|
13. Nasib Khalid Sesudah Penaklukan Syam
(3/3)
Sikap Muslimin di Medinah atas pemecatan
Khalid
Ada beberapa orang yang membicarakan soal Khalid ini
kepada Umar serta tindakan Umar terhadapnya. Mereka
berpendapat bahwa sikapnya itu dinilai terlalu keras. Khalid
pantas mendapat kehormatan. Kata mereka: Amirulmukminin,
sebaiknya harta Khalid dikembalikan kepadanya. Tetapi Umar
tetap dengan pandangan yang buruk sangka kepada Saifullah
dan tetap menuduhnya. Oleh karena itu ia menjawab kepada
mereka yang berbicara kepadanya itu dengan mengatakan: Saya
hanya seorang pedagang untuk kepentingan Muslimin. Demi
Allah, samasekali saya tidak akan
mengembalikannya!10 Ada orang yang tak dapat
menerima sikap keras Umar itu. Mereka menilainya sangat
berlebihan, yang tak dapat ditafsirkan lain daripada
kedengkian yang keterlaluan terhadap Khalid serta
kecenderungannya ingin menjelek-jelekkan Khalid. Apa artinya
delapan puluh ribu dirham yang nilainya kurang dari tujuh
ribu dinar, apa artinya nilai jutaan sekalipun, bagi orang
yang sudah memerangi, menawan dan mengambil rampasan perang
dari kaum murtad, dari Irak dan dari Syam selama enam tahun
terus-menerus! Rasa dengki ini terungkap dalam kata-kata
Tabari setelah menyebutkan tentang penolakan Umar untuk
mengembalikan harta Khalid itu. Seolah-olah Umar
berpendapat bahwa ia telah membalas dendam kepada Khalid
ketika bertindak begitu:
Bolehjadi sikap keras Umar kepada Khalid sampai
berlebihan demikian sesudah ia kembali ke Medinah sebagai
orang yang sudah dipecat, sebab ia melihat ada sekelompok
orang yang fanatik kepada Khalid berusaha mengobarkan fitnah
dan menyebarkan kekacauan. Kalaupun dia memperlihatkan sikap
lemah lembut tentu ada orang yang akan menganggapnya ia
lemah, dan tentu pula mereka yakin bahwa ia memecat Khalid
tanpa ada kesalahan, yang nanti akan menjurus ke dalam
bahaya dan akan membangkitkan kegelisahan umat. Buat Khalid,
segala maksud dan tujuan Amirulmukminin itu bukan tidak
diketahui dan lewat begitu saja. Jika hanya berdua dengan
dia, Umar tampak lemah lembut dan ramah kepadanya. Jika ada
orang yang mengatakan kepadanya tentang sikapnya yang begitu
keras terhadapnya itu, ketika sedang berdua Khalid pernah
menegur Umar, dan diulanginya bahwa sikap terhadap dirinya
itu tidak pantas. Lalu kata Umar menimpalinya: Khalid,
buat saya Anda sangat mulia, saya mencintaimu. Anda tidak
akan menyalahkan saya lagi. Kata-kata ini membuat
Khalid membatasi diri dan kemarahannya dapat dikendalikan.
Kepada mereka yang mencoba memanas-manasi hatinya supaya
bersama-sama dengan lawan Umar untuk memberontak kepadanya
ia berkata: Selama Umar masih hidup, tidak. Bagaimana
seorang Khalid akan membangkang kepada pemimpinnya atas
perintah yang dikeluarkannya; dia seorang prajurit yang
mengenal disiplin dan meyakininya. Dia seorang Muslim dengan
keislamannya yang baik. Ia ingin sekali agama yang benar itu
mendapat kemenangan di tangannya atau di tangan yang lain.
Oleh karenanya terpaksa ia menjalani hidup statis, suatu hal
memang yang tidak disenanginya. Hidup seorang prajurit
pahlawan yang akan melihat medan perang selalu terbuka di
depannya. Tetapi sekarang dia berada jauh, tak lagi dapat
berlaga, karena pemimpinnya sudah memecatnya dan
menjauhkannya dari medan perang. Kita akan dapat
memperkirakan betapa pedih hatinya, rasanya cukup bila kita
ingat kata-katanya ketika ia tinggal satu tahun di Hirah
tanpa berperang dengan pihak Persia karena patuh pada
perintah Abu Bakr: Sungguh tahun ini seperti tahun
perempuan.
Umar merasa puas manakala ia sudah dapat menunaikan
sumpahnya, tidak akan mengangkat Khalid lagi untuk suatu
pekerjaan, di samping itu tidak timbul kemelut karena
pemecatannya itu, dan Khalid tidak akan mendukung siapa pun
untuk mengobarkan kerusuhan. Sekarang segi kebaikannya lebih
menonjol daripada segi kekerasannya. Ia mengumumkan ke semua
kota: Saya tidak memecat Khalid karena benci atau
karena pengkhianatan. Tetapi karena orang sudah terpesona,
saya khawatir orang hanya akan percaya kepadanya dan hanya
akan berkorban untuk dia. Maka saya ingin mereka tahu bahwa
Allah Maha Pencipta dan supaya mereka tidak menjadi sasaran
fitnah.
Adakah pengumuman itu sudah mengungkapkan sejujurnya
pandangan Umar terhadap Khalid, dan menjadi saksi bahwa dia
sudah puas bahwa Khalid tidak melakukan pengkhianatan dengan
pemberian hadiah yang sepuluh ribu dirham itu kepada
Asyas? Ataukah itu hanya sekadar pengumuman politik
saja dengan tujuan ingin menenteramkan hati orang yang
begitu marah atas musibah yang telah menimpa Saifullah itu -
karena fanatik dan karena kagum kepadanya. Umar khawatir,
dalam membangun kedaulatan yang baru tumbuh ini, dengan
politiknya itu ia hanya karena terpengaruh oleh hawa nafsu
dan rasa curiga? Besar dugaan bahwa itu suatu pengumuman
politik dengan tujuan sebagai dalih dalam soal yang hampir
menjadi suatu peristiwa besar jika terjadi. Buktinya, Khalid
meninggal empat tahun kemudian setelah pemecatannya, tidak
meninggalkan harta kekayaan selain kuda, pelayan dan
senjatanya. Setelah mengetahui hal itu Umar merasa sedih
sekali dengan mengatakan: Semoga Allah memberi rahmat
kepada Abu Sulaiman! Sungguh tidak seperti yang kami
duga. Jadi dalam hati Umar memang sudah ada prasangka
khianat pada Khalid, atau dalam pemborosannya, yang membuat
ia membencinya dan kemudian memecatnya.
Suatu hari ia berpidato di depan orang banyak di Jabiah
dengan mengatakan: Saya meminta maaf kepada kalian
karena saya telah memecat Khalid bin Walid. Saya memintanya
menyimpan harta itu untuk kaum duafa Muhajirin, dia berikan
kepada orang-orang kuat, berpangkat dan suka menuntut. Maka
ketika itulah saya mengangkat Abu Ubaidah.
Bukan hanya karena banyak orang yang tertarik kepada
Khalid maka ia dipecat karena khawatir orang hanya akan
percaya kepadanya dan akan dijadikan perhatian mereka, dan
karenanya pula akan timbul kekacauan karenanya. Maka
hendaklah diketahui bahwa hanya Allah yang menentukan.
Bahkan kebencian Umar kepada Khalid justru karena sebagian
orang atau sebagian besar orang banyak yang tertarik
kepadanya.
Orang tidak dapat ditenangkan dengan pengumuman Umar itu
dan mereka menganggap semua itu bukan alasan untuk memecat
Khalid. Dalam hati sebagian besar mereka tetap menyimpan
kemarahan besar atas pemecatan itu. Ketika berpidato di
Jabiah meminta maaf, Abu Amr bin Hisn bin al-Mugirah
menantangnya dengan mengatakan: Saya tidak
memaafkanmu, Umar! Anda memecat seorang wakil yang dulu
mendapat kepercayaan Rasulullah Sallallahu alaihi wa
sallam, dan diserahi panji pimpinan yang diberikan sendiri
oleh Rasulullah Sallalahu alaihi wa sallam, sedang
Anda menyarungkan pedang yang telah dihunuskan oleh Allah.
Anda telah memutuskan hubungan silaturahmi dan mendengki
seorang saudara sepupu. Dalam hal ini Umar menjawab:
Anda masih kerabat dekat dan Anda masih muda. Anda
marah karena dia sepupumu.
Khalid masih hidup empat tahun lagi sesudah pemecatannya,
jauh dan medan perang yang selama itu menjadi kebanggaan dan
kemuliaannya. Hatinya sedih melihat saudara-saudaranya dan
orang-orang setanah tumpah darahnya menerobos Palestina ke
Mesir, ke Irak dan ke Persia, sedang dia tinggal di rumah,
pedangnya untuk mencapai kemenangan atau mati syahid, kini
disarungkan dan tak dipakai lagi, tak lagi tampak sebagai
orang yang terkenal di hadapan para pahlawan, yang telah
menggetarkan jantung musuh dan menebas leher-leher mereka.
Selama tahun-tahun itu mengapa tidak dibiarkan saja ia
menikmati kejayaan dengan menegakkan panjinya, mengenakan
mahkota perjuangannya?
Kematian Khalid: Kesedihan Umar dan kaum
Muslimin
Tidak! Tak ada artinya kejayaan bagi orang yang masih
mampu membangun istananya dan mengangkatnya
setinggi-tingginya! Dia memang mendambakan kejayaan yang
dicapai orang yang kini membuatnya tak berdaya untuk
mencapai tingkat yang lebih agung itu dari yang pernah
dicapainya. Khalid masih mampu mencapai semua tingkat
kejayaan itu. Ia mampu membebaskan tanah Rumawi berlipat
ganda dari yang sudah dibebaskan yang lain. Ia akan mencapai
ibu kota Kaisar, seperti dulu telah dilakukan oleh Sad
bin Abi Waqqas dalam mencapai ibu kota Kisra. Tetapi
sekarang Umar memaksanya harus menunggui rumah, pedangnya
sudah dipatahkan, dasar perjuangannya sudah dihancurkan.
Alangkah panjangnya hari-hari itu, alangkah pedihnya!
Hidupnya telah digerogoti oleh kepiluan hatinya dan dia mati
setelah mengalami tahun-tahun yang sungguh berat itu,
sementara ia berkata: Saya ingin mati di medan perang
- tempatku selama ini - tetapi takdir menentukan saya mati
di atas ranjang.11 Dalam sebuah sumber yang
cukup terkenal disebutkan bahwa menjelang kematiannya Khalid
menangis sambil mengatakan: Saya sudah metibatkan diri
dalam pasukan-pasukan besar di tempat anu dan anu, sehingga
tak satu titik pun di badanku ini yang tak terkena pukulan
pedang, tak terlukai oleh tombak atau anak panah. Tetapi
sekarang saya mati wajar di atas ranjang seperti seekor
keledai liar. Para pengecut itu tidak bisa tidur!
Dengan kematian Khalid itu kaum Muslimin dirundung
kesedihan yang luar biasa, lebih-lebih Umar bin Khattab
sendiri. Ada cerita bahwa dia mendengar ibunya meratapinya
dengan mengatakan:
Engkau lebih baik dari sejuta bangsa
Tatkala wibawa para tokoh musuh remuk hancur di
hadapanmu.
Benar kau, memang begitu! kata Umar. Ia
sendiri melarang orang meratapi dan menangisi mayat. Ia
pernah membubarkan perempuan-perempuan yang berkumpul di
rumah Aisyah meratapi Abu Bakr. Tetapi ketika
perempuan-perempuan Medinah berkumpul menangisi Khalid,
sikapnya tidak tampak demikian, malah dia tidak menghalangi
mereka menangis. Ada yang bertanya kepadanya: Anda tidak
mendengar, tidak melarang mereka?12 Dia menjawab:
Biarlah perempuan-perempuan Kuraisy menangisi Abu Sulaiman
(Khalid) selama mereka tidak sampai menjerit-jerit dan
membuat kegaduhan. Dalam hal seperti ini orang biasa
menangis.
Dalam pada itu Hisyam bin al-Bakhtari bersama jemaah Banu
Makhzum datang menemui Umar bin Khattab. Hisyam, coba
bacakan sajakmu tentang Khalid, kata Umar. Hisyam
membacakan sajaknya yang terbaik. Selesai membaca, Umar
berkata: Masih kurang pujianmu kepada Abu Sulaiman,
Allah yarham. Dia menyukai segala yang agung, dan memang dia
pantas untuk itu. Orang yang senang melihat musibah yang
menimpanya akan dibenci Allah. Suatu hari ketika
terjadi pembicaraan mengenai Khalid terkenang oleh Umar
dengan mengatakan: Memang kena benar ia untuk menyumbat
tenggorokan musuh. Keberuntungan sudah menjadi
bawaannya. Ketika itu Ali bertanya: Tetapi
mengapa Anda pecat dia? Umar menjawab: Saya
menyesal atas tindakan saya itu. Ada juga sumber yang
menyebutkan, bahwa ketika Khalid wafat Umar tidak berada di
tempat, sedang menunaikan ibadah haji, dan dia bermaksud
akan mengangkat Khalid sekembalinya dari haji. Tetapi
sesudah kembali baru ia mengetahui bahwa Khalid sudah
meninggal. Biasa saja bahwa cerita semacam ini - kalaupun
benar - dasarnya tak lebih dari pendapat yang dikait-kaitkan
orang kepada Umar, atau yang dikutip dari dia sesudah Khalid
bin Walid wafat.
Benar jujurkah kesedihan Umar terhadap Khalid, mengingat
hal ini tidak seperti biasanya, lalu membiarkan
perempuan-perempuan Kuraisy meratapi Khalid; di samping itu
ia memperlihatkan penyesalannya atas pemecatan Khalid dengan
segala yang dikatakannya mengenai itu? Atau karena suatu
kewajiban moral saja ia berbasa-basi untuk
sepupunya13 itu sesudah kematiannya, dan bukan
berbasa-basi ketika masih hidup, lalu membiarkan mereka
menangisi, kalau-kalau dengan tangisan itu dapat meringankan
dukanya dan segala yang dikatakannya itu untuk menghibur
keluarga Khalid? Hanya Allah yang tahu segala rahasia. Dalam
menghadapi sumber-sumber yang masih simpang siur sekitar
salah satu segi kehidupan Umar ini sukar sekali buat kita
untuk memastikan, mana yang sahih dan mana pula yang
palsu.
Kalaupun Umar jujur dengan kesedihannya itu, bukanlah hal
yang mengherankan. Kematian akan membawa orang yang telah
meninggal ke tingkat kehidupan yang bebas dari segala
keinginan hendak menyoraki atau mendengki. Bagi yang masih
hidup semua itu akan meninggalkan kesan sebagai teladan dan
pelajaran. Umar sendiri dengan sifat percaya diri yang kuat,
sikapnya yang keras dan tegar di samping iman dan
keadilannya yang menonjol, juga ia orang yang sangat lembut
hati dan penuh kasih. Hubungan kerabat antara Umar dengan
Khalid, itu juga yang membuatnya sedih dan ikut duka atas
musibah yang menimpa keluarganya. Bagaimana tak akan sedih
terhadap orang seperti Khalid, yang ditangisi dan menjadi
kesedihan orang banyak! Bahkan bagaimana ia tak akan merasa
sedih, nama Khalid masih selalu bergema di mana-mana, sama
dengan Umar yang juga selalu bergaung namanya. Khalid adalah
pendiri Kedaulatan Islam terbesar, dan Umar adalah orang
terbesar yang telah menopang dan memperkuat sendi-sendi itu
dan yang mengarahkan politiknya untuk itu!
Suatu pendapat tentang pemecatan
Khalid
Demikianlah kisah Khalid dan Umar. Tidak sedikit kalangan
sejarawan yang harus berhenti sejenak di bagian ini, dan
mereka menempatkan diri sebagai wasit antara kedua orang
itu, dengan mengatakan: Ketika memecat Khalid Umar berlaku
zalim atau tidak. Banyak pihak yang begitu fanatik kepada
Khalid dan mereka berdiri di pihaknya dan menganggap Umar
tidak berlaku adil. Kendatipun cerita tentang Asyas
bin Qais itu benar dengan penggambaran yang begitu buruk dan
Khalid memberikan hadiah itu dari harta perolehan perang,
menurut hemat mereka tidaklah cukup alasan untuk memecatnya.
Memang benar, Umar memang keras dalam membuat perhitungan
dengan para wakil dan pembantunya. Dia menanyai mereka
tentang harta yang mereka peroleh dari daerah masing-masing,
dan menahan apa yang diperkirakan mereka peroleh dari harta
itu, tetapi dari mereka yang dikenai tuduhan tak ada yang
dipecat. Bahkan Amr bin As sebagai gubernur - atau pembantu
Umar - di Mesir sudah berulang kali dikenai tuduhan, tetapi
tak sampai dipecatnya. Dan tak seorang pun dari wakil atau
pembantunya itu yang mempunyai ketangkasan dan kemampuan
atau pengaruh seperti Khalid. Tak seorang pun dari mereka
yang begitu jenius dan berani seperti dia dalam mengatur
strategi perang. Tidaklah adil Umar bersikap begitu keras
dalam menjatuhkan hukuman kepadanya sedang kepada yang lain
tidak.
Sebaliknya mereka yang fanatik kepada Umar dan berdiri di
pihaknya, dan berpendapat bahwa Umar tidak berlaku zalim
terhadap Khalid dengan pemecatannya itu, mengatakan bahwa
hadiah yang diberikan kepada Asyas bukan saja alasan
pemecatannya, melainkan juga karena beberapa penampilan
Khalid yang angkuh serta tindakannya yang melanggar perintah
Khalifah. Perintah agar ia jangan memboroskan harta rampasan
perang sebelum diadakan pemeriksaan ulang, tidak dikerjakan,
dan supaya disisihkan untuk kaum duafa Muhajirin, malah
diberikannya kepada orang-orang terpandang dan yang suka
menuntut. Karena itu, Umar khawatir Khalid akan tergoda, dan
orang pun akan tergoda karenanya. Maka bahayanya akan
menimpa negara dan keberadaannya. Juga ia khawatir orang
akan mengira bahwa adanya Khalid sudah menjadi suatu
keharusan mutlak untuk kemenangan pasukan Muslimin, dan akan
memperkecil peranan komandan-komandan lain yang juga
berkemampuan tinggi. Mereka akan mendewakan Khalid dan akan
memperlemah akidah kepada Allah. Ini akan sangat berbahaya
jika sampai menimpa negara dan berakar ke dalam. Tak ada
jalan lain untuk mengikis bahaya itu kecuali dengan merabut
akarnya, meskipun tanpa harus ada kesalahan. Kalau orang
sudah melihat angkatan bersenjata negara sesudah itu tetap
berjaya, akidah mereka kepada Allah dan kepercayaan kepada
komandan-komandan dan pemimpin-pemimpin mereka akan tetap
kuat. Dengan jalan itu bagi negara dan agama Allah harus ada
pemasukan yang tak boleh diukur dengan dipecatnya seseorang
sesudah itu, sekalipun orang itu Khalid bin Walid.
Banyak orang herpendapat tidak perlu bersikap seperti
seorang wasit mengenai kasus Khalid dan Umar demi
menghormati kedua mereka dalam hal pengadilan dan tuduhan.
Mereka merasa bahwa segala peristiwa dan tali-temalinya yang
sampai kepada kita selama ini masih banyak kekurangannya dan
serba kacau, hal yang membuat kita enggan untuk menjadi
penengah, walaupun mereka sangat menyesalkan sampai terjadi
peristiwa semacam itu. Khalid dan Umar dua sosok yang jarang
sekali dapat dicarikan bandingannya di antara para tokoh
yang ada. Andaikata di antara kedua mereka terdapat kerja
sama yang serasi sampai pembangunan kedaulatan ini dan
administrasinya selesai, niscaya usaha pembebasan itu akan
lebih cepat, wilayahnya akan lebih luas dan pasukan Muslimin
akan memasuki Konstantinopel di bawah pimpinan Khalid.
Niscaya mereka akan menggantikan kekuasaan Kaisar seperti
yang terjadi dengan pergantian kekuasaan Kisra, dan
pengaruhnya pun akan tetap berdenyut dalam kehidupan Islam
dan dalam kehidupan dunia. Karena pengaruh itu pula, yang
akan kita lihat bukanlah seperti yang kita saksikan
sekarang, dan peradabannya pun akan berkembang tidak seperti
yang kita kenal selama ini.
Inilah premis-premis yang tiada seorang pun tahu mana
yang benar dari semua itu jika tidak terjadi apa yang sudah
terjadi. Menurut hemat saya, Umar memecat Khalid dari segala
jabatannya itu sama dengan alasan ketika ia memecatnya dari
pimpinan militer begitu ia memangku tugas Khalifah. Krisis
kepercayaan antara kedua orang itu sudah ada sejak di masa
Abu Bakr atau sebelumnya. Umar memang sudah mengharapkan
sekali sekiranya Abu Bakr mau memecat Khalid ketika terjadi
peristiwa Malik bin Nuwairah atau peristiwa lain. Sesudah
Abu Bakr menolak prasangka Umar dan tidak mau memecat
Khalid, kemudian ketika Umar naik ia tidak memecatnya dari
semua tugas kemiliterannya. Pimpinan angkatan bersenjata
Muslimin di Yarmuk masih tetap berada di tangannya. Nama
besarnya dan kepercayaan Abu Bakr kepadanya berjalan tanpa
harus ia dipecat, hanya cukup dengan mengembalikan Abu
Ubaidah ke tempatnya dalam pimpinan militer dan Khalid
sendiri berada di bawah panji Abu Ubaidah. Sesudah Khalid
mendapat kemenangan di Yarmuk dan membebaskan Damsyik,
peranannya bersipongang ke seluruh Semenanjung, seperti juga
di Irak dan di Syam. Di samping itu pasukan Rumawi masih
tetap kuat berhadapan dengan pasukan Muslimin. Tidak bisa
lain buat Umar harus menerima sepupunya itu kendati masih
dengan berat hati dan dia sangat mengagumi peranannya
kendati tetap masih dengan prasangka buruknya.
Sesudah kemudian Heraklius lari ke ibu kota kerajaannya
dan pasukan Muslimin berhasil menumpas pembangkangan di
utara Syam serta memperkuat perbatasannya dengan pihak
Rumawi, Umar merasa sudah aman dari kemungkinan kembalinya
Heraklius dan pasukannya. Buat Khalid sendiri hanya tinggal
nafsu keangkuhannya yang harus dibungkam, dan mengenai
rampasan perang dan yang lain ia harus tunduk kepada
pendapat Khalifah, seperti yang dilakukan oleh semua
wakilnya. Tetapi Khalid masih juga bertahan pada rasa harga
diri yang tinggi dan pada kemampuan dirinya. Lalu ia
memutuskan sendiri apa yang dikira menjadi haknya dalam
membagi-bagikan hadiah dari harta rampasan perang, yang
sebenarnya bertentangan dengan pendapat Amirulmukminin, dan
sudah tidak sesuai dengan kebijaksanaannya. Segala anggapan
buruk terhadap Khalid sebelum dan sesudah peristiwa Malik
bin Nuwairah sudah bertimbun dalam hati Umar. Yang sudah
terjadi dengan pemanggilan Khalid ke Hims untuk tampil di
depan umum sebagai pihak yang tertuduh, topi kehormatannya
ditanggalkan dan ia harus diikat dengan serbannya sendiri,
ia disoal seolah ia sudah mengkhianati amanat umat. Sesudah
itu dilanjutkan dengan pemecatan dan diasingkan jauh dari
medan kebanggaan dan kejayaannya sampai ia menemui ajalnya
di atas ranjang seperti seekor keledai liar, dan ada
pengecut yang tak bisa tidur!
Semoga Allah memberi rahmat kepada Khalid dan kepada
Umar. Keduanya merupakan dua kekuatan yang paling tangguh.
Semenanjung Arab terbuka luas bagi kedua kekuatan yang
tadinya terpencil itu. Setelah kedua kekuatan itu terbuka
dan tersebar luas, kedua raja Persia dan Rumawi bersama-sama
merasa kesal. Kemudian kedua kekuatan itu saling
berbenturan, dan sudah tentu salah satunya harus ada yang
mengerut supaya yang lain dapat menyebar. Khalid sudah rela
menjadi kekuatan yang mengerut itu, agar tidak terjadi
perbenturan yang akan membuat kedua kekuatan itu binasa.
Sudah merupakan karunia Allah juga bahwa ketika pengerutan
itu terjadi keadaan kaum Muslimin di Syam sudah tenteram
dengan kekuasaan yang mereka bangun, keadilan sudah dapat
ditegakkan dan kebijakan pemerintah berjalan mantap.
Adakah kemantapan kekuasaan Muslimin di Syam sama dengan
di Irak, lalu mengutamakan pembangunan kota-kota seperti
ketika membangun Basrah dan Kufah, lalu tersebar juga ke
tempat-tempat lain di segenap penjuru? Tidak! Yang mereka
bangun hanya Damsyik, Hims dan kota-kota besar lainnya.
Mereka mendorong kabilah-kabilah yang sudah masuk Islam dan
ketika itu memang sudah menetap berdekatan dengan kota-kota
itu untuk tinggal bersama mereka, tetapi tidak menjangkau
daerah-daerah lain di balik itu. Kadangkala ini terasa
aneh.
Kawasan Syam ini kaya dengan taman-taman bersemarak,
lembahlembah yang makmur dan subur, berselimutkan
ladang-ladang yang luas sepanjang mata memandang,
gunung-gunung yang menjulang tinggi, puncak-puncaknya di
sela oleh bongkahan-bongkahan salju yang putih metah dan
tanaman buah-buahan seperti anggur, tin dan zaitun. Air yang
melimpah mengalir dari dataran tinggi berbatu-batu di lereng
bukit ke dataran rendah yang luas. Betapa semua ini tidak
akan menarik, seperti juga bumi Irak! Rahasia semua itu
karena Irak merupakan tanah pedalaman dengan pohon-pohon
kurma yang akan menarik hati mereka yang sudah biasa dengan
pohon kurma dan dengan daerah pedalaman. Orang memang lebih
cenderung pada apa yang menjadi kebiasaannya dan akan merasa
puas dengan itu. Di samping itu, penduduk Irak adalah yang
paling cepat menerima Islam. Yang demikian ini akan lebih
mudah untuk mempererat pertalian mereka dengan penduduk
Semenanjung Arab. Sebaliknya kaum Nasrani Syam, pada mulanya
kebanyakan mereka berpegang pada agama mereka. Mereka
berpendapat lebih mudah membayar jizyah daripada
meninggalkan agama mereka. Maka perbedaan agama ini tetap
menjadi tabir pemisah antara mereka dengan orang-orang Arab
pendatang baru. Hanya saja kebijakan pemerintahan di kedua
kawasan itu tidak berbeda, bahkan sangat kuat memberikan
perlindungan kepada kaum zimmi dengan menjaga persamaan di
antara mereka sekalipun mereka berbeda agama dan suku
bangsa. Kaum Muslimin pun semua sama sesuai dengan apa yang
sudah ditentukan oleh agama baru itu: mereka menunaikan
kewajiban kepada Allah, mempersembahkan hidup mereka
kepada-Nya dengan senang hati dan rela.
Kestabilan Muslimin di Syam dan Irak telah membawa
persatuan pada jenis bangsa Arab. Belumkah tiba saatnya bagi
Umar sekarang untuk menggabungkan kedaulatan yang baru
tumbuh ini dalam satu kesatuan yang akan memberikan kekuatan
yang lebih besar? Itulah harapan Umar yang utama, bahkan itu
pula tekadnya yang sungguhsungguh. Tetapi takdir
mempunyai ketentuan sendiri, yang tak dapat ditentukan oleh
tekad manusia. Sudah menjadi kehendak takdir juga Kedaulatan
itu akan bertambah luas, dan nanti akan kita lihat pelajaran
peuting apa terkandung dalam kehendak takdir itu.
Catatan Kaki:
- Dalam sebuah sumber yang diperkuat oleh Ibn Kasir,
bahwa Umar sudah sampai di Sarg.
- Nasibin ini ialah Diyar Bakr yang sekarang. Causin de
Perceval berpendapat, bahwa Hit, Qarqisia dan Mosul
ditaklukkan dalam peperangan ini. Sumber-sumber para
sejarawan yang dapat dipercaya menyebutkan bahwa
kota-kota tersebut sudah ditaklukkan sebelum itu, seperti
yang sudah kita sebutkan.
- Terjemahan harfiah ard ar-rum (ardurum, arzan ar-rum)
- dalam ejaan orang Turki menjadi Erzurum, karena lidah
orang Turki tak dapat membedakan huruf dad dengan huruf
zai - sebuah kota di Armenia sekarang, berdekatan dengan
Turki. sebelah timur Anatolia yang berada di bawah
kekuasaan imperium Roma. Sekarang dikenal dengan nama
Erzurum atau Erzerum. - Pnj.
- Semua kata sedekah dalam kasus ini tampaknya dalam
pengertian jizyah. - Pnj.
- Beberapa sejarawan menyebutkan bahwa Khalid berangkat
dalam perjalanan perangnya ini di bawah pimpinan Iyad bin
Ganm, sementara yang lain mengatakan bahwa ia pergi bebas
sendiri dan berada langsung di bawah pimpinan Abu
Ubaidah.
- Kakek Khalid. - Pnj.
- Lihat Abu Bakr as-Siddiq h. 206, catatan bawah. -
Pnj.
- Kurir atau utusan Umar itu Bilal, muazin Nabi. -
Pnj.
- Dalam beberapa sumber: "Enam puluh ribu itu di masa
Abu Bakr dan yang selebihnya di masa Anda. Kalau Anda mau
ambillah."
- Satu sumber menyebutnya bahwa semua yang diambil dari
dia dikembalikan.
- Secara umum disebutkan, bahwa ia wafat dalam tahun 21
di sebuah desa, satu mil dari Hims. Sumber-sumber itu
menyebutkan bahwa Khalid datang ke Medinah sesudah oleh
Umar dipecat, dan sempat umrah kemudian kembali ke Syam.
Ia terus tinggal di sana sampai hari wafatnya, dan bahwa
ketika Umar melihat jemaah haji yang sedang salat di
Masjid Quba ia tahu bahwa mereka tinggal di Hims,
Syam. Ketika Umar menanyakan mereka tentang berita-berita
di kota itu, mereka berkata, bahwa Khalid bin Walid sudah
meninggal. Sumber lain menyebutkan ia meninggal di
Medinah, dan penduduk Medinah menyebutkan bahwa Khalid
berangkat dari Syam ke Medinah hendak mengunjungi ibunya.
Tatkala keluar dari sana ia mengeluh dengan mengatakan
kepada ibunya yang juga bersama-sama ketika itu:
Mereka sudah mencampakkan saya ke tempat saya yang
sekarang. Kemudian ia membawanya ke Medinah dan
merawatnya sampai dia meninggal di kota ini.
- Dalam satu sumber disebutkan, ada yang berkata kepada
Umar: Perempuan- perempuan itu berkumpul di rumah Khalid
untuk menangisinya. dan sepantasnya mereka akan
memperdengarkan kepada Anda hal-hal yang tidak Anda
sukai. Suruhlah orang ke sana dan laranglah mereka.
- Sepupu Umar dari pihak ibu dan kemenakan sepupu dari
pihak bapa. Umar dari Banu Adi bin Kab, dan Khalid
bin Walid dari Banu Makhzum bin Yaqadah bin Murrah bin
Kab. - Pnj.
|