Umar bin Khattab

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

12. Umar di Baitulmukadas (Bait al-Muqaddas) (1/3)

Kekuatan Arab dan Rumawi di Palestina - 299; Pertempuran Ajnadain - 303; Atrabun menarik pasukannya ke Yerusalem - 303; Letak Baitulmukadas dan benteng-bentengnya yang kukuh - 305; Pengepungan Baitulmukadas dan komandan yang memimpinnya - 307; Perjalanan Umar dari Medinah ke Jabiah - 310; Isi perjanjian Umar dengan pihak gereja - 312; Umar memasuki Yerusalem - 314; Umar menolak salat di gereja dan alasannya - 315; Toleransi Umar terhadap penduduk Yerusalem - 318; Kembali ke Medinah - 322

Pada permulaan pemerintahan Umar pasukan Muslimin telah mendapat kemenangan di Yarmuk. Sisa-sisa pasukan Rumawi sudah lari dari sana ke Fihl dan berkumpul di sana. Abu Ubaidah mengirim Abu al-A’war as-Sulami untuk menghadapinya. Ia pergi ke Damsyik dan tinggal bersama pasukannya di sebelah sisa-sisa tentara pelarian serta mereka yang bergabung ke sana bersama bala bantuan yang dikirimkan Heraklius ke Fihl. Sesudah Muslimin membebaskan Damsyik, Abu Ubaidah, Khalid bin Walid, Amr bin As dan Syurahbil bin Hasanah kembali dan mengepung pasukan Rumawi di Fihl sampai mereka dapat ditaklukkan. Kemudian mereka menguasai Tabariah dan Baisan dan berhenti di pintu gerbang Palestina. Ketika itulah Abu Ubaidah dan Khalid bin Walid pergi ke Hims melaksanakan perintah Umar, dengan meninggalkan Amr bin As dan Syurahbil bersama angkatan bersenjata yang dipimpinnya untuk menaklukkan Palestina. Abu Ubaidah berhasil membebaskan Hims, dan dari sana pasukan Muslimin meneruskan perjalanan ke Hamat, lalu ke Halab kemudian Antakiah terus ke utara Syam dan selatan Qilqiah dengan disertai kemenangan terus-menerus. Tak ada jalan lain buat Heraklius ia harus lari ke Konstantinopel, dengan mengucapkan selamat tinggal yang terakhir kepada Suria.

Kekuatan Arab dan Rumawi di Palestina

Sementara Abu Ubaidah dalam perjalanan kemenangannya di utara Syam, Amr bin As dan Syurahbil bin Hasanah sedang menghadapi angkatan bersenjata Rumawi yang sedang berkumpul di Palestina dan sedang berusaha hendak menaklukkannya. Tetapi ini tidak mudah. Kekuatannya sangat besar dengan jumlah personel dan perlengkapan yang tidak sedikit, dipimpin oleh Atrabun,1 panglima besar Rumawi yang paling banyak pengalamannya. Ia berpendapat pasukannya di beberapa tempat tidak akan dipisah-pisahkan, supaya hanya satu komando di bawah pimpinannya, dan supaya kemenangan Arab atas beberapa kekuatannya itu tidak akan membuat lemah anggota pasukannya yang lain. Karena itu ia menempatkan sebuah pasukan besar di Ramlah, dan pasukan serupa ditempatkan di Ailea.2 Garnisun-garnisunnya dibiarkan di Gaza, di Sabastiah (Samaria, Sebaste), Nablus, Lad dan Jaffa. Mereka tinggal menunggu kedatangan pasukan Arab, dengan penuh kepercayaan akan dapat mengalahkan dan membuatnya porak-poranda.

Amr bin As sadar benar akan gentingnya situasi. Dia melihat kalau dia menghadapi Atrabun (Tribunus) dengan seluruh pasukannya dan kekuatan pihak Rumawi yang lain sudah bergabung, ia tak akan mampu; sebaliknya pihak Rumawi yang mampu. Ia menulis surat kepada Umar. Khalifah memerintahkan Yazid bin Abi Sufyan agar mengerahkan saudaranya, Mu’awiah, untuk bergerak membebaskan Kaisariah,3 untuk mencegah datangnya bala bantuan kepada Atrabun dari jurusan laut melalui jalan itu. Kaisariah adalah sebuah pelabuhan penting dengan letaknya yang kuat dijaga oleh kekuatan yang cukup besar. Mu’awiah berangkat dan mulai mengepungnya. Mereka maju keluar menyongsongnya, tetapi dapat dipukul mundur dan mereka kembali ke benteng mereka. Sesudah terasa cukup lama, mereka keluar lagi dan dengan mati-matian berjuang memeranginya. Tetapi pasukan Muslimin menghajar mereka sehingga pertempuran itu menelan korban 80.000 orang tewas dari pihak mereka. Sesudah kekalahan itu berikut jumlah yang lari mencapai 100.000 ribu orang. Setelah Kaisariah jatuh dan pasukannya hancur, pasukan Muslimin sudah merasa aman. Semua bala bantuan yang akan dikirim kepada pihak Rumawi melalui jalan itu sudah dapat dicegah.4

Sekarang Gaza dikepung sesudah Kaisariah dikuasai pasukan Muslimin. Pada masa Abu Bakr Gaza pernah jatuh ke tangan pasukan Muslimin kemudian ditinggalkan keluar. Setelah kedua pelabuhan ini berada di bawah kekuasaan Muslimin, sekarang Amr mengamankan jurusan laut itu, dan Atrabun terpaksa hanya mengandalkan pada kekuatan yang hanya berada di bawah pimpinannya saja.

Buat Amr tidak cukup hanya itu. Ia melihat Atrabun maju dengan kekuatan bersenjatanya ke Ajnadain. Karena itu Alqamah bin Hakim dan Masruq al-Akki menuju ke arah Aelia untuk menghadapi pasukan di sana, sedang Abu Ayyub al-Maliki ke arah Ramlah, dan tak ada jalan lain ia harus menjaga garnisunnya. Amr menulis laporan kepada Umar mengenai hal ini, dengan menyebutkan tentang kecerdikan dan kelicikan Atrabun. Digambarkannya juga mengenai kekuatan dan persiapan Rumawi, yang berakibat turunnya perintah Khalifah agar dikirim bala bantuan besar-besaran kepadanya. Kemudian, setelah ia membaca kembali surat itu ia tersenyum karena Atrabun dilukiskan sebagai orang yang cerdik dan culas. Ia berkata kepada orang-orang di sekitarnya: “Kita melempar Atrabun Rumawi dengan Atrabun Arab. Kita lihat apa yang akan terlihat.”

Bala bantuan itu sudah sampai di Palestina. Oleh Amr sebagian dikirimkan kepada pasukan yang sedang bertugas menghadapi musuh di Aelia dan Ramlah, dan dia sendiri pergi dengan pasukan besar hendak menghadapi Atrabun di Ajnadain. Tetapi ternyata pihak Rumawi itu sudah memperkuat diri dengan benteng-benteng dan parit-parit demikian rupa. Bagaimana caranya mencapai mereka? Perlukah ada orang yang dapat menunjukkan jalan ke sarang mereka itu? Tak ada jalan untuk itu selain dengan cara tipu muslihat. Ia mengutus beberapa orang untuk merundingkan perdamaian. Kepada mereka ia membisikkan agar memperhatikan seluk beluk musuh sampai ke bagian-bagian yang dianggap rahasia. Tetapi karena para utusan itu tidak memuaskan, terpikir lebih baik ia sendiri yang memikul tugas itu, asal tidak sampai memperlihatkan jati dirinya kepada musuh. Kalau Atrabun tahu bahwa yang mengajaknya bicara itu Amr pasti ia akan dijadikan tawanannya, dan tidak akan dilepaskan - kalaupun tidak sampai dibunuhnya. Dengan menyamar Amr pergi menemui Atrabun sebagai seorang utusan setelah memperhatikan keadaan benteng-benteng itu dan diketahuinya apa yang diperlukan.

Kedua orang itu sekarang mengadakan pembicaraan. Atrabun memang merasa curiga terhadap orang yang diajaknya berbicara itu. Dalam hatinya ia berkata: “Ya, pasti ini Amr, atau orang yang pendapatnya dijadikan pegangan Amr. Tak akan ada bencana yang lebih besar menimpa mereka daripada jika kubunuh orang ini!” Kemudian ia memanggil seorang prajurit pengawalnya. Diam-diam diperintahkannya, jika orang Arab ini sudah melalui tempat itu supaya dibunuh. Tetapi Amr menangkap, bahwa akan ada suatu muslihat. Maka ia berkata kepada Atrabun: Anda sudah mendengar apa yang saya sampaikan dan saya pun sudah mendengar apa yang Anda sampaikan. Apa yang sudah Anda katakan akan saya perhatikan. Saya hanya salah seorang dari sepuluh orang yang diutus oleh Umar bin Khattab supaya kita dapat mengemukakan masalah ini dan segala persoalan ini akan disaksikan. Saya akan pulang dan akan kembali bersama mereka sekarang. Kalau mereka berpendapat apa yang Anda kemukakan sama dengan pendapat saya, pasukan dan pemimpinnya sudah melihat. Kalau mereka tidak sependapat, saya kembalikan mereka ke tempat mereka semula dan saya bertanggung jawab kepada Anda.”

Mendengar kata-kata ini Atrabun menyangsikan dugaannya sendiri. Ia menarik kembali apa yang dibisikkannya kepada pengawalnya untuk membunuh orang Arab itu, dan katanya kepada Amr: “Pergilah dan bawalah teman-teman Anda.” Amr cepat-cepat pergi ke markasnya tanpa menoleh lagi dan sudah tidak berniat mengulang lagi. Menyadari persoalan itu Atrabun berkata: “Orang itu telah menipuku. Inilah manusia paling cerdik.” Peristiwa ini sampai juga beritanya kepada Umar. “Amr telah mengalahkannya. Memang hebat dia!” kata Umar kemudian.

Pertempuran Ajnadain

Sesudah diketahui sumber dan tempatnya, dan sesudah mengada- kan persiapan yang diperlukan, tak ada jalan lain buat Amr harus segera mengadakan serangan. Kedua angkatan bersenjata itu bertemu di Ajnadain, seperti dulu, pasukan Muslimin dan pasukan Rumawi yang bertemu berhadap-hadapan dalam pertempuran Waqusah di Yarmuk. Kedua pihak tahu benar, bagaimana dampaknya peristiwa hari ini bagi kehidupan Imperium Rumawi dan bagi kehidupan Islam. Oleh karena itu, pertempuran di Ajnadain berkecamuk begitu sengit, serupa dengan yang terjadi di Yarmuk dulu, yang banyak menelan korban di kedua belah pihak. Sampai beberapa lama kalah menang pada keduanya silih berganti. Tetapi pasukan Muslimin lebih tabah. Dalam pada itu berita-berita mengenai kemenangan Abu Ubaidah dan Khalid bin Walid di utara Syam sampai juga kepada mereka dan kepada pihak Rumawi. Orang-orang Yahudi dan Nasrani penduduk Palestina bersikap sebagai penonton, baik terhadap penguasa atau terhadap penyerangnya. Mereka tidak tampak bersemangat memihak kepada Rumawi ataupun tampak marah kepada pasukan Muslimin. Berita-berita tentang kemajuan saudara-saudaranya serta sikap penduduk sipil di sekitarnya itu menambah semangat dan ketabahan Amr dan pasukannya.

Atrabun menarik pasukannya ke Yerusalem

Sesudah matahari terbenam, Atrabun melihat barisannya sudah mulai kacau dan anggota-anggota pasukannya tampak kelelahan. Ia menarik mundur pasukannya ke arah Yerusalem. Setelah mundurnya pasukan musuh itu dilihat oleh Alqamah bin Hakim dan Masruq al-Akki, mereka memerintahkan anak buahnya agar memberi jalan. Atrabun dan pasukannya yang masih tersisa memasuki kota. Ia percaya pada kukuhnya benteng-benteng dan kuatnya perlawanan kota itu, dengan harapan pada suatu hari nasib tidak akan terlalu suram baginya. Dengan demikian harapan menang akan dapat menggantikan kekalahannya hari itu.

Amr memerintahkan Alqamah bin Hakim, Masruq al-Akki dan Abu Ayyub al-Maliki berikut semua angkatan perangnya agar bermarkas di Ajnadain. Dia sendiri bersama mereka sedang mempertimbangkan kemungkinan menyerang Atrabun di Baitulmukadas. Mereka berpendapat akan menempatkan diri di sekitar kota itu sebelum mengadakan penyerangan dan dari arah laut akan memotong garis perjalanannya jika ia mundur, setelah itu akan membebaskan Rafah, Gaza, Sabastiah, Nablus, Lad, Amawas, Bait Jibrin dan Jaffa. Sebagian dibebaskan dengan paksa, dan sebagian menyerah tanpa pertempuran dan dengan senang hati membayar jizyah. Dengan demikian hanya tinggal Baitulmukadas (Yerusalem) dan Ramlah yang karena masih kuat bertahan dikepung oleh pasukan Muslimin. Sekarang mereka sudah aman, tak ada yang akan menyerang mereka dari belakang. Bagaimana jika mereka mengepung dan menyerang Baitulmukadas? Ataukah akan menulis surat kepada Umar dengan tetap tinggal di tempat mereka kini berada sambil menunggu jawaban Umar?

Sementara mereka sedang berpikir-pikir apa yang akan mereka perbuat, tiba-tiba Amr menerima surat dari Atrabun yang mengatakan “Anda teman saya dan sebanding dengan saya. Anda di tengah-tengah bangsa Anda sama dengan saya di tengah-tengah bangsa saya. Maka janganlah sesudah Ajnadain Anda mencoba-coba hendak membebaskan Palestina. Kembalilah dan janganlah Anda tertipu; Anda akan mengalami kehancuran seperti nasib mereka yang sebelum Anda!” Amr tak habis heran ketika membaca surat itu. Surat itu dibalasnya dengan mengatakan bahwa “dialah yang akan membebaskan kota ini.” Dimintanya kepada Atrabun agar ia berunding dulu dengan stafnya kalau-kalau mereka mau menasihatinya sebelum ia menyergapnya. Tetapi pasukan Muslimin sudah tak ada lagi di Ajnadain sehingga ia masih memerlukan adanya bala bantuan. Ia menulis surat kepada Umar minta dikirim bala bantuan dan sekaligus meminta pendapatnya, dengan menyebutkan: “ ... Saya sedang bergulat dengan perang yang sungguh sulit untuk diterobos, dengan kota-kota yang masih banyak mempunyai persediaan. Sangat mengharapk an pendapat Anda.”5

Umar bin Khattab menerima surat itu dan membacanya. Yang sudah pasti, sumber-sumber para sejarawan itu semua menyebutkan - dari kalangan Muslimin dan yang bukan - bahwa setelah itu Umar pergi ke Baitulmukadas dan mengadakan perjanjian damai dengan para penguasa kota itu. Tetapi apa yang terjadi antara diterimanya surat itu dengan kedatangannya ke Palestina serta perjanjian damai yang diadakan terdapat perbedaan sangat besar.

Yang sudah sama-sama disepakati, bahwa kejadian di Ajnadain itu membuat pihak Baitulmukadas diliputi rasa ketakutan. Yang sudah tertanam dalam hati mereka bahwa kota ini pasti akan dikuasai Arab. Itu sebabnya mereka cepat-cepat mengadakan persetujuan dengan Uskup Agung Severinus. Salib Besar dan segala perlengkapan yang ada dalam gereja-gereja dipindahkan ke pantai dan dimasukkan ke dalam kapal lalu dik irimkan kepada Raja di Konstantinopel, untuk kemudian meletakkan Salib Besar itu di Gereja Santo Aya Sophia. Atrabun sudah terlebih dahulu menarik angkatan bersenjatanya dari Baitulmukadas ke Mesir sebelum ada perundingan damai antara Umar dengan utusan-utusan kota Baitulmukadas. Hanya saja perbedaan itu terdapat di luar itu dan yang berhubungan dengan beberapa peristiwaa. Tetapi apakah Amr bin As lalu mengepung Aelia sebelum Atrabun meninggalkan kota itu dan sebelum kedatangan Umar bin Khattab untuk mengadakan perjanjian dengan penguasanya, atau mereka sudah meminta damai sebelum pengepungan? Adakah Khalid bin Walid dan Abu Ubaidah bin Jarrah yang yang datang dari Syam dan mengepung kota itu dan bukan Amr yang mengepung, ataukah mereka semua bersama-sama? Adakah Umar bin Khattab datang dari Semenanjung dengan membawa bala bantuan ikut rnengepung kemudian baru diadakan perundingan damai , atau dia datang dengan beberapa orang dalam jumlah kecil sesudah pihak Aelia meminta damai asal dengan Amirulmukminin? Memakan waktu lamakah pengepungan itu atau hanya seberitar? Semua ini adalah persoalan yang dalam beberapa sumber sulit sekali untuk dipertemukan. Rasanya cukup bila di sini kita ringkaskan saja untuk kemudian kita uraikan apa yang sudah diselesaikan oleh Umar di Baitulmukadas ketika diadakan perundingan damai dan sesudahnya.

Letak Baitulmukadas dan benteng-bentengnya yang kukuh

Baik juga sebelum rneringkaskan jalannya peristiwa-peristiwa itu dan meneliti apa yang dapat kita teliti saya singgung sedikit bahwa Aelia ini terletak di daerah pegunungan selatan Palestina, yang sejak dulu sudah dijadikan benteng yang kuat sekali dan dari segi strategi perang sangat penting. Orang-orang Mesir dahulu sangat rnengandalkannya dalam menangkis musuh yang berusaha turun dari arah itu. Kota ini di bawah Mesir pernah memberontak dan lepas, dan setelah itu sering kembali lagi . Di masa Nabi Daud dan Nabi Sulaiman berdiri lepas dari Mesir dan Nabi Sulaiman mendirikan Kuilnya di tempat ini. Kemudian Kuil dan kota Aelia seluruhnya terbakar tatkala dalam abad ke-6 P.M. Persia menyerbu Palestina. Kemudian Kuil itu dibangun kembali, yang oleh orang-orang Yahudi dijadikan rumah ibadah mereka dan sebagai tempat suci dalam upacara-upacara keagamaan. Bangunan dan benteng-bentengnya diperkuat dan dijadikan benteng yang dapat bertahan atas serbuan pihak Rumawi dalam abad pertama sebelum Masehi. Ketika Herodotus dari pihak Roma menguasai Palestina, Kuil itu dirobohkan. Kemudian dibangun lagi dengan meninggikan tiang-tiangnya dan dibuat demikian rupa sehingga lebih megah dan lebih kuat dari Kuil yang lama. Sesudah agama Kristen kuat di Palestina lambat laun Kuil itu terbengkalai hingga akhirnya hanya menjadi puing-puing. Walaupun begitu, kota suci ini tetap mengandalkan letaknya yang strategis dan benteng-bentengnya yang kukuh. Tatkala dalam abad ke-7 M. Persia menyerangnya, mereka tak mampu mendobrak pintu-pintu kota itu. Tetapi sesudah dikepung selama delapan belas hari, terpaksa menyerah juga. Sesudah Heraklius kemudian merebutnya kembali, orang-orang Yahudi menjadi sasaran penyiksaan, pembunuhan, pengejaran dan pengusiran, karena mereka dituduh membantu Persia ketika datang menyerbu dan menjadi penunjuk jalan ke tempat-tempat rahasia dalam kota.

Gambaran selintas tentang sejarah Baitulmukadas ini menghapus cerita yang mengatakan bahwa kota itu tidak mengadakan perlawanan kepada pasukan Muslimin, dan bahwa Atrabun menarik diri begitu ada berita tentang perjalanan mereka ke sana, dan bahwa Uskup Agung Severmus tak lama setelah Amr bin As sampai di tembok kota ia mengutus orang untuk mengadakan perdamaian dengan permintaan agar dihadiri oleh Amirulmukminin dan dia sendiri yang membuat perjanjian itu. Kita sudah melihat bagaimana kota itu sepanjang sejarah mengadakan perlawanan menghadapi setiap penyerbuan. Bagaimana ia mengada- kan perlawanan terhadap Persia dua puluh tahun sebelum kedatangan Muslimin ke sana. Tatkala itu Persia telah mendapat kemenangan dalam Perang dengan pihak Rumawi di Syam dan di tempat-tempat lain, seperti kemenangan yang diperoleh pihak Muslimin dalam melawan mereka di Yarmuk, Damsyik, Fihl dan Ajnadain. Pihak Persia tak dapat menaklukkan kota suci itu tanpa ada perlawanan. Jadi wajar sekali pihak Muslimin pun akan mendapat perlawanan seperti yang dialami Persia. Wajar saja dalam keadaan demikian ia akan mengadakan perlawanan terhadap pasukan Muslimin seperti halnya terhadap pasukan Persia, dan akan mempercayai cerita yang mengatakan bahwa mereka mengepungnya selama berbulan-bulan sebelum meminta damai, dan akan menggugurkan pendapat yang mengatakan bahwa kota itu menyerah dengan damai tanpa perlawanan.

Kita juga harus menyingkirkan cerita yang mengatakan bahwa kota itu telah di kepung oleh Khalid bin Walid atau oleh Abu Ubaidah bin Jarrah atau oleh keduanya, seperti yang disebutkan oleh Tabari, Ibn Asir, Ibn Kasir dan yang lain. Tabari mengatakan: “Sebab datangnya Umar ke Syam karena Abu Ubaidah telah mengepung Baitulmukadas, dan meminta kepada penguasanya agar mengadakan perdamaian seperti perdamaian kota-kota di Syam, dan yang akan bertindak melaksanakan perjanjian itu Umar bin Khattab. Maka ia pun menulis surat kepadanya dan dengan demikian berangkatlah Umar dari Medinah.” Cerita sc- macam ini dapat kita kesampingkan karena Abu Ubaidah dan Khalid ketika mengepung Baitulmukadas sedang si buk membebaskan Hims, Halab dan Antakiah, dan menaklukkan kota-kota lain di dekatnya. Ketika itu Heraklius berada di depannya di kota Ruha sedang mengerahkan pasukan untuk mengusir mereka mundur. Semua peristiwa itu, seperti juga pengepungan kota Baitulmukadas, terjadi dalam tahun 15 Hijri (535 M.). Dan rupanya pengepungan itu berlarut-larut sampai beberapa bulan dalam tahun itu juga, dan sementara itu kedua panglima tersebut sedang menyusup jauh ke utara Suria sehingga memaksa Heraklius pergi keibu kota kerajaannya di Bosporus. Jika demikian keadaannya, maka pendapat yang mengatakan bahwa salah seorang dari mereka atau keduanya mengepung kota Baitulmukadas, tidak mendukung, dan harus kita singkirkan.

(sebelum, sesudah)


Umar bin Khattab
"Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu"
 
Judul asli "Al-Faruq Umar" cetakan ke 7 oleh Muhammad Husain Haekal, Ph.D.,
dengan izin ahli waris, Dr. Ahmad Muhammad Husain Haekal, kepada penerjermah.
diterjemahkan oleh Ali Audah.
Cetakan pertama, April 2000
Diterbitkan oleh P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel. (0251) 330505, 370505, Fax. (0251) 380505 Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-38-7
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. IKRAR MANDIRIABADI, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team