|
12. Umar di Baitulmukadas (Bait al-Muqaddas)
(2/3)
Pengepungan Baitulmukadas dan komandan
yang memimpinnya
Tinggal lagi sumber yang mengatakan bahwa Amr bin As-lah
yang mengepung Baitulmukadas, dan bahwa pengepungannya
memakan waktu lama serta mendapat perlawanan yang sengit
sekali. Inilah cerita yang dapat diterima menurut hemat
kita, karena sesuai dengan perlawanan Baitulmukadas terhadap
siapa saja yang datang menyerangnya sejak dahulu, dan karena
Amr bin As tidak kalah kepandaian dan kemampuannya dengan
Abu Ubaidah dalam memimpin, misalnya kemampuannya dalam
membebaskan Mesir, benteng pertahanan Rumawi yang terkuat.
Barangkali kita masih ingat ketika Abu Bakr mengerahkan
pasukannya untuk menyerang Syam, ia bermaksud mengangkatnya
sebagai komandannya, dan Umar bin Khattab ketika itu berkata
kepadanya: Kalau sekali ini bukan Anda yang memegang
pimpinan, insya Allah tidak lama lagi Andalah yang akan
memegang pimpinan teratas. Dan sebelum itu dia memang
sudah memimpin pasukan yang dipercayakan Abu Bakr kepadanya
untuk menumpas suku Qudaah yang murtad. Orang semacam
dia, dengan segala kelihaiannya dalam perang dan damai, dan
tak ada orang yang lebih terkenal dari dia dalam hal ini, di
samping sebagai komandan yang memimpin angkatan bersenjata
Muslimin di Palestina dan yang membebaskannya - sudah tentu
dialah yang merencanakan pengepungan Baitulmukadas, dan dia
pula yang melaksanakan dan yang melangsungkan perundingan
damai dengan penguasa di sana.
Pengepungan itu cukup lama dan perlawanan kota pun makin
gigih sehingga Amr menulis surat kepada Umar meminta bala
bantuan dengan mengatakan: ... Saya sedang bergulat
dengan perang yang sungguh sulit untuk diterobos, dengan
kota-kota yang banyak mempunyai persediaan. Sangat
mengharapkan pendapat Anda. Dalam suatu sumber Tabari
mengatakan, bahwa pihak Aelia dulu telah membuat Umar
sedih maka dibuatnya juga mereka demikian. Ia tidak kuat
menghadapinya dan menghadapi Ramlah. Oleh karena itu
Khalifah mengirimkan bala bantuan dengan sebuah pasukan
besar untuk memperkuatnya dan mampu menghadapi mereka.
Adakah juga Umar berangkat dari Medinah bersama pasukan
ini, ataukah tetap tinggal di Medinah hingga para penguasa
Baitulmukadas berunding dengan Amr mengenai perdamaian dan
berakhir dengan kesepakatan penyerahan kota asal Khalifah
sendiri yang datang membuat perjanjian itu? Menurut beberapa
sumber yang masyhur, bahwa Umar baru meninggalkan Medinah
setelah tercapai persetujuan damai dengan pihak Aelia. Itu
sebabnya kemudian ia berangkat dalam sebuah rombongan kecil
saja. Ada juga beberapa sumber menyebutkan yang ber- lawanan
dengan sumber yang sudah masyhur itu. Sumber dari Adi bin
Sahal mengatakan: Sesudah pihak Syam meminta bala
bantuan dari Umar dalam menghadapi pihak Palestina, pimpinan
diserahkannya kepada Ali dan dia pergi memberikan bala
bantuan kepada mereka. Maka Ali berkata: Akan pergi ke mana?
Anda mau menghadapi musuh seekor anjing. Dalam sebuah
sumber menurut Ibn Kasir bahwa Umar pergi ke Palestina
menyelesaikan perjanjian damai dengan pihak Aelia, dan dia
pergi dengan sebuah pasukan ke sana, dan menyerahkan
pimpinan Medinah kepada Ali bin Abi Talib. Anehnya
bahwa tak ada tujuan lain Umar berangkat dengan pasukannya
selain untuk menyelesaikan perundingan damai dan membuat
perjanjian. Dan yang aneh lagi, bahwa pihak Baitulmukadas
meminta kedatangan Umar dari Medinah hanya untuk membuat
perjanjian, padahal mereka tahu jarak itu dalam
perjalanan terus-menerus dengan kafilah memakan waktu tiga
minggu. Oleh karena itu saya cenderung berpendapat bahwa
Umar sudah tidak sabar lagi dengan pengepungan yang begitu
lama itu dan Amr menulis surat kepadanya mengenai kekuatan
musuh, dan Umar mengirimkan bala bantuan. Setelah ada
permintaan bala bantuan, baru ia berangkat bersama bala
bantuan itu hingga sampai di al-Jabiah - antara pedalaman
Syam dengan Yordania - sementara itu Abu Ubaidah dan Khalid
bin Walid sudah selesai menaklukkan Syam. Kedua mereka
dipanggil ke Jabiah untuk diajak bermusyawarah bersama-sama
dengan pemimpin-pemimpin pasukan Muslimin yang lain dalam
mencari cara-cara terbaik menumpas perlawanan kota yang
sudah terkepung itu.
Atrabun dan Severinus mengetahui kedatangan Umar, juga
mereka tahu bencana yang telah menimpa pasukan Rumawi di
tangan Abu Ubaidah dan Khalid. Mereka sudah memperkirakan
kota itu tak akan dapat bertahan lebih lama lagi. Maka
dengan diam-diam Atrabun menarik angkatan bersenjatanya ke
Mesir. Sesudah Uskup tua itu yakin akan keselamatannya, ia
memimpin perundingan dengan pihak Muslimin mengenai
penyerahan kota itu. Mengetahui bahwa Amirulmukminin sudah
berada di Jabiah, ia sudah menetapkan akan datang sendiri
untuk membuat perjanjian itu. Melihat jarak antara Jabiah
dengan Baitulmukadas, tidak akan sulit memenuhi permintaan
Severinus itu.
Inilah yang dapat saya terima, dan sesuai dengan jalannya
sejarah sekitar peristiwa-peristiwa penyerbuan ke Syam dan
Palestina itu. Sumber yang masyhur tidak akan keberatan dan
tidak akan menolak kendatipun terdapat perbedaan bahwa
kepergian Umar dari Medinah sesudah ada permintaan damai
dari pihak Baitulmukadas, asal Khalifah sendiri yang akan
bertindak. Pihak-pihak yang mengemukakan sumber ini masih
berbeda pendapat di antara sesama mereka mengenai siapa yang
diutus menyampaikan permintaan pihak Aelia supaya Umar yang
melaksanakan perjanjian itu: Abu Ubaidah atau Amr bin As.
Begitu juga mengenai tahun selesainya kota itu dibebaskan
masih terdapat perbedaan. Saya tidak bermaksud mendiskusikan
pendapat-pendapat mereka itu dengan tujuan mengadakan
penelitian sesudah saya kemukakan kecenderungan saya sekitar
adanya perbedaan itu, tetapi di sini saya hanya mencatat
saja sumber yang masyhur mengenai perjalanan Umar dari
Medinah ke Aelia.
Kesimpulan sumber itu bahwa setelah Umar menerima surat
permintaan pergi ke Palestina ia bermusyawarah dengan jamaah
Muslimin di Masjid dengan membacakan surat itu kepada
mereka. Usma bin Affan berpendapat, sebaiknya Umar jangan
meninggalkan Medinah. Kalau Anda tinggal di sini dan
tidak pergi ke sana. mereka akan berpendapat Anda menganggap
mereka enteng dan Anda siap memerangi mereka. Tak lama lagi
mereka akan tunduk dan akan membayar jizyah. Tetapi
Ali bin Abi Talib tidak sependapat dengan Usman. Ia
menyarankan lebih baik Umar berangkat ke Aelia. Pasukan
Muslimin sudah bersusah payah menghadapi udara dingin,
perang dan sudah lama meninggalkan kampung halaman. Kalau
Anda datang menemui mereka, kedatangan Anda dan pasukan
Muslimin akan merasa aman, akan merasa sejuk. Semua ini akan
membawa perdamaian dan kemenangan. Saya tidak yakin mereka
akan merasa kecewa terhadap Anda dan terhadap persetujuan
itu, lalu akan bertahan dengan benteng-benteng mereka dan
akan meminta bala bantuan dari kota dan dari kaum penindas
mereka itu, apalagi Baitulmukadas bagi mereka sangat agung
dan tempat ziarah mereka. Umar lebih cenderung pada
pendapat Ali, dan itu yang diterimanya. Dimintanya orang
yang akan berangkat bersama dia segera bersiap-siap, dan ia
menyerahkan urusan Medinah di tangan Ali.
Perjalanan Umar dari Medinah ke
Jabiah
Umar berangkat dari Medinah dan berhenti sampai di
Jabiah.6 Kepada para komandan pasukan ia menulis
surat agar mereka menemuinya pada hari yang disebutkan
kepada mereka dan supaya ada yang menggantikan tugas mereka.
Sesudah mereka mengetahui kedatangannya, mereka berangkat
akan menemuinya, didahului oleh Yazid bin Abi Sufyan,
kemudian Abu Ubaidah, setelah itu Khalid bin Walid memimpin
pasukan dalam barisan yang sungguh memukau. Umar melihat
mereka datang menyongsong dengan mengenakan pakaian sutera.
Umar mendidih darahnya begitu melihat mereka itu. Ia turun
dari kudanya dan mengambil batu dan dilemparkan kepada
mereka dan berteriak dengan nada marah: Cepat! Saya
tidak ingin melihat kalian!
Untuk menyambut saya kalian berpakaian begini! Kalian
sudah kenyang dalam dua tahun ini: Demi Allah, kalau kalian
lakukan ini untuk dua ratus orang pasti saya ganti kalian
dengan yang lain. Para pimpinan pasukan itu meminta
maaf sambil berkata: Amirulmukminin, itu adalah
pakaian luar7 karena kami membawa senjata.
Setelah Umar melihat senjata yang mereka bawa, tampak
kemarahannya agak reda. Ya, tidak apa, katanya.
Ia meneruskan perjalanan sampai di Jabiah, diikuti oleh
rombongan itu.
Sementara ia bermarkas di Jabiah itu mereka segera
bersiap-siap dengan senjata ketika melihat sebuah pasukan
berkuda datang dengan pedang di tangan para kesatrianya.
Melihat mereka Umar hanya tersenyum. Berikan
perlindungan kepada mereka. Jangan merasa khawatir, beri
mereka keamanan. Mereka para utusan Severinus, Uskup Agung
Baitulmukadas datang akan mengajak damai dengan
Amirulmukminin.
Isi perjanjian Umar dengan pihak
gereja
Umar membuat perjanjian dengan mereka atas dasar
perjanjian Damsyik. Bahkan perjanjian damai itu lebih
longgar. Mereka membuat perjanjian tertulis yang oleh Tabari
dikutip sebagai berikut:
Bismillahir-rahmanir-rahim. Inilah jaminan yang
telah diberikan oleh hamba Allah Umar Amirulmukminin kepada
pihak Aelia: Jaminan keselamatan untuk jiwa dan harta
mereka, untuk gereja-gereja dan salib-salib mereka, bagi
yang sakit dan yang sehat dan bagi kelompok agama yang lain.
Gereja-gereja mereka tak boleh ditempati atau dirobohkan,
tak boleh ada yang dikurangi apa pun dari dalamnya atau yang
berada dalam lingkungannya, baik salib mereka atau harta
benda apa pun milik mereka. Mereka tak boleh dipaksa dalam
hal agama mereka atau mengganggu siapa pun dari mereka. Tak
boleh ada orang Yahudi yang tinggal bersama mereka di Aelia.
Penduduk Aelia harus membayar jizyah seperti yang dilakukan
oleh penduduk Madain. Mereka harus mengeluarkan
orang-orang Rumawi dan pencuri-pencuri. Mereka yang keluar
akan dijamin jiwa dan hartanya hingga sampai ke tempat
tujuan mereka yang aman. Barang siapa ada yang tinggal di
antara mereka, keamanan mereka tetap dijamin, dan kewajiban
mereka membayar jizyah sama dengan kewajiban penduduk Aelia.
Barang siapa dari penduduk Aelia yang ingin pergi atas
tanggungan sendiri dan hartanya sendiri bersama pihak Rumawi
dan meninggalkan rumah-rumah ibadah mereka dan salib-salib
mereka, maka mereka yang bertanggung jawab atas diri mereka,
rumah-rumah ibadah dan salib-salib mereka untuk sampai ke
tempat tujuan yang aman. Bagi penduduk yang ada di tempat
itu, barang siapa ingin tetap tinggal, maka mereka
berkewajiban membayar jizyah seperti penduduk Aelia. Barang
siapa mau pergi bersama pihak Rumawi bolehlah mereka pergi,
dan barang siapa mau kembali kepada keluarganya kembalilah.
Tak boleh ada yang diambil dari mereka sebelum mereka
selesai memetik hasil panennya. Segala apa yang ada dalam
surat perjanjian ini, merupakan janji dengan Allah, dengan
jaminan Rasul-Nya, para khalifah dan jaminan orang-orang
beriman, kalau mereka sudah membayar jizyah yang menjadi
kewajiban mereka. Umar menutup surat perjanjian itu
dengan tanda tangannya, disaksikan oleh Khalid bin Walid,
Amr bin As, Abdur-Rahman bin Auf dan Muawiah bin Abi
Sufyan.
Utusan Severinus itu kembali dengan membawa surat
tersebut ke Yerusalem. Uskup itu sangat gembira dengan hasil
perjanjian itu, demikian juga semua penduduk kota. Bagaimana
mereka tidak akan gembira, pihak Muslimin mengakui
keberadaan mereka, memberikan jaminan keamanan atas harta,
jiwa dan kepercayaan mereka, tak seorang pun boleh diganggu
karena keyakinan agamanya, tak boleh dipaksa dalam keadaan
apa pun. Mereka sangat gembira karena perjanjian itu
membolehkan siapa pun dari penduduk untuk meninggalkan kota
dan pergi bersama orang-orang Rumawi, dan siapa pun dari
orang-orang Rumawi dan orang-orang asing yang tinggal di
kota itu boleh untuk tetap tinggal dengan aman; tak ada
keharusan apa pun bagi mereka selain jizyah sebagai imbalan
keabsahan dan jaminan keamanan bagi mereka. Alangkah
besarnya perbedaan ini dengan keinginan Heraklius yang
hendak memaksa penduduk kota harus meninggalkan keyakinan
ajaran mereka dan harus mengikuti ajaran negara yang resmi;
barang siapa menolak dipotong hidung dan telinganya, dan
rumahnya harus dirobohkan! Sungguh, perjanjian ini merupakan
zaman baru yang dibukakan oleh Allah bagi umat Nasrani
Yerusalem. Itulah perjanjian yang tak pernah mereka rasakan
dalam sejarah dan yang semacam ini tak pernah ada cita-cita
semacam itu pada mereka.
Berita persetujuan ini tersiar di kalangan penduduk
Ramlah. Mereka berusaha mempelajari karena ingin membuat
perjanjian serupa dengan Amirulmukminin. Begitu juga dengan
yang lain di Palestina. Pihak Lad juga sudah berhasil
membuat perjanjian dengan Umar yang berlaku untuk mereka dan
kota mereka yang kemudian masuk dalam perjanjian itu. Dalam
perjanjian itu kepada pihak Lad Umar memberikan jaminan
keamanan bagi jiwa dan harta mereka, gereja-gereja dan
salib-salib mereka serta bagi mereka yang sakit dan yang
sehat serta kelompok- kelompok sekte mereka yang lain. Tak
ada yang boleh dipaksa dalam soal agama mereka dan tak
seorang pun dari mereka boleh diganggu, mereka hanya harus
membayar jizyah seperti yang dilakukan oleh kota-kota lain
di Syam. Selesai Amirulmukminin mengerjakan semua itu, untuk
Palestina Umar menempatkan orang yang dibagi dua bagian.
Alqamah bin Hakim untuk Ramlah dan sekitarnya, dan Alqamah
bin Mujazziz untuk Aelia dan sekitarnya.
Umar memasuki Yerusalem
Sesudah Umar menyelesaikan perjanjian Palestina, Abu
Ubaidah dan Khalid serta yang datang bersama mereka dari
utara Syam, kembali ke tempat pekerjaan
masing-masing.8 Setelah itu ia akan pergi
Baitulmukadas ditemani oleh Amr bin As dan Syurahbil bin
Hasanah. Tetapi ternyata kaki kudanya belum sembuh. Sebagai
gantinya dibawakan seekor kuda beban. Tetapi waktu berjalan
kuda itu bertingkah dan gentanya bergemerincing. Yang
demikian ini tidak disukai oleh Umar. Ia turun dan menampar
muka kuda itu dengan mantelnya sambil berkata: Jelek
sekali tingkah lakumu yang begitu angkuh ! Ia memang
tak pernah menunggang kuda beban, baik sebelum atau sesudah
itu. Sementara kudanya diistirahatkan, ia masih tinggal
selama beberapa hari lagi. Sesudah itu dinaikinya lagi dalam
perjalanannya memasuki kota Baitulmukadas. Ia disambut oleh
Uskup Agung Severinus dan pembesar-pembesar kota. Ia sangat
ramah terhadap mereka dan akrab. Kata- katanya dalam
pembicaraan itu sangat memikat hati mereka. Segala yang
diberikan kepada mereka berupa jaminan keamanan untuk diri
mereka, keyakinan dan rumah-rumah ibadah mereka, memang
mencerminkan kejujuran di wajahnya. Kecintaan orang ini pada
kebenaran dan keadilan yang mereka lihat jauh sekali jika
dibandingkan dengan masa Kaisar dulu, yang bertangan besi
dan serba menindas. Selesai pertemuan sore itu mereka pulang
untuk kemudian bertemu lagi keesokan harinya. Sesudah
tinggal seorang diri, Umar melakukan salat tanda bersyukur
kepada Allah atas segala karunia yang telah diberikan
kepadanya.
Karunia mana yang lebih besar daripada menjadi seorang
pembebas kota Masjidilaksa dan sebagai pengganti Rasulullah
dalam melakukan salat di tempat itu! Allah telah memberi
karunia kepada hamba dan Rasul-Nya dengan melakukan
perjalanan malam dari Masjidilharam ke Masjidilaksa yang
telah diberi berkah di sekitarnya untuk memperlihatkan
kepadanya tanda-tanda kebesaran-Nya. Sesudah Rasulullah
Sallalliihu alaihi wa sallam tiba di Baitulmukadas, ia
melaksanakan alat di reruntuhan Kuil Sulaiman, mengimami
Nabi Ibrahim, Nabi Isa dan Nabi Musa. Sejak selesainya
mukjizat ini dengan izin Allah Rasulullah tak pernah lagi
pergi ke Palestina dan tidak pula datang ke Masjidilaksa.
Kemudian ia digantikan oleh Abu Bakr, yang juga belum
ditakdirkan Allah berkunjung ke sana. Nasib baik rupanya
telah diberikan kepada Umar. Baitulmukadas telah membukakan
pintunya buat dia. Ia mendapat sambutan sebagai orang yang
beruntung, yang dicintai karena keadilannya, karena
toleransinya serta kecenderungannya hendak memelihara jangan
sampai ada orang yang dipaksa karena keyakinan agamanya.
Baitulmukadas ini yang kemudian menjadi kiblat kaum Muslimin
yang pertama, dan bagi umat Nasrani sebagai makam Almasih
sedang bagi Yahudi sebagai tanah yang dijanjikan. Adakah
karunia yang lebih besar dari ini yang membuat Umar
bersyukur kepada Tuhan? Kalau ia bangun malam sepanjang itu
ia salat. Ia melakukan itu sebagai bagian yang sudah menjadi
kewajibannya. Dan sesudah semua ini, sungguh Tuhanmu Maha
Pengampun, Maha Pengasih. (Quran, 16:110).
Umar menolak salat di gereja dan
alasannya
Keesokan harinya pagi-pagi Severinus datang berkunjung
kepada Umar dan mengajaknya berkeliling kota untuk
memperlihatkan peninggalan-peninggalan kuno di kota itu
serta ke tempat-tempat ziarah umatnya. Alangkah banyaknya
peninggalan-peninggalan kuno di Baitulmukadas. Ini adalah
kota para rasul dan para nabi: ke sana Nabi Musa pergi
bersama orang-orang Israil ketika keluar dari Mesir; di sana
pula cerita penyaliban Almasih, dan di tempat ini didirikan
Kanisat al-Qiyamah (Gereja Anastasis). Orang-orang Kristiani
mengatakan, bahwa jasadnya dimakamkan di tempat ini dan dari
sini ia naik ke langit. Di tempat ini terdapat pula
peninggalan-peninggalan para nabi. seperti mihrab Nabi Daud
dan batu Nabi Yakub, yaitu batu yang disebutkan dalam
kitab-kitab sejarah Nabi bahwa Rasulullah dari sinilah naik
ketika mikraj. Di samping itu masih ada lagi reruntuhan Kuil
Sulaiman yang masih dikenang sebagai seorang raja agung, dan
nabi-nabi yang lain.
Dari peninggalan-peninggalan puing-puing itu banyak juga
terdapat rumah-rumah ibadah orang pagan yang dibangun oleh
penguasa-penguasa Palestina dari pihak. Roma, dan sebelum
itu juga didirikan oleh penguasa-penguasa Palestina dari
pihak. Mesir. Boleh jadi tak. ada yang disembunyikan oleh
Severinus kepada Umar, dan semua yang memang sudah terkenal
mengenai cerita tempat-tempat ibadah itu diceritakannya
kembali kepada Umar, dan yang demikian ini banyak sekali.
Sementara kedua orang ini sedang di Gereja Anastasis, waktu
salat pun tiba. Uskup itu meminta kepada Umar melaksanak.an
salat di tempat itu, karena itu juga rumah Tuhan. Tetapi
Umar menolak dengan alasan di waktu-waktu yang akan datang
khawatir jejaknya diikuti oleh kaum Muslimin, karena mereka
akan menganggap apa yang dikerjakan Umar itu sebagai teladan
yang baik [sunnah mustahabbah]. Kalau mereka sampai
melakukan itu, orang-orang Kristiani akan dikeluarkan dari
gereja mereka dan ini menyalahi perjanjian yang ada. Dengan
alasan yang sama juga ia menolak salat di Gereja Konstantin
di dekat Gereja Anastasis itu. Di ambang pintu Gereja itu
mereka sudah menghamparkan permadani untuk
salat,9 tetapi Umar melakukan salat di tempat
lain di dekat Batu Suci di reruntuhan Kuil Sulaiman. Di
tempat inilah kaum Muslimin kemudian mendirikan mesjid yang
mewah, yaitu Masjidilaksa [al-Masjid al-Aqsa]. Pada
masa Umar mesjid yang didirikan itu sangat sederhana,
seperti Masjid Nabawi di Medinah ketika dulu dibangun.
Beberapa orientalis berpendapat, bahwa Umar menolak salat
di Gereja Anastasis itu karena di dalamnya ada gambar-gambar
dan patung-patung, dan dia mengemukakan alasan seperti yang
sudah kita sebutkan tadi dengan menyembunyikan sebab yang
sebenarnya, dan untuk menjaga jangan sampai menyinggung
perasaan Uskup Agung yang sudah tua itu. Sudah tentu
penafsiran ini tidak benar untuk suatu peristiwa sejarah
yang begitu penting dalam hubungan antaragama yang beraneka
macam di berbagai tempat di dunia ini. Bukti ketidakbenaran
ini, bahwa sesudah itu Umar pun datang mengunjungi Kanisat
al-Mahd (Church of the Nativity) atau Gereja Buaian di
Bethlehem, diantar oleh Severinus sesudah mengunjungi Gereja
Anastasis. Tiba waktu salat ia pun salat di tempat itu. Di
situ juga ada patung-patung, gambar-gambar dan salib-salib
seperti yang terdapat dalam Gereja Anastasis, bahkan lebih
banyak lagi. Tetapi yang dikhawatirkannya jika salat di
tempat demikian kelak dijadikan teladan oleh kaum Muslimin
lalu mereka yang lebih berhak dikeluarkan dari sana. Setelah
itu ia membuat perjanjian khusus dengan Uskup Agung itu agar
gereja ini hanya untuk kaum Nasrani dan jangan ada dari
pihak Muslimin yang memasukinya lebih dari satu orang untuk
satu kali.
Dalam hal ini kita teringat pada Sad bin Abi Waqqas
ketika menggunakan Ruang Sidang Kisra sebagai tempat salat
untuk kaum Muslimin tanpa mengganggu patung-patung yang ada
di dalamnya, padahal ia mampu membuat semua itu setelah
Madain dibebaskan dan dia yang berkuasa di Istana itu.
Umar tidak akan merasa terganggu salat di gereja itu dengan
segala gambar-gambar dan patung-patung yang ada di dalamnya.
Sebelum hijrah ke Medinah dulu Rasulullah salat di
Kabah yang masih penuh berhala dan patung-patung,
selama itu tidak mengganggunya atau mengganggu seorang
Muslim dan salatnya di tempat itu. Tujuh tahun sesudah
hijrah ia datang ke Mekah bersama 2000 kaum Muslimin
melaksanakan umrah, lalu bertawaf di Kabah sementara
berhala-berhala masih banyak menghiasinya. Bilal pun naik ke
teratak Kabah dan azan di sana untuk salat lohor.
Muhammad salat di situ bersama kedua ribu Muslimin itu
secara Islam. Mengapa pula Muhammad dan pengikut-pengikutnya
tidak. akan salat di tempat yang di dalamnya terdapat
gambar-gambar dan patung-patung, selama ajaran Islam
tekanannya pada keimanan kepada Allah, dan segala amalannya
tergantung pada niat, barang siapa imannya benar dan
semata-mata demi Allah, maka ke mana pun ia menghadap di
sanalah kehadiran Allah. Adapun Muhammad menghancurkan
berhala-berhala di sekeliling dan di dalam Ka bah
ketika pembebasan Mekah sehingga Baitullah itµ bersih
dari segala macam agama kecuali agama yang diwahyukan Allah
kepada Nabi-Nya itu supaya berhala-berhala tersebut tidak
mengingatkan orang pada masa jahiliah lalu timbul
kerinduannya ke sana. Tetapi hati mereka yang sudah bersih,
beribadah hanya kepada Allah Subhanahu wa ta ala
semata, mereka tak perlu khawatir di mana pun mereka salat.
Mereka melihat kehadiran Allah dalam semua ciptaan-Nya,
Mahasuci Dia dan Mahaagung dengan segala sebutan-Nya!
Penolakan Umar salat di Gereja Anastasis adalah suatu
peristiwa yang sangat penting dalam sejarah agama-agama
serta hubungan pemeluknya masing-masing di berbagai tempat
di dunia ini. Hal ini memperlihatkan toleransi Islam dan
kejujuran Umar dalam berpegang pada prinsip bahwa tak ada
paksaan dalam soal agama, sekaligus melukiskan kebijakan
Muslimin masa itu dan keteguhannya berpegang pada prinsip
kebebasan menganut suatu keyakinan. Berdakwah ke jalan Allah
harus dilakukan dengan bijaksana dan pesan yang baik, dan
ajak berdiskusi dengan cara yang lebih baik, sehingga akan
ternyata permusuhan yang ada antara engkau dengan dia akan
menjadi seperti teman dekat. Sungguh luar biasa hal itu
terjadi di tangan "Al-Faruq" (Umar) di Baitulmukadas lebih
dari seribu tiga ratus tahun silam. Setelah itu
Baitulmukadas tetap menjadi poros peperangan yang tiada
hentinya sambung-menyambung generasi demi generasi dan abad
demi abad,dan sampai masa kita sekarang ini pun menjadi
pemicu timbulnya keangkuhan dan kebanggaan beragama, serta
fanatisme kegolongan di pelbagai pelosok dunia, dan menjadi
pokok pertentangan yang berkepanjangan antara umat-umat
Kristiani, Yahudi dan Muslim. Andaikata para pemimpin
bangsa-bangsa itu mempunyai kesadaran seperti pada Umar masa
itu, dan sama dengan dia melihat bahwa tak ada paksaan dalam
agama, dan dapat menempatkan mana yang 'untuk Kaisar dan man
yang untuk Tuhan,' dan tidak mendakwakan diri yang berhak
atas Palestina atas nama Tanah yang Dijanjikan atau Kuil
Sulaiman, tentu dunia akan bebas dari segala beban yang
selama ini menghimpitnya di mana-mana, tak terkecuali benua
demi benua dan bangsa demi bangsa. Mungkin orang yang lebih
adil dengan jujur akan menjawab: Kapankah manusia ini akan
dapat beristirahat? Adakah jalan untuk mencapai kebahagiaan,
kemuliaan dan kesejahteraan tanpa harus ada perselisihan?
Bukankah sejarah dunia merupakan serangkaian mata rantai
peperangan yang tak pernah putus, yang kadang dipicu atas
nama agama, kadang atas nama kebebasan berkeyakinan?
Sebenarnya agama dan kebebasan berkeyakinan seperti yang
mereka dakwakan itu tidak salah, tetapi mereka
menggunakannya sebagai alasan untuk membenarkan perang dalam
memuaskan ambisi dan nafsu saja, dan tak ada hubungannya
baik dengan agama atau dengan kebebasan berkeyakinan sebelum
menjadi kenyataan! Jawaban ini benar. Hal ini menunjukkan
bahwa kesadaran dan nurani kemanusiaan itu baru masih dalam
tingkat kekanak-kanakan, dan ajaran-ajaran para nabi dan
rasul, para filusuf dan pemikir, dalam hati umat manusia
belum memberi pengaruh seperti yang mereka harapkan.
|