Umar bin Khattab

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

13. Nasib Khalid Sesudah Penaklukan Syam (2/3)

Umar menuduh Khalid dan memerintahkan pemecatannya

Dengan penuh rasa kagum orang bicara tentang Khalid di Qilqiah dan Armenia. Mereka bicara tentang kehebatannya yang luar biasa serta kemenangan-kemenangannya yang hampir tak masuk akal di Irak dan di Syam, tentang hadiah-hadiah dan pemberian-pemberiannya kepada para pahlawan dan penyair serta hadiah yang besar kepada Asy'as bin Qais. Mereka bicara tentang kedermawanan raja-raja Banu Gassan dan raja-raja Hirah. Cerita tentang segala kekaguman mereka ini dan beri tentang hadiah-hadiah itu terbetik juga di telinga Umar di Medinah, begitu juga segala sesuatu mengenai para wakilnya. Ia marah besar kepada Khalid dan dilihatnya orang ini belum kembali sadar dari kesesatannya. Sebelum itu ia memang sudah menerima berita bahwa Khalid ketika di Amid, Armenia, ia masuk ke kamar mandi lalu menggosok badannya dengan sesuatu yang mengandung khamar. Ditulisnya surat kepada Khalid dengan mengatakan: "Saya mendapat kabar bahwa Anda menggosok badan dengan khamar. Allah sudah mengharamkan khamar lahir batin sekalipun hanya menyentuhnya. Oleh karenanya, janganlah disentuhkan ke badan kalian." Jawaban Khalid mengatakan: "Kami sudah menolaknya tetapi bahan pembersih tak ada selain khamar." Tidak puas dengan jawaban itu, Umar membalasnya lagi dengan nada berang: "Keluarga al-Mugirah6 memang sudah biasa hanyut ke dalam hal yang sia-sia. Semoga Allah tidak membuat kalian mati dalam keadaan begitu." Umar memerintahkan supaya harta yang diperolehnya itu disimpan untuk kaum duafa Muhajirin. Tetapi malah diberikan kepada orang-orang yang kuat, orang berpangkat dan suka menuntut. Bukankah itu menunjukkan bahwa dia tidak melaksanakan perintahn untuk memeriksa ulang perhitungan harta itu, dan segala pemberi kepada kambing atau unta sekalipun harus atas perintahnya, dan dia tetap bersikeras pada kata-katanya ketika menyampaikan perintah ini kepadanya: "Anda biarkan saya dengan pekerjaan saya, atau terserahlah Anda dengan pekerjaan Anda."

Bagaimana keadaan akan berjalan benar jika Khalid bin Walid ingin memegang kekuasaan sendiri bebas tanpa ada pemeriksa dan pengawas kekayaan! Bahkan bagaimana akan berjalan benar jika Khalid sudah terpesona oleh kekaguman orang kepadanya dan pujian atas segala peranannya. Terbayang olehnya bahwa dia yang sekarang berkuasa di seluruh kawasan Syam, sudah menjadi raja seperti Jabalah dan nenek moyangnya dari Banu Gassan, berhak mengampuni da menjatuhkan hukuman, mengizinkan dan melarang. Ya, kalau dibiarkan semaunya, suatu hari ia akan sampai di puncak kesombongan dan ke­ zalimannya. Ia tidak akan lagi peduli pada perintah Khalifah dan tidak akan menghargainya. Andaikata ketika itu juga kedudukannya ditarik oleh Khalifah, niscaya ia akan memberontak dan pasti akan ada dari prajurit Syam yang akan membelanya. Bukan tak mungkin pihak Rumawi akan mendukung pula, maka terjadilah suatu bencana besar. Ketika itulah Umar hanya menyalahkan dirinya sendiri, kemudian Allah akan membuat perhitungan atas dirinya yang sudah lalai dalam mengurus umat Islam, karena dia ragu-ragu dan masih menahan diri.

Saat itu Umar benar-benar berang kepada Khalid dengan mengatakan: "Sungguh aku tidak beriman kepada Allah kalau aku pernah menyarankan kepada Abu Bakr tetapi perintah itu tidak kulaksanakan. Demi Allah, aku tidak akan mengangkatnya lagi untuk suatu jabatan apa pun." Sesudah itu ia menulis surat kepada Abu Ubaidah supaya memanggil Khalid dan mengikatnya dengan serbannya serta melepaskan qalansuwah-nya (topi kebesarannya)7 sampai terungkap pemberiannya kepada Asy'as bin Qais: dari hartanya sendiri atau dari harta rampasan perang. Kalau dia mengatakan itu adalah harta rampasan perang, maka dengan begitu ia telah mengakui pengkhianatannya; kalau dia mengatakan itu dari hartanya sendiri berarti itu pemborosan. Bagaimanapun juga, ia mendapat perintah memecat Khalid dan tugasnya digabungkan kepadanya.

Abu Ubaidah dalam kebingungan setelah menerima surat itu. Dalam hatinya dan dalam hati semua pasukan Muslimin Khalid memang mempunyai kedudukan yang luar biasa. Tetapi Amirulmukminin orang yang harus ditaati dan perintahnya harus dilaksanakan. Khalid akan dipanggilnya bagaimanapun juga, dan biarlah pelaksanaannya di tangan kurir utusan Umar dan muazin Nabi itu.8 Ditulisnya surat kepada Khalid, dan Khalid pun datang. Dia samasekali tidak menyinggung isi surat Umar. Tetapi pasukannya dikumpulkannya dan dia naik ke mimbar. Kemudian kurir yang diutus Khalifah tampil bertanya kepada Khalid: Dari hartamu sendirikah Anda memberikan hadiah sepuluh ribu itu ataukah dari harta perolehan perang? Mendengar pertanyaan itu Khalid terkejut dan tidak menjawab. Kurir itu mengulangi pertanyaannya, tetapi sepatah kata pun Khalid tidak menjawab. Sementara semua itu sedang berlangsung, Abu Ubaidah duduk di mimbar tanpa berkata apa-apa. Sesudah kurir itu berulang-ulang mengajukan pertanyaan, Khalid pun tetap diam, Bilal maju dan berkata lagi: Amirulmukminin memerintahkan agar Anda diikat dengan serban Anda dan melepaskan topi Anda sampai Anda dapat menjawab pertanyaan tadi. Khalid makin tercengang tetapi ia tetap diam. Saat itulah Bilal mengambil topi itu dan merangkul kedua tangan Khalid ke belakang punggungnya lalu mengikatnya dengan serbannya seraya katanya: "Bagaimana? Dari harta Anda atau dari harta perolehan perang?"

Perintah pemecatan dilaksanakan dan Khalid merasa terhina

Khalid tak habis heran menyaksikan peristiwa ini. Tetapi ia tetap membisu dan tak mampu menjawab. Sebenarnya situasi itu akan membuat setiap orang tidak akan sabar lagi. Bukankah itu sudah merupakan tuduhan terang-terangan mengkhianati suatu amanat? Jika orang tiba­tiba diberondong secara terus terang di depan orang banyak pula, ia akan muak, akan terkejut dan akan bingung sekali, apalagi ditujukan kepada Khalid bin Walid, yang kini sedang dalam puncak kejayaannya dalam menghadapi musuh Allah dan musuh Muslimin.

Gerangan apa tujuan melemparkan tuduhan itu? Tujuannya hanya untuk menghinanya habis-habisan? Kedua tangannya diringkus ke belakang, diikat dengan ikat kepalanya dan topi kebesarannya ditanggalkan! Apa keuntungannya buat Amirulmukminin dengan semua itu' Bukankah cukup dengan memanggil saja Khalid ke Medinah mengingat dia sudah dipecat dari tugasnya? Kalau dia sudah di sana boleh saja ditanya sekehendaknya dan tentang apa saja?

Keheranan pasukan Muslimin yang luar biasa menyaksikan kejadian ini tidak kurang dari keheranan Khalid sendiri. Mereka berbisik­bisik, saling bertanya-tanya. Apa yang dikehendaki dengan Saifullah sesudah pemandangan yang sangat menghina bagi seorang prajurit itu. lebih-lebih dia seorang jenderal jenius, yang telah membebaskan Irak dan Syam, yang menundukkan Persia dan Rumawi?! Hanya karena sepuluh ribu dirham itu saja tangan diikat dan topi kehormatannya dicopot, padahal dia yang telah menghasilkan rampasan perang sampai ratusan ribu, bahkan jutaan? Apa artinya sepuluh ribu dirham itu sampai dia mendapat penghinaan begitu berat? Adakah itu untuk dirinya lalu disembunyikan dari Abu Ubaidah dan dari Khalifah? Tidak! Malah diberikannya kepada Asy'as bin Qais, seorang amir - seorang pemimpin Kindah dan orang yang telah menghadapi cobaan berat dalam hal membebaskan Irak dan Syam. Berapa seringnya Asy'as dan orang semacam dia, orang terpandang yang telah terjun dalam beberapa peristiwa dan berjuang mati-matian menghadapi bahaya. Sungguh ini hukuman yang terlalu keras dari pihak Amirulmukminin terhadap orang yang sudah mendapat kepercayaan besar dari Rasulullah, dari Abu Bakr dan dari kaum Muslimin !

Dari mimbar Abu Obaidah melihat kepada semua orang yang hadir di tempat itu. Jelas sekali tampak di wajah mereka keheranan yang luar biasa dan rasa tidak setuju. Tetapi dalam peristiwa ini, semua itu hanya membuatnya makin membisu, yang memang sudah menjadi sikapnya sejak ia memanggil Khalid dan memerintahkan yang lain melaksanakan perintah Umar itu. Barangkali rasa kebingungan dan penyesalannya melihat pemandangan itu tidak kurang dari hadirin yang lain. Dia tahu lebih banyak daripada yang lain, tindakan apa yang akan diambil Umar terhadap Khalid karena rasa bangganya dan tindakannya yang tergesa-gesa dalam menghadapi perang serta kecenderungannya yang begitu kuat pada kebebasan menyatakan pendapat. Dalam tahun-tahun selama kekhalifahan Umar ia sudah mencurahkan segala perhatiannya untuk menghilangkan dari hati Amirulmukminin anggapannya yang tidak baik dan rasa kesalnya terhadap Khalid. Contoh untuk itu ketika Umar mengecam pujian orang kepada Khalid setelah pembebasan Kinnasrin dan kemenangan-kemenangan telak yang telah diperolehnya. Akan sia­sia begitu sajakah semua perjuangannya itu?! Teriakan Umar ketika itu: "Biarlah Khalid memimpin dirinya sendiri. Semoga Allah memberi rahmat kepada Abu Bakr! Ternyata mengenai orang-orang penting dia lebih tahu dari saya," bukan hanya teriakan kagum atas peranan Khalid yang begitu agung sehingga sebagai balasannya pimpinan Kinnasrin diserahkan kepadanya. Tetapi sungguhpun begitu ia tetap kesal kepada Khalid ! Kalau yang demikian ini sudah mengherankan, maka yang lebih mengherankan lagi adalah datangnya perintah dengan pemecatan Khalid saat dalam puncak kejayaannya. Semua orang bicara tentang peranannya itu: Persia, Rumawi, orang-orang Arab dan kaum Muslimin. Semua mereka hormat atas keagungannya dengan menganggukan kepala, semua mengagumi kejeniusannya yang luar biasa itu!

Begitu keadaan Abu Obaidah dan semua pasukan Muslimin dalam menyaksikan pemandangan itu. Lalu bagaimana Khalid sendiri? Mampukah kita membayangkan apa yang sedang berkecamuk dalam hatinya saat itu, apa yang sedang membahana dalam pikirannya? Kata-kata tercengang, pedih, kebanggaan yang terluka, kemarahan yang terpendam, pemberontakan di hati yang membara, secara satu persatu atau bersama-sama, rasanya akan terlalu sempit ruangan untuk dapat melukisan apa yang sekarang sedang bergejolak dalam hati laki-laki yang tak pernah menudukkan kepala itu, tak pernah merendahkan diri selama hidupnya. Bahkan di zaman jahiliahnya dan di zaman islamnya pun sudah merupakan lambang kebanggaan, kehormatan dan harga diri yang tinggi. Dialah pahlawan dengan cirinya yang khas. Alangkah sering sudah pedang Khalid memenggal kepala orang yang begitu angkuh, dialah jenderal perkasa yang dengan kemampuannya telah menunduk kan kabilah-kabilah dan kerajaan-kerajaan besar. Kita lihat dia sekarang diikat dengan serbannya - orang yang sudah mengikat ribuan tawanan perang dengan rantai! Sudah kita lihatkah dia sekarang dituduh mengkhianati harta Muslimin padahal melalui tangannya Allah telah mengangkat martabat Islam dan kaum Muslimin ! Ironis sekali! Tidakkah lebih baik buat dia mati terkapar di medan kepahlawanan dan kehormatan diri daripada dibawa ke dalam suasana sebagai pengkhianat kerdil, yang akan mencampakkan kehormatan dirinya, menginjak-injak arti kepahlawanannya!

Sikap Khalid

Tetapi bagaimana ia bisa keluar dari situasi yang sangat hina ini? Bilal berdiri menanyakannya: Yang diberikan kepada Asy'as sepuluh ribu itu dari hartanya sendiri atau dari harta perolehan perang? Dan dengan taat Bilal tidak membuka ikatan itu sebelum ia menjawab. Akan teruskah ia tidak menjawab dan pemandangan yang hina ini akan berlangsung lama? Atau akan mencabik ikatan itu dengan tangannya sendiri dan meletakkan kembali topi kehormatan di kepalanya dan menatap semua yang hadir dengan pandangan mata yang mematikan, yang sudah tidak asing lagi bagi kawan dan lawan seraya berkata kepada mereka: Saya tidak akan menjawab. Terserah Umar apa yang akan diperbuatnya! Tetapi dia adalah prajurit sejati, dia salah seorang prajurit dari pasukan Mukminin, dan Umar adalah Amirulmukminin. Dia yang dengan pedangnya telah menebas kaum murtad pembangkang tatkala mereka memberontak, berusaha hendak menyaingi kepemimpinan Abu Bakr. Memberontakkah ia kepada Umar lalu menyaingi hak-hak kepemimpinannya? Tidak! Imannya kepada Allah lebih besar daripada akan memberontak kepada orang yang oleh kaum Mukminin telah diserahi pimpinan. Oleh karena itu, ketika Bilal berulang-ulang mengajukan pertanyaan: Dari harta Andakah yang Anda berikan atau dari harta perolehan perang, ia menjawab: Dari harta saya pribadi!

Timbul gempar di kalangan Muslimin ketika mendengar kata-kata itu. Mereka girang bahwa Khalid sudah bicara. Terbayang oleh kebanyakan mereka, bahwa segalanya kini sudah selesai, dan dia akan kembali seperti semula memimpin wilayahnya di Kinnasrin, lalu sejarah pun akan dilupakan dan segala peranannya dengan apa yang telah terjadi akan dilupakan pula. Mereka merasa lebih tenang lagi karena lama setelah Bilal mendengar kata-kata Khalid, ia dilepas, dan topi kehormatannya dikembalikan, dan dikenakannya sendiri dengan tangannya seraya berkata: "Kita taat dan patuh kepada pemimpin-pemimpin kita, kita menghormati dan mengabdi kepada semua rakyat kita."

Khalid keluar dari majelis itu dan orang banyak pun bubar. Mereka berkata satu sama lain, mereka berlainan pendapat satu sama lain. Satu pihak berpendapat bahwa Amirulmukminin benar. Dalam mengadili Khalid, ia tidak membedakan-bedakan, sama seperti ketika mengadili wakil-wakilnya yang lain. Yang sebagian lagi berpendapat bahwa Khalid pemimpin militer Muslimin yang terbaik dan terbanyak memperoleh kemenangan, maka jika akan menilai kesalahan-kesalahannya harusnya juga disertai penilaian terhadap jasa-jasanya yang begitu agung, dan jika Umar mau mengadilinya, seharusnya ia dipanggil dan diadili sendiri dan jangan disidangkan sebagai tertuduh kejahatan di tengah-tengah pasukan yang sangat menghormati dan mengaguminya. Orang-orang yang sudah begitu fanatik kepada Khalid, penghinaan macam itu sungguh telah menimbulkan kemarahan dalam hati mereka. Mereka lalu teringat pada peranan Umar tatkala baru menggantikan Abu Bakr dan pemecatan Khalid dari pimpinan militer. Mereka pula yang menduga bahwa Amirulmukminin memperlakukan Khalid dengan penghinaan serupa itu karena ia iri hati kepadanya mengingat orang sudah begitu fanatik dan mencintainya. Itu hanya persaingan yang membangkitkan soal lama, yang tak ada hubungannya samasekali dengan keadilan.

Rasa terkejut Khalid tidak hilang begitu saja sesudah pertemuan itu. Dalam hati ia masih bertanya-tanya, bercampur bingung: Apa maunya Umar gerangan dengan dia? Tidak wajar rasanya jika jawabnya cukup bahwa hadiah yang diberikannya kepada Asy'as dari dirinya sendiri, dan sudah tentu dia sudah menulis kepada Abu Ubaidah lebih dari apa yang sudah terjadi itu. Andaikata maksudnya sekadar untuk mengetahui asal usul yang sepuluh ribu itu, niscaya cukup Abu Ubaidah saja menanyakan kepada Khalid dan menyampaikan jawabannya kepada Amirulmukminin. Bahwa dia sampai disidang di tengah-tengah orang banyak dengan begitu hina, tentu ada masalah lain di balik itu. Dan masalah itu tentu penting sekali, terbukti dari kebingungan Abu Ubaidah sendiri hingga ia memilih diam. Untuk menghilangkan kebingungannya dan untuk mengetahui berita dengan sejelas-jelasnya haruskah Khalid menanyakah sendiri kepada Abu Ubaidah? Ia membicarakan masalah ini kepada beberapa orang stafnya. Mereka mengatakan kepadanya bahwa orang ramai bicara bahwa dia mengatakan, uang yang dihadiahkan kepada Asy'as itu dari harta perolehan perang dan dia akan dipersalahkan dan Abu Ubaidah akan mengembalikannya ke tempat tugasnya. Perlukah kiranya ia menemui Abu Ubaidah dan membisikkan kepadanya apa yang sebenarnya dikehendaki Umar supaya ia dikembalikan ke Kinnasrin? Dalam hal ini ia masih maju mundur sesudah ia bertanya-tanya dalam hatinya. Kalau ia lakukan hal itu dan orang tahu, martabatnya di mata mereka akan jatuh, kepercayaan mereka kepadanya akan hilang.

Ia pergi menemui saudara perempuannya, Fatimah binti Walid, untuk dimintai pendapat. Saudaranya itu mengatakan: "Umar memang tak pernah mencintaimu. Keinginannya hanya supaya Anda mendustakan hatimu, kemudian ia akan memecatmu." Khalid setuju dengan pendapatnya itu, dan sambil mencium kepala Fatimah ia berkata: "Anda benar." Ia hanya tinggal menunggu apa yang akan terjadi atas dirinya.

Sementara itu sedang terjadi di Hims, di Medinah Umar sedang menunggu kedatangan Khalid dalam keadaan yang sudah dipecat dari jabatannya. Samasekali tak terlintas dalam pikirannya, bahwa Abu Ubaidah akan menahan penyampaian soal pemecatan itu atau akan membiarkan Khalid tetap bertugas dalam jabatannya sesudah ia dibebaskan dari jabatan itu. Setelah lama ia menunggu dan Khalid pun tidak muncul, timbul dugaannya apa yang sudah terjadi itu. Ia sudah dapat menangkap, bahwa Abu Ubaidah dengan segala kehalusan budinya, kelambanan dan sikap rendah hatinya, ia memperkirakan kesedihan yang akan menimpa hati Khalid bila mengetahui tujuan yang diinginkan Amirulmukminin, dan sebagai akibatnya kegelisahan Muslimin dan pasukannya yang akan timbul pada saat-saat yang sangat diperlukan oleh Abu Ubaidah untuk menghindari segala macam kegelisahan dan fitnah. Adakah kita mengira bahwa Aminul Ummah masih mengharapkan Umar akan menarik kembali perintahnya. Jika keadaan sudah tenang dari nafsu marahnya ia akan menulis surat kepadanya supaya Khalid dikembalikan ke tempat tugasnya semula. Itu sebabnya ia diam dan akan bersabar sampai badai itu lalu dan orang sudah tak lagi melihat bekasnya. Terpikir oleh Amirulmukminin bahwa memang perasaan ini yang mungkin bergejolak dalam hati Abu Ubaidah, sehingga dengan ketenangan hatinya, dengan sikapnya yang selalu berkepala dingin serta keteguhannya hatinya, ia tak sampai hati melaksanakan sendiri tuduhan itu. Karenanya ia kemudian menulis surat kepada Khalid memintanya datang untuk memberitahukan persoalan yang oleh Abu Ubaidah masih ditahan-tahan penyampaiannya. Sesudah Khalid menerima surat itu, tersentak hatinya. Ia melihat apa yang dilakukan Abu Ubaidah itu karena kasihan kepadanya, padahal dia sendiri adalah orang yang suka mengejek perasaan kasihan dan tidak mengenalnya. Ia pergi menemui Abu Ubaidah dengan hati yang bergejolak antara rasa cintanya dengan rasa marah kepadanya.

"Semoga Allah memberi rahmat kepada Anda!" katanya setelah menemuinya. "Apa maksud Anda dengan tindakan Anda itu?! Anda merahasiakan soal yang tadinya sangat ingin saya ketahui !"

Tetapi Abu Ubaidah menjawab dengan kata-kata penuh rasa kasih sayang: "Saya tidak ingin mengejutkan dan membuat Anda terharu dalam hal yang pasti akan demikian. Saya tahu ini akan sangat mengejutkan dan mengharukan Anda."

Khalid pergi ke Medinah dan menemui Umar

Tak ada jalan lain buat Khalid harus pulang ke Medinah sebagai orang yang sudah dipecat, untuk menemui Amirulmukminin. Dia keluar menuju Kinnasrin dengan hati yang masih bergolak, dengan kemarahan yang hampir merobek-robek jantungnya. Inikah balasan atas segala yang sudah dipersembahkannya?! Adakah Umar masih menyembunyikan dendamnya yang lama kepadanya? Selama tahun-tahun itu ia mengabdi kepadanya karena kekuatan tenaganya dan kejeniusannya dalam perang sangat diperlukan. Tetapi sesudah merasa mampu sendiri, tenaganya sudah tidak lagi diperlukan, mencari-cari kelemahannya tidak dapat, lalu cerita Asy'as dan hadiahnya itu yang dipakai alasan dalam mengarang sebuah drama untuk memecatnya dari tugas, setelah harga dirinya diinjak-injak dan kehormatannya dicampakkan ke tanah di depan umum?! Sungguh dia pendendam yang tak pernah melupakan dendamnya! Bolehjadi dendam itu makin membara setiap bintang Khalid bertambah cemerlang dan membuatnya makin membubung tinggi. Andaikata ia dipecat dari semua tugas itu saat ia naik sebagai Khalifah tentu masih dapat dimaafkan, karena ia pernah menyarankannya kepada Abu Bakr tetapi tidak dilaksanakan, dan baru terlaksana sesudah kemudian dia yang menggantikan kedudukannya. Bahwa selama empat tahun dibiarkan ia memimpin pertempuran, menaklukkan lawan dalam perang, menundukkan semua pasukan musuh, menguasai Damsyik dan Yordania, Hims dibebaskan dan dengan paksa menaklukkan Kinnasrin, Halab kembali menjadi patuh, mengusir Heraklius dari Suria, terus menyeberangi Qilqiah ke Armenia, dan terus bersambung ke Irak dan Syam. Sesudah semua itu, sekarang ia akan dipecat dengan tuduhan berkhianat atau pemborosan.

Tuduhan pengkhianatan itulah yang sungguh tak mampu Khalid menanggungnya, dan yang terhadap wakil-wakilnya yang lain pun memang sudah tak ada ampun lagi dari sikap Umar yang keras. Khalid tidak membuat kesalahan dan tidak melakukan pelanggaran. Mana pula kekayaannya dibandingkan dengan perjuangan yang luar biasa itu! Apa pula prestasi mereka dibandingkan dengan prestasinya! Memang tak perlu diragukan, mereka adalah orang-orang yang berjasa besar. Kemenangan Sa'd bin Abi Waqqas di Kadisiah dan yang telah mem­ bebaskan Mada'in, mengusir Yazdigird ke Ray, semua itu merupakan tindakan kepahlawanan yang sungguh gemilang. Kemudian Amr bin As membebaskan Baitulmukadas adalah kemenangan besar yang tiada taranya. Tetapi Khalid, dialah yang pertama telah berjasa membebaskan Irak dan Syam. Dialah yang telah menundukkan Kisra dan menundukkan Kaisar, dia yang telah membuka pintu lebar-lebar untuk perjalanan Muslimin ke mana pun dikehendaki. Dan kalaupun hadiah kepada Asy'as itu suatu perbuatan yang burnk, di mana pula tempatnya firman Allah [huruf Arab] "Segala perbuatan baik dapat menghilangkan segala perbuatan buruk." (Qur'an, 11:114). Biarlah Allah juga yang akan memberikan balasan baik kepada Khalid! Akhirnya Allah juga yang akan membuat pengawasan dan perhitungan dengan Umar!

Perasaan inilah yang berkecamuk dalam hati Khalid selama dalam perjalanannya dari Hims ke Kinnasrin. Ia mencurahkan perasaannya itu kepada beberapa orang anggota stafnya. Mereka pun masih berusaha menghiburnya dengan mengingatkannya pada firman Allah: [huruf Arab] "Tiada seorang pun yang, tahu apa yang akan diperolehnya esok, dan tiada seorang pun yang tahu di bumi ia akan mati." (Qur'an, 31:34). Dan [huruf Arab] "Bagi-Nya tiada yang tersembunyi, sebesar zarah pun, di langit dan di bumi." (Qur'an, 34:3). Khalid menjawab mereka dengan akibat penghinaan yang masih terasa pedihnya dalam hati: "Umar mewakilkan saya untuk Syam; sesudah sekarang Syam menjadi keju dan madu saya dipecat."

Sesampai di Kinnasrin api kemarahannya masih ditahannya, ditanggungnya sendiri. Dia berpidato di hadapan prajuritnya, disebutkannya betapa jaya perjuangan mereka bersama dia, dan samasekali tidak menjelek-jelekkan Umar. Kemudian ia mengucapkan selamat tinggal, lalu kembali bersama keluarga dan barang-barangnya ke Hims. Di sini pun dalam pidatonya ia mengucapkan selamat tinggal. Sesudah itu ta berpisah dengan mereka dan pergi menuju Medinah.

Tatkala sampai di Medinah dan bertemu dengan sahabat-sahabatnya, diketahuinya bahwa perintah Umar mengenai dirinya serta penghinaan yang dialaminya saat perintah itu dilaksanakan, ternyata sudah lebih dulu sampai kepada mereka. Tampaknya mereka ada yang fanatik kepadanya dan marah kepada Umar. Ia berbicara kepada mereka tentang segala pekerjaannya. Dikatakannya kepada mereka bahwa ia berjuang dengan ikhlas demi Allah dan demi agama yang diwahyukan Allah kepada Rasul-Nya. Diceritakannya kepada mereka apa yang sudah diperoleh pihak Muslimin melalui tangannya, dan hanya sedikit dari rampasan perang untuk dirinya. Ini membuat mereka bertambah simpati kepadanya dan makin marah kepada Umar. Sesudah itu, sesudah ia bertemu dengan Umar ia berkata: "Saya sudah mengadukan Anda kepada kaum Muslimin. Demi Allah, Umar, mengenai diri saya Anda tidak berterus terang!"

Bagi Khalifah tidak pada tempatnya untuk bersikap lemah yang mungkin perintahnya akan ditafsirkan tidak baik. Masih dengan sikap menuduh ia berkata kepada Khalid: "Dari mana kekayaan itu!? Dari mana kemudahan yang Anda hadiahkan sebanyak sepuluh ribu itu?" Dan pertanyaan itu diulangnya lagi setiap dia melihatnya. Sesudah merasa kesal Khalid berkata: "Dari barang rampasan perang dan dari saham-saham. Yang selebihnya dari enam puluh ribu itu untuk Anda."9 Umar menaksir barang-barang Khalid senilai delapan puluh ribu dirham, disisakan buat dia enam puluh ribu dan yang dua puluh selebihnya diambilnya dan dimasukkan ke dalam baitulmal.

(sebelum, sesudah)


Umar bin Khattab
"Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu"
 
Judul asli "Al-Faruq Umar" cetakan ke 7 oleh Muhammad Husain Haekal, Ph.D.,
dengan izin ahli waris, Dr. Ahmad Muhammad Husain Haekal, kepada penerjermah.
diterjemahkan oleh Ali Audah.
Cetakan pertama, April 2000
Diterbitkan oleh P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel. (0251) 330505, 370505, Fax. (0251) 380505 Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-38-7
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. IKRAR MANDIRIABADI, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team