakan Severinus untuk
mengadakan salat di Gereja Anastasis, dan ia salat di dekat
Batu Yakub di reruntuhan Kuil. Di tempat ini ia membangun
sebuah mesjid yang sangat sederhana seperti mesjid yang
dibangun Nabi di Medinah setibanya di sana. Ibn Kasir
menyebutkan bahwa Umar meminta pendapat Ka'bul Ahbar, di
tempat dimana ia salat. Ka'b al-Ahbar ini orang Yahudi yang
sudah masuk Islam. Ia berkata kepada Umar: Kalau Anda mau
menerima saran saya, sebaiknya Anda salat di belakang Batu
itu, maka seluruh Quds di depan Anda. Tetapi Umar berkata:
Anda sudah meniru ajaran Yahudi. Tidak! Saya akan salat di
tempat Rasulullah Sallalliihu 'alaihi wa sallam dulu salat.
Tetapi menurut sumber Tabari, ketika Umar bertanya kepada
Ka'b: Menurut pendapat Anda di mana sebaiknya kita
mendirikan musala? Dijawab oleh Ka'b: Menghadap ke Batu itu.
Tetapi kata Umar: Ka'b, Anda sudah meniru ajaran Yahudi.
Saya sudah melihat Anda dan cara Anda membuka alas kaki.
Tidak! Akan kita buat kiblat itu bagian depan, seperti
dilakukan oleh Rasulullah, kiblat mesjid-mesjid kita di
depan. Kita tidak diperintahkan menghadap ke Batu, tetapi
perintah itu menghadap ke Ka'bah. Kemudian Umar mendirikan
mesjid itu bagian depannya menghadap ke Ka'bah, bukan ke
Batu Yakub.
Umar mengalihkan kiblat ke Ka'bah dan bukan ke Batu
yang ada di depannya, karena Ka'bah merupakan kiblat umat
Islam seperti di sebutkan di dalam Qur'an, namun ia tidak
mengurangi pentingnya Batu itu karena di situlah terjadinya
Isra' seperti diterangkan dalam hadis Rasulullah. Karena
dilihatnya begitu penting, sehingga ketika ia melihat di
atasnya ada timbunan sampah yang dilemparkan oleh pihak
Rumawi ia berkata kepada sahabat-sahabatnya: Kerjakanlah
seperti yang saya lakukan. Kemudian ia berlutut di bawahnya
dan sampah-sampah itu diangkatnya sendiri lalu
dilemparkannya jauh-jauh. Sahabat-sahabatnya juga ikut
bekerja seperti dia. Demikian mereka bekerja terus di atas
Batu itu sampai semua di atasnya dapat dibersihkan. Sejak
itu Batu tersebut tetap terpelihara di bawah pengawasan kaum
Muslimin sampai pada masa Abdul-Malik bin Marwan. Dialah
yang kemudian memasang kubah di atasnya, dikerjakan dengan
begitu teliti sehingga tampak sangat mengagumkan sekali,
menjadi lambang bangunan yang sungguh indah, sehingga dapat
mengalahkan bangunan Masjidilaksa dan Masjidilharam, bahkan
mengalahkan semua mesjid yang pernah dibangun. Abdul-Malik
memang sangat menyukai bangunan Bizantium karena ia pernah
tinggal di Damsyik, di tengah-tengah gereja-gereja Nasrani
dan segala peninggalan kunonya. Karenanya, mesjid-mesjid
yang dibangunnya itu sangat menarik dan sedap dipandang.
Kembali ke Medinah
Tujuan Umar berkunjung ke Baitulmukadas selesai
sudah. Ia kembali ke Medinah dengan mengambil jalan semula
seperti ketika datang. Sesampainya di Jabiah ia masih
tinggal lagi selama beberapa hari, kemudian berangkat
meninggalkan kota itu dengan menunggang kuda nya. Segala
yang dikerjakan Umar di Palestina beritanya sudah diterima
oleh Ali dan kaum Muslimin yang lain. Ia disambut di luar
kota Medinah dengan sangat meriah. Tentu saja, Syam dan Irak
sekarang sudah bersih! Tentu saja, Umarlah yang pertama
mengadakan perjalanan serupa itu, sejak Allah mengutus
Rasul-Nya menyampaikan dakwah agama kepada umat manusia di
segenap penjuru dunia!
Tetapi, puaskah Umar atas segala yang telah dibukakan
Allah kepada nya itu lalu ia berusaha menyusun
pemerintahannya dan memperkuat persatuan? Memang itulah
cita-citanya. Itu sebabnya ia mengharapkan sekali sekiranya
antara dia dengan pihak Persia ada sebuah gunung dari api
yang dapat memisahkan keduanya. Ingin sekali ia sekiranya
ada sebuah penyekat yang akan dapat menjauhkan keduanya
masing-masing. Tetapi kehendak takdir lebih kuat daripada
kehendaknya. Sudah termaktub kiranya bahwa Khalid dan Abu
Ubaidah telah mampu menumpas pemberontakan di Syam, dan Umar
pun sudah pula dapat membebaskan beberapa kerajaan
sebagaimana mestinya. Sekarang kita tinggalkan
Amirulmukminin di Medinah menyelesaikan segala urusan
pemerintahannya, dan kita kembali ke Syam untuk melihat
bagaimana ketentuan Allah terjadi di sana!
Catatan Kaki:
- Nama ini terdapat dalam buku Tabari dan mereka
mengutipnya bahwa namanya Artabu. Sebagian sejarawan
menambahkannya lagi dengan kata sandang lalu berbunyi
al-Artabun. Alfred Butler membenarkan nama ini dalam
bukunya [Fathul Arab li Misr] bahwa namanya
memang Artabun. Nama ini disebutkan juga dalam beberapa
buku dan sebagian kitab suci seperti yang kita sebutkan
dalam teks, yaitu Artabun. Beberapa peneliti berpendapat
bahwa ejaan Atrabun lebih tepat daripada Artabun dan
Aritabun, dan bahwa itu bukan nama seorang jenderal
Rumawi di Yerusalem, tetapi gelar seorang jenderal besar
Rumawi dalam kedudukannya sesudah Heraklius. Nama ini
diarabkan dari kata Latin Tribunus. Kita dapat mendukung
pendapat ini. Karenanya dalam teks kita catat ejaan itu
dengan Atrabun.
- Ailea. Baitulmukadas. Ramlah baru dibangun dalam abad
ke-8 M. di dekat sebuah desa yang ketika itu disebut
Rama, yang kemudian lenyap. Kalangan sejarawan Arab lebih
suka menyebutnya dengan nama ar-Ramlah yang bertahan
sampai sekarang. supaya tidak membingungkan pembaca.
- Dalam literatur lama dikenal dengan nama Caesarea
Palestinae. sebuah kota lama yang sekarang bernama
Kaisariah, selatan Haifa, Israel Utara. - Pnj.
- Demikian sumber itu menurut Tabari, Ibn Asir dan Ibn
Kasir. Ibn Khaldun menyebutkan bahwa Muawiah
mengepung Kaisariah tetapi tidak menyebutkan bahwa dia
membebaskannya. Menurut orientalis Muir bahwa pasukan
Muslimin sudah menaklukkan seluruh Palestina kecuali
Kaisariah. Beberapa sumber berpendapat bahwa Kaisariah
tetap terkepung selama tujuh tahun. Barangkali
pembebasannya berulang kali, kemudian direbut kembali
oleh pihak Rumawi dari arah laut. Bagaimanapun juga.
dengan pengepungan itu bala bantuan kepada Atrabun dari
jalan itu sudah tertutup.
- Ada sebuah sumber yang dilansir oleh Tabari dan yang
lain, bahwa Atrabun tertawa ketika membaca surat Amr yang
mengatakan: Dialah yang akan membebaskan kota ini.
Stafnya menanyakan dari mana ia tahu bahwa Amr bukan
orang yang menguasai Aelia. Ia menjawab bahwa orangnya
bernama Umar dengan tiga huruf, dan bahwa itu terdapat
dalam Kitab Taurat, dan bahwa dalam Kitab itu sifat Umar
sudah dilukiskan, yang tak syak lagi Yerusalem akan
berpindah ke tangan Muslimin. Sebagian mereka yang
menyeebutkan sumber ini menambahkan bahwa tak lama
setelah Atrabun mengetahui hal itu ia menarik angkatan
bersenjatanya ke Mesir dengan meninggalkan Uskup
Severinus untuk memecahkan sendiri masalah itu dengan
pihak Muslimin.
- Tabari, Ibn Asir dan yang lain mengatakan bahwa Umar
berangkat dari Medinah ke Jabiah dengan menggunakan kuda.
Waqidi dan orang-orang yang sependapat dengan dia
mengatakan bahwa dia menggunakan untanya sendiri dengan
membawa dua buah karung, masing-masing berisi tepung
gandum dan kurma; sebuah kirbat di depannya berisi air
penuh dan sebuah bokor tempat makanan di belakangnya. Ia
pergi dengan beberapa orang sahabat. Pagi hari ia
menghidangkan bokor itu kepada mereka dan makan
bersama-sama. Ia mengajarkan Muslimin yang dilaluinya dan
melarang mereka melakukan sesuatu yang melanggar agama
yang pernah mereka lakukan karena tidak tahu. Sesudah
mendekati Syam, mereka melihat sebuah pasukan berkuda
yang dikirim oleh Abu Ubaidah untuk membawakan berita
kepadanya tentang Umar dan kedatangannya. Umar bermaksud
memasuki Baitulmukadas dengan mengenakan pakaian dari wol
yang sudah ditambal dengan empat belas tambalan di
antaranya dengan kulit hewan. Sahabat-sahabatnya berkata
kepadanya: Sebaiknya Anda mengganti unta itu dengan kuda
dan memakai pakaian putih. Saran itu diterimanya dan
mengenakan sehelai selendang kecil dari kain linen di
pundaknya yang disodorkan oleh Abu Ubaidah. dan seekor
kuda beban disiapkan untuk dinaiki. Begitu
dilihatnya kuda itu jalannya meligas dan berlagak ia
turun dan katanya kepada sahabat-sahabatnya: Hapuskan
kesalahanku semoga Allah menghapuskan kesalahan kalian di
hari kiamat. Pemimpin kalian hampir binasa karena
kemasukan rasa ujub dan sombong dalam hatinya. Kemudian
dilepasnya apa yang sudah dipakainya itu dan ia kembali
mengenakan pakaiannya yang bertambal-tambal. Dengan
mengacu kepada Abu al-Galiyah ad-Dimasyiqi Ibn Kasir
melukiskan perjalanan itu sebagai berikut: Umar bin
Khattab datang ke Jabiah melalui jalan Aelia dengan naik
seekor unta kelabu, dan membiarkan kepalanya yang botak
di bawah terik matahari, tidak mengenakan topi ataupun
serban. Kedua kakinya bergetar di kedua sisi unta itu
tanpa sanggurdi. Alas duduknya pakaian bulu tebal yang
kasar ketika berkendaraan dan kain bulu tebal itu juga
sebagai lapik jika turun. Tempat barang-barangnya kain
baju bergaris-garis hitam dan putih diisi dengan sabut.
Itulah tempat barangnya jika di alas kendaraan dan itu
pula yang dijadikan bantal jika turun. Ia mengenakan baju
kamis (gamis, kemeja) tebal terbuat dari kapas
bergaris-garis yang sisinya sudah sobek. Lalu katanya:
Panggilkan kepala rombongan itu. Lalu al-Jalumas
dipanggil. Cucikan kamisku ini dan jahitkanlah yang
sobek. Pinjami aku sehelai baju atau kamis. Lalu
dibawakan kamis dari linen. Apa ini?
tanyanya. Ini linen, kata mereka. Linen itu
apa? Dibukanya bajunya lalu dicuci dan ditambal
kemudian diberikan kepadanya. Baju yang dari mereka
dilepaskan dan ia mengenakan bajunya sendiri. Kata Jaluma
kepadanya: Anda Raja Arab; tidak pantas ada unta di kota
ini. Kalau Anda memakai selain ini dan naik kuda akan
tampak besar di mata orang Rumawi. Tetapi ia menjawab:
Allah telah memberi kemuliaan kepada kita dengan Islam.
Kita tidak meminta ganti yang lain tanpa karunia Allah.
Ketika dibawakan seekor kuda beban dan di atasnya
dihamparkan karpet tanpa pelana dan sanggurdi lalu ia
menaikinya ia berkata: Tahan, tahan. Saya kira sebelum
ini ada orang yang menunggang setan! Kemudian didatangkan
untanya dan dinaikinya.
- Ibn Kasir menambahkan sebuah sumber dari Tariq bin
Syihab dengan mengatakan: Sesudah Umar menuju Syam,
ia terhalang oleh arungan sungai. Ia turun dari untanya,
dibukanya alas kakinya, ditentengnya dengan tangannya dan
ia menyeberangi sungai itu dengan membawa untanya. Kata
Abu Ubaidah kepadanya: Hari ini Anda telah
melakukan sesuatu yang luar biasa untuk penduduk di sini.
Anda telah melakukan begini dan begini. Umar
memukul dada Abu Ubaidah seraya berkata: Atau orang
lain mengatakan itu, Abu Ubaidah! Kalian dulu adalah
manusia yang paling kerdil, hina dan miskin. Maka Allah
telah memuliakan kalian dengan Islam. Betapapun kalian
mengharapkan kemuliaan tanpa Islam Allah akan menghinakan
kalian!
- Yalmaq, jamak yalamiqah, bahasa Persia:
pakaian luar (LA). - Pnj.
- Beberapa sumber menyebutkan bahwa kedua mereka ikut
bersama dia memasuki Bailulmukadas. Baru kemudianlah
mereka pergi ke tempat tugas mereka masing-masing sesudah
Umar kembali ke Medinah. Tetapi sumber yang kita kutip di
sini lebih masyhur.
- Ada juga sumber yang menyebutkan bahwa ia salat di
ambang pintu Gereja Konstantin, kemudian berpesan kepada
kaum Nasrani agar jangan ada kaum Muslimin yang salat di
ambang pintu-pintu gereja.
|