|
2. Umar Masuk Islam (2/2)
Mendambakan ketertiban masyarakatnya dan
kota Mekah
Hal ini dapat diterima karena lebih sesuai dengan apa
yang sudah umum diketahui tentang pribadi dan psikologi
Umar. Dia asli dari masyarakatnya sendiri, sangat fanatik
terhadap mereka, ingin sekali melihat ketertiban dan
kedudukan kota mereka yang kuat. Di samping itu ia laki-laki
yang praktis, suka bekerja. Nilai pikiran baginya ialah
dampaknya yang nyata dalam kehidupan. Tetapi merenung hanya
untuk merenung, berpikir semata-mata hanya untuk berpikir
dan berlama-lama menimang-nimang untuk mencari kebenaran di
balik itu, kendati untuk kebenaran dan pemikiran itu tak
memberi kesan yang berpengaruh dalam kehidupan mereka, maka
tidaklah dia sendiri akan tertarik atau akan dapat
melepaskan diri dari kebiasaan masyarakatnya. Itulah
pandangannya sekitar masalah-masalah duniawi secara
keseluruhan, bahkan yang berhubungan dengan masalah-masalah
rasa simpati itu sendiri. Ia tidak senang melihat pemuda
yang menghabiskan waktunya hanya untuk bercumbu dengan
perempuan atau mendendangkan kecantikannya, dengan maksud
hendak menggodanya. Baginya, yang demikian hanya
memperlihatkan kelemahan, yang tak patut bagi seorang
laki-laki yang sudah cukup dewasa. Karenanya, ia tak pernah
bersimpati kepada orang-orang yang bercinta-cinta dengan
jalan menyanyi-nyanyikan nyanyian rindu asmara sebagai
profesinya. Mengenai pandangannya tentang keyakinannya itu,
terlihat dari keberangannya yang luar biasa terhadap saudara
sepupunya, Zaid bin Amr, sebab dia meninggalkan agama
masyarakatnya, dan pergi mencari agama benar itu dari yang
lain. Buat Umar semua itu khayal belaka yang tak ada artinya
dalam hidup, dan tidak sesuai dengan wataknya yang ingin
melihat ketertiban umum serta kedudukan Mekah yang kuat di
mata semua orang Arab.
Kecenderungan berpikir demikian memang sejalan dengan
sosok Umar bertubuh kuat dan kekar. Oleh karena itu
ia percaya kepada kekuatan dalam segala sikapnya.
Kepercayaannya kepada kekuatan yang paling menonjol tampak
pada permulaan kerasulan Nabi, saat ia sedang berada di
puncak keperkasaannya dengan segala kekerasan watak dan
semangatnya sebagai pemuda yang belum merasakan asam
garamnya kehidupan. Itu pula sebabnya ia menyiksa siapa saja
pengikut Nabi yang dapat disiksanya, supaya keluar dari
agamanya. Kalau ia mampu memerangi mereka semua, niscaya
akan diperanginya. Tetapi dia tahu bahwa kabilah-kabilah
Kuraisy melarang yang demikian, dan kabilahnya sendiri
Banu Adi tidak sependapat dengan dia. Itu
sebabnya, seperti yang dilakukan oleh orang-orang Kuraisy
lainnya, kemampuannya terbatas hanya sampai pada penyiksaan
kaum duafa atau orang-orang yang lemah, tanpa dapat
melakukan kekerasan terhadap Abu Bakr, Usman bin Affan, Abu
Ubaidah bin al-Jarrah dan yang lain, yang akan dilindungi
oleh kabilah-kabilah mereka. Tetapi yang masih dapat
dilakukannya, mengadakan pemboikotan dan menyakiti siapa
saja yang dapat dijangkaunya.
Sungguhpun begitu, di samping semua itu sebenarnya Umar
orang yang berhati lembut, berperasaan halus dalam arti
keadilan. Salah satu bukti kelembutan hatinya tatkala
adiknya hendak melindungi suaminya dipukulnya
sekeras-kerasnya. Setelah dilihatnya adiknya sampai
berdarah, ia menyesal dan menyadari kesalahannya sendiri.
Kelembutan demikian sering kita jumpai pada orang-orang yang
kuat dan bertangan besi tatkala mereka sudah melampaui batas
dalam berpegang pada kekuatan. Percakapannya dengan Umm
Abdullah binti Abi Hismah ketika siap akan berangkat hijrah
ke Abisinia, memperlihatkan sikap yang sangat lemah lembut
kepadanya. Umm Abdullah pun begitu terharu melihat sikapnya
yang demikian sehingga ia berkata kepada suaminya yang
ketika itu baru datang: "Kalau saja tadi Anda melihat Umar
dan sikapnya yang begitu lemah lembut serta kesedihannya
melihat kami, sampai-sampai saya mengharapkan ia masuk
Islam." Sifat-sifat demikian ini dapat menerjemahkan kepada
kita mengapa ia kemudian masuk Islam.
Ia ingin sekali melihat ketertiban dan kedudukan Mekah
yang kuat, di samping keprihatinannya jika ajakan agama baru
ini nanti akan merusaknya. Sesudah ia melihat Nabi dan
sahabat-sahabatnya mengajak orang kembali kepada Tuhan
dengan cara yang baik dan jangan membuat kerusakan di muka
bumi, kemudian dilihatnya mereka begitu teguh berpegang pada
agama itu, dan akidah bagi mereka iebih berharga daripada
segala apa yang ada di dunia, bahkan lebih berharga daripada
hidup mereka sendiri, ia kembali berpikir tentang mereka dan
tentang sikapnya sendiri terhadap mereka. Mereka sudah
diancam, dianiaya dan disiksa, namun mereka pantang
menyerah. Atas segala penderitaan yang mereka alami, mereka
hanya berkata: "Allah adalah Tuhan kami." Mereka lebih-lebih
lagi dianiaya dan disiksa. Malah mereka memilih untuk
mengorbankan tanah tumpah darah daripada mengorbankan
akidah. Mereka pun mengarungi lautan, hijrah dan berlindung
di bumi Allah yang lain dengan agama mereka. Agama ini bukan
sekadar konsep teori yang tak memberi dampak apa-apa kepada
pemeluknya, juga dalam kehidupan jemaah tempat mereka hidup,
tetapi sudah merupakan kekuatan pendorong yang pengaruhnya
begitu dahsyat, baik dalam kehidupan pribadi ataupun dalam
kehidupan bersama. Pengaruh demikian sudah mulai tampak
dalam kehidupan Mekah begitu Islam lahir. Dan pengaruh ini
makin lama akan lebih besar dan makin jelas. Bagaimana
akhirnya keadaan Mekah dan kedudukannya jika hijrah ini
berjalan terus, dan orang-orang mengetahui bahwa anak
negerinya tak dapat tinggal di tempat sendiri karena
diperlakukan begitu kejam, padahal ada pertalian kerabat dan
hubungan baik antara mereka dengan kabilah-kabilah yang juga
termasuk Mekah. Mereka diperlakukan begitu kejam hanya
mereka berbeda keyakinan dengan masyarakatnya.
Di tanah Arab ketika itu memang terdapat berbagai macam
kepercayaan: ada yang percaya kepada berhala-berhala, ada
Ahli Kitab orang-orang Yahudi dan Nasrani, ada penganut
agama Majusi mengikuti orang Persia. Bukankah akan lebih
baik buat Mekah bila Muslimin pergi meninggalkannya, mereka
tidak diganggu dan tidak akan digoda karena akidah mereka,
dan biarkan masing-masing bebas memeluk agama dan
bersama-sama dengan mereka? Bukankah orang semacam Umar
sudah belajar seperti yang lain, dan pengetahuannya tentang
pemikiran Persia, Rumawi, Yahudi dan Nasrani sudah melebihi
yang lain, masih akan menjauhi Muslimin? Tidakkah sebaiknya
ia mau menggunakan penalarannya yang lebih cermat dan teliti
mengenai agama mereka, bukan penalaran orang yang fanatik
dan dengki?!
Dia dan masyarakatnya sudah tahu tentang ajakan Muhammad
dan tentang Qur'an yang diwahyukan kepadanya. Ia pun sudah
tahu berita tentang mereka yang memasang telinga
mendengarkan Rasulullah yang sedang salat tengah malam di
rumahnya. Bagaimana mereka kembali lagi memasang telinga
mendengarkan Rasulullah membaca Qur'an itu. Ia pun tahu
bagaimana mereka saling menyalahkan. Kemudian juga ia tahu
bahwa ketika Abul-Hakam bin Hisyam ditanya apa yang sudah
didengarnya ia menjawab: "Kami dengan Abdu-Manaf saling
berebut kehormatan: Mereka memberi makan, kami pun memberi
makan; mereka menanggung, kami pun begitu; mereka memberi,
kami pun memberi, sehingga kami dapat sejajar dan sama
tangkas daiam perlombaan. Tiba-tiba kata mereka: 'Di
kalangan kami ada seorang nabi yang menerima wahyu dari
langit! Kapan kita akan menjumpai yang semacam itu? Tidak!
Kami samasekali tidak akan percaya dan tidak akan
mempercayai atau membenarkannya!" Atas dasar itu Abul-Hakam
dan kawan-kawannya tetap menyiksa kaum Muslimin dengan
sewenangwenang tanpa alasan yang benar. Dan Muslimin pun
tetap berpegang pada agamanya tanpa menyerah karena siksaan.
Bahkan cinta mereka lebih besar dan lebih kuat lagi
berpegang pada agama itu.
Bukankah ini suatu bukti yang kuat bahwa mereka dalam
kebenaran dan bahwa Abu Jahl tidak mau memperhatikan, tidak
man beriman atau mempercayai agama Muhammad karena antara
Keluarga Abdu-Syams dengan Keluarga Abdu-Manaf terjadi
persaingan yang keras?! Tetapi mengapa Umar tidak mau
memperhatikan agama baru ini, padahal antara Keluarga Adi
dengan Keluarga Abdu-Manaf tak ada persaingan? Itu sebabnya
Umar pergi bersembunyi di balik kain Ka'bah untuk melihat
Muhammad sembahyang, dan untuk mendengarkan ia membaca
Qur'an dalam salatnya itu. Karenanya, ia ingin sekali
membaca Surah Ta-Ha dalam kitab yang ada di tangan adik
perempuannya. Ia sudah merenungkan semua itu, dan lama
sekali memikirkan sampai akhirnya ia mendapat hidayah. Allah
telah memperkual agama-Nya dengan Umar, dan dia pun membela
Rasul-Nya.
Nabi alaihis-salam memang ingin sekali Islam dapat
diperkuat dengan orang yang kuat dan berani, yang tidak
takut menghadapi musuh dalam membela akidah. Nabi berdoa
kepada Tuhan:
"'Ya Allah, perkuat Islam dengan Abul-Hakam bin Hisyam
atau Umar bin al-Khattab."
Bagaimana Umar mendapat hidayah dan masuk
Islam
Abul-Hakam3 ini laki-laki berwajah keras,
kasar mulut dan keras kepala. Ia tidak peduli dan tidak
gentar menghadapi perang. Sedang Umar sudah kita lihat
sendiri. Keislaman keduanya jelas akan memperkuat Islam, dan
banyak yang akan mereka lindungi dari penganiayaan. Tetapi
Abul-Hakam seperti sudah disebutkan di atas
banyak terpengaruh oleh faktor persaingan antarkeluarga,
sehingga untuk beriman kepada agama yang dibawa oleh
Muhammad bukan soal mudah. Sebaliknya Umar, sedikit demi
sedikit ia selalu didorong ke arah jalan yang benar, dan
berangsur-angsur ia dapat mendobrak belenggu fanatisme
kegolongan di sekitarnya, dan dapat menegakkan bibit-bibit
keadilan sejati yang ada dalam dirinya, sampai berakhir pada
apa yang sudah kita sebutkan di atas. Maka ia pun mendatangi
Muhammad yang sedang berada di tengah-tengah para sahabatnya
di Darul Arqam di Safa, atau mengikutinya dalam perjalanan
pulang dari tempat ia salat di Ka'bah ke rumahnya. Setelah
ditanya oleh Rasulullah: Apa maksud kedatanganmu?! Tanpa
ragu ia menjawab: "Kedatangan saya hendak beriman kepada
Allah dan kepada Rasul-Nya serta kepada segala yang datang
dari Allah."
Dengan demikian Umar masuk Islam atas dasar pembuktian
setelah dibuktikannya adanya pengaruh agama ini yang begitu
kuat dalam jiwa orang-orang beriman, dari kehidupan pribadi
sampai kepada kehidupan masyarakat bersama serta
organisasinya. Ia menganut agama Allah dengan semangat yang
sama seperti ketika dulu ia memeranginya. Ingin sekali ia
agar masyarakat Muslimin menjadi sebuah organisasi yang
dapat mempertahankannya seperti Kuraisy dulu. Begitu ia
menjadi Muslim ia mengumumkan keislamannya itu kepada
Kuraisy seluruhnya. Disebutkan bahwa dia berkata: "Setelah
malam itu saya masuk Islam, teringat saya betapa kerasnya
penduduk Mekah memusuhi Rasulullah Sallallahu alaihi
wa sallam sebelum saya datang kepadanya dan menyatakan saya
telah menganut Islam. Pagi keesokan harinya saya datang
mengetuk pintu rumah Abu Jahl. Ia membukakan pintu seraya
berkata: 'Selamat datang, kemenakanku! Ada apa?' Saya
menjawab: 'Saya datang untuk memberitahukan kepada Anda
bahwa saya sudah beriman kepada Allah dan kepada Rasul-Nya
Muhammad dan saya percaya akan segala yang dibawanya.' Ia
membanting pintu di depanku sambil berkata: 'Sial kau! Dan
berita celaka yang kaubawa!'"
Umar mengumumkan keislamannya
Abdullah bin Umar yang ketika bapanya masuk Islam masih
anak-anak tetapi sudah mengerti apa yang dilihatnya. Ia
mengatakan mengenai keinginan bapanya untuk mengumumkan
keislamannya, dan untuk itu ia mau menantang Kuraisy.
Menurut sebuah sumber ia berkata: "Bapaku Umar berkata
setelah ia masuk Islam: Kuraisy yang mana yang lebih cepat
menyampaikan berita? Dijawab: Jamil bin Ma'mar al-Jumahi.
Pagi itu ia pergi menemui Jamil dan mengatakan kepadanya:
Anda tahu, Jamil, bahwa saya sudah menjadi Muslim dan sudah
menganut agama Muhammad? Ia tidak membantah tetapi berdiri
dan diikuti oleh Umar. Ketika sudah berada di depan pintu
mesjid ia berteriak sekuat-kuatnya: Hai Kuraisy
mereka sedang berkumpul di tempat-tempat pertemuan mereka di
sekitar Ka'bah ketahuilah bahwa Umar bin Khattab
sudah menyimpang meninggalkan agama leluhurnya! Umar berkata
dari belakangnya: Bohong! Tetapi saya sudah masuk Islam dan
bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad
hamba dan Rasul-Nya! Saat itu juga mereka gaduh dengan
melemparkan tuduhan kepada Umar. Mereka saling serang hingga
saat matahari sudah mulai tinggi. Karena merasa sudah letih
Umar duduk. Ketika mereka berdiri mengelilinginya, Umar
berkata: Lakukanlah sekehendak kalian. Saya bersumpah kalau
kami sudah mencapai tiga ratus orang, akan kami tinggalkan
semua itu buat kalian, atau kalian tinggalkan buat kami.
Sementara mereka dalam keadaan demikian datang seorang
laki-laki tua dari Kuraisy mengenakan jubah katun
bergaris-garis dan baju bersulam. Ia berdiri di depan mereka
seraya berkata: Ada apa ini!? Umar meninggalkan agama
leluhurnya, jawab mereka. Lalu? Kalau orang mencari sesuatu
untuk dirinya sendiri kalian mau apa? Kamu kira Banu Adi bin
Ka'b akan menyerahkan anggotanya begitu saja? Biarkan
dia...! Seolah mereka pakaian yang sudah tak
terpakai..."
Setelah hijrah Umar ditanya oleh Abdullah anaknya: Ayah,
siapa laki-laki yang menghardik orang-orang di Mekah dulu
tatkala ayah masuk Islam dan mereka mau menyerang ayah? Umar
menjawab: Dia al-As bin Wa'il dari Banu Sahm.
Al-As bin Wa'il ini ayah Amr bin As.4 Sampai
pada waktu Umar menerima Islam ia tetap memberi perlindungan
kepadanya. Pihak Kuraisy pun tetap mengancam Umar setelah ia
lepas dari mereka. Ia tinggal di rumah menunggu dengan rasa
khawatir. Abdullah bin Umar menuturkan: Selama masih dengan
kekhawatirannya itu di rumah tiba-tiba datang al-As bin
Wa'il as-Sahmi. Di zaman jahiliah dulu Banu Sahm ini sekutu
kami. "Ada apa?" tanya al-As. "Golongan Anda bermaksud akan
membunuh saya kalau saya bergabung ke dalam Islam,"
jawabnya. "Tak mungkin," kata al-As. Mendengar itu Umar
merasa aman. Ketika al-As keluar dari tempat Umar, ia
menemui orang banyak yang sedang marah. "Mau ke mana
kalian?" tanyanya. "Kami akan mendatangi Umar yang sudah
meninggalkan agama kita." Al-As bertanya lagi: "Kalau Umar
sudah meninggalkan agama kita lalu mengapa?! Saya akan
melindunginya!" Mereka lalu bubar.
Tidak heran jika al-As akan melindungi Umar bin Khattab
mengingat apa yang sudah kita lihat di atas mengenai
perlindungan Banu Sahm terhadap Banu Adi bin Ka'b di masa
jahiliah, yakni tatkala Banu Adi bersaing dengan Banu
Abdu-Syams dan kalah, kemudian diusir oleh Banu Abdu-Syams
dari Safa sehingga terpaksa mereka berlindung kepada Banu
Sahm. Perlindungan ini membuat Umar makin berani dalam
menganut Islam dan merupakan tantangan bagi Kuraisy, yang
sekaligus merupakan pembelaan bagi Muslimin dalam menghadapi
penganiayaan mereka. Dengan demikian kepribadiannya makin
menonjol dan makin percaya diri. Dia memang memegang
beberapa peranan penting yang tak ada pada mereka yang sudah
lebih dulu dalam Islam. Dalam catatan kalangan sejarawan ia
mendapat pujian dan dikagumi luar biasa.
Disebutkan bahwa Umar pernah bertanya kepada Nabi:
"Rasulullah, bukankah hidup dan mati kita dalam kebenaran?"
Rasulullah alaihis-salam menjawab: "Memang benar! Demi
Allah, hidup dan mati kalian dalam kebenaran." "Kalau
begitu," kata Umar lagi, "Mengapa kita sembunyi-sembunyi?
Demi Yang mengutus Anda demi kebenaran, kita harus keluar!"
Tak lama Nabi pun keluar dalam dua rombongan. Dalam
rombongan yang satu ada Umar dan dalam rombongan kedua ada
Hamzah. Keduanya merupakan lambang keperkasaan. Tatkala
memasuki mesjid, Kuraisy hanya melihat dengan wajah sendu,
baik mereka yang beringas ataupun yang bijak, tak ada yang
berani mendekati kedua rombongan yang di dalamnya ada dua
tokoh itu.
Dia sudah menerima Islam, dan semua orang harus tahu
bahwa dia sudah menganut agama Islam. Siapa saja boleh marah
kepadanya, terserah. Siapa saja boleh memeranginya kalau
mau. Siapa saja, biar mereka yang berkumpul di tempat-tempat
pertemuan mereka di sekitar Ka'bah berkomplot melawan dan
memusuhinya, biar dia sampai merasa letih ancamannya
terhadap mereka tak akan berkurang dan ia akan berterus
terang kepada mereka.bahwa dia akan menghadapi mereka, dan
bahwa kaum Muslimin bilamana sudah mencapai jumlah tiga
ratus orang perang akan pecah, sampai mereka dapat mengusir
kaum musyrik dari Mekah, atau mereka yang diusir oleh kaum
musyrik. Kendati ia sudah tahu bahwa Abu Jahl beringas dan
kejam, ia tak akan mundur, ia akan mendatanginya dan akan
mengetuk pintu rumahnya serta menyatakan kepadanya bahwa dia
sudah menerima Islam. Dia kuat, dan percaya kepada kekuatan.
Dia masih muda, yang sangat percaya kepada kekuatan. Dia
pemberani, terbuka, tak gentar bertarung dan tak pernah
takut kepada siapa pun. Oleh karena itu, tak perlu ia
sembunyisembunyi seperti Muslimin yang lain. Malah ia sudah
bersumpah akan bersembahyang di Ka'bah, yaitu setelah dulu
mereka salat dengan sembunyi-sembunyi di celah-celah
pegunungan di sekitar Mekah.
Ia sudah memenuhi sumpahnya. Mengenai hal ini Abdullah
bin Mas'ud berkata: "Islamnya Umar suatu pembebasan,
hijrahnya suatu kemenangan dan kepemimpinannya suatu rahmat.
Sebelum Umar memeluk Islam kami tak dapat salat di Ka'bah;
setelah ia menjadi Muslim diperanginya mereka sampai mereka
membiarkan kami maka kami pun dapat melakukan salat." Dia
juga berkata: "Sejak Umar bergabung ke dalam Islam kita
merasa mempunyai harga diri." Menurut sumber dari Suhaib bin
Sinan ia berkata: "Sejak Umar menganut Islam, Islam tampil
ke depan dan berdakwah terang-terangan. Kami duduk di
sekitar Ka'bah dalam lingkaran-lingkaran dan kami pun tawaf
di Ka'bah; kami berlaku adil terhadap orang yang dulu
memperlakukan kami dengan kasar, dan kini gayung bersambut,
kata berjawab."
Sebenarnya Umar tidak puas sebelum ia dapat melawan
Kuraisy supaya haknya dan hak saudara-saudaranya kaum
Muslimin sama dengan hak yang lain di Ka'bah dan dalam
melaksanakan salat di sekelilingnya. Sementara dalam
perjuangannya ia melihat Hamzah bin Abdul-Muttalib juga
melakukan perjuangan yang sama. Ia dan Hamzah serta kaum
Muslimin yang lain sekarang dapat bersikap positif, yang
dulu tak pernah mereka lakukan, sikap memperjuangkan hak-hak
kaum Muslimin seperti hak-hak yang ada pada Kuraisy, juga
agar mereka mendapat kebebasan berdakwah agama, sebab baik
Kuraisy atau yang lain tak boleh merintangi.
Sikap positif ini ada juga pengaruhnya terhadap semua
kabilah Kuraisy. Ternyata banyak di antara mereka yang
begitu cenderung kepada Islam, hanya saja mereka masih takut
karena harus menghadapi gangguan Kuraisy. Tetapi sesudah
Umar masuk Islam dan siap memerangi Kuraisy, kemudian salat
di Ka'bah bersama semua Muslimin, mereka pun bergabung ke
dalam agama Allah dengan anggapan bahwa mereka akan bebas
dari gangguan dan penganiayaan Kuraisy. Dalam hal ini
Kuraisy berkata satu sama lain: "Hamzah dan Umar sudah
menganut Islam dan ajaran Muhammad sudah tersebar ke seluruh
Kuraisy." Sekarang mereka berpikir-pikir, bagaimana cara
menghadapi situasi baru ini.
Berita besarnya sambutan Kuraisy terhadap Islam sudah
tersiar luas. Berita ini kemudian tersebar dari Hijaz ke
Abisinia. Muslimin yang dulu hijrah ke sana mendengar berita
ini mereka kembali pulang ke tanah air. Tatkala sudah sampai
di dekat Mekah, mereka mendapat kabar bahwa apa yang
dikatakan orang bahwa penduduk Mekah sudah beragama Islam,
rupanya tidak sesuai dengan kenyataan. Soalnya, setelah
Kuraisy melihat keluarga mereka banyak yang mengikuti jejak
Umar dan menjadi pengikut Muhammad, kabilah-kabilah Kuraisy
itu mengadakan kesepakatan bersama dengan menulis sebuah
piagam yang isinya memboikot Banu Hasyim dan Banu
Abdul-Muttalib: untuk tidak saling mengawinkan dan tidak
saling berjual beli. Piagam itu digantungkan di Ka'bah
sebagai penegasan dari pihak mereka. Mereka yang hatinya
sudah cenderung kepada Islam tetapi belum masuk Islam
melihat apa yang dilakukan Kuraisy itu mereka menjadi maju
mundur dan tidak segera mengikuti Rasulullah. Dengan
demikian perang yang tiada hentinya antara Kuraisy dan
Muslimin pecah lagi. Setelah kaum Muslimin yang baru kembali
dari Abisinia mengetahui soal itu, tak seorang pun dari
mereka yang mau memasuki tanah suci, kecuali yang sudah
mendapat perlindungan atau masuk dengan sembunyi-sembunyi.
Sebagian besar mereka kembali ke Abisinia.
Perang berkepanjangan antara Kuraisy dengan pihak
Muslimin sekarang pecah lagi. Tak pelak Umar pun menjadi
sasaran seperti yang dialami oleh sahabat-sahabat Rasulullah
yang lain. Pengalaman yang pernah menimpa mereka kini juga
menimpa Umar. Dengan terus mengikuti turunnya wahyu yang
datang dari Allah imannya bertambah kukuh; ia bertambah
cermat dengan disiplin yang tinggi disertai wawasannya yang
tepat setelah ia berada di dekat Nabi; ia mendapat tempat di
hati Rasulullah, untuk kemudian menjadi seorang sahabat
Rasulullah kemudian menjadi sahabat Abu Bakr pada masanya
itu; dan dalam sejarah Islam pengaruhnya yang begitu besar,
sehingga namanya merupakan lambang kekuatan, keadilan, kasih
sayang dan kebaktian sekaligus. Zaman Umar merupakan zaman
yang terbesar dalam sejarah Kedaulatan Islam, bahkan dalam
sejarah peradaban umat manusia.
Catatan Kaki:
- Lebih dikenal dengan nama Abu Jahl. Namanya yang
sebenarnya Abul-Hakam bin Hisyam. Pnj.
- Semua sebutan 'Masjid' dalam terjemahan ini berarti
Masjidilharam di Mekah atau Masjid Nabawi di Medinah.
Pnj.
- Abu al-Hakam bin Hisyam dari kabilah Banu Makhzum,
dalam sejarah Islam lebih dikenal dengan nama Abu Jahl.
Pnj
- Amr bin al-As tokoh Kuraisy dan tokoh militer dan
politik yang penting di Mekah, yang sesudah Perjanjian
Hudaibiah delapan tahun sesudah hijrah Nabi ia bersama
Khalid bin Walid menemui Nabi dan secara terbuka
menyatakan masuk Islam. Ketika di Medinah Nabi
menunjuknya sebagai wakil di Oman. Peranannya dalam
bidang militer dan politik berlanjut sampai masa Khulafa
Rasyidin. Besar jasanya dalam menghadapi pasukan Rumawi
di Palestina dan Mesir sampai kedua kawasan itu dapat
dibebaskannya. Pnj.
|