Umar bin Khattab

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

2. Umar Masuk Islam (2/2)

Mendambakan ketertiban masyarakatnya dan kota Mekah

Hal ini dapat diterima karena lebih sesuai dengan apa yang sudah umum diketahui tentang pribadi dan psikologi Umar. Dia asli dari masyarakatnya sendiri, sangat fanatik terhadap mereka, ingin sekali melihat ketertiban dan kedudukan kota mereka yang kuat. Di samping itu ia laki-laki yang praktis, suka bekerja. Nilai pikiran baginya ialah dampaknya yang nyata dalam kehidupan. Tetapi merenung hanya untuk merenung, berpikir semata-mata hanya untuk berpikir dan berlama-lama menimang-nimang untuk mencari kebenaran di balik itu, kendati untuk kebenaran dan pemikiran itu tak memberi kesan yang berpengaruh dalam kehidupan mereka, maka tidaklah dia sendiri akan tertarik atau akan dapat melepaskan diri dari kebiasaan masyarakatnya. Itulah pandangannya sekitar masalah-masalah duniawi secara keseluruhan, bahkan yang berhubungan dengan masalah-masalah rasa simpati itu sendiri. Ia tidak senang melihat pemuda yang menghabiskan waktunya hanya untuk bercumbu dengan perempuan atau mendendangkan kecantikannya, dengan maksud hendak menggodanya. Baginya, yang demikian hanya memperlihatkan kelemahan, yang tak patut bagi seorang laki-laki yang sudah cukup dewasa. Karenanya, ia tak pernah bersimpati kepada orang-orang yang bercinta-cinta dengan jalan menyanyi-nyanyikan nyanyian rindu asmara sebagai profesinya. Mengenai pandangannya tentang keyakinannya itu, terlihat dari keberangannya yang luar biasa terhadap saudara sepupunya, Zaid bin Amr, sebab dia meninggalkan agama masyarakatnya, dan pergi mencari agama benar itu dari yang lain. Buat Umar semua itu khayal belaka yang tak ada artinya dalam hidup, dan tidak sesuai dengan wataknya yang ingin melihat ketertiban umum serta kedudukan Mekah yang kuat di mata semua orang Arab.

Kecenderungan berpikir demikian memang sejalan dengan sosok Umar — bertubuh kuat dan kekar. Oleh karena itu ia percaya kepada kekuatan dalam segala sikapnya. Kepercayaannya kepada kekuatan yang paling menonjol tampak pada permulaan kerasulan Nabi, saat ia sedang berada di puncak keperkasaannya dengan segala kekerasan watak dan semangatnya sebagai pemuda yang belum merasakan asam garamnya kehidupan. Itu pula sebabnya ia menyiksa siapa saja pengikut Nabi yang dapat disiksanya, supaya keluar dari agamanya. Kalau ia mampu memerangi mereka semua, niscaya akan diperanginya. Tetapi dia tahu bahwa kabilah-kabilah Kuraisy melarang yang demikian, dan kabilahnya sendiri — Banu Adi — tidak sependapat dengan dia. Itu sebabnya, seperti yang dilakukan oleh orang-orang Kuraisy lainnya, kemampuannya terbatas hanya sampai pada penyiksaan kaum duafa atau orang-orang yang lemah, tanpa dapat melakukan kekerasan terhadap Abu Bakr, Usman bin Affan, Abu Ubaidah bin al-Jarrah dan yang lain, yang akan dilindungi oleh kabilah-kabilah mereka. Tetapi yang masih dapat dilakukannya, mengadakan pemboikotan dan menyakiti siapa saja yang dapat dijangkaunya.

Sungguhpun begitu, di samping semua itu sebenarnya Umar orang yang berhati lembut, berperasaan halus dalam arti keadilan. Salah satu bukti kelembutan hatinya tatkala adiknya hendak melindungi suaminya dipukulnya sekeras-kerasnya. Setelah dilihatnya adiknya sampai berdarah, ia menyesal dan menyadari kesalahannya sendiri. Kelembutan demikian sering kita jumpai pada orang-orang yang kuat dan bertangan besi tatkala mereka sudah melampaui batas dalam berpegang pada kekuatan. Percakapannya dengan Umm Abdullah binti Abi Hismah ketika siap akan berangkat hijrah ke Abisinia, memperlihatkan sikap yang sangat lemah lembut kepadanya. Umm Abdullah pun begitu terharu melihat sikapnya yang demikian sehingga ia berkata kepada suaminya yang ketika itu baru datang: "Kalau saja tadi Anda melihat Umar dan sikapnya yang begitu lemah lembut serta kesedihannya melihat kami, sampai-sampai saya mengharapkan ia masuk Islam." Sifat-sifat demikian ini dapat menerjemahkan kepada kita mengapa ia kemudian masuk Islam.

Ia ingin sekali melihat ketertiban dan kedudukan Mekah yang kuat, di samping keprihatinannya jika ajakan agama baru ini nanti akan merusaknya. Sesudah ia melihat Nabi dan sahabat-sahabatnya mengajak orang kembali kepada Tuhan dengan cara yang baik dan jangan membuat kerusakan di muka bumi, kemudian dilihatnya mereka begitu teguh berpegang pada agama itu, dan akidah bagi mereka iebih berharga daripada segala apa yang ada di dunia, bahkan lebih berharga daripada hidup mereka sendiri, ia kembali berpikir tentang mereka dan tentang sikapnya sendiri terhadap mereka. Mereka sudah diancam, dianiaya dan disiksa, namun mereka pantang menyerah. Atas segala penderitaan yang mereka alami, mereka hanya berkata: "Allah adalah Tuhan kami." Mereka lebih-lebih lagi dianiaya dan disiksa. Malah mereka memilih untuk mengorbankan tanah tumpah darah daripada mengorbankan akidah. Mereka pun mengarungi lautan, hijrah dan berlindung di bumi Allah yang lain dengan agama mereka. Agama ini bukan sekadar konsep teori yang tak memberi dampak apa-apa kepada pemeluknya, juga dalam kehidupan jemaah tempat mereka hidup, tetapi sudah merupakan kekuatan pendorong yang pengaruhnya begitu dahsyat, baik dalam kehidupan pribadi ataupun dalam kehidupan bersama. Pengaruh demikian sudah mulai tampak dalam kehidupan Mekah begitu Islam lahir. Dan pengaruh ini makin lama akan lebih besar dan makin jelas. Bagaimana akhirnya keadaan Mekah dan kedudukannya jika hijrah ini berjalan terus, dan orang-orang mengetahui bahwa anak negerinya tak dapat tinggal di tempat sendiri karena diperlakukan begitu kejam, padahal ada pertalian kerabat dan hubungan baik antara mereka dengan kabilah-kabilah yang juga termasuk Mekah. Mereka diperlakukan begitu kejam hanya mereka berbeda keyakinan dengan masyarakatnya.

Di tanah Arab ketika itu memang terdapat berbagai macam kepercayaan: ada yang percaya kepada berhala-berhala, ada Ahli Kitab orang-orang Yahudi dan Nasrani, ada penganut agama Majusi mengikuti orang Persia. Bukankah akan lebih baik buat Mekah bila Muslimin pergi meninggalkannya, mereka tidak diganggu dan tidak akan digoda karena akidah mereka, dan biarkan masing-masing bebas memeluk agama dan bersama-sama dengan mereka? Bukankah orang semacam Umar sudah belajar seperti yang lain, dan pengetahuannya tentang pemikiran Persia, Rumawi, Yahudi dan Nasrani sudah melebihi yang lain, masih akan menjauhi Muslimin? Tidakkah sebaiknya ia mau menggunakan penalarannya yang lebih cermat dan teliti mengenai agama mereka, bukan penalaran orang yang fanatik dan dengki?!

Dia dan masyarakatnya sudah tahu tentang ajakan Muhammad dan tentang Qur'an yang diwahyukan kepadanya. Ia pun sudah tahu berita tentang mereka yang memasang telinga mendengarkan Rasulullah yang sedang salat tengah malam di rumahnya. Bagaimana mereka kembali lagi memasang telinga mendengarkan Rasulullah membaca Qur'an itu. Ia pun tahu bagaimana mereka saling menyalahkan. Kemudian juga ia tahu bahwa ketika Abul-Hakam bin Hisyam ditanya apa yang sudah didengarnya ia menjawab: "Kami dengan Abdu-Manaf saling berebut kehormatan: Mereka memberi makan, kami pun memberi makan; mereka menanggung, kami pun begitu; mereka memberi, kami pun memberi, sehingga kami dapat sejajar dan sama tangkas daiam perlombaan. Tiba-tiba kata mereka: 'Di kalangan kami ada seorang nabi yang menerima wahyu dari langit! Kapan kita akan menjumpai yang semacam itu? Tidak! Kami samasekali tidak akan percaya dan tidak akan mempercayai atau membenarkannya!" Atas dasar itu Abul-Hakam dan kawan-kawannya tetap menyiksa kaum Muslimin dengan sewenangwenang tanpa alasan yang benar. Dan Muslimin pun tetap berpegang pada agamanya tanpa menyerah karena siksaan. Bahkan cinta mereka lebih besar dan lebih kuat lagi berpegang pada agama itu.

Bukankah ini suatu bukti yang kuat bahwa mereka dalam kebenaran dan bahwa Abu Jahl tidak mau memperhatikan, tidak man beriman atau mempercayai agama Muhammad karena antara Keluarga Abdu-Syams dengan Keluarga Abdu-Manaf terjadi persaingan yang keras?! Tetapi mengapa Umar tidak mau memperhatikan agama baru ini, padahal antara Keluarga Adi dengan Keluarga Abdu-Manaf tak ada persaingan? Itu sebabnya Umar pergi bersembunyi di balik kain Ka'bah untuk melihat Muhammad sembahyang, dan untuk mendengarkan ia membaca Qur'an dalam salatnya itu. Karenanya, ia ingin sekali membaca Surah Ta-Ha dalam kitab yang ada di tangan adik perempuannya. Ia sudah merenungkan semua itu, dan lama sekali memikirkan sampai akhirnya ia mendapat hidayah. Allah telah memperkual agama-Nya dengan Umar, dan dia pun membela Rasul-Nya.

Nabi ‘alaihis-salam memang ingin sekali Islam dapat diperkuat dengan orang yang kuat dan berani, yang tidak takut menghadapi musuh dalam membela akidah. Nabi berdoa kepada Tuhan:

"'Ya Allah, perkuat Islam dengan Abul-Hakam bin Hisyam atau Umar bin al-Khattab."

Bagaimana Umar mendapat hidayah dan masuk Islam

Abul-Hakam3 ini laki-laki berwajah keras, kasar mulut dan keras kepala. Ia tidak peduli dan tidak gentar menghadapi perang. Sedang Umar sudah kita lihat sendiri. Keislaman keduanya jelas akan memperkuat Islam, dan banyak yang akan mereka lindungi dari penganiayaan. Tetapi Abul-Hakam — seperti sudah disebutkan di atas — banyak terpengaruh oleh faktor persaingan antarkeluarga, sehingga untuk beriman kepada agama yang dibawa oleh Muhammad bukan soal mudah. Sebaliknya Umar, sedikit demi sedikit ia selalu didorong ke arah jalan yang benar, dan berangsur-angsur ia dapat mendobrak belenggu fanatisme kegolongan di sekitarnya, dan dapat menegakkan bibit-bibit keadilan sejati yang ada dalam dirinya, sampai berakhir pada apa yang sudah kita sebutkan di atas. Maka ia pun mendatangi Muhammad yang sedang berada di tengah-tengah para sahabatnya di Darul Arqam di Safa, atau mengikutinya dalam perjalanan pulang dari tempat ia salat di Ka'bah ke rumahnya. Setelah ditanya oleh Rasulullah: Apa maksud kedatanganmu?! Tanpa ragu ia menjawab: "Kedatangan saya hendak beriman kepada Allah dan kepada Rasul-Nya serta kepada segala yang datang dari Allah."

Dengan demikian Umar masuk Islam atas dasar pembuktian setelah dibuktikannya adanya pengaruh agama ini yang begitu kuat dalam jiwa orang-orang beriman, dari kehidupan pribadi sampai kepada kehidupan masyarakat bersama serta organisasinya. Ia menganut agama Allah dengan semangat yang sama seperti ketika dulu ia memeranginya. Ingin sekali ia agar masyarakat Muslimin menjadi sebuah organisasi yang dapat mempertahankannya seperti Kuraisy dulu. Begitu ia menjadi Muslim ia mengumumkan keislamannya itu kepada Kuraisy seluruhnya. Disebutkan bahwa dia berkata: "Setelah malam itu saya masuk Islam, teringat saya betapa kerasnya penduduk Mekah memusuhi Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum saya datang kepadanya dan menyatakan saya telah menganut Islam. Pagi keesokan harinya saya datang mengetuk pintu rumah Abu Jahl. Ia membukakan pintu seraya berkata: 'Selamat datang, kemenakanku! Ada apa?' Saya menjawab: 'Saya datang untuk memberitahukan kepada Anda bahwa saya sudah beriman kepada Allah dan kepada Rasul-Nya Muhammad dan saya percaya akan segala yang dibawanya.' Ia membanting pintu di depanku sambil berkata: 'Sial kau! Dan berita celaka yang kaubawa!'"

Umar mengumumkan keislamannya

Abdullah bin Umar yang ketika bapanya masuk Islam masih anak-anak tetapi sudah mengerti apa yang dilihatnya. Ia mengatakan mengenai keinginan bapanya untuk mengumumkan keislamannya, dan untuk itu ia mau menantang Kuraisy. Menurut sebuah sumber ia berkata: "Bapaku Umar berkata setelah ia masuk Islam: Kuraisy yang mana yang lebih cepat menyampaikan berita? Dijawab: Jamil bin Ma'mar al-Jumahi. Pagi itu ia pergi menemui Jamil dan mengatakan kepadanya: Anda tahu, Jamil, bahwa saya sudah menjadi Muslim dan sudah menganut agama Muhammad? Ia tidak membantah tetapi berdiri dan diikuti oleh Umar. Ketika sudah berada di depan pintu mesjid ia berteriak sekuat-kuatnya: Hai Kuraisy — mereka sedang berkumpul di tempat-tempat pertemuan mereka di sekitar Ka'bah — ketahuilah bahwa Umar bin Khattab sudah menyimpang meninggalkan agama leluhurnya! Umar berkata dari belakangnya: Bohong! Tetapi saya sudah masuk Islam dan bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad hamba dan Rasul-Nya! Saat itu juga mereka gaduh dengan melemparkan tuduhan kepada Umar. Mereka saling serang hingga saat matahari sudah mulai tinggi. Karena merasa sudah letih Umar duduk. Ketika mereka berdiri mengelilinginya, Umar berkata: Lakukanlah sekehendak kalian. Saya bersumpah kalau kami sudah mencapai tiga ratus orang, akan kami tinggalkan semua itu buat kalian, atau kalian tinggalkan buat kami. Sementara mereka dalam keadaan demikian datang seorang laki-laki tua dari Kuraisy mengenakan jubah katun bergaris-garis dan baju bersulam. Ia berdiri di depan mereka seraya berkata: Ada apa ini!? Umar meninggalkan agama leluhurnya, jawab mereka. Lalu? Kalau orang mencari sesuatu untuk dirinya sendiri kalian mau apa? Kamu kira Banu Adi bin Ka'b akan menyerahkan anggotanya begitu saja? Biarkan dia...! Seolah mereka pakaian yang sudah tak terpakai..."

Setelah hijrah Umar ditanya oleh Abdullah anaknya: Ayah, siapa laki-laki yang menghardik orang-orang di Mekah dulu tatkala ayah masuk Islam dan mereka mau menyerang ayah? Umar menjawab: Dia al-As bin Wa'il dari Banu Sahm.

Al-As bin Wa'il ini ayah Amr bin As.4 Sampai pada waktu Umar menerima Islam ia tetap memberi perlindungan kepadanya. Pihak Kuraisy pun tetap mengancam Umar setelah ia lepas dari mereka. Ia tinggal di rumah menunggu dengan rasa khawatir. Abdullah bin Umar menuturkan: Selama masih dengan kekhawatirannya itu di rumah tiba-tiba datang al-As bin Wa'il as-Sahmi. Di zaman jahiliah dulu Banu Sahm ini sekutu kami. "Ada apa?" tanya al-As. "Golongan Anda bermaksud akan membunuh saya kalau saya bergabung ke dalam Islam," jawabnya. "Tak mungkin," kata al-As. Mendengar itu Umar merasa aman. Ketika al-As keluar dari tempat Umar, ia menemui orang banyak yang sedang marah. "Mau ke mana kalian?" tanyanya. "Kami akan mendatangi Umar yang sudah meninggalkan agama kita." Al-As bertanya lagi: "Kalau Umar sudah meninggalkan agama kita lalu mengapa?! Saya akan melindunginya!" Mereka lalu bubar.

Tidak heran jika al-As akan melindungi Umar bin Khattab mengingat apa yang sudah kita lihat di atas mengenai perlindungan Banu Sahm terhadap Banu Adi bin Ka'b di masa jahiliah, yakni tatkala Banu Adi bersaing dengan Banu Abdu-Syams dan kalah, kemudian diusir oleh Banu Abdu-Syams dari Safa sehingga terpaksa mereka berlindung kepada Banu Sahm. Perlindungan ini membuat Umar makin berani dalam menganut Islam dan merupakan tantangan bagi Kuraisy, yang sekaligus merupakan pembelaan bagi Muslimin dalam menghadapi penganiayaan mereka. Dengan demikian kepribadiannya makin menonjol dan makin percaya diri. Dia memang memegang beberapa peranan penting yang tak ada pada mereka yang sudah lebih dulu dalam Islam. Dalam catatan kalangan sejarawan ia mendapat pujian dan dikagumi luar biasa.

Disebutkan bahwa Umar pernah bertanya kepada Nabi: "Rasulullah, bukankah hidup dan mati kita dalam kebenaran?" Rasulullah ‘alaihis-salam menjawab: "Memang benar! Demi Allah, hidup dan mati kalian dalam kebenaran." "Kalau begitu," kata Umar lagi, "Mengapa kita sembunyi-sembunyi? Demi Yang mengutus Anda demi kebenaran, kita harus keluar!" Tak lama Nabi pun keluar dalam dua rombongan. Dalam rombongan yang satu ada Umar dan dalam rombongan kedua ada Hamzah. Keduanya merupakan lambang keperkasaan. Tatkala memasuki mesjid, Kuraisy hanya melihat dengan wajah sendu, baik mereka yang beringas ataupun yang bijak, tak ada yang berani mendekati kedua rombongan yang di dalamnya ada dua tokoh itu.

Dia sudah menerima Islam, dan semua orang harus tahu bahwa dia sudah menganut agama Islam. Siapa saja boleh marah kepadanya, terserah. Siapa saja boleh memeranginya kalau mau. Siapa saja, biar mereka yang berkumpul di tempat-tempat pertemuan mereka di sekitar Ka'bah berkomplot melawan dan memusuhinya, biar dia sampai merasa letih — ancamannya terhadap mereka tak akan berkurang dan ia akan berterus terang kepada mereka.bahwa dia akan menghadapi mereka, dan bahwa kaum Muslimin bilamana sudah mencapai jumlah tiga ratus orang perang akan pecah, sampai mereka dapat mengusir kaum musyrik dari Mekah, atau mereka yang diusir oleh kaum musyrik. Kendati ia sudah tahu bahwa Abu Jahl beringas dan kejam, ia tak akan mundur, ia akan mendatanginya dan akan mengetuk pintu rumahnya serta menyatakan kepadanya bahwa dia sudah menerima Islam. Dia kuat, dan percaya kepada kekuatan. Dia masih muda, yang sangat percaya kepada kekuatan. Dia pemberani, terbuka, tak gentar bertarung dan tak pernah takut kepada siapa pun. Oleh karena itu, tak perlu ia sembunyisembunyi seperti Muslimin yang lain. Malah ia sudah bersumpah akan bersembahyang di Ka'bah, yaitu setelah dulu mereka salat dengan sembunyi-sembunyi di celah-celah pegunungan di sekitar Mekah.

Ia sudah memenuhi sumpahnya. Mengenai hal ini Abdullah bin Mas'ud berkata: "Islamnya Umar suatu pembebasan, hijrahnya suatu kemenangan dan kepemimpinannya suatu rahmat. Sebelum Umar memeluk Islam kami tak dapat salat di Ka'bah; setelah ia menjadi Muslim diperanginya mereka sampai mereka membiarkan kami maka kami pun dapat melakukan salat." Dia juga berkata: "Sejak Umar bergabung ke dalam Islam kita merasa mempunyai harga diri." Menurut sumber dari Suhaib bin Sinan ia berkata: "Sejak Umar menganut Islam, Islam tampil ke depan dan berdakwah terang-terangan. Kami duduk di sekitar Ka'bah dalam lingkaran-lingkaran dan kami pun tawaf di Ka'bah; kami berlaku adil terhadap orang yang dulu memperlakukan kami dengan kasar, dan kini gayung bersambut, kata berjawab."

Sebenarnya Umar tidak puas sebelum ia dapat melawan Kuraisy supaya haknya dan hak saudara-saudaranya kaum Muslimin sama dengan hak yang lain di Ka'bah dan dalam melaksanakan salat di sekelilingnya. Sementara dalam perjuangannya ia melihat Hamzah bin Abdul-Muttalib juga melakukan perjuangan yang sama. Ia dan Hamzah serta kaum Muslimin yang lain sekarang dapat bersikap positif, yang dulu tak pernah mereka lakukan, sikap memperjuangkan hak-hak kaum Muslimin seperti hak-hak yang ada pada Kuraisy, juga agar mereka mendapat kebebasan berdakwah agama, sebab baik Kuraisy atau yang lain tak boleh merintangi.

Sikap positif ini ada juga pengaruhnya terhadap semua kabilah Kuraisy. Ternyata banyak di antara mereka yang begitu cenderung kepada Islam, hanya saja mereka masih takut karena harus menghadapi gangguan Kuraisy. Tetapi sesudah Umar masuk Islam dan siap memerangi Kuraisy, kemudian salat di Ka'bah bersama semua Muslimin, mereka pun bergabung ke dalam agama Allah dengan anggapan bahwa mereka akan bebas dari gangguan dan penganiayaan Kuraisy. Dalam hal ini Kuraisy berkata satu sama lain: "Hamzah dan Umar sudah menganut Islam dan ajaran Muhammad sudah tersebar ke seluruh Kuraisy." Sekarang mereka berpikir-pikir, bagaimana cara menghadapi situasi baru ini.

Berita besarnya sambutan Kuraisy terhadap Islam sudah tersiar luas. Berita ini kemudian tersebar dari Hijaz ke Abisinia. Muslimin yang dulu hijrah ke sana mendengar berita ini mereka kembali pulang ke tanah air. Tatkala sudah sampai di dekat Mekah, mereka mendapat kabar bahwa apa yang dikatakan orang bahwa penduduk Mekah sudah beragama Islam, rupanya tidak sesuai dengan kenyataan. Soalnya, setelah Kuraisy melihat keluarga mereka banyak yang mengikuti jejak Umar dan menjadi pengikut Muhammad, kabilah-kabilah Kuraisy itu mengadakan kesepakatan bersama dengan menulis sebuah piagam yang isinya memboikot Banu Hasyim dan Banu Abdul-Muttalib: untuk tidak saling mengawinkan dan tidak saling berjual beli. Piagam itu digantungkan di Ka'bah sebagai penegasan dari pihak mereka. Mereka yang hatinya sudah cenderung kepada Islam tetapi belum masuk Islam melihat apa yang dilakukan Kuraisy itu mereka menjadi maju mundur dan tidak segera mengikuti Rasulullah. Dengan demikian perang yang tiada hentinya antara Kuraisy dan Muslimin pecah lagi. Setelah kaum Muslimin yang baru kembali dari Abisinia mengetahui soal itu, tak seorang pun dari mereka yang mau memasuki tanah suci, kecuali yang sudah mendapat perlindungan atau masuk dengan sembunyi-sembunyi. Sebagian besar mereka kembali ke Abisinia.

Perang berkepanjangan antara Kuraisy dengan pihak Muslimin sekarang pecah lagi. Tak pelak Umar pun menjadi sasaran seperti yang dialami oleh sahabat-sahabat Rasulullah yang lain. Pengalaman yang pernah menimpa mereka kini juga menimpa Umar. Dengan terus mengikuti turunnya wahyu yang datang dari Allah imannya bertambah kukuh; ia bertambah cermat dengan disiplin yang tinggi disertai wawasannya yang tepat setelah ia berada di dekat Nabi; ia mendapat tempat di hati Rasulullah, untuk kemudian menjadi seorang sahabat Rasulullah kemudian menjadi sahabat Abu Bakr pada masanya itu; dan dalam sejarah Islam pengaruhnya yang begitu besar, sehingga namanya merupakan lambang kekuatan, keadilan, kasih sayang dan kebaktian sekaligus. Zaman Umar merupakan zaman yang terbesar dalam sejarah Kedaulatan Islam, bahkan dalam sejarah peradaban umat manusia.

Catatan Kaki:

  1. Lebih dikenal dengan nama Abu Jahl. Namanya yang sebenarnya Abul-Hakam bin Hisyam. — Pnj.
  2. Semua sebutan 'Masjid' dalam terjemahan ini berarti Masjidilharam di Mekah atau Masjid Nabawi di Medinah. — Pnj.
  3. Abu al-Hakam bin Hisyam dari kabilah Banu Makhzum, dalam sejarah Islam lebih dikenal dengan nama Abu Jahl. —Pnj
  4. Amr bin al-As tokoh Kuraisy dan tokoh militer dan politik yang penting di Mekah, yang sesudah Perjanjian Hudaibiah delapan tahun sesudah hijrah Nabi ia bersama Khalid bin Walid menemui Nabi dan secara terbuka menyatakan masuk Islam. Ketika di Medinah Nabi menunjuknya sebagai wakil di Oman. Peranannya dalam bidang militer dan politik berlanjut sampai masa Khulafa Rasyidin. Besar jasanya dalam menghadapi pasukan Rumawi di Palestina dan Mesir sampai kedua kawasan itu dapat dibebaskannya. — Pnj.

(sebelum, sesudah)


Umar bin Khattab
"Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu"
 
Judul asli "Al-Faruq Umar" cetakan ke 7 oleh Muhammad Husain Haekal, Ph.D.,
dengan izin ahli waris, Dr. Ahmad Muhammad Husain Haekal, kepada penerjermah.
diterjemahkan oleh Ali Audah.
Cetakan pertama, April 2000
Diterbitkan oleh P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel. (0251) 330505, 370505, Fax. (0251) 380505 Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-38-7
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. IKRAR MANDIRIABADI, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team