Umar bin Khattab

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

3. Mendampingi Nabi (1/3)

Permusuhan Kuraisy terhadap Muslimin - 38; Peranan Umar di Mekah dan hijrahnya ke Medinah - 40; Umar dan permulaan azan - 44; Umar, Perang Badr dan tawanan perang - 46; Umar dalam Perang Uhud - 49; Ijtihad Umar di masa Rasulullah - 52; Umar dan istri-istri Nabi- 57; Yang ikhlas dan- zuhud - 63; Allah menempatkan kebenaran di lidah dan di hati Umar - 64; Akhlak Umar dan kesedihannya ketika Nabi wafat - 65

Umar masuk ke dalam agama Allah ini dengan semangat yang sama seperti ketika dulu memusuhi Islam. Begitu ia berada dalam keluarga Islam, lebih cenderung ia mengumumkan keislamannya itu terang-terangan kepada semua orang Kuraisy. Sebelum itu kaum Muslimin tak dapat melaksanakan salat di Ka'bah, tetapi dengan kegigihan Umar melawan Kuraisy mereka pun dibiarkan salat di sana. Dakwah Islam yang mulanya dilakukan dengan sembunyi-sembunyi, setelah Umar menganut Islam dakwah dilakukan terang-terangan. Muslimin kini sudah dapat duduk di sekitar Ka'bah dan melakukan tawaf serta berlaku adil terhadap orang yang dulu memperlakukan mereka dengan kasar. Oleh karenanya, berita tentang Muhammad kini lebih tersebar di kalangan para kabilah Kuraisy semua. Tidak sedikit dari keluarga Kuraisy yang lalu menyambut Islam. Ketika itulah Kuraisy berkomplot. Kabilah-kabilah mereka mengadakan kesepakatan dan menulis piagam yang kemudian digantungkan di dalam Ka'bah, yang isinya merupakan penegasan bahwa di antara mereka tidak akan mengadakan hubungan dagang atau hubungan apa pun dengan Muhammad, dengan Banu Hasyim dan Banu Abdul-Muttalib. Dengan demikian perang antara Kuraisy dengan pihak Muslimin bertambah sengit.

Permusuhan Kuraisy terhadap Muslimin

Dalam perang ini Kuraisy menggunakan segala macam senjata: senjata propaganda dengan melukiskan Muhammad menyihir orang dengan kata-kata yang dapat memecah belah orangtua dengan anak, saudara dengan saudara, suami dengan istri dan antarkeluarga. Lalu an-Nadr bin al-Haris datang menyusup menggantikan Muhammad pada setiap majelis pertemuan untuk bercerita kepada Kuraisy tentang Persia dan agamanya. Kemudian katanya: "Sungguh, cerita Muhammad tidak akan lebih baik dari cerita saya. Apa yang diceritakannya hanya dongeng-dongeng zaman dulu, hanya menyalin cerita seperti yang saya lakukan ini." Mereka juga menyebarkan kabar bahwa ada seorang budak Nasrani bernama Jabr yang mengajari Muhammad dengan segala yang diajarkannya itu. Muhammad ketika itu sering duduk-duduk di kedai budak itu di Marwah.

Sekarang Kuraisy makin menjadi-jadi mengganggu Muhammad dan sahabat-sahabatnya: Umm Jamil istri Abu Lahab memasang duri di jalan yang akan dilalui Rasulullah; Umayyah bin Khalaf setiap melihatnya mengeluarkan kata-kata kotor yang ditujukan kepadanya. Cobaan yang dialami kaum duafa dengan segala macam cara kekerasan sudah merupakan soal yang biasa terjadi di Mekah setiap hari. Rasulullah dan kaum Muslimin yang tetap tinggal di Mekah dan tidak ikut hijrah ke Abisinia menghadapi semua penderitaan yang menimpa mereka itu dengan hati tabah dan sabar. Sesudah gangguan itu sampai di puncaknya dan mereka diboikot oleh Kuraisy, mereka pergi berlindung ke celah-celah gunung di luar kota Mekah. Di sana mereka benar-benar menderita kekurangan. Makanan yang mereka peroleh hanya sedikit sekali dibawa oleh penduduk yang masih merasa iba melihat keadaan mereka. Kalau tidak karena itu mereka akan mati kelaparan. Mereka tinggal di celah gunung itu selama tiga tahun terus-menerus, tak dapat keluar selain pada bulan-bulan suci. Pada bulan-bulan itu Muhammad turun menemui orang-orang Arab untuk menyampaikan tugas Tuhannya. Di antara mereka yang melihat kesabaran dan ketabahannya serta ketabahan sahabat-sahabatnya menelan segala penderitaan dengan penuh iman kepada kebenaran yang diwahyukan Allah kepadanya itu, ada yang lalu menjadi pengikutnya,

Tetapi dalam pada itu ada dua tokoh, Hisyam bin Amr dan Zuhair bin Abi Umayyah yang tidak senang melihat piagam yang begitu kejam berupa pemboikotan kepada Muhammad itu. Setelah mengadakan pertemuan dengan beberapa tokoh, mereka sepakat mencabut piagam itu dari dinding Ka'bah lalu merobeknya. Kuraisy tidak bereaksi atas perbuatan mereka itu. Dengan demikian Muhammad dan sahabat-sahabatnya keluar dari celah gunung. Ia tetap menyampaikan dakwahnya di Mekah dan di kalangan kabilah-kabilah yang datang ke kota itu pada bulan-bulan suci. Kuraisy makin keras menyerang Muhammad setiap melihat Muhammad masih juga gigih menyampaikan dakwahnya. Kemudian pamannya Abu Talib meninggal, disusul istrinya Khadijah. Peristiwa ini makin mendorong Kuraisy melakukan penganiayaan kepadanya. Ia mencoba mencari bantuan kabilah Saqif di Ta'if, tetapi ia diusir dengan cara yang kejam. Pada musim-musim ziarah ia pun pergi menawarkan diri kepada kabilah-kabilah di tempat-tempat mereka, tetapi tak ada yang menyambutnya.

Sesudah itu terjadi peristiwa Isra, malah ada sekelompok Muslimin yang lalu meninggalkan agamanya. Kuraisy makin gigih menyakiti mereka yang masih tetap bertahan dalam Islam dengan harapan supaya mereka juga keluar. Tetapi dakwah Muhammad yang sudah berjalan bertahun-tahun dan sudah membekas, banyak di antara mereka yang berpikir-pikir tentang dakwah itu dan tentang kebenaran yang dibawanya. Bekas yang paling dalam pada penduduk Yasrib, melebihi penduduk Arab lainnya. Sekelompok orang yang dulu sudah masuk Islam, mereka itulah yang menjadi bibit Ikrar Aqabah Pertama. Dan ini pula yang menyebabkan Rasulullah pertama kali berpikir tentang hijrah ke Yasrib.

Tahun berikutnya, ada tujuh puluh lima orang Muslim datang dari Medinah — tujuh puluh tiga laki-laki dan dua perempuan. Mereka inilah yang membaiat Ikrar Aqabah Kedua. Rasulullah menerima baiat mereka bahwa mereka akan memberikan perlindungan kepadanya sebagaimana perlindungan yang mereka berikan kepada istri dan anak-anak mereka. Sejak itu ia menganjurkan sahabat-sahabatnya di Mekah agar menyusul kaum Ansar di Yasrib dengan jalan meninggalkan Mekah secara terpencar-pencar supaya tidak membuat gempar Kuraisy. Inilah pertama kali hijrah ke Medinah. Islam pun pindah ke sana, dan dari sana pula Islam tersebar ke kawasan-kawasan lain di Semenanjung.

Peranan Umar di Mekah dan hijrahnya ke Medinah

Saat yang terjadi antara islamnya Umar dengan perintah Muhammad kepada sahabat-sahabatnya agar menyusul Ansar ke Yasrib, sudah tentu merupakan saat yang paling penting yang pernah dialami oleh Rasulullah dan agama Allah ini. Adakah juga peranan Umar bin Khattab yang sejalan dengan wataknya yang suka berterus terang dan tegas, dengan rasa harga diri yang tinggi itu? Dalam buku-buku biografi dan buku-buku sejarah tidak banyak yang kita peroleh mengenai hal ini. Tetapi ini tidak berarti bahwa di masa mudanya, masa sedang perkasa dan sedang kuat-kuatnya Umar memegang peranan yang negatif dalam hal-hal yang dialami oleh Rasulullah dan kaum Muslimin. Sudah tentu ketika itu ia termasuk Muslim yang paling tabah dan sabar dalam menanggung penderitaan, dan yang paling keras memberikan pembelaan sedapat yang dapat dilakukannya dalam menghadapi gangguan kepada Rasulullah dan saudara-saudaranya kaum Muslimin. Tetapi dia juga orang yang sangat meyakini ketertiban dan berusaha sedapat mungkin menaati dan menjaganya. Yang demikian ini sudah menjadi bawaannya sejak masa jahiliah, dan lebih-lebih lagi sesudah dalam Islam.

Kebijakan Rasulullah pada periode yang sedang kita bicarakan sekarang selalu menghindari segala bentuk kekerasan. Tak lebih ia hanya memaafkan setiap perlakuan tidak baik yang ditujukan kepadanya. Ia berdakwah dengan bijaksana, mengajak orang dengan cara-cara yang baik dan berdiskusi dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang semula sangat memusuhinya berubah menjadi seperti sahabat karib. Itulah sikapnya terhadap Kuraisy ketika itu di Mekah dan terhadap Saqif di Ta'if, juga terhadap kabilah-kabilah lain yang diajaknya memasuki pintu cahaya dan bimbingan Allah. Tetapi mereka bersikap sombong dan menolak ajakannya. Ini suatu kebijakan yang tak terdapat dalam ketegasan dan kekuatan Umar seperti ketika ia masuk Islam dan mati-matian melawan kaum musyrik sehingga ia dan kaum Muslimin bersama-sama dengan dia dapat salat di Ka'bah.

Setelah terjadi hijrah, Umar pun ikut hijrah ke Medinah seperti Muslimin yang lain. Dengan diam-diam ditinggalkannya Mekah tanpa setahu penduduknya, kendati ada sebuah sumber yang dihubungkan kepada Ali bin Abi Talib menyebutkan: "Setahu saya semua Muhajirin hijrah dengan sembunyi-sembunyi, kecuali Umar bin Khattab. Sesudah siap akan berangkat hijrah dibawanya pedangnya dan diselempangkannya panahnya dengan menggenggam anak panah di tangan dan sebatang tongkat komando. Ia pergi menuju Ka'bah sementara orang-orang Kuraisy di beranda Ka'bah. Umar melakukan tawaf di Ka'bah tujuh kali dengan khusyuk, menuju ke Maqam (Ibrahim) lalu salat. Setelah itu setiap lingkaran orang banyak didatanginya satu persatu seraya berkata kepada mereka: "Wajah-wajah celaka! Allah menista orang-orang ini! Barang siapa ingin diratapi ibunya, ingin anaknya menjadi yatim atau istrinya menjadi janda, temui aku di balik lembah itu."

Baik Ibn Hisyam, Ibn Sa'd atau at-Tabari tidak mencatat peristiwa ini. Ibn Hisyam dalam as-Sirah an-Nabawiyah dan Ibn Sa'd dalam atTabaqat al-Kubra menyebutkan bahwa Rasulullah mengizinkan orang hijrah meninggalkan Mekah dengan terpencar-pencar sehingga tidak menimbulkan kegaduhan di kalangan Kuraisy, dan Muslimin keluar secara bebas. Yang mempunyai kendaraan dapat bergantian, yang tidak supaya berjalan kaki. Umar bin Khattab berkata: "Saya dan Ayyasy bin Abi Rabi'ah dan Hisyam bin al-As bin Wa'il sudah berjanji akan keluar diam-diam. Kami berkata, jika di antara kita ada yang terlambat dari waktu yang sudah dijanjikan, berangkatlah dua orang. Saya berangkat bersama Ayyasy bin Abi Rabi'ah; Hisyam bin al-As masih tertahan. Seperti yang lain dia juga dibujuk oleh Kuraisy. Saya dan Ayyasy meneruskan perjalanan sampai di Quba'." Sesudah itu sumber tersebut menyebutkan bahwa Ayyasy kembali ke Mekah memenuhi permintaan ibunya, dan bahwa di sana ia dimasukkan ke dalam penjara, kemudian dibujuk dan dia pun terbujuk.

Adakah kedua sumber ini saling bertentangan? Atau keduanya dapat disesuaikan, bahwa ia menantang orang-orang musyrik seperti dalam sumber yang dihubungkan kepada Ali bin Abi Talib, kemudian setelah itu menurut sumber Ibn Hisyam dan Ibn Sa'd ia berangkat hijrah dengan diam-diam? Kita lebih cenderung pada pendapat bahwa Umar tidak menantang siapa pun, dan bahwa dia hijrah meninggalkan Mekah diam-diam tanpa diketahui penduduk Mekah. Dia melakukan itu bukan karena lemah atau takut, yang memang tak pernah dikenalnya selama hidupnya, tetapi dia laki-laki yang penuh disiplin. Dia mengikuti jemaah dan meminta yang lain juga mengikuti mereka. Kaum Muslimin semua berangkat hijrah dengan diam-diam. Jadi tidak heran jika Umar juga mengikuti jejak mereka untuk menjaga ketentuan yang berlaku, dan supaya tidak timbul perasaan pada mereka yang pergi diam-diam bahwa keimanan Umar kepada Allah dan Rasul-Nya lebih kuat dari mereka.

Umar sudah sampai di Quba'. Di Banu Amr bin Auf ia bersama keluarganya tinggal pada keluarga Rifa'ah bin Abdul-Munzir. Setelah Rasulullah yang hijrah ditemani Abu Bakr tiba, Umar termasuk yang menyambutnya dan pergi bersama-sama dengan rombongan itu ke Medinah. Seperti Rasulullah dan Muslimin yang lain Umar juga ikut bekerja membangun mesjid dan tempat tinggal Rasulullah. Setelah itu Rasulullah ‘alaihis-salam pindah dari rumah Abu Ayyub al-Ansari.

Peristiwa hijrah ke Medinah ini merupakan permulaan zaman baru dan kebijaksanaan baru dalam sejarah Islam dan kaum Muslimin. Kaum Muhajirin yang hijrah dari Mekah berkumpul dengan mereka yang sudah menganut Islam di Medinah. Mereka kini merupakan suatu kekuatan yang dapat mengangkat martabat dan membina kaum Muslimin. Rasulullah menginginkan agar martabat mereka lebih tinggi, persatuan mereka lebih kuat. Dengan menjalin pertalian yang lebih erat antara kaum Muhajirin dengan kaum Ansar, maka rasa persatuan dan harga diri mereka itu akan lebih kuat lagi. Oleh karena itu diajaknya mereka saling bersaudara setiap dua orang. Dia sendin mempersaudarakan Ali bin Abi Talib; Hamzah pamannya dipersaudarakan dengan bekas budaknya Zaid bin Harisah; Abu Bakr dipersaudarakan dengan Kharijah bin Zaid; juga setiap orang dari kaum Muhajirin dipersaudarakan dengan seorang dari Ansar, yang oleh Rasulullah dijadikan hukum saudara sedarah dan senasab. Dalam hal ini Umar bin Khattab dipersaudarakan dengan Utban bin Malik, saudara Banu Salim bin Auf bin Amr bin Auf al-Khazraji.1

Cara mempersaudarakan demikian memperkuat kedudukan Muslimin di Medinah, sehingga kaum musyrik dan Yahudi benar-benar memperhitungkan kekuatan mereka. Karena itu kalangan Yahudi tanpa ragu lagi mengajak damai dengan Rasulullah. Mereka membuat perjanjian dengan Rasulullah yang menjamin adanya kebebasan beragama dan kebebasan menyatakan pendapat serta menghormati kota Medinah, menghormati kehidupan dan harta dan larangan melakukan kejahatan. Persetujuan ini memperlemah kedudukan Aus dan Khazraj yang masih tetap musyrik, dan sekaligus memperkuat kedudukan kaum Muslimin.

Kedudukan dan kekuatan yang dicapai Muslimin dalam kehidupan masyarakat di Medinah telah membuka cakrawala bam bagi Umar bin Khattab, yang selama di Mekah tak pernah ada. Dia laki-laki yang penuh disiplin, laki-laki bijaksana yang telah berjuang demi disiplin. Kaum Muslimin di Mekah merupakan kaum minoritas yang dilindungi oleh keimanan mereka yang kuat kepada Allah dan Rasul-Nya sehingga mereka tidak tergoda dan tidak menjadi lemah, dengan bersikap negatif dalam perlawanan terhadap mereka yang mencoba menggoda agar meninggalkan agama Allah. Perlawanan negatif demikian tidak sesuai dengan watak Umar yang selalu memberontak meluap-luap menantang siapa saja yang mau merintanginya. Untuk itu di Mekah tidak cukup tempat untuk melaksanakan segala kegiatannya sehingga menampakkan hasil. Tetapi dalam kehidupan Muslimin sekarang di Medinah dengan segala disiplinnya yang begitu jelas, bagi Umar sudah tiba saatnya untuk memperlihatkan kepribadiannya dan harus ada pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat. Bahkan ada sifat-sifat Umar yang di Mekah dulu tak terlihat sudah mulai tampak: sebagai manusia yang dapat melihat peristiwa sebelum terjadi, dan apa yang terjadi seolah sudah diduganya.

Umar dan permulaan azan

Sesudah Rasulullah merasa tenang di Medinah, pada waktunya tanpa dipanggil orang-orang datang berkumpul untuk salat. Rasulullah ingin menggunakan trompet seperti trompet orang Yahudi untuk memanggil Muslimin. Tetapi ia tidak menyukai trompet, maka dimintanya menggunakan genta yang ditabuh pada waktu salat seperti dilakukan orang Nasrani. Genta dibuat dengan menugaskan Umar agar keesokannya membeli dua potong kayu. Sementara Umar sedang tidur di rumahnya ia bermimpi: "Jangan gunakan genta, tetapi untuk salat serukanlah azan." Umar pergi menemui Rasulullah memberitahukan mimpinya. Tetapi wahyu sudah mendahuluinya. Ada juga disebutkan bahwa Abdullah bin Zaid (bin Sa'labah) sudah lebih dulu datang kepada Rasulullah dengan mengatakan: "Rasulullah, semalam saya seperti bermimpi: Ada laki-laki berpakaian hijau lewat di depan saya membawa genta. Saya tanyakan kepadanya: Hai hamba Allah, akan Anda jual genta itu? Orang itu menjawab dengan bertanya: Akan Anda apakan? 'Untuk memanggil orang salat,' jawab saya. 'Boleh saya tunjukkan yang lebih baik?' tanyanya lagi. Kemudian ia menyebutkan kepadanya lafal azan. Rasulullah pun lalu menyuruh Bilal dan ia menyerukan azan dengan lafal itu. Umar di rumahnya mendengar suara azan itu, ia keluar menemui Rasulullah sambil menyeret jubahnya dan berkata: "Rasulullah, demi Yang mengutus Anda dengan sebenarnya, saya bermimpi seperti itu."

Sejak itu suara azan bergema di udara Medinah setiap hari lima kali, dan ini merupakan bukti yang nyata bahwa Muslimin kini di atas angin, lebih unggul. Azan untuk salat merupakan seruan kepada disiplin yang menambah kekuatan orang yang berpegang pada disiplin itu. Bahwa hal ini sudah dikatakan Umar sebelum turun wahyu, suatu bukti bahwa agama telah menyerap ke dalam diri orang kuat ini, sehingga pikirannya hanya tertumpu pada disiplin yang akan membuat agama ini makin kukuh dan tersebar luas.

Tetapi orang-orang Yahudi dan kaum musyrik yang masih berpegang pada kepercayaan mereka sudah merasa jemu. Mereka mulai berkomplot dan mengadakan oposisi. Dalam menghadapi persekongkolan itu banyak cara yang ditempuh Muslimin, termasuk cara-cara kekerasan kalau perlu. Seperti yang lain Umar bin Khattab juga ikut mengadakan perlawanan.

Dengan maksud menakut-nakuti pihak Yahudi dan kaum munafik dan untuk meyakinkan pihak Kuraisy, bahwa lebih baik mereka menempuh jalan damai demi kebebasan berdakwah agama, Rasulullah mengirim beberapa ekspedisi dan pimpinannya diserahkan kepada Hamzah bin Abdul-Muttalib, Ubaidah bin al-Haris, Sa'd bin Abi Waqqas dan Abdullah bin Jahsy, seperti juga sebagian ekspedisi yang dipimpin sendiri oleh Nabi. Buku-buku biografi dan buku-buku sejarah samasekali tak ada yang menyebutkan bahwa Umar pernah terlibat dalam ekspedisi yang pertama ini. Barangkali Rasulullah lebih menyukai ia tinggal di Medinah mengingat kebijakannya yang baik serta keterusterangannya dalam menegakkan kebenaran. Hal ini terlihat tatkala ada delegasi Nasrani dari Najran datang ke Medinah mau berdebat dengan Rasulullah. Tetapi perdebatan mereka, juga perdebatan Yahudi, ditolak dengan firman Allah:

"Katakanlah: Wahai Ahli Kitab! Marilah menggunakan istilah yang sama antara kami dengan kamu: bahwa kita takkan menyembah siapa pun selain Allah; bahwa kita takkan mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Dia; bahwa kita tak akan saling mempertuhan satu sama lain selain Allah. Jika mereka berpaling; katakanlah: Saksikanlah bahwa kami orang-orang Muslim (tunduk bersujud pada kehendak Allah)." (Qur'an, 3:64). Kemudian ia mengajak delegasi itu menerima apa yang sudah diwahyukan itu atau saling berdoa.2 Tetapi pihak Nasrani berpendapat akan kembali kepada masyarakat mereka tanpa mengadakan mubahalah. Mereka juga melihat Nabi sangat teguh berpegang pada keadilan. Mereka ingin supaya dikirim orang bersama mereka yang dapat memberikan keputusan mengenai hal-hal yang mereka perselisihkan. Kata Rasulullah kepada mereka: Ke marilah sore nanti; akan saya utus orang yang kuat dan jujur bersama kalian. Ibn Hisyam menceritakan bahwa Umar bin Khattab ketika itu berkata: Yang paling saya sukai waktu itu ialah pimpinan, dengan harapan sayalah yang akan menjadi pemimpin itu. Saya pergi ke mesjid akan salat lohor dengan datang lebih dulu. Selesai Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan salam, ia melihat ke kanan dan ke kiri. Saya sengaja menjulurkan kepala lebih tinggi supaya ia melihat saya. Sementara ia sedang mencari-cari dengan pandangannya, terlihat Abu Ubaidah bin al-Jarrah. Ia dipanggilnya seraya katanya: Anda pergilah bersama mereka dan selesaikan apa yang mereka perselisihkan dengan adil dan besar. Setelah itu Abu Ubaidah berangkat."

Sebenarnya Umar sangat mengharapkan dia yang akan ditunjuk oleh Rasulullah menjadi penengah, seperti yang biasa dilakukannya sejak nenek moyangnya dulu di zaman jahiliah, jika terjadi perselisihan di antara para kabilah. Tetapi pilihan Nabi jatuh kepada Abu Ubaidah, padahal Umar begitu dekat di hatinya. Hal ini membuktikan bahwa Rasulullah menginginkan Umar tetap berada di Medinah. Keterusterangannya, keberanian serta pandangannya yang tepat sangat diperlukan. Tetapi mungkin juga ia khawatir mengingat watak Umar yang keras, maka yang dipilihnya Abu Ubaidah, karena selain kejujurannya, sikapnya lemah lembut dan periang.

(sebelum, sesudah)


Umar bin Khattab
"Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu"
 
Judul asli "Al-Faruq Umar" cetakan ke 7 oleh Muhammad Husain Haekal, Ph.D.,
dengan izin ahli waris, Dr. Ahmad Muhammad Husain Haekal, kepada penerjermah.
diterjemahkan oleh Ali Audah.
Cetakan pertama, April 2000
Diterbitkan oleh P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel. (0251) 330505, 370505, Fax. (0251) 380505 Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-38-7
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. IKRAR MANDIRIABADI, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team