Umar bin Khattab

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

11. Heraklius Keluar Dari Suria (1/3)

Antakiah: Sejarah dan latar belakangnya

Kata Antakiah banyak disebut-sebut dalam bab ini. Sebelum ini sudah kita lihat bahwa Heraklius berlindung di kota itu setelah ia dikeluarkan dari Hims menyusul pembebasan Damsyik. Sekarang akan kita lihat Abu Ubaidah sedang menuju ke sana hendak membebaskannya. Tak lama setelah kota itu dibebaskan Heraklius meninggalkan seluruh kawasan Syam dan kembali ke Konstantinopel. Tak lama kemudian Jabalah bin al-Aiham pun bergabung dengan pasukan Muslimin dan ikut pergi menghadap Umar di Medinah. Tetapi semua itu bukan hal yang aneh. Sejak dulu sampai pada waktu itu Antakiah menjadi ibu kota Imperium Rumawi di Timur, dan barulah Konstantinopel setelah itu. Para uskup Rumawi lebih menyukai kota ini daripada Iskandariah karena dekatnya dengan mereka serta pertalian mereka yang lebih erat daripada ibu kota Mesir yang dipisahkan oleh lautan dan acapkali memberontak kepada mereka. Oleh karena itu yang menjadi pusat perhatian mereka adalah kota Antakiah. Di kota ini mereka membangun rumah-rumah ibadah, gedung-gedung dan tempat-tempat hiburan yang dapat dibanggakan terhadap Damsyik dan kota-kota lain di timur.

Demikian itulah keadaannya pada masa paganisme Yunani dan paganisme masa Rumawi, begitu juga pada masa Kristen. Kuil-kuil kaum pagan di seluruh kawasan itu didirikan besar-besar dan megah, yang semuanya sudah sering disapu rata oleh gempa bumi, oleh pemburu-pemburu kesenangan dibangun kembali lebih megah lagi. Gereja-gereja Kristen yang kemudian dibangun sesudah itu juga tidak kurang pula keagungan dan kemegahannya. Antakiah dapat membanggakan diri karena merasa yang lebih dulu sebagai kota Kristen, dan yang pertama disebut para penganut agama Kristen, sedang para uskupnya mengatakan bahwa yang mengkristenkan adalah Santo Petrus., leluhur mereka. Santo Barnabas pun tinggal bersama mereka dan menyebarkan ajarannya di sini. Murid-murid dan pengikut-pengikutnya banyak terdapat di kota ini, sehingga pada abad-abad permulaan Masehi itu menjadi pusat kegiatan agama paling besar, dan tempat kediaman Uskup Besar Asia. Pada paruh kedua abad ketiga Masehi telah dilangsungkan sepuluh sinode gerejani, yang keputusan-keputusannya besar sekali pengaruhnya terhadap terbentuknya sekte-sekte Nasrani yang dalam sejarah Kristen sudah cukup dijabarkan. Karenanya maka terjadi perluasan kota, yang pada waktu itu penduduknya sudah mencapai seratus ribu orang. Kehidupan penduduk dengan jumlah yang begitu besar tidak akan merasa tertekan mengingat letaknya di muara Sungai Arnod di Laut Tengah. Segala yang diperlukan dapat didatangkan ke sana dengan kapal dari berbagai tempat dalam wilayah imperium itu. Letak tempat ini juga merupakan jalur lalu lintas kafilah yang menuju ke Halab, dan bercabang dari Halab ke Irak dan ke Asia Kecil, yang telah menjadi pusat perdagangan besar antara Timur dengan Baral.

Menyerahnya Antakiah dan perjanjian damai

Keadaan kota Antakiah ini tetap demikian sampai pada masa Umar. Baginya menjadi kenangan penting. Menurut hematnya pembebasannya sebanding dengan pembebasan kota Mada’in dan Baitulmukadas. Ia sangat menantikan sekali berita-berita mengenai kota itu dari Abu Ubaidah, yang juga demikian dengan berita-berita dari Sa’d bin Abi Waqqas mengenai kota Kadisiah. Abu Ubaidah bukan tidak tahu betapa kuatnya Antakiah dengan letaknya itu serta benteng-bentengnya yang begitu kekar dan kukuh, juga dia bukan tidak tahu bahwa anggota-anggota pasukan Rumawi yang selamat setelah mengalami kekalahan dalam pertempuran di seluruh Syam, sudah berkumpul di sana dan bertekad mempertahankannya. Antakiah memang sangat kukuh. Di semua sisinya dikelilingi tembok yang tinggi dan tebal, yang akan membuat orang tercengang melihatnya. Ketinggian tembok-tembok itu dari alur wadi yang memanjang sampai ke samping Halab, ditambah dengan gunung-gunung di sekelilingnya yang menjulang tinggi di beberapa bagian sekitar kota itu, sehingga terbayang bagi orang yang melihatnya, bahwa gunung-gunung mengelilinginya dari segenap penjuru. Tak ada jalan akan dapat menerobos atau melangkah ke sana. Dengan letak yang demikian kuat disertai angkatan bersenjata Rumawi yang mundur setelah pertempuran Syam utara yang sekarang berkumpul di sana, jelas akan dapat membendung pasukan Muslimin, bahkan akan membuang jauh-jauh pikiran hendak bertarung.

Buat Heraklius memang sudah seharusnya ia bertahan di sana, dan akan menangkis musuh dengan mendatangkan segala bala bantuan me- lalui laut serta mencuci arang yang tercoreng di kening dan telah menodainya dan menodai imperiumnya. Tetapi tidak terpikir olehnya hendak kembali dari Ruha ke Antakiah, atau akan memasok kota besar itu. Malah dibiarkannya Abu Ubaidah menuju ke sana, lalu mereka ke- luar menyongsongnya. Tetapi oleh Abu Ubaidah mereka dihajar dalam suatu pertempuran sengit di luar benteng-benteng mereka itu. Setelah itu kemudian dikepung dari segenap penjuru. Sekarang tak ada jalan lain bagi mereka selain menyerah dan tunduk kepada perintahnya. Abu Ubaidah mengajak mereka damai dengan membayar j izyah dan me- ngosongkan kota dan menyuruh mereka keluar.

Sampai mengalami suatu kekalahan telak begini seolah dirasakan terlalu berat bagi Antakiah. Para penguasanya mulai mengadakan pelanggaran perjanjian. Abu Ubaidah mengirim Iyad bin Ganm untuk menghadapi pelanggaran mereka itu. Setelah itu diadakan lagi perjanjian seperti yang pertama. Semua itu oleh Abu Ubaidah dilaporkan kepada Umar. Khalifah memerintahkan agar ia mengadakan penjagaan pagar betis di Antakiah, dan jangan mengurangi pemberian kepada tokoh-tokoh di sana supaya tak ada pergolakan lagi di kota itu.

Sesudah Antakiah, tugas pasukan Muslimin sekarang tinggal membersihkan Syam bagian utara, dan menumpas setiap pemberontakan. Untuk itulah Abu Ubaidah berangkat ke Halab tempat pasukan Rumawi berkumpul lagi. Di tempat ini mereka dihajar lagi dan dibuat porak-poranda. Kemudian ia membebaskan Qaurus dan Manbij, dan Khalid bin Walid dikirim untuk membebaskan Mar’asy. Dengan demikian pembebasan di Syam itu semua telah membuka hubungan dengan Furat, dan dapat memperdekat jarak antara angkatan bersenjata Muslimin di sana dengan yang di Irak. Dalam pada itu Yazid bin Abi Sufyan telah pula berangkat dari Damsyik dan menyerbu serta memasuki Bairut dan daerah-daerah perbatasan yang rawan di dekatnya. Semua berita ini sampai kepada Heraklius; di Ruha. Sekarang yakin dia bahwa Suria sudah bukan haknya lagi, sudah hilang dan lepas samasekali dari tangan imperium Rumawi.

Heraklius meninggalkan Suria untuk selamanya

Apa yang akan diperbuatnya sekarang? Akan tetap tinggal di Ruha dengan menghasut pihak al-Jazirah dan tetangga-tetangganya supaya mengadakan perlawanan, dan siapa tahu nasib membantunya keluar dari kesulitan itu? Tidak! Malah sekarang ia sudah merasa putus asa dan yakin bintangnya sudah mulai pudar. Ia berangkat meninggalkan Ruha menuju Konstantinopel. Ketika melalui Syimsyat, Khalid bin Walid sedang di Qilqiah dalam perjalanan dari Mar’asy ke Ti A’zaz kemudian ke Daluk. Dengan itu ia sudah meratakan jalan untuk kembalinya. Sedang Heraklius cepat-cepat bertolak dari Syimsyat. Dalam perjalanannya itu ia lalu di sebuah dataran tinggi di atasnya dan dari sana menjenguk ke bawah, ke Suria yang indah. Dengan hati pilu ia berkata: Selamat tinggal, Suria! Selamat tinggal untuk tidak bertemu lagi! Dan orang Rumawi yang kembali ke mari pasti akan berada dalam ketakutan!

Sesampainya di Bizantium ia sudah dalam keadaan lunglai, dengan hati yang luka dan perasaan duka.

Bukankah sungguh ajaib sekali bahwa akan demikian nasib Heraklius dan nasib Suria! Dalam tahun 614 M. Persia menyerang Rumawi dan berhasil merebut Syam dan Mesir. Tidak lama sesudah Heraklius mendudukitakhta imperiumnya, ia memimpin angkatan bersenjatanya dan berhasil memukul mundur pihak Persia sampai mengusir mereka dari Syam dan Mesir, dan Salib Besar pun dapat direbutnya kembali dari mereka. Kemudian dibawa kembali ke Baitulmukadas dalam suatu upacara besar-besaran. Tetapi mengapa pasukannya hancur luluh begitu rupa dalam berhadapan dengan pasukan Muslimin? Mengapa bukan dia yang memegang pimpinannya dan tidak menanamkan kekuatan semangatnya seperti ketika mula-mula mendudukitakhtanya? Mengapa ia berada jauh di medan perang, dan hanya tinggal di Hims, kemudian di Antakiah, kemudian di Ruha untuk selanjutnya lari ke Bizantium sebagai pengecut, tinggal di sana, hina dan terusir? Sudah berlalu sepuluh tahun antara kemenangannya berhadapan dengan pasukan Persia dengan kehancurannya berhadapan dengan pasukan Muslimin. Persia menghadapi kekalahan dalam tahun 625 M. dan kehancurannya berhadapan dengan pasukan Muslimin dimulai tahun 634, dan ia lari dari seluruh Suria dalam tahun 636. Bukankah dalam perubahan yang itu aneh ada suatu rahasia yang perlu diungkapkan? Ataukah karena takdir juga terjadi secara kebetulan, sehingga tak mungkin dapat ditafsirkan lagi atau diketahui sebab-sebabnya?

Di dunia ini tak ada suatu apa pun yang tidak tunduk kepada hukum alam. Sekiranya kita tahu semua hukum ini dan tahu pula segala kejadian sampai ke soal yang sekecil-kecilnya, niscaya gejala-gejala sosial mampu kita tafsirkan, dan dengan cermat mengetahui akibat apa y ng terjadi, seperti pengetahuan kita tentang tata surya dan perjalanan bintang-bintang. Tetapi dalam kenyataannya masih banyak ilmu hukum alam yang belum dapat kita ungkapkan. Begitu juga dengan peristiwa-peristiwa alam, baik karena sudah berlalu dan orang-orang sebelum kita tak ada yang membuat catatan dengan ketelitian yang dapat meyakinkan kita, atau karena dalam pada itu hidup kita lebih pendek untuk dapat mencakup begitu teliti dan yang akan membuat penilaian kita atas segala gejala sosial yang secara matematis dapat dibuat persis. Tetap yang demikian itu tidak membuat para penulis dan pemikir sepanjang masa mundur untuk mencari sebab-sebabnya kemudian menyusun beberapa kesimpulan. Sesudah mereka kemudian datang yang lain, mereka ini menyaring kembali pandangan-pandangan mereka yang terdahulu, membuang mana yang palsu untuk kemudian memperoleh hasil yang setepat mungkin. Penyaringan untuk mencapai ketepatan ini akan terus berkelanjutan generasi demi generasi hingga mampu mengetahui hukum alam tentang masyarakat seperti halnya dengan pengetahuan kita mengenai hukum-hukum matematika. Maka akan terungkap di depan kita segala rahasia wujud insani, dan ilmu masa lalu dengan asa yang akan datang akan sama buat kita. Besar dugaan kita bahwa jarak antara kita dengan batas itu masih jauh. Biarlah kita mengadakan penyaringan untuk mengetahui hakikat, penyaringan ini ialah wujud hidup pemikiran dan kegiatan rohani. Kalaupun tidak mudah kita mengungkapkan segala hakikat itu secara lengkap, kita dapat memperoleh bagian itu sebanyak mungkin.

Rahasia runtuhnya Heraklius

Sekarang apa gerangan rahasia perubahan yang terjadi terhadap Heraklius dan pasukannya itu sehingga mereka hancur berhadapan dengan kekuatan Muslimin padahal belum selang sepuluh tahun ia memperoleh kemenangan melawan Persia dan mengusir mereka dari Syam dan Mesir sampai ibu kota mereka sendiri terancam?! Adakah peperangan-pcperangan itu membuat Rumawi kelelahan dan berlarut-larut selama enam tahun dan sudah banyak menelan harta, darah dan manusia? Adakalanya sebab itu ada nilainya sendiri. Tetapi yang kita hadapi ini memang tidak bernilai, dan perubahan Rumawi dari kemenangan menjadi kekalahan dalam beberapa tahun itu saja tak dapat ditafsirkan, karena dari segi organisasi dan jumlah kekuatan pasukan Arab tidak sama dengan kekuatan Persia atau kekuatan Rumawi, dan selama sepuluh tahun itu pun masih cukup waktu mengadakan pendaftaran tentara baru dari seluruh kerajaan Rumawi, yang tidak mungkin dilakukan oleh pihak Arab, baik dari jumlah manusia maupun persenjataan. Dalam pertempuran di Yarmuk, Damsyik, Fihl dan di tempat-tempat lain sudah kita lihat bahwa jumlah tenaga manusia pihak Rumawi jauh lebih banyak sampai berlipat ganda dibandingkan dengan pihak Arab. Ditambah lagi, semua itu tidak cukup dan tidak menambah kekuatan pasukan Muslimin. Tepat sekali apa yang dikatakan Khalid bin Walid dulu di Yarmuk: “Pasukan yang banyak mendapat kemenangan dan sedikit mengalami kegagalan tidak ditentukan oleh jumlah manusia.” Kalau begitu, untuk dapat menafsirkan dan mengungkapkan secara jelas mau tak mau kita harus mencari sebab lain atas terjadinya perubahan itu.

Sebab-sebab itu sebenarnya beragam, dan satu sama lain saling berkait dan akan berakhir dengan kesimpulan yang sangat menentukan, yaitu - menurut hemat kita - merupakan faktor penting peristiwa itu. Kesimpulan ini singkatnya, bahwa kebijakan pemerintah sudah tidak disenangi orang dan dinilai tidak baik. Mereka sudah enggan memberikan dukungan, dan semangat untuk berpartisipasi pun sudah hilang. Dalam suasana kejiwaan yang semacam itu, tidak mungkin akan dapat mencapai kemenangan. Pendaftaran untuk masuk militer saja tidak cukup untuk menentukan kemenangan. Pengerahan sipil juga tidak kurang pentingnya. Hal ini dapat kita rasakan jelas sekali sekarang. Dapat kita bayangkan bahwa penduduk sipil akan sangat menderita akibat perang itu, sama dengan penderitaan prajurit di medan perang. Mereka menjadi sasaran pengepungan dari laut, serangan udara dan sebagainya, yang pada masa-masa dulu hal yang semacam itu tidak mereka alami. Ini memang benar, yang terbayang hanya segi kekerasannya, yang adakalanya mengancam penduduk sipil. Tetapi yang tidak terbayangkan ialah bahwa mereka dituntut pengorbanan positif yang terus-menerus, yang sebenarnya di situlah letak kekuatan militer. Atas dasar perkiraan itu pula harapan mereka untuk mendapatkan kemenangan. Kalangan sipil, mereka ini yang memasok perlengkapan dan bahan makanan, mereka inilah yang bersedia hidup dalam kekurangan di masa perang, mereka lebih mengutamakan angkatan bersenjatanya daripada diri sendiri dan keluarganya, agar kemenangannya dapat menjamin kehidupan yang damai, aman dan tenteram. Mereka mengorbankan segalanya dengan tulus hati, kalau mereka percaya kepada kebijakan negara, pada tegaknya hukum atas dasar keadilan di antara mereka serta perbaikan keadaan mereka. Jika mereka sudah tidak lagi menyukai dan tidak puas dengan kebijakan demikian, maka pengorbanan yang mereka berikan itu hanya karena terpaksa, tidak didorong oleh semangat agar mendapat kemenangan, yang sekaligus berarti akan menambah keberanian dan kekuatan moral angkatan bersenjatanya. Masalah psikologis ini dampaknya pada angkatan bersenjata kuat sekali untuk menentukan kemenangan, kendati dari segi bala bantuan dan perlengkapan perang masih serba kekurangan.

Masalah psikologis inilah yang dulu telah memberi kekuatan kepada Heraklius dan membuatnya menang ketika melawan Persia. Dulu, sebelum Heraklius mendudukitakhta dan mengemudikan roda pemerintahannya, faktor-faktor korupsi dan disintegrasi menggerogoti tubuh imperium Rumawi. Ketika itu Persialah yang mampu merebut daerah-daerah jajahannya. Sesudah Heraklius bangkit mengadakan pemberontakan terhadap Phocas karena pemerintahannya yang tidak becus, dialah yang kemudian menggantikannya memegang kekuasaan. Orang merasa lega bahwa kini zaman baru telah hampir tiba dan tak lama lagi imperium akan kembali kepada kemegahan dan kekuatannya semula. Oleh karena itu mereka menyambut Heraklius dan dengan ikhlas memberi dukungan, mau mengorbankan apa saja semampu mereka, mempertaruhkan keamanan bahkan nyawa mereka demi membantunya. Alangkah besarnya orang yang dapat mempertaruhkan hidupnya itu! Dengan demikian Heraklius mendapat kemenangan dan mengembalikan segala yang sudah disia-siakan oleh pendahulunya. Sesudah itu orang menanti-nantikan semoga harapan mereka akan terwujud zaman baru akan segera menjadi kenyataan itu.

Tetapi tak lama sesudah di Mesir dan di Syam segalanya berjalan lancar, Heraklius menggunakan suatu kebijakan yang menimbulkan kemarahan penduduk Mesir dan Syam. Karena perbendaharaannya yang sudah mulai kosong, maka harus segera diisi lagi. Penduduk kedua kawasan ini sekarang mulai dibebani berbagai macam pajak. Mereka membangkang. Tetapi bukan pembangkangan karena pembebanan pajak itu saja yang menyebabkan mereka cemburu kepada Kaisar Agung itu kalau saja pengorbanan mereka mendapat imbalan berupa undang-undang yang dapat menjamin keamanan dan kebebasan mereka. Bagi manusia, tak ada yang lebih berharga dan mulia daripada kebebasan berkeyakinan. Mereka akan memberontak jika ada orang mencoba mengalihkan keyakinan nenek moyang tidak dengan cara yang bijaksana dan nasihat yang baik. Mereka tidak akan taat sebelum mendapat kejelasan tentang keikhlasan kita kepada mereka serta kesungguhan kita hendak membimbing mereka. Kalau mereka sudah yakin mengenai hal itu, mereka akan mau mendekati kita, mula-mula dengan sangat berhati- hati tentunya. Bilamana nanti ajakan itu sudah mereka yakini, mereka akan berjuang dengan darah dan nyawa mereka demi keyakinan itu. Kalau demikian sikap mereka terhadap pihak-pihak yang mengajak mereka kepada kebenaran dengan cara yang baik itu, wajar sekali jiwa mereka memberontak jika ada penguasa yang dengan kekerasan hendak mengalihkan mereka dari keyakinan dan memaksa mereka menganut keyakinan lain. Kalaupun tidak memberontak terang-terangan, mereka akan melakukan makar terhadap sang penguasa dan mengharapkan ada malapetaka menimpa mereka. Begini inilah keadaan Heraklius di Mesir dan di Syam dan di seluruh daerah jajahannya waktu itu. Pandangan orang terhadapnya sudah berubah, hati mereka sudah tidak senang lagi kepadanya. Dalam memerangi pasukan Muslimin ia sudah tidak lagi mendapat kekuatan moral dari pihak sipil yang diharapkan dapat mendukung angkatan bersenjatanya.

Ketika ia sudah mendapat kemenangan dalam perang dengan Persia dan membawa kembali Salib Besar ke Yerusalem, ia mengabulkan permohonan pihak Yahudi untuk mendapat keamanan atas nyawa dan rumah-rumah ibadah mereka. Tetapi usai upacara penaikan Salib itu, umat Kristiani dan pendeta-pendetanya mengatakan hal-hal yang tidak baik dan menghasut orang terhadap pihak Yahudi. Mereka menuduh orang Yahudi lebih keras daripada Persia dalam memperlakukan orang-orang Kristen, lebih jahat dalam menghancurkan dan membakar gereja-gereja mereka. Mulanya Heraklius maju-mundur hendak membatalkan perjanjian itu. Tetapi kemudian keraguannya hilang setelah orang-orang di sekitarnya terus mendesak dan menyebutkan beberapa argumen yang dapat membuyarkan perjanjian itu. Maka keluarlah amar, bahwa orang-orang Yahudi harus diusir dari Yerusalem, bahkan mereka boleh dibunuh, “sehingga tak seorang Yahudi pun yang masih tinggal di daerah kedaulatan Rumawi, Mesir dan Syam, kecuali mereka yang bersembunyi.”11 Tidak sedikit mereka lari dari Yerusalem ke daerah sahara di Transoxania. Dendam mereka terus menyala kepada Heraklius karena tindakannya yang sangat menjijikkan itu, yang sudah tak dapat lagi dipadamkan kendati kemudian mereka diperbolehkan kembali ke negeri itu. Mereka terus diintai. Bilamana kemudian tanda-tanda kedatangan pasukan Muslimin mulai tampak, mereka segera bergabung kepada pasukan Muslimin dan bertindak selaku penunjuk jalan ke tempat-tempat penting di kota itu serta memberitahukan rahasia-rahasia negara.

Bukan orang-orang Yahudi saja yang hatinya digerogoti dendam kepada Heraklius. Orang-orang Kristiani sendiri juga merasakan kepahitannya dan mereka mengeluh. Soalnya, tatkala keadaan sudah kembali tenteram, Heraklius bermaksud hendak menyatukan sekte-sekte Kristen di seluruh imperium itu, dengan keyakinan bahwa banyaknya sekte demikian itulah yang memecah belah dan melemahkan keadaannya. Cita-citanya yang paling besar sekiranya pemuka-pemuka gereja mau benar-benar mewujudkan persatuan itu dengan kebijaksanaan mereka sendiri di seluruh imperium dengan sukarela dan seia sekata, tanpa ada paksaan. Jika yang demikian terlaksana niscaya ini merupakan suatu kekuatan bagi negara dalam menghadapi musuhnya, dan keagungan Heraklius akan tetap tegak sepanjang sejarah. Tetapi ternyata ini tidak terlaksana. Sekte-sekte itu tetap banyak jumlahnya dan beraneka macam. Sekarang terpaksa penguasa mengharuskan orang tunduk pada satu sekte yang resmi yang sudah ditentukan untuk mereka. Barang siapa menolak harus dihukum siksa, dan dalam kenyataan mereka memang tetap menolak, dan akibatnya mereka ditindas. Mereka juga mengadu kepada Heraklius atas kesewenang-wenangan pejabat-pejabatnya itu. Tetapi pengaduan mereka tidak didengar. Sejak itu orang tidak senang kepadanya, hati mereka makin menjauh.

Ketika Heraklius bermaksud hendak mempersatukan sekte-sekte itu sudah tentu dengan niat baik. Tetapi suatu kenyataan dilupakannya. Kalau ia menyadari tentu ia akan menempuh cara lain, dan pandangan orang kepadanya tidak akan berubah. Adanya kesatuan undang-undang yang akan - memudahkan hubungan antarmanusia merupakan hal yang sangat dirindukannya, bahkan merupakan suatu keharusan. Betapapun adanya perbedaan pendapat dalam penyusunan undang-undang yang akan mengatur hubungan itu harus dilihat kemungkinan adanya perubahan bila dikhawatirkan akan timbul akibat buruk. Tetapi kebebasan hati nurani seseorang mengenai keyakinannya tidak mungkin dapat dibatasi atau diatur oleh undang-undang. Kebebasan ini sudah merupakan dasar kehidupan kita sebagai manusia, sama dengan udara yang menjadi dasar kehidupan kita dari segi materi. Oleh karena itu orang tidak akan tahan dengan setiap pembatasan. mereka akan rncmberontak terhadap siapa saja yang hendak menghilangkan kebebasannya. Pembesar-pembesar gereja dan pemuka-pemuka sekte cenderung mempertahankan kebebasan mereka dan kebebasan orang lain mengenai hal ini. Mereka tidak akan setuju orang dibatasi dan diikat. Kalau mereka membatasinya, kewibawaan rohani mereka akan jadi lemah, kedudukan mereka akan jatuh di mata umat.

Itulah yang praktis telah terjadi, tatkala uskup-uskup itu diangkat oleh Heraklius. Ada uskup untuk Antakiah, ada untuk Yerusalem dan ada pula untuk Iskandariah. Orang harus menerima sekte yang sudah diputuskan oleh Sidang Chalcedon. Tak seorang pun dari para uskup itu yang mau beranjak dari sektenya atau kebebasannya mempertahankan pendapat; di samping itu mereka berselisih mengenai kebijakan sesuai dengan perbedaan menurut kecenderungan mereka masing-masing. Uskup Iskandariah menindas orang-orang Mesir untuk memaksa mereka mengubah sekte yang mereka anut, dan Uskup Yerusalem menempuh cara muslihat, sedang Uskup Antakiah lebih lapang dada. Andaikata Heraklius tidak mengharuskan sekte tertentu dan memaksa orang menganutnya, tentu mereka tidak akan menjauhinya dan sikap mereka kepadanya tidak akan berubah. Demikian rupa timbulnya perubahan itu sehingga ketika pasukan Arab menyerbu Syam, dalam hati penduduknya tak ada semangat hendak mempertahankannya. Bahkan banyak di antara mereka yang dengan sungguh-sungguh memohon kepada Tuhan agar kekuasaan Kaisar itu segera lenyap dari negeri mereka. Abul-Faraj al-Ibri menulis: “Setelah mengadu kepada Heraklius tak diperoleh jawaban, Tuhan telah membalas dengan menyelamatkan kami dari pihak Rumawi di tangan orang-orang Arab. Sungguh besar kenikmatan yang dilimpahkan kepada kami, karena kami telah dilepaskan dari kezaliman Rumawi dan diselamatkan dari kebencian dan permusuhan mereka yang luar biasa dan begitu pahit.”

Beban pajak yang berat, dendam orang-orang Yahudi dan penindasan agama: Tiga faktor ini telah membuat penduduk sipil Syam tak tergerak semangatnya hendak membela atau ingin membantu pasukan Rumawi yang sedang berperang itu. Di samping ketiga faktor itu, dapat lagi ditambahkan faktor keempat yang menyebabkan hancurnya Heraklius dan lari dari Suria. Rasa simpati orang-orang Arab yang tinggal di perbatasan dengan pedalaman Syam juga tidak terdorong untuk mati-matian memerangi saudara-saudara sepupu mereka - penduduk Se- menanjung Arab itu. Barangkali Jabalah bin Aiham orang Arab yang paling bersemangat hendak membela Heraklius. Dengan kerajaannya itu ia merasa berutang budi kepada Rumawi yang telah memberikan dukungan kepadanya dan membelanya dengan menempatkannya dalam kedudukan yang dikhawatirkan akan hilang jika pasukan Muslimin mendapat kemenangan.

Sungguhpun begitu buku-buku sejarah tidak memperliha tkan adanya gejala-gejala semangat demikian itu selain cerita yang dapat diterima seperti yang kita singgung ketika kita berbicara tentang pembebasan Kinnasrin dan yang diperkuat oleh kalangan sejarawan yang dapat dipercaya dalam buku-buku mereka. Mengingat suasana di sekitar Heraklius dan pasukannya seperti yang kita lihat, tidak heran jika keadaan lalu berbalik dan bintangnya menjadi suram, kemudian ia lari ke Bizantium dengan hati luka, dengan perasaan pilu.

Faktor-faktor itulah yang membuatnya menyerahkan kepada orang lain pimpinan angkatan bersenjatanya. Ia sudah mendengar tentang peranan Arab di Irak pada masa pemerintahan Abu Bakr, lalu ia menunjuk Theodorus untuk memimpin pasukan ke Yarmuk dalam jumlah pasukan yang sangat besar. Sesudah pasukannya mengalami kekalahan dan Theodorus terbunuh, dia pikir tidak akan mempertaruhkan diri, khawatir akan mengalami kekalahan juga dan segala kemegahannya akan habis terkubur di medan perang. Barangkali ia teringat pada surat Nabi yang dibawakan kepadanya oleh Dihyah bin Khalifah al-Kalbi saat ia sedang dalam perjalanan ke Yerusalem untuk mengembalikan Salib Besar ke makam Nabi Isa. Ia masih ingat bagaimana ia mengangap enteng surat itu dan tidak dipedulikannya. Tetapi sekarang ia melihat orang-orang Arab pengikut Muhammad yang percaya pada ajarannya itu menyebar kian ke mari dan menerobos jauh sampai ke pusat kotanya dalam perang pembebasan. Mereka yang lebih mencintai mati daripada hidup, oleh Allah mereka akan dikaruniai segala kesenangan hidup itu. Mana pula jika dibandingkan dengan prajurit-prajuritnya yang tidak tahan menderita dan menganggap lari bukan hal yang memalukan! Bagaimana dengan Heraklius sendiri dan pasukannya dalam keadaan yang serupa itu akan mendapat kemenangan? Bahkan dia sendiri, bagaimana pula ia tersungkur dari puncak kejayaannya, jatuh ke dalam jurang kehinaan? Dia lupa bahwa hukum Allah dalam alam ini tak akan berubah-ubah. dan bahwa orang yang tidak mengenal hukum ini akan salah langkah dan akan terjerumus ke dalam kesesatan. Lupa inilah penyebabnya apa yang dialaminya sekarang, dan yang akan membuatnya sebagai contoh dan pelajaran dalam sejarah.

(sebelum, sesudah)


Umar bin Khattab
"Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu"
 
Judul asli "Al-Faruq Umar" cetakan ke 7 oleh Muhammad Husain Haekal, Ph.D.,
dengan izin ahli waris, Dr. Ahmad Muhammad Husain Haekal, kepada penerjermah.
diterjemahkan oleh Ali Audah.
Cetakan pertama, April 2000
Diterbitkan oleh P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel. (0251) 330505, 370505, Fax. (0251) 380505 Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-38-7
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. IKRAR MANDIRIABADI, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team