Umar bin Khattab

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

11. Heraklius Keluar dari Suria (1/3)

Perjalanan Abu Ubaidah dan Khalid bin Walid ke Hims - 272; Berhadapan dengan pasukan Rumawi dan pengepungan Hims - 275; Perjalanan Abu Ubaidah ke Antakiah (Antioch) - 277; Khalid bin Walid menduduki Kinnasrin - 279; Antakiah: Sejarah dan latar belakangnya - 284; Menyerahnya Antakiah dan perjanjian damai - 285; Heraklius meninggalkan Suria untuk selamanya - 287; Rahasia runtuhnya Heraklius - 288; Kebijakan Medinah dan pengaruhnya: Cerita tentang Jabalah - 295

Perjalanan Abu Ubaidah dan Khalid bin Walid ke Hims

Sementara Sa’d bin Abi Waqqas memukul mundur pasukan Persia di Kadisiah, kemudian menerobos masuk ke Irak sampai ke Mada’in, membangun Basrah dan Kufah, menertibkan hukum di kota-kota itu, - Abu Ubaidah dan kawan-kawannya di Syam terus maju membebaskan kota demi kota dan mengosongkannya dari pasukan Rumawi. Mengapa mereka tidak akan melakukan itu sesudah dapat mengalahkan Tazaruq di Yarmuk, lalu membebaskan Syam, mengikis kekuatan Heraklius di Fihl dan menundukkan Tabariah (Tiberias) dan Baisan. Soalnya karena Tabariah, Yarmuk, Fihl dan Damsyik semua terletak di dckat perbatasan Syam ke arah sahara. Di dalam kota-kota itu pihak Rumawi mendirikan benteng-benteng dan tempat-tempat perlindungan yang begitu kuat, yang dapat mengancam para penyerangnya jika tak dapat menerobos sampai ke tempat-tempat penjagaan kota. Kalau begitu harus maju sampai ke benteng-benteng perlindungan itu dan membebaskan kota­kota yang dulu sudah direncanakan oleh Abu Bakr, kemudian oleh Umar.

Kondisi pembebasan di Syam berbeda dengan di Irak. Sejak dipegang oleh Khalid bin Walid pada masa Abu Bakr, pimpinan angkatan bersenjata di Irak satu, dan tetap demikian sampai kemudian Umar menyerahkan pimpinan itu kepada Sa’d bin Abi Waqqas. Sedangkan mengenai Syam, kita masih ingat bahwa Abu Bakr pernah mengirim empat pasukan ke sana, masing-masing untuk satu daerah dengan setiap daerah seorang komandan yang akan mengatur peperangan di daerahnya. Gabungan itu dipimpin oleh Abu Ubaidah bin Jarrah sebagai panglima, sedang Amr bin As komandan pasukan yang dikirimkan ke Palestina.

Semua pasukan itu kini bertemu di Yarmuk setelah secara sendiri­sendiri tak mampu menghadapi Rumawi. Abu Bakr merasa kesal dengan keberadaan pasukannya di Yarmuk tanpa ada pertempuran. Ia mengirim Khalid hin Walid dari Irak ke sana dan sekaligus memegang pimpinannya. Setelah Abu Bakr meninggal kemudian naik Umar, Khalid dipecat dan pimpinan dikembalikan kepada Abu Ubaidah. Hal ini disampaikan oleh Abu Ubaidah kepada Khalid, - yang dalam satu sumber disebutkan sesudah pertempuran Yarmuk. dalam sumber lain disebutkan sesudah Damsyik. Sesudah dibebaskan Abu Ubaidah menyerahkan pimpinan Damsyik kepada Yazid bin Abi Sufyan dalam satu kekuatan garnisun. Dia sendiri bersama Khalid bin Walid, Amr bin As dan perwira-perwira yang lain berikut pasukannya berangkat menghadapi Rumawi di Fihl dan berhasil mengalahkannya dan menaklukkan Tabariah dan Baisan, kemudian mengadakan perdamaian dengan penguasanya. Ketika itulah Umar menulis kepada Abu Ubaidah dengan perintah untuk menyerang Hims. Ia berangkat dengan pasukannya menuju utara ke arah Damsyik bersama Khalid bin Walid. Sementara Amr bin As dan Syurahbil bin Hasanah ditinggalkan di Yordania untuk membebaskan Palestina. Amr menjadi komandan pasukan di sana dan Abu Ubaidah tetap sebagai panglima alas semua pasukan.

Sekarang kita akan mengikuti perjalanan Abu Ubaidah ke Syam untuk kemudian kembali mengikuti Amr bin As hingga ke Baitulmukadas, yang terus mengepungnya sampai diadakan perdamaian dengan penguasanya. Yang mendorong kita memulai dengan perjalanan Abu Ubaidah ini bukan karena dia panglima yang pertama, tetapi karena nanti dia akan kembali lagi dengan Khalid bin Walid untuk bersama-sama dengan Umar di pintu-pintu kota menuju Masjidilaksa. Maka sebaiknya pada hari yang bersejarah itu sasaran pembebasan seluruh Syam itu harus cukup.jelas di depan mata kita, yakni tatkala al-Faruq Umar berjalan bersama Uskup Aelia1 memasuki kota suci itu untuk meletakkan batu pertama dasar bangunan Masjid as-Sakhrah.2 Maka di sinilah, di suatu titik di tanah inilah, ketiga agama samawi itu terjalin: Yahudi, Masehi dan Islam.

Umar bin Khattab menulis kepada Abu Uhaidah dengan perintah untuk menyerang kota Hims.3 Ia berangkat dengan pasukannya bersama Khalid bin Walid melalui Damsyik menuju sasarannya. Setelah sampai di ibu kota Syam Hasyim bin Utbah diperintahkan bersama pasukan Irak bergabung dengan Sa’d bin Abi Waqqas yang kini menyongsong kedatangannya setelah menggempur pasukan Persia di Kadisiah - sebagai bala bantuan. Dalam perjalanan menuju Hims itu Abu Ubaidah bergabung dengan pasukan yang bertindak sebagai perisai Damsyik dari arah utara di bawah pimpinan Zul-Kula’ al-Himyari dan diperintahkan berangkat bersama-sama. Sesampainya di Marj ar-Rum di timur laut Damsyik ia bertemu dengan sepasukan Rumawi yang dikirim oleh Heraklius di bawah pimpinan Theodorus. Ia berdiri berhadap-hadapan. Ketika sedang dalam keadaan demikian, tiba-tiba datang satu pasukan berkuda dipimpin oleh “Komandan”4 orang Rumawi, sebagai bala bantuan kepada Theodorus. Tetapi “Komandan” ini merupakan pasukan yang terpisah. Abu Ubaidah dan Khalid bin Walid saling membagi tugas. Mereka sepakat, Khalid akan menghadapi Theodorus dan Abu Ubaidah akan menghadapi sang “Komandan”. Tak dapat diragukan lagi angkatan bersenjata Heraklius ini akan membendung mereka jangan sampai memasuki Hims.

Semalaman itu kedua perwira tinggi tersebut sedang menyusun strategi untuk menghadapi musuh. Paginya Khalid sudah mengambil keputusan akan menggempur dan menghancurkan Theodorus. Tetapi alangkah hebatnya dia! Ternyata di sekitar tempat itu tak terlihat lagi jejak orang itu. Ke mana ia pergi? Dan bagaimana perginya? Bagaimana taktiknya itu dapat mengelabui taktik jenderal jenius ini! Hanya dalam sekejap mata Khalid sudah dapat memastikan bahwa malam itu lawannya sudah menarik pasukannya menuju Damsyik. Ia yakin bahwa garnisun-garnisun kota itu tak akan mampu mengadakan perlawanan, dan ia yakin pula bahwa semua pasukan Muslimin akan menggempur “Komandan” itu. Penjagaan kota Damsyik tidak akan berdaya menghadapi pasukan yang sedang berbaris maju menuju kota. Andaikala ia menyeruak masuk ke dalam kota dan bertahan di sana, niscaya kemenangan atas “Komandan” itu tak akan ada gunanya, Abu Ubaidah dan Khalid pasti akan kembali lagi mengepung ibu kota Syam itu, dan pasti ini akan melemahkan semangat dan keutuhan pasukan Muslimin. Oleh karena itu Khalid meminta izin kepada Abu Ubaidah dan dengan sebuah satuan kavaleri ia menyusul Theodorus supaya tidak sampai menyergap Yazid bin Abi Sufyan di lempatnya yang kini aman itu.

Berhadapan dengan pasukan Rumawi dan pengepungan Hims

Berita-berita tentang kedatangan Theodorus dan pasukannya sudah sampai kepada Yazid. Ia berangkat hendak menghadangnya, tanpa mengetahui keadaan Khalid dan satuannya. Yazid mulai menyerang setelah pintu-pintu kota ditutup, dengan harapan akan terjadi pertempuran antara pihaknya dengan pasukan Rumawi yang berlangsung lama sampai nanti datang bala bantuan. Sementara Theodorus sedang menggempurnya, tiba-tiba muncul Khalid dengan satuannya dan menghajar pasukan Rumawi dari belakang. Khalid bertakbir, yang disambut dengan takbir pula oleh anak buahnya. Takbir mereka didengar oleh pasukan Yazid. Mereka yakin bala bantuan sudah datang dan tentu ini lebih memperkuat. Di pihak Rumawi, begitu mendengar suara takbir, dan mereka merasa bahwa ini adalah serangan Khalid, mereka mulai lunglai dan barisan mereka kacau balau. Sekarang Yazid menggempur mereka dari depan, dan Khalid dengan gencar meneruskan serangannya dari belakang, sehingga tidak sedikit mereka yang terbunuh. Yang lolos hanyalah yang dapat melarikan diri. Pasukan Muslimin merampas kuda dan binatang ternak serta alat-alat perang dari mereka dan semua barang yang mereka tinggalkan. Oleh Yazid kemudian dibagi-bagikan kepada anggota-anggota pasukannya dan pasukan Khalid. Kemudian ia kembali ke Damsyik dengan membawa kemenangan yang sangat membanggakan. Ia merasa puas bahwa Allah telah menunaikan janji-Nya kepada pasukan Muslimin selama mereka jujur, sabar dan mengutamakan akhirat daripada dunia.

Setelah pertempuran yang telah menewaskan Theodorus ini Khalid berangkat pergi ke Marj ar-Rum. Di sana ia bertemu dengan Abu Ubaidah yang juga sudah berhasil mengalahkan “Komandan” dan menewaskannya serta membuat pasukannya porak poranda. Ia meneruskan perjalanan mengejar sisa-sisa pasukan musuh ke Hims. Heraklius sudah menerima semua berita ini dan bahwa sekarang Abu Ubaidah sedang mengepung Ba’labak (Baalbak). Ia pergi ke Ruha setelah menjanjikan warga Hims dengan bala bantuan dan memberi semangat kepada mereka agar mengadakan perlawanan. Bagaimana mereka tak akan mengadakan perlawanan sedang sekarang sudah musim dingin yang di Hims terasa begitu keras. Orang-orang Arab di sana sudah tidak tahan. Tetapi perlawanan Ba’labak ini tidak lama, malah mereka sudah meminta damai kepada Abu Ubaidah. Ia meninggalkan mereka dan pergi ke Hims, yang kemudian dikepungnya, didahului oleh Khalid bin Walid. Penguasa kota telap bertahan dengan perbentengannya dan tidak mau keluar menghadapi pasukan Muslimin kecuali pada hari yang Iuar biasa dinginnya. Pasukan Muslimin juga tentu merasakan dingin yang sudah sampai di puncaknya itu. Pengepungan terhadap pasukan Rumawi berjalan cukup lama, sementara mereka masih menanti-nantikan bala bantuan dari Heraklius, atau mengharapkan pasukan Muslimin akan pergi keluar menghindari dingin. Tetapi ternyata pasukan muslimin tetap.tabah dan sabar. Bala bantuan Heraklius pun tak kunjung datang dan musim dingin sudah pula berlalu. Sekarang pihak Hims yakin bahwa memang sudah tidak akan mampu menghadapi mereka yang tak beranjak bahkan makin mencekik itu. Sementara pihak Hims sedang berselisih dengan sesamanya, satu pihak berpendapat akan mengadakan perdamaian, yang lain mengatakan lebih baik mati daripada berdamai, yang sebenarnya adalah suatu aib, tiba-tiba terjadi suatu gempa bumi, dinding-dinding di kota retak-retak, gedung-gedung banyak yang roboh. Penduduk panik, mereka dalam ketakutan. Mereka berpendapat kejadian ini suatu peringatan dari Tuhan dengan azab yang mahaberat. Ramai-ramai mereka mendesak para pembesar kota agar mengajak damai. Hanya dengan itu mereka akan selamat.

Andaikata pasukan Muslimin menyerbu Hims waktu itu pasti tak akan ada perlawanan dan kota itu tak akan diambil dengan jalan kekerasan. Tetapi mereka sudah lama dalam pengepungan. Musim dingin mereka rasakan makin berat, ditambah lagi bumi yang diguncang gempa itu membuat mereka terkejut dan kebingungan, maka mereka tidak sadar penduduk yang sedang dalam ketakutan dan kepanikan. Oleh karena itu, setelah perdamaian ditawarkan kepada pembesar-pembesar kota itu mereka mau menerimanya. Gedung-gedung dan bangunan-bangunan dibiarkan untuk penduduk, dan mereka mau membayar kharaj dan jizyah berdasarkan perjanjian Damsyik. Bangunan-bangunan itu sebagian diambil dari mereka sekadar cukup untuk tempat tinggal.

Setelah itu Abu Ubaidah membuat laporan kepada Umar mengenai segala kejadian itu. Dalam balasannya Umar mengatakan: “Tinggallah di kota itu dan ajaklah orang-orang Arab Syam yang kuat-kuat dan tangguh. Insya Allah saya tidak akan meninggalkan bala bantuan yang akan mendukung Anda.,.

Perjalanan Abu Ubaidah ke Antakiah (Antioch)

Abu Ubaidah tinggal di kota itu sampai pertengahan musim semi tahun 15 Hijri. Sesudah musim dingin yang luar biasa kerasnya itu berlalu, anggota-anggota pasukannya sudah mulai giat kembali untuk siap bertempur, orang-orang Arab Syam yang kuat-kuat dan tangguh itu sekarang bergabung kepadanya sehingga mereka bertambah kuat. Abu Ubaidah mulai berpikir-pikir akan meneruskan lagi perjuangannya di Syam bagian utara itu. Pikiran demikian makin kuat setelah tersiar berita-berita tentang Amr bin As dan sahabat-sahabatnya yang sedang menghadapi pasukan Heraklius di Palestina. Ia bertukar pikiran dengan Khalid bin Walid. Mereka sepakat sebagian akan berangkat ke bagian utara Antakiah5 dan yang sebagian lagi ke Halab (Aleppo). Jalan ke Antakiah itu menyusur pantai Sungai Arnod,6 melewati Hamal dan Syaizar, ditantang oleh benteng Latakia.7 Di belakang jalan ke Halab terdapat benteng Kinnasrin8 dikelilingi oleh dataran tinggi yang harus dilalui sebelum mencapai benteng yang kukuh ini.

Abu Ubaidah menyerahkan pimpinan Hims kepada Ubadah bin Samit, dan dia membawa pasukannya ke arah Hamal, yang segera disambut di Ardistan. Kemudian mereka menyerah di tangan penguasa Hamat. Setelah itu diadakan perjanjian seperti perjanjian Hims.

Setelah pihak Syaizar mengetahui bahwa pasukan Muslimin sedang menuju ke tempat mereka, cepat-cepat mereka mengadakan perjanjian damai seperti dengan Hamal. Abu Ubaidah terus menerobos ke Salamiah, kemudian terus sampai benteng Latakia. Setelah pihak benteng itu mengetahui kedatangan pasukan Muslimin. mereka bertahan dengan benteng itu dan menutup pintu kota serta bersiap-siap mengadakan perlawanan, dengan keyakinan bahwa kalau mereka dikepung mereka akan dapat mempertahankannya, sambil menunggu bala bantuan dari jalan laut. Abu Ubaidah melihat benteng-benteng kota itu dan menurut pendapatnya benteng-benteng itu tidak akan mudah ditembus. Kalaupun ia harus dihadapi juga, akan memakan waktu lama. Jika bantuan itu datang ia tidak akan dapat membendungnya; atau kalau akan terus mengepungnya, berarti waktu untuk pergi ke Antakiah akan terbuang. Oleh arena itu lebih baik dibuat suatu taktik dengan memasang kemahnya agak jauh dan kota. Kemudian ia akan mengeluarkan perintah agar dibuatkan beberapa lubang semacam saluran air yang akan dapat melindungi seorang penunggang kuda dan kudanya dari penglihatan.

Selesai anak buahnya membuat lubang-lubang itu, mereka berpura-pura sudah meninggalkan kota tersebut pergi ke Hims. Melihat mereka sudah pergi, pihak Latakia merasa aman dan kembali ke dalam kehidupan yang biasa. Sesudah malam mulai gelap, pasukan Muslimin kembali lagi bersembunyi di saluran-saluran itu. Pintu-pintu oleh pihak Latakia mulai dibuka dan mereka keluar pergi sampai ke luar kota. Yang mereka takuti hanya pasukan Muslimin yang akan keluar dari tempat mereka menyerang dan memasuki kota dengan paksa. Pengawal-pengawal berjaga-jaga di pintu melarang orang masuk, dikelilingi oleh pasukan garnisun yang tinggal di dalam benteng-benteng itu. Mereka yang lari ke pinggiran kota berada dalam ketakutan. Mereka akan pergi ke mana saja asal selamat. Tetapi bagi mereka yang masih tinggal di dalam kota tak ada jalan lain kecuali menyerah, dan yang melarikan dm meminta perlindungan. Abu Ubaidah mengajak mereka damai dengan sedikit banyak membayar kharaj. Gereja mereka dibiarkan dalam keadaan aman, dan pasukan Muslimin membangun mesjid di dekatnya.

Abu Ubaidah pergi dari Latakia ke Ma ‘arrat Hims9 dan membebaskannya. Dari sana Khalid bin Walid dikirim ke Kinnasrin. sebuah kota kecil di wilayah Halab. Khalid bukan tidak tahu betapa kuatnya Kinnasrin, juga bala bantuan yang didatangkan ke sana. Tetapi! Kapan Khalid pernah takut menghadapi benteng dan kota yang kukuh bagaimanapun! Kapan ia pernah mundur menghadapi barisan yang berderet di depannya untuk terus menerobos maju! Itulah yang sekarang dilakukannya, ia meneruskan perjalanan menuju sasarannya dengan tenang, percaya bahwa Allah akan memberikan perlolongan kepadanya. Di Kinnasrin ini ada sebuah perkampungan, di sebelah selatannya terdapat orang-orang Arab suku Tanukh dan Salih dalam kemah-kemah, seolah-olah mereka merupakan garis depan kota yang kukuh itu, begitu juga saudara-saudara mereka, orang-orang Arab yang tinggal di luar kota untuk menjaganya. Pihak Rumawi tahu bahwa yang datang ini adalah jenius perkasa. Ia tidak yakin pada kemampuan orang-orang luar kota itu untuk menghadang pihak penyerangnya. Untuk menghadapi ini, yang tampil adalah Menas - orang terpenting dalam kerajaan sesudah Heraklius - memimpin sebuah pasukan besar. Ia pergi ke luar kota, memobilisasi semua pasukannya ke sana dan kini ia siap menunggu kedatangan pasukan Muslimin untuk dihadang jangan sampai masuk jauh ke tempat sang Kaisar. Ia menyebarkan orang-orang kepercayaannya untuk mengikuti berita-berita musuh dan akan menyusun suatu strategi dalam menghadapinya nanti.

Khalid bin Walid menduduki Kinnasrin

Sementara ia sedang rnengumpulkan berita-berita itu tiba-tiba Khalid muncul di waktu subuh datang dari arah yang tidak diketahuinya. Menas berusaha hendak mencegah kedatangan yang sangat tiba-tiba itu. Tetapi persiapan Khalid sudah matang dan ia menyerang pasukan Rumawi dengan segala kekuatannya. Mereka tidak tahan menghadapinya. Bagaimana akan mampu bertahan, sedang nama orang ini saja sudah membuat hati gentar, membuat orang patah semangat! Bagaimana akan bertahan, berita-berita tentang pasukan Muslimin yang sudah menerobos dan membebaskan Damsyik, Hims dan kota penyangga Latakia sudah mendengung-dengung selalu di telinga mereka! Mana mungkin tentara yang kekuatan moralnya sudah hancur akan dapat bertahan! Mereka mencoba hendak melarikan diri, tetapi jalan keluarnya sudah lebih dulu dibendung oleh Khalid, dan pasukannya dengan gencar menggempur mereka dan sebagian besar mereka menemui ajal, termasuk Menas sendiri. Yang lain melarikan diri dan berlindung memperkuat diri di Kinnasrin. Tetapi oleh Khalid mereka terus dikejar dan mereka menutup semua pintu. Khalid mengutus orang mengingatkan mereka dengan mengatakan: “Kalau kalian di awan pun, Allah akan membawa kami kepada kalian, atau membawa kalian turun ke tempat kami.” Sesudah benteng-benteng kota itu lama mengadakan perlawanan, akhirnya mereka yakin bahwa memang sudah tak ada jalan lain harus menyerah kepada penakluk Menas dan Theodorus dan semua jenderal Rumawi itu, dan mereka meminta damai atas dasar perjanjian Hims. Tetapi Khalid berpendapat akan menghajar mereka atas perlawanan itu; maka kota harus dihancurkan. Penghuninya lari ke Antakiah dengan meninggalkan semua harta; istri dan anak-anaknya diserahkan kepada nasib.

Demikian pembebasan kota Kinnasrin menurut sumber yang masyhur. Tetapi beberapa sejarawan yang senang pada sastra menambahkan satu peristiwa lagi mengenai Jabalah bin al-Aiham al-Gassani dalam mempertahankan kota ini. Kita tahu bahwa Jabalah adalah raja terakhir Banu Gassan dari pihak Heraklius, dan dia memang sekutu Rumawi yang paling setia. Seperti yang lain, raja-raja Banu Gassan dan raja-raja Hirah sangat menyukai penyair-penyair Arab. Kedatangan mereka di sambut baik dan mereka sangat dihormati. Penyair yang paling mereka sukai dan paling beruntung ialah Hassan bin Sabit al-Ansari, penyair Rasulullah. Dan memang, madah-madah Hassan sampai sekarang masih sering disebut-sebut sebagai karya syair Arab yang sangat bermutu. Jabalah ini tinggal di Jisr al-Hadid (“jembatan besi”) di atas Sungai Arnod tak jauh dari Antakiah tatkala berita-berita mengenai Kinnasrin dan pengepungannya disampaikan kepadanya. Ia pergi ke sana untuk meringankan tekanan atas kota dan membantu pasukan garnisun dalam usaha mengalahkan musuh. Sementara ia sedang dalam perjalanan itu, tiba-tiba barisan perintisnya datang membawa orang dari kalangan Muslimin dengan menyebutkan bahwa orang ini bernama Sa’id bin Amir al-Khazraji, dan dia masih termasuk anggota keluarga leluhur Jabalah dari kabilah Muzaiqiya’ - salah satu marga Banu Sa’labah al-Anqa’. Ketika mendengar nama al-Khazraj Jabalah teringat pada temannya penyair dari Ansar itu. Ia bertanya kepada Sa’id: Sejak kapan Anda berpisah dengan dia? Sa’id menjawab dengan mengatakan: Belum begitu lama. Ia pernah mengundang saya dalam suatu acara undangan, dan ia meminta pelayan perempuannya membacakan sebuah sajak mengenai Anda begini:

Alangkah hebatnya, kelompok mereka berminum-minum
Suatu hari di Jillaqah di zaman dahulu kala
Anak-anak Jafnah di sekitar makam ayah mereka
Makam Ibn Mariah al-Jawadi kesayangan
Datang malam hingga anjing-anjing mereka menyalak geram
Tak lagi bertanya tentang orang banyak yang datang
Berwajah cemerlang keturunan orang-orang mulia
Berhidung mancung tingkah asli.

Mendengar itu Jabalah memberinya hadiah dan mengatakan, bahwa Raja telah mengirimnya sebagai bala bantuan untuk Kinnasrin, dan memintanya agar Khalid berhati-hati terhadap ketangkasan pasukannya dan ketjaman pedang mereka. Selanjutnya Jabalah dan pasukannya meneruskan perjalanan bersama angkatan bersenjata Rumawi dan berjumpa dengan Khalid. Ia nyaris dapat mengalahkannya kalau tidak kemudian datang bala bantuan kepada pasukan Muslimin yang dapat mengimbangi mereka. Jabalah dapat dipukul mundur dan kota yang sudah terkepung kini dikuasai. Ada di antara penguasanya yang lari ke Antakiah. Ketika Abu Ubaidah datang dengan pasukannya ternyata Khalid sudah mendapat kemenangan. Perjanjian pun diadakan dengan pihak Kinnasrin atas dasar keamanan dan jizyah, dan mereka supaya merobohkan benteng-benteng dan tembok-tembok yang ada. Orang-orang Arab yang di luar kota mengikuti segala kejadian itu. Mereka berdatangan menyatakan kesetiaan mereka dan banyak pula yang menerima Islam. Mereka yang tetap bertahan dalam agama Nasrani dikenakan jizyah.

Cerita tentang Jabalah dan perjalanannya hendak mempertahankan Kinnasrin ini, menurut hemat saya dapat diterima. Baik Tabari, Ibn Khaldun, Ibn Asir, Ibn Kasir dan sebangsanya tidak menyinggung soal ini, walaupun dalam Futuh asy-Syam yang dikaitkan kepada al-Waqidi ada juga menyebutnya. Tetapi sumber yang masyhur yang disebutkan oleh para sejarawan yang dapat dipercaya lebih dapat diterima. Abu Ubaidah melaporkan kepada Umar tentang peranan Khalid bin Walid menumpas Menas dan pasukannya serta serbuannya ke Kinnasrin yang begitu kuat, dan kata-katanya kepada penguasa-penguasa tempat tersebut: “Kalau kalian di awan pun, Allah akan membawa kami kepada kalian, atau membawa kalian turun ke tempat kami.” Umar kagum sekali dengan kehebatan Khalid dan dalam tugasnya ini ia memang sangat menonjol. Lalu katanya: “Biarlah Khalid memimpin dirinya sendiri. Semoga Allah memberi rahmat kepada Abu Bakr! Ternyata mengenai orang-orang penting dia lebih tahu dari saya.”

Kata-kata yang diucapkan Umar ini menunjukkan kepada kita, bahwa masuknya Khalid ke Kinnasrin merupakan suatu mukjizat melebihi peranannya di Damsyik dan di Hims dan kota-kota lain yang dibebaskan pasukan Muslimin sejak Umar menjadi Khalifah sampai meninggalnya. Untuk itu, bukti yang paling kuat dan nyata, apa yang kita ketahui tentang Umar dan kesannya yang tidak baik terhadap Khalid, sampai pernah memecatnya dari pimpinan militer saat pertama ia memegang tanggung jawab sebagai Amirulmukminin. Begitu dalamnya pengaruh peranannya itu dalam hati Umar, sehingga pimpinan Kinnasrin itu dipercayakan kepada Khalid saat ia menemuinya di Baitulmukadas beberapa bulan kemudian.

Yang sungguh mengherankan, begitu besar pengaruh peranan Khalid itu dalam hati Amirulmukminin, dan bahwa Kinnasrin dijadikan ibu kota wilayah yang luas di sekitarnya, sementara mengenai pembebasan kota itu para sejarawan yang dapat dipercaya tersebut tidak menceritakan lebih terinci dari yang sudah kita lihat.10 Ikhtisar demikian tidak hanya mengenai Kinnasrin, tetapi begitu juga Tabari dan Balazuri dan mereka yang sehaluan dengan kedua sejarawan itu - peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam pembebasan Syam disinggung demikian singkat tidak sebanding dengan uraian mereka mengenai peristiwa-peristiwa di Irak. Kalaupun ada pertempuran Syam yang mereka jabarkan hanyalah yang berhubungan dengan pertempuran Yarmuk dan pembebasan Baitulmukadas. dengan perhatian tertumpu pada pembebasan Damsyik. Pertimbangan mereka bahwa Yarmuk adalah kunci Syam, sama dengan Kadisiah sebagai kunci Irak - di samping karena Damsyik ibu kota Syam dan Baitulmukadas kota Masjidilaksa. Sangat kita harapkan sekali sekiranya mereka juga membuat uraian terinci mengenai Kinnasrin itu. supaya rahasia di balik kata-kata Amirulmukminin itu dapat kita ungkapkan.

Sudah kita sebutkan bahwa penguasa Kinnasrin mengirim orang kepada Khalid meminta perlindungan keamanan atas dasar perjanjian Hims, dan bahwa Khalid berpendapat akan memberikan pelajaran atas perlawanan mereka itu, maka kota itu pun dihancurkan. Mereka lari ke Antakiah. Setelah Abu Ubaidah datang dan mengetahui apa yang mereka minta, menurut hematnya maksud Khalid hendak menghajar mereka jelas adil sekali. Oleh karena itu benteng-benteng dan temboktembok kota dihancurkan, kemudian keadilan itu harus diimbangi dengan kasih sayang, maka permintaan para penguasa kota itu dikabulkan dengan memberikan perlindungan keamanan dan perjanjian seperti yang mereka minta. Disebutkan bahwa gereja-gereja dan bangunan-bangunan di kota itu dibagi menjadi separuh bagian untuk Muslimin, bahkan dikatakan bahwa di bagian tanah itu dibangun sebuah mesjid dan sisanya dibiarkan untuk para penghuninya seperti semula. Mereka yang tadinya sudah lari ke Antakiah kembali lagi dan mereka setuju membayar jizyah. Di bawah pemerintahan Abu Ubaidah hubungan antara warga semua menjadi baik seperti di kota-kota lain yang sudah dibebaskan oleh pasukan Muslimin. Keadilan di antara mereka menjadi dasar persamaan yang sebenarnya serta perlakuan adil terhadap yang lemah dari yang kuat.

Sungguhpun begitu, dalam hati mereka masih ada rasa dendam dan dengki, yang membuat mereka melakukan pembangkangan dan muslihat tatkala pasukan Muslimin meninggalkan tempat itu menuju ke Halab. Abu Ubaidah mengirim satu pasukan mengepung mereka, merampas sapi dan kambing dari mereka dan mengadakan penjagaan untuk mengukuhkan penyerahan mereka dan menjaga barisan belakang pasukan yang menang. Sesudah merasa aman Abu Ubaidah pergi ke luar kota Halab. Orang-orang Arab luar kota itu dari berbagai golongan datang berkumpul menemuinya. Ia mengadakan perjanjian damai dengan mereka atas dasar jizyah, sesudah itu ada di antara mereka yang masuk Islam. Abu Ubaidah menugaskan Iyad bin Ganm ke Halab dan mengepungnya. Tetapi tak lama para penguasanya meminta damai, padahal benteng-benteng mereka begitu kukuh. Tetapi benteng yang kukuh tak ada artinya jika jiwa sudah lemah dan semangat sudah hilang. Para penguasa Halab sudah melihat apa yang telah terjadi terhadap mereka yang sebelum itu. Perlawanan ternyata tidak membuat pasukan Muslimin yang tak pernah takut mati itu mundur, sampai mereka menyerah. Dikatakan bahwa Iyad menerima permintaan mereka untuk berdamai dengan mengadakan perjanjian yang menjamin keselamatan mereka, keluarga, kota, gereja-gereja serta benteng mereka dan menyediakan sebuah tempat bagi pihak Muslimin mendirikan mesjid. Disebutkan juga: Persetujuan untuk membagi tempat-tempat tinggal dan gereja-gereja mereka, dan dikaitkan bahwa di kota Halab sudah tak ada orang ketika Abu Ubaidah memasuki kota itu dan para penguasanya sudah pindah ke Antakiah. Sesudah diadakan perjanjian damai baru mereka kembali.

(sebelum, sesudah)


Umar bin Khattab
"Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu"
 
Judul asli "Al-Faruq Umar" cetakan ke 7 oleh Muhammad Husain Haekal, Ph.D.,
dengan izin ahli waris, Dr. Ahmad Muhammad Husain Haekal, kepada penerjermah.
diterjemahkan oleh Ali Audah.
Cetakan pertama, April 2000
Diterbitkan oleh P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel. (0251) 330505, 370505, Fax. (0251) 380505 Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-38-7
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. IKRAR MANDIRIABADI, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team