|
3. Mendampingi Nabi (2/3)
Umar, Perang Badr dan tawanan perang
Kuraisy tidak puas dengan perdamaian yang ditawarkan
Rasulullah agar memberikan kebebasan orang berdakwah demi
agama Allah. Mereka bahkan tetap memperlihatkan permusuhan
kepadanya dan kepada sahabat-sahabatnya. Tatkala Rasulullah
dengan kekuatan tiga ratus orang Muslimin keluar
meiiyongsong mereka di Badr, dan dia tahu bahwa di pihak
Mekah yang datang dengan kekuatan lebih dari seribu orang.
ia bermusyawarah dengan sahabat-sahabatnya: Akan tetap
menghadapi perang dengan mereka atau akan kembali ke
Medinah. Umar dan Abu Bakr menyarankan lebih baik mereka
dihadapi. Setelah pertempuran dimulai, dan perang pun
berkobar, korban pertama di pihak Muslimin adalah Mihja',
bekas budak Umar bin Khattab. Di tengah-tengah pertempuran
itu Umar pun sempat membunuh saudara ibunya, al-As bin
Hisyam. Disebutkan bahwa ketika itu Umar bertemu dengan
Sa'id. anak al-As, maka katanya: "Saya lihat Anda seperti
menyimpan sesuatu dalam hati Anda. Saya lihat Anda mengira
saya sudah membunuh ayah Anda. Kalaupun saya bunuh dia,
tidak perlu saya meminta maaf kepada Anda, sebab yang saya
bunuh paman saya, saudara ibu saya al-As bin Hisyam bin
al-Mugirah. Tentang bapa Anda, ketika saya melewatinya ia
sedang mencari-cari sesuatu seperti lembu mencari tanduknya.
saya menghindar dari dia. Lalu ia mendatangi Ulayya,
sepupunya, maka dibunuhnyalah dia."
Kata-kata yang diucapkan Umar ini merupakan yang pertama
kali dikutip tentang dia dalam perang ini, perang yang telah
membentuk sejarah Islam dan sejarah dunia ke dalam bentuk
baru. Perang ini melukiskan pengaruh yang ditanamkan Islam
ke dalam diri Umar dengan sangat jelas sekali. Demi agama
ini orang harus menganggap segalanya itu tak ada artinya, ia
tak boleh ragu ketika terjadi jika ia harus berhadapan
dengan saudara atau dengan kerabat dekat. Ia mempersembahkan
hidupnya untuk Allah dan di jalan Allah. Dengan pertimbangan
apa pun ia tak boleh ragu dalam membela agama Allah.
Muslimin menawan tujuh puluh orang Kuraisy, kebanyakan
pemimpin-pemimpin dan orang-orang berpengaruh di kalangan
mereka. Umar bin Khattab termasuk orang yang paling keras
ingin membunuh para tawanan itu. Tetapi para tawanan itu
masih ingin hidup dengan jalan penebusan. Mereka mengutus
orang kepada Abu Bakr agar membicarakan dengan Rasulullah
untuk bermurah hati kepada mereka dan mereka bersedia
membayar tebusan. Abu Bakr berjanji akan berusaha. Tetapi
karena mereka khawatir Umar akan mempersulit keadaan, mereka
juga mengutus orang kepada Umar dengan pesan seperti kepada
Abu Bakr. Tetapi Umar menatap mereka penuh curiga. Abu Bakr
datang menemui Rasulullah dengan permintaan agar bermurah
hati kepada para tawanan perang itu atau menerima tebusan
dari mereka, yang berarti dengan demikian akan memperkuat
Muslimin. Tetapi Umar tetap keras dan tegar. "Rasulullah,"
katanya. "Mereka musuh-musuh Allah. Dulu mereka mendustakan,
memerangi dan mengusir Rasulullah. Penggal sajalah leher
mereka. Mereka inilah biang orang-orang kafir, pemuka-pemuka
orang sesat. Allah sudah menghina kaum musyrik itu dengan
Islam."
Dalam hal ini Rasulullah bermusyawarah dengan Muslimin
dan berakhir dengan menerima tebusan dan Nabi membebaskan
mereka. Tetapi tak lama sesudah itu datang wahyu dengan
firman Allah ini:
"Tidak sepatutnya seorang nabi akan mempunyai
tawanan-tawanan perang, sebelum ia selesai berjuang di
dunia. Kamu menghendaki harta benda dunia; Allah menghendaki
akhirat. Allah Mahakuasa, Mahabijaksana." (Qur'an,
8:67).
Begitulah Umar, memberikan pendapatnya sekitar peristiwa
Badr, seolah sudah melihat peristiwa itu sebelum terjadi,
seperti halnya dengan soal azan untuk salat. Dengan demikian
Nabi dan kaum Muslimin sangat menghargai pendapatnya,
kedudukannya makin tinggi di samping Nabi dan di kalangan
kaum Muslimin umumnya.
Sekarang datang Mikraz bin Hafs hendak menebus Suhail bin
Amr. Suhail ini seorang orator ulung. Melihat Mikraz
melakukan tebusan, cepat-cepat Umar menemui Rasulullah
seraya katanya: Izinkan saya mencabut dua gigi seri Suhail
bin Amr ini supaya lidahnya menjulur ke luar dan tidak lagi
berpidato mencerca Anda di mana-mana. Tetapi Rasulullah
menjawab:
"Saya tidak akan memperlakukannya secara kejam, supaya
Allah tidak memperlakukan saya demikian, sekalipun saya
seorang nabi."
Ucapan Umar itu terus terang menunjukkan kegigihannya
mengenai pendapatnya untuk tidak membiarkan para tawanan
yang berkemampuan kembali mengadakan perlawanan kepada kaum
Muslimin. Ia sangat menekankan pendapatnya itu kendati
masyarakat Muslimin sudah memutuskan menerima tebusan.
Wahyu turun memperkuat pendapat Umar mengenai para
tawanan perang. Ini juga yang membuat Umar makin dekat di
hati Nabi. Ia telah menjadi pendampingnya seperti juga Abu
Bakr: Hafsah putri Umar istri Khunais bin Huzafah, adalah
salah seorang yang mula-mula dalam Islam. Tetapi Hafsah
ditinggalkan wafat oleh Khunais beberapa bulan sebelum
Perang Badr. Kemudian Rasulullah menikah dengan Hafsah,
seperti dengan Aisyah putri Abu Bakr sebelum itu. Pertalian
semenda ini makin mempererat hubungan Nabi dengan Umar,
sehingga dengan demikian lebih memudahkan Umar sering datang
menemui Nabi, seperti juga Abu Bakr.
Umar dalam Perang Uhud
Tahun berikutnya cepat-cepat Kuraisy mengadakan persiapan
untuk melakukan balas dendam terhadap kekalahannya di Badr.
Para sahabat menyarankan kepada Rasulullah untuk keluar
menyongsong musuh di Uhud, di luar kota Medinah. Rasulullah
masuk ke rumahnya, disusul oleh Abu Bakr dan Umar, yang
kemudian mengenakan ikat kepala dan baju besinya. Dengan
menyandang pedang ia berangkat bersama sahabat-sahabatnya
hendak menghadapi musuh: Sampai menjelang tengah hari
pasukan Muslimin di pihak yang menang. Tetapi kemudian
keadaan berbalik menimpa mereka tatkala pasukan pemanah
melanggar perintah Rasulullah. Mereka turun dari markas
mereka di atas bukit, ikut yang lain memperebutkan rampasan
perang. Kesempatan ini digunakan oleh Khalid bin Walid
memutar pasukan berkuda Kuraisy ke belakang pasukan
Muslimin. Kemudian ia berteriak sekeras-kerasnya yang
membuat pihak Kuraisy kembali menyerang Muhammad dan
sahabat-sahabatnya, yang sedang sibuk mengumpulkan rampasan
perang. Karena serangan Kuraisy itu sekarang pasukan
Muslimin menjadi kacau dan barisan centang-perenang, keadaan
makin panik dan mereka cerai-berai setelah seorang musyrik
berteriak: Muhammad sudah terbunuh!
Mendengar teriakan itu terbayang oleh pihak Muslimin
bahwa mereka dan agama yang mereka imani tidak akan lagi
tetap hidup. Agama ini tetap hidup dan mereka juga tetap
hidup karena Allah sudah menjanjikan kepada Rasul-Nya
kemenangan. Sekarang Rasulullah sudah terbunuh di tangan
kaum musyrik, dan sahabat-sahabatnya sudah mengalami
kekalahan dihajar oleh pihak musyrik! Bahkan tokoh-tokoh
Muhajirin dan Ansar pun sudah pasrah dan sudah putus asa.
Mereka lalu pergi menyendiri dan duduk-duduk di sisi gunung.
Ketika itulah kemudian Anas bin an-Nadr datang ke tempat
mereka. Dilihatnya juga ada Umar bin Khattab, Talhah bin
Ubaidillah dan beberapa orang lagi kaum Muslimin yang sedang
dalam keadaan kacau balau dan putus asa, tak tahu apa yang
harus diperbuat. Ketika itu ia berkata kepada mereka:
"Mengapa kamu duduk-duduk di sini?!" Mereka menjawab:
"Rasulullah sudah terbunuh." "Untuk apa lagi kita hidup
sesudah itu. Bangunlah! Biarlah kita juga mati untuk tujuan
yang sama." Sesudah itu ia maju menghadapi musuh. Ia
bertempur mati-matian, bertempur tiada taranya. Ia menemui
ajalnya setelah mengalami tujuh puluh pukulan musuh,
sehingga ketika itu orang sudah tidak dapat mengenalnya
lagi, kalau tidak karena saudara perempuannya yang datang
dan dapat mengenalnya dari ujung jarinya.
Tetapi setelah kemudian Muslimin tahu bahwa Rasulullah
masih hidup, keimanan mereka kembali menggugah mereka, bahwa
Allah akan menolong Rasul-Nya. Abu Bakr, Umar, Ali bin Abi
Talib, az-Zubair bin al-Awwam dan yang lain bergegas
melindunginya. Mengetahui keadaan ini Khalid bin Walid naik
ke atas bukit memimpin pasukan berkuda dengan tujuan
menghabisi Muhammad dan orang-orang di sekitarnya. Tetapi
Umar bin Khattab dan beberapa orang lagi dari pihak Muslimin
sudah siap menghadapi Khalid dan pasukan berkudanya.
Mati-matian mereka mengadakan perlawanan dan melindungi
Rasulullah sampai berhasil mengusir mereka mundur. Tujuan
Khalid tidak tercapai.
Di atas Sudah kita sebutkan tentang Umar dan apa yang
diduganya akan terjadi, seperti soal azan untuk salat,
membuktikan bahwa agama telah menyerap ke dalam diri orang
kuat ini, sehingga pikirannya hanya tertumpu pada disiplin
yang akan membuat agama ini makin kukuh dan tersebar lebih
luas. Sikap Umar terhadap tawanan Perang Badr dan wahyu yang
kemudian turun memperkuat pendapatnya serta sikapnya
menghadapi Khalid bin Walid sebelum menyergap Nabi dan
orang-orang di sekitarnya, kedua sikapnya ini sudah
menunjukkan bukti yang kuat sekali tentang menyatunya agama
Allah ke dalam diri Umar begitu rupa sehingga ia begitu
bersemangat dan makin kuat hendak membelanya. Tidak heran,
sejak mudanya hatinya sudah teguh pada apa yang diyakininya,
dan orang demikian bersedia menyerahkan hidupnya demi
keyakinannya. Kita sudah melihat beberapa posisi Umar di
masa jahiliah. Semangatnya atau fanatiknya yang begitu besar
terhadap Kuraisy di luar kabilah-kabilah yang lain, juga
semangatnya dalam menghadapi dakwah Muhammad, sehingga dia
sendiri juga ikut menyiksa kaum Muslimin yang mula-mula.
Setelah mendapat hidayah dan
Allah membimbing hatinya dengan inaan yang kuat
kepada-Nya, ia berdiri tegak di samping agama Allah,
membelanya dengan semangat dan cara yang sama seperti ketika
memeranginya dulu. Sekarang, setelah Muslimin dapat agama
dan Nabinya, dalam membela agama ini Umar mau mengorbankan
segalanya, juga mau mengorbankan nyawanya. Rasa putus asa
yang sempat menimpanya dan menimpa Muslimin yang lain
tatkala pihak Kuraisy mengatakan Nabi sudah meninggal,
menjadi. sebagian rasa semangatnya terhadap agama ini,
sehingga rasa sedihnya itu membuatnya lepas dari ketajaman
pikirannya. Tetapi setelah diketahuinya bahwa Rasulullah
masih hidup, ia tampil menyerahkan seluruh hidupnya demi
imannya itu, dan Allah memberi kemenangan kepadanya melawan
jenderal jenius yang sangat dibanggakan Kuraisy itu dan
telah memberi keuntungan kepada mereka dalam Perang
Uhud.
Tetapi iman dan semangat Umar terhadap imannya itu tak
dapat menahan kebanggaan dirinya, tak dapat menahan
kepercayaannya kepada pendapatnya di depan Rasulullah
sendiri. Dalam membanggakan pendapatnya Umar termasuk orang
yang paling kuat alasannya di kalangan Muslimin, dan paling
menonjol. Memang benar bahwa Muslimin, semuanya tidak
mengenal lemah, dan ada yang menyampaikan pendapatnya kepada
Rasulullah dan be'rdebat untuk mempertahankan pendapatnya
atau mau meyakinkan lawan bicaranya, yang memang sudah
menjadi ciri khas orang-orang yang berpendirian kuat di
masamasa revolusi, karena dengan itu mereka ingin pendirian
yang menjadi cita-citanya mencapai tujuan. Tetapi Umar yang
paling berterus terang dan paling berani. Tanpa mengurangi
cintanya kepada Rasulullah serta kuatnya iman akan
risalahnya, ia mau menyampaikan pendapatnya di depan
Rasulullah dan mau mempertahankannya. Sudah kita lihat
sikapnya mengenai tawanan Perang Badr, bagaimana ia meminta
izin akan mencabut dua gigi seri Suhail bin Amr sesudah
Muslimin menerima tebusan para tawanan itu. Dan kelak kita
akan melihat sikap demikian ini dalam persahabatannya dengan
Rasulullah dan pada masa pemerintahan Abu Bakr. Kita akan
melihat ijtihadnya di masa Rasulullah yang kemudian sebagian
dikuatkan oleh Qur'an, di samping ketentuanketentuan hukum
dan prinsip-prinsip hasil ijtihadnya yang kita lihat sesudah
Rasulullah wafat, yang sampai sekarang tetap menjadi
pegangan kaum Muslimin.
Setelah Rasulullah selesai menghadapi perang dengan Banu
Mustaliq, ada dua orang dari kalangan Muslimin yang
bertengkar memperebutkan mata air; yang seorang dari
kalangan Muhajirin dan yang seorang lagi dari Ansar. Yang
dari Muhajirin berteriak: Saudara-saudara Muhajirin! Dibalas
oleh Ansar: Saudara-saudara Ansar! Pada waktu itulah
Abdullah bin Ubai bin Salul, pemimpin kaum munafik di
Medinah berkata kepada orang-orang di sekitarnya: "Di kota
kita ini sudah banyak kaum Muhajirin. Penggabungan kita
dengan mereka akan seperti kata peribahasa: 'Seperti
membesarkan anak harimau.' Sungguh, kalau kita sudah kembali
ke Medinah, orang yang berkuasa akan mengusir orang yang
lebih hina." Kata-kata ini disampaikan kepada Rasulullah,
yang ketika itu ada Umar bin Khattab. Umar naik pitam dan
katanya: Rasulullah, perintahkan kepada Abbad bin Bisyir
supaya membunuhnya. Tetapi Rasulullah menjawab: Umar,
bagaimana kalau sampai menjadi pembicaraan orang, bahwa
Muhammad membunuh sahabat-sahabatnya sendiri. Lalu ia
meminta diumumkan supaya kaum Muslimin segera berangkat pada
waktu yang tidak biasa mereka lakukan.
Ijtihad Umar di masa Rasulullah
Abdullah bin Ubai menemui Rasulullah dan membantah bahwa
ia berkata demikian. Tetapi wahyu datang mendustakannya.
Ketika itu Abdullah anak Abdullah bin Ubai yang sudah
menganut Islam dengan baik berkata: "Rasulullah, saya
mendengar Anda menginginkan Abdullah bin Ubai dibunuh. Kalau
memang begitu, berikanlah tugas itu kepada saya, akan saya
bawakan kepalanya kepada Anda. Orang-orang Khazraj sudah
tahu, tak ada orang yang begitu berbakti kepada ayahnya
seperti yang saya lakukan. Saya khawatir Anda akan
menyerahkan tugas ini kepada orang lain. Kalau sampai orang
lain itu yang membunuhnya, saya tak akan dapat menahan diri
membiarkan orang yang membunuh ayah saya berjalan bebas.
Tentu akan saya bunuh dia dan berarti saya membunuh orang
beriman yang membunuh orang kafir, dan saya akan masuk
neraka." Rasulullah menjawab:
"Kita tidak akan membunuhnya. Bahkan kita harus berlaku
baik kepadanya, harus menemaninya baik-baik selama dia masih
bersama dengan kita." Sejak itu penduduk Medinah melihat
kepada Abdullah bin Ubai dengan penuh curiga dan tidak lagi
menghargainya. Tatkala pada suatu hari Nabi sedang berbicara
dengan Umar mengenai masalah-masalah kaum Muslimin, sampai
juga menyebut-nyebut Abdullah bin Ubai dan yang juga
disalahkan oleh golongannya sendiri. "Umar, bagaimana
pendapatmu," kata Rasulullah. "Ya, kalau Anda bunuh dia
ketika Anda katakan kepada saya supaya dibunuh saja, tentu
akan jadi gempar karenanya. Kalau sekarang saya suruh bunuh
tentu akan Anda bunuh." "Sungguh sudah saya ketahui bahwa
perintah Rasulullah lebih besar artinya daripada perintah
saya."
Sesudah Abdullah bin Ubai meninggal dan Nabi bermaksud
menyembahyangkannya, Umar segera mengingatkan tipu daya dan
kejahatan orang itu terhadap Islam, dengan membacakan firman
Allah: "Engkau memohonkan ampunan untuk mereka atau tidak
memohonkan ampunan, sampai tujuh puluh kali
sekalipun, Allah tidak akan mengampuni, sebab mereka sudah
mengingkari Allah dan Rasul-Nya. Allah tidak memberi
petunjuk kepada golongan orang fasik." (Qur'an, 9:80). Nabi
tersenyum melihat semangat Umar demikian rupa menyerang
orang yang sudah meninggal seraya katanya: "Kalau saya tahu
dengan menambah lebih dari tujuh puluh dapat diampuni akan
kutambah." Nabi menyembahyangkan juga dan ikut mengantarkan
sampai selesai penguburan. Setelah itu datang firman Allah:
"Sekali-kali janganlah kau menyembahyangkan siapa pun dari
mereka yang mati, juga janganlah berdiri di atas kuburannya;
mereka mengingkari Allah dan Rasul-Nya, dan mati dalam
keadaan fasik." (Qur'an, 9:84).
Rasulullah mengumumkan tentang keberangkatan menunaikan
ibadah haji pada tahun keenam sesudah hijrah ke Medinah.
Sesampainya ke dekat Mekah, pasukan berkuda Kuraisy
menghadangnya dan melarang memasuki Mekah. Mereka bersumpah
bahwa Muhammad tak boleh masuk dengan paksa, padahal
kedatangan Rasulullah untuk menunaikan ibadah haji; bukan
untuk berperang. Oleh karena itu ia dan sahabat-sahabatnya
berhenti di Hudaibiah dan bermaksud mengadakan perundingan
dengan pihak Kuraisy agar dibukakan jalan untuk melakukan
tawaf di Ka'bah dan menyelesaikan kewajiban haji. Ia
memanggil Umar bin Khattab supaya memasuki Mekah dan
berbicara dengan Kuraisy mengenai maksud kedatangannya.
Tetapi Umar berkata: "Rasulullah, saya khawatir Kuraisy akan
mengadakan tindakan terhadap saya, mengingat di Mekah sudah
tidak ada lagi Banu Adi bin Ka'b yang akan melindungi saya.
Kuraisy sudah cukup mengetahui bagaimana permusuhan saya dan
tindakan tegas saya terhadap mereka dulu. Saya ingin
menyarankan orang yang lebih baik dalam hal ini daripada
saya, yaitu Usman bin Affan."
Usman pun memasuki Mekah. Lama ia mengadakan pembicaraan
dengan Kuraisy dan terpisah dari Muslimin, sehingga dikira
ia sudah dibunuh. Maka Rasulullah dan sahabat-sahabatnya
mengadakan ikrar atau yang dikenal dengan Bai'at Ridwan akan
memerangi Kuraisy kalau sampai Usman dibunuh. Tetapi tak
lama kemudian Usman kembali dan mengatakan bahwa untuk
menjaga kewibawaan Kuraisy di kalangan orang-orang Arab
mereka menolak kedatangan Muslimin ke Mekah tahun ini. Namun
mereka tidak menolak perundingan untuk keluar dari suasana
permusuhan, sesudah diyakinkan bahwa Muhammad datang akan
menunaikan ibadah haji, bukan untuk berperang. Pembicaraan
dilanjutkan antara kedua pihak untuk mengadakan perjanjian
dan mencari perdamaian. Tetapi Umar tampaknya sudah kesal
benar karena Nabi menyetujui pembicaraan demikian, sehingga
ia melompat dan pergi menemui Abu Bakr, dan katanya: Abu
Bakr, bukankah dia Rasulullah? Abu Bakr menjawab: Ya,
memang! Bukankah kita ini Muslimin? tanya Umar lagi. Ya.
memang! kata Abu Bakr. Umar melanjutkan: Bukankah mereka
kaum musyrik? Ya, benar! jawab Abu Bakr. Mengapa kita mau
direndahkan dalam soal agama kita? tanya Umar. Akhirnya kata
Abu Bakr kepada Umar: Umar, duduklah, taatilah dia dan
jangan langgar perintahnya. Saya bersaksi, bahwa dia
Rasulullah. Umar pun kemudian berkata: Saya bersaksi bahwa
dia Rasulullah.
Umar merasa tidak puas pembicaraannya dengan Abu Bakr. Ia
pergi menemui Rasulullah dengan garis-garis kemarahan masih
membayang di mukanya. Maka katanya: Rasulullah, bukankah
Anda Rasulullah? Ya, memang, jawab Nabi. Bukankah kita ini
Muslimin? tanya Umar lagi. Ya, memang! Bukankah mereka kaum
musyrik? Ya, benar! Tanya Umar lagi: Mengapa kita mau
direndahkan dalam soal agama kita? Lalu kata Rasulullah:
"Saya hamba Allah dan Rasul-Nya. Saya tidak akan
melanggar perintah-Nya, dan Dia tidak akan menyesatkan
saya." Dengan jawaban itu Umar terdiam. Setelah itu kemudian
ia pernah berkata: Saya masih mengeluarkan zakat, berpuasa,
salat dan membebaskan budak di antara yang saya kerjakan
waktu itu, sebab saya khawatirkan kata-kata yang saya
ucapkan itu, sementara saya mengharapkan segala yang
terbaik.
Kita lihat bagaimana ia begitu percaya diri dan sangat
membanggakan pendapatnya. Betapa Umar tidak akan merasa
bangga dengan pendapatnya itu karena Qur'an sudah memperkuat
sikapnya dalam menghadapi para tawanan Badr. Ia tetap dengan
pendapatnya bahwa Abdullah bin Ubai harus dibunuh sampai
kemudian ia dapat diyakinkan bahwa perintah Rasulullah lebih
besar artinya daripada perintahnya. Begitu juga ia masih
bertahan dengan pendapatnya mengenai Perjanjian Hudaibiah,
sampai kemudian turun wahyu memperkuat Rasulullah dan
disebutkan bahwa perjanjian itu akan merupakan kemenangan
besar. Perdebatannya dengan Rasulullah seperti ia berdebat
dengan orang lain sebelum dapat dibuktikan kebenarannya,
baik dengan wahyu atau melihat bukti yang nyata atau
sebaliknya.
Kita melihat bahwa dengan pikirannya Umar tidak
berorientasi kepada teori-teori yang abstrak yang disusun
dan diuji coba agar dapat dijadikan pegangan yang logis,
tetapi langsung orientasinya kepada Islam, seperti sebelum
itu, dengan pengalaman yang praktis dalam kenyataan hidup
yang dihadapinya. Pengalaman praktis ini jugalah yang
menggugah pikirannya mengenai para tawanan Badr, mengenai
Abdullah bin Ubai dan mengenai Perjanjian Hudaibiah. Ini
juga yang kemudian menggugah pikirannya, yang tidak disertai
turunnya wahyu, mengenai persoalan-persoalan umat Islam
umumnya, atau yang khusus mengenai Nabi.
Kegemaran penduduk Mekah memang minuman keras, dan Umar
pun di masa jahiliah termasuk orang yang sudah sangat
kecanduan khamar. Ketika itu kaum Muslimin juga minum
minuman keras selama mereka masih tinggal di Mekah sampai
beberapa tahun kemudian setelah hijrah ke Medinah. Umar
melihat betapa minuman itu dapat membakar amarah hati orang
dan membuat peminumnya saling mengecam dan memaki. Tidak
jarang orang-orang Yahudi dan kaum munafik menggunakan
kesempatan minum minuman itu untuk membangkitkan
pertentangan lama antara Aus dengan Khazraj. Sehubungan
dengan itu Umar menanyakan soal minuman keras ini kepada
Rasulullah ketika itu Qur'an belum menyinggungnya
maka kata Nabi: Allahumma ya Allah, jelaskanlah soal
ini kepada kami. Setelah itu kemudian turun ayat ini:
"Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.
Katakanlah, keduanya mengandung dosa besar dan beberapa
manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada
manfaatnya." (Qur'an, 2:219). Karena dalam ayat ini minuman
belum merupakan larangan kaum Muslimin tetap saja
menghabiskan waktu malam dengan minum minuman khamar
sebanyak-banyaknya. Kalau mereka melakukan salat, sudah
tidak tahu lagi apa yang mereka baca. Kembali Umar bertanya
dan katanya: Allahumma ya Allah, jelaskanlah tentang khamar
itu kepada kami. Minuman ini merusak pikiran dan harta!
Kemudian turun ayat ini: "Orang-orang beriman! Janganlah
kamu mendekati salat dalam keadaan mabuk supaya kamu tahu
apa yang kamu ucapkan." Sejak itu muazin Rasulullah berkata:
Orang yang mabuk jangan mendekati salat. Kaum Muslimin sudah
mulai mengurangi minum khamar kendati belum berhenti
samasekali. Pengaruh buruk yang ada pada sebagian mereka
masih terasa. Ketika sedang minum-minum salah seorang dari
Ansar sempat mencederai salah seorang dari Muhajirin dengan
tulang unta yang mereka makan akibat perselisihan di antara
mereka. Dan ada dua suku yang sedang mabuk bertengkar lalu
mereka saling tikam. Umar kembali berkata setelah melihat
semua itu: Ya Allah, jelaskanlah kepada kami tentang hukum
khamar ini dengan tegas, sebab ini telah merusak pikiran dan
harta. Setelah itu firman Allah turun: "Hai orang-orang
beriman! Bahwa anggur dan judi, dan (persembahan kepada)
batu-batu, atau meramal nasib dengan anak panah, suatu
perbuatan keji buatan setan. Jauhilah supaya kamu beruntung.
Dengan minuman keras dan judi maksud setan hanya akan
menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu dan
mengalangi kamu mengingat Allah dan melaksanakan salat.
Tidakkah kamu hendak berhenti juga?" (Qur'an, 5:90-91).
Di kalangan Muslimin ada orang yang merasa kurang senang
dengan larangan itu, lalu berkata: Mungkinkah khamar itu
kotor, keji, padahal sudah bersarang di perut si polan dan
si polan yang sudah terbunuh dalam Perang Uhud, di perut si
anu dan si anu yang sudah terbunuh dalam Perang Badr? Maka
firman Allah ini turun: "Bagi mereka yang beriman dan
berbuat baik tiada berdosa atas apa yang mereka makan (waktu
lalu), selama mereka menjaga diri dan beriman dan berbuat
segala amal kebaikan, kemudian menjaga diri dan beriman,
kemudian sekali lagi menjaga diri dan berbuat baik. Allah
mencintai orang yang berbuat amal kebaikan." (Qur'an,
5:93).
Demikian salah satu peranan Umar sehubungan dengan
beberapa persoalan umat Islam secara umum sebelum ada
ketentuan wahyu. Mengenai hubungan dengan Rasulullah secara
pribadi dalam pandangan Umar bukan tidak sama dengan segala
urusan Muslimin yang lain. Oleh karenanya tidak segan-segan
ia membicarakannya dengan Nabi. Bukhari menyebutkan dengan
mengacu kepada Aisyah yang mengatakan: Umar berkata kepada
Rasulullah Sallallahu alaihi wa sallam: "Pasangkan
hijablah untuk istri-istrimu. Tetapi Nabi tidak
melakukannya. Ketika itu istri-istri Nabi malam-malam pergi
ke tempat-tempat orang buang air. Suatu ketika Umar bin
Khattab melihat Saudah binti Zam'ah sosok perempuan
ini tinggi maka kata Umar: saya mengenal Anda,
Saudah. Harapannya supaya memakai hijab, maka Allah
menurunkan ayat hijab." Disebutkan bahwa Umar berkata:
"Rasulullah, yang datang kepada Anda ada orang yang baik,
ada yang jahat. Sebaiknya para Ummul-muminin ('Ibu
orang-orang beriman') suruh memakai hijab." Ayat hijab
seperti firman Allah ini: "Wahai istri-istri Nabi! Kamu
tidak seperti perempuan lain mana pun; jika kamu bertakwa,
janganlah terlalu lunak bicara, supaya orang yang ada
penyakit di dalam hatinya, tidak bangkit nafsunya; tapi
bicaralah dengan katakata yang baik. Dan tinggallah di rumah
kamu dengan tenang, dan janganlah memamerkan diri seperti
orang jahiliah dulu; dirikanlah salat dan keluarkanlah
zakat, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya; Allah hanya
hendak menghilangkan segala yang nista dari kamu, ahli bait,
dan membuat kamu benar-benar suci dan bersih." (Qur'an,
33:32-33). Dan firman-Nya lagi: "Wahai Nabi! katakanlah
kepada istri-istrimu, putri-putrimu dan perempuan-perempuan
beriman, agar mereka mengenakan jilbab (bila keluar), supaya
mereka lebih mudah dikenal dan tidak diganggu. Allah Maha
Pengampun, Maha Pengasih." (Qur'an, 33:59).
|