|
||
|
|
Khalid bin Walid berangkat ke Butah memimpin pasukannya berkut pasukan yang diperbantukan oleh Abu Bakr. Ia mendapat tugas ke Yamamah untuk menghadapi Musailimah bin Habib, pemimpin Banu Hanifah yang telah mengaku nabi. Bantuan yang. dikirimkan Abu Bakr ini tak kurang kuatnya dari pasukan Khalid sendiri. Mereka terdiri dan tokoh-tokoh Muhajirin dan Ansar sahabat-sahabat Rasulullah yang sudah pernah juga mengalami perang, dan dari kabilah-kabilah atau suku-suku yang keberaniannya dalam pertempuran sudah cukup terkenal. Pasukan Ansar dipimpin oleh Sabit bin Qais dan al-Bara' bin Mahk, dan pasukan Muhajirin dipimpin oleh Abu Huzaifah bin Yaman dan Zaid bin Khattab. Sedang dari kabilah-kabilah masing-masing sudah dengan pemimpinnya sendiri.
Adakah Abu Bakr masih akan menghemat bantuannya kepada panglimanya yang hendak menghadapi Musailimah? Ia tahu benar bahwa di pihak nabi palsu ini ada empat puluh ribu anggota pasukan yan sudah siap tempur. Mereka sudah percaya benar kepadanya dan bersedia mati, untuk membelanya.
Kalau dalam menghadapi kaum pembangkang itu Abu Bakr juga tidak menyiapkan kaum Muslimin pilihan - dalam kepemimpinan, dalam keberanian dan dalam bertempur di medan perang, - strateginya dalam perang menghadapi kaum murtad itu akan menemui kegagalan. Pandangan Abu Bakr cukup jauh dengan imannya yang begitu kuat untuk membiarkan Islam yang baru ini sampai mengalami nasib demikian.
Di antara mereka yang dikirimkan Abu Bakr untuk membantu Khalid itu terdapat orang-orang yang sudah hafal Qur'an, juga terdiri dari mereka yang sudah pernah terjun ke dalam perang Badr. Padahal Abu Bakr masih sangat menghemat kaum veteran Badr dengan mengatakan: "Aku tak akan menggunakan pasukan Badr; biarlah mereka hidup sampai menemui Allah dengan amal mereka yang saleh. Allah akan menyelamatkan mereka dan orang-orang saleh itu melebihi pertolongan yang diberikan kepada mereka."
Tetapi Abu Bakr kini harus menanggalkan pendiriannya itu, dan bersedia membantu Khalid dengan pasukan Badr dan mereka yang pernah mengalami pertempuran pada masa Rasulullah, sebab Musailimah sudah makin kuat di Yamamah. Jadi setiap pengorbanan untuk mengikisnya berarti mempertahankan agama Allah, dan membiarkannya merajalela berarti api pemberontakan di. tanah Arab akan makin berkobar, dan posisi kaum Muslimin akan semakin sulit.
Sebenarnya peristiwa ini kecil sekali dibandingkan dengan kemenangan yang diperoleh Muslimin sampai sebelum ekspedisi Yamamah itu. Kabilah-kabilah yang berdekatan dengan Medinah dan yang pada suatu pagi dulu hendak mengepungnya waktu pelantikan Abu Bakr, tak ada yang mendakwakan diri jadi nabi, tak punya keinginan apa pun selain ingin dibebaskan dari kewajiban zakat. Adi bin Hatim sudah berhasil menjauhkan kabilah-kabilah itu dari Tulaihah al-Asadi. Dengan demikian ia jadi lemah, dan tak lagi dapat mengadakan perlawanan. Juga kabilah-kabilah yang sudah mengalami kekalahan, yang ada di sekeliling Umm Ziml, sudah tak mampu memberikan dukungan. Dalam pada itu Banu Tamim sedang dalam sengketa antara sesama mereka, sedang Sajah sudah membuat patah semangat Malik bin Nuwairah. Perang antara dia dengan Khalid bin Wahd sebenarnya sudah tak ada lagi.
Sebaliknya Musailimah, dia dan pengikut-pengikutnya di Yamamah, tak mau mengakui Muhammad sebagai Rasulullah atas mereka. Sebagaimana Kuraisy, mereka Juga berhak punya nabi dan rasul sendiri. Jumlah prajurit-prajurit pemberani di kalangan mereka lebih banyak daripada di kalangan Kuraisy. Di samping itu kelompok mereka merupakan satu kesatuan, tak ada perselisihan dan persaingan yang akan membuat mereka jadi lemah. Juga dalam kepercayaan dan macamnya kelompok, di kalangan mereka tak terdapat perbedaan seperti pada orang-orang Yaman. Dalam keadaan serupa itu, sudah tentu mereka dapat menggalang kekuatan besar, yang harus benar-benar diperhitungkan oleh Abu Bakr.
Bukan faktor ini saja yang meminta perhatian Abu Bakr untuk sedapat mungkin memperkuat pasukan ke Yamamah. Ketika mulai membentuk brigade kesebelas untuk menumpas kaum murtad, dia tidak memperhitungkan Musaihmah dan Banu Hanifah sejauh itu. Karenanya, yang ditugaskan ke sana Ikrimah bin Abi Jahl, kemudian menyusul Syurahbil bin Hasanah untuk membantunya. Ikrimah pun berangkat ke Yamamah tanpa merasa perlu menunggu Syurahbil, melainkan langsung menghadapi Musailimah dengan harapan dialah yang akan mendapat kebanggaan atas kemenangan itu nanti. Ikrimah memang seorang pahlawan berpengalaman dan penunggang kuda yang cukup agresif. Dalam brigadenya itu terhimpun pahlawan-pahlawan pemberani yang pernah bertempur mati-matian dalam perang. Sungguhpun begitu, baik Ikrimah maupun brigadenya tak dapat bertahan menghadapi Musailimah. Bahkan mereka yang hancur. Begitu berat bencana yang menimpa mereka sehingga dalam perjalanan itu Syurahbil berhenti di tempat ia menerima berita yang sangat menyedihkan itu.
Ikrimah menulis laporan kepada Abu Bakr mengenai musibah yang dialaminya dan dialami pasukannya itu. Abu Bakr marah sekali dan membalasnya dengan mengatakan:
"Hai anak Umm Ikrimah!1 Aku tak ingin melihatmu dan engkau pun jangan melihatku. Janganlah engkau kembali; karena akan membuat orang berkecil hati. Teruskanlah perjalanan ke Huzaifah dan Arfajah dan hadapilah Oman (Umman) dan Mahrah. Kemudian berangkatlah engkau dan pasukanmu, bebaskanlah semua orang dari gangguan sampai engkau bertemu dengan Muhajir bin Abi Umayyah di Yaman dan Hadramaut."
Rasanya tak perlu lagi saya menjelaskan betapa besarnya kemarahan yang tersimpul dalam surat itu. Cukup kita lihat saja kata-kata pembukaannya: "Hai anak Umm Ikrimah!" Nada ungkapan ini mengandung ejekan dan sangat merendahkan sekali.
Bagaimana Musailimah jadi makin kuat sampai sejauh itu?! Ketika itu - meminjam kata-kata para sejarawan Arab - "Ruwaijula", "Usaifar", "Ukhainas"2 penampilannya tak mengesankan akan ada penghargaan atau penghormatan orang kepadanya. Pada Tahun Perutusan ia pergi kepada Nabi bersama-sama delegasi Banu Hanifah. Sesudah sampai di Medmah delegasi itu tak mengajaknya bersama-sama menemui Nabi, tapi ia ditinggalkan di kendaraan. Setelah memberi salam Nabi memberikan bingkisan kepada mereka. Mereka menyebut juga ada Musailimah. Lalu dimintanya supaya mereka memberikan juga bingkisan itu kepadanya, seraya katanya ramah: "Sebenarnya dia bukan orang paling jahat di antara kamu", yakni karena ia ditinggalkan di kendaraan teman-temannya.
Orang inikah yang mendakwakan diri nabi di tengah-tengah kaumnya? Karenanya pada mulanya hanya sedikit orang yang mempercayainya. Suatu mukjizatkah yang membuat ribuan bahkan puluhan ribu orang mengikutinya dalam waktu kurang dari dua tahun? Tidak! Tetapi yang memegang peranan hingga banyak yang terbawa menjadi pengikutnya karena adanya permainan dan tipu muslihat seorang tukang sulap.
Di kawasan itu ada seorang laki-laki bernama Nahar ar-Rajjal - atau ar-Rahhal bin Unfuwah. Ia ke Medinah mengikuti Rasulullah. Ia belajar membaca Qur'an, mendalami hukum fikih dan menguasai ajaran-ajaran Islam, karena ia memang pandai dan cerdas. Oleh Rasulullah ia dikirim ke Yamamah untuk mengajarkan Islam di sana. Di antara mereka terdapat juga Musailimah. Ia memperkuat Muslimin dan bersama-sama mereka mau mengacaukan nabi palsu itu. Tetapi sebenarnya Nahar ini lebih berbahaya bagi Banu Hanifah daripada Musailimah sendiri. Ketika dilihatnya Musailimah banyak pengikutnya, serta merta ia mengakui kenabiannya dan menjadi saksi bahwa Muhammad mengatakan Musailimah adalah sekutunya dalam kenabian. Apa gerangan kata penduduk Yamamah mengenai ini! Ya, ada pengikut Muhammad yang sudah memberikan kesaksiannya, mengakui kenabian Musailimah, dan yang memberikan kesaksian ini orang yang mengerti, ahli fikih, mengajarkan Qur'an Muhammad kepada mereka, mengajarkan kisah-kisahnya, memperdalam ajaran agamanya dan ia menjadi saksi kenabian Musailimah. Tak ada jalan sekarang untuk menolak kebenarannya. Karenanya, orang datang kepada Musailimah berbondong-bondong, percaya bahwa dia utusan Allah kepada Banu Hanifah. Dengan demikian jalan buat dia kini terbuka dan apa pun yang dikehendakinya tersedia di hadapannya.
Kepercayaan sepenuhnya sekarang dapat diberikan oleh Musailimah kepada Nahar ar-Rajjal ini, dan segala yang ingin ditiru dari Muhammad dapat terlaksana. Untuk itu, Nahar pun dapat memperoleh segala kesenangan dunia yang diinginkannya. Kalau ulama dan ahli-ahli Qur'an sudah tunduk pada kesenangan, dan menyerahkan ilmunya di bawah kekuasaan orang yang menguasai kesenangan, celakalah ilmu dan agama, celakalah kebenaran!
Kita tidak hanya sampai pada apa yang dikatakan orang tentang usaha Musailimah untuk mendatangkan mukjizat, atau pada apa yang katanya telah menerima wahyu. Semua itu omong kosong, sejarah dan kritik sejarah tak dapat membuktikannya. Rasanya cukup apa yang sudah kita jelaskan di atas mengenai sebab-sebab yang mendorong orang menjadi pengikut Musailimah dan sebabnya keadaan menjadi begitu gawat, sehingga pasukan Ikrimah tak mampu menghadapinya dan kembali mundur dalam keadaan centang perenang.
Kita tak perlu mempertanyakan bagaimana orang-orang yang berpikir sehat di kalangan Musailimah itu sampai menjadi pengikutnya. Kita sudah tahu fanatisma Arab dan kabilah-kabilahnya yang begitu kukuh hendak bertahan pada kebebasan. Disebutkan bahwa ketika Tulaihah an-Nimari datang ke Yamamah dan berkata: "Mana Musailimah?" mendapat jawaban: "He, rasulullah."
"Bukan," katanya, "aku akan melihatnya lebih dulu."
Setelah sampai ia bertanya: "Siapa yang datang kepadamu?"
"Rahman," jawabnya.
"Dalam cahaya atau dalam gelap?"
"Dalam gelap," jawab Musailimah lagi.
"Aku bersaksi bahwa engkau bohong dan Muhammad benar. Tetapi pembohong Rabi'ah lebih baik bagi kami daripada Mudar yang benar."
Dalam sebuah sumber yang dikutip at-Tabari menyebutkan bahwa Tulaihah berkata: "Pembohong Rabi'ah lebih baik bagi kami daripada pembohong Mudar." Sungguhpun begitu ia menjadi pengikut Musailimah juga. Kemudian ikut berperang dan mati bersama Musailimah.
Kalau memang begitulah keadaan Musailimah dan apa yang menimpa Ikrimah ketika menghadapinya, tak akan ada panglima Arab yang akan dapat menghadapinya selain pahlawan perang genius itu, Khalid bin Walid. Tak heran jika Abu Bakr akan memperkuatnya dengan bala bantuan. Untuk itu kemudian Abu Bakr menulis kepada Syurahbil bin Hasanah agar tetap tinggal di tempat dia berada itu sampai Khalid datang.
Bila tugasnya sudah selesai dengan Musailimah, Syurahbil diperbantukan kepada Amr bin As untuk menghadapi Quda'ah di utara Semenanjung Arab.
Sementara pasukan Khalid bergerak menuju Yamamah pasukan Musailimah bertemu dengan brigade Syurahbil, yang kemudian terpaksa menarik diri mundur. Beberapa sejarawan menyebutkan bahwa Syurahbil bertindak seperti Ikrimah dan ingin merebut kemenangan sebagai kebanggaan. Tetapi ia mengalami nasib seperti yang dialami Ikrimah juga. Namun barangkali persoalannya tidak demikian. Sementara menunggu kedatangan Khalid itu Syurahbil menarik mundur pasukannya ketika bertemu dengan pasukan yang datang dari Yamamah. Apa pun yang terjadi, namun Syurahbil tetap tinggal di tempat dia mundur itu sampai pasukan Muslimin datang. Setelah Khalid tahu apa yang dialaminya itu, oleh Khalid ia dipersalahkan dan dikecam. Barangkali maka Syurahbil memilih mundur tanpa harus terjebak dengan pihak lawan itu maksudnya untuk tidak memperkuat semangat mereka bila mereka sampai mendapat kemenangan.
Pasukan Khalid berturut-turut memasuki Yamamah dan berita ini sampai pula kepada Musailimah. Ketika itu Mujja'ah bin Murarah berangkat dalam sebuah satuan hendak mengadakan balas dendam kepada Banu Amir dan Banu Tamim. Ia khawatir akan kehilangan kesempatan jika harus menghadapi pasukan Muslimin. Setelah berhasil melaksanakan balas dendamnya Mujja'ah kembali dengan pasukannya. Begitu sampai di tanjakan Yamamah mereka sudah letih sekali dan langsung tidur. Tetapi pasukan Khalid menyadari dan segera menyusul mereka. Khalid tahu mereka itu adalah Banu Hanifah. Menurut perkiraannya mereka bergegas hendak menyerangnya, maka diperintahkan supaya didahului. Bahwa kata mereka keluar hendak membalas dendam untuk urusan mereka sendiri, rupanya tak ada gunanya. Ketika ditanya pendapat mereka tentang Islam, mereka menjawab: Dari kami seorang nabi dan dari kalian seorang nabi.
Salah seorang dari mereka - Sariyah bin Amir - sambil memperlihatkan pedang kepada Khalid berkata:
"Hai laki-laki, jika engkau menghendaki masa depan kota ini baik atau buruk, biarkanlah orang ini hidup." Ia berkata begitu sambil menunjuk kepada Mujja'ah. Orang ini oleh Khalid dijadikan sandera, dibiarkan tidak dibunuh, karena dia termasuk salah seorang pemimpin Banu Hanifah, yang di kalangan mereka sendiri mendapat tempat terhormat. Di samping itu Khalid memang memerlukan bantuannya dalam memberikan pendapat. Ia dibelenggu dengan rantai besi dan ditempatkan di kemahnya, dengan tugas menjaga istrinya yang baru, Laila Umm Tamim.
Musailimah sudah mengerahkan pasukannya di Aqraba' di pinggiran Yamamah, dan segala harta kekayaan di tempatkan di belakangnya. Pasukan ini terdiri dari empat puluh ribu orang prajurit - ada yang menyebutkan enam puluh ribu. Di kalangan Arab jumlah tentara sebesar itu jarang terdengar. Khalid datang keesokan harinya setelah Mujja'ah disandera. Pasukan yang sudah siap tempur itu dibariskannya di hadapan pasukan Musailimah. Kedua angkatan perang itu sekarang saling memasang mata untuk menggempur. Masing-masing memperkirakan nasibnya tergantung pada peristiwa hari ini. Dalam membuat perkiraan itu keduanya memang tidak berlebihan. Peristiwa Yamamah itu adalah detik-detik yang sangat menentukan dalam sejarah Islam, begitu juga dalam sejarah Arab.
Kekuatan Musailimah adalah kekuatan murtad dan pembangkangan yang gigih dan jelas sekali dalam menentang kenabian Muhammad yang bukan hanya untuk Kuraisy, tetapi juga untuk segenap umat manusia. Kekuatan ini menjadi pusat perhatian, dari Yaman, Oman, Mahrah, Bahrain, Hadramaut sampai ke semua daerah selatan Semenanjung, menyusur turun dari Mekah, Ta'if sampai ke Teluk Aden. Kemudian Persia pun mengarahkan perhatiannya ke sana. Pasukan Musailimah itu sangat percaya kepadanya dan bersedia mati untuk itu. Ditambah lagi dengan adanya permusuhan lama antara Hijaz dengan selatan Semenanjung. Pasukan Muslimin merupakan inti kekuatan yang melindungi dan membela agama Allah serta ajarannya. Untuk itu Khalid-lah panglimanya yang terbesar, yang pernah dikenal sejarah pada masanya.
Di antara mereka itu terdapat sahabat-sahabat yang hafal Qur'an. Mereka datang dengan jantung yang penuh iman, bahwa berjuang di jalan Allah dan mempertahankan agama-Nya yang hak adalah kewajiban pertama bagi orang beriman, merupakan fardu ain bagi setiap orang yang mengerti. Kalau sudah begitu, tentu tak ada jalan lain. Pertempuran dahsyat pasti terjadi. Inilah yang akan menjadi teladan, betapa besar dan hebatnya kekuatan iman itu.
Sekarang Syurahbil anak Musailimah tampil membakar semangat tentara Banu Hanifah dengan kata-kata yang benar-benar menggugah rasa kearaban, dengan segala yang menyangkut kehormatan dan keturunannya.
"Hai Banu Hanifah!!" teriaknya kepada mereka. "Hari ini adalah hari harga diri kita! Kalau kita kalah, perempuan-perempuan kita akan mendapat giliran sebagai tawanan, akan dijadikan gundik-gundik. Berperanglah kamu mempertahankan kehormatan dan keturunan kalian dan lindungilah istri-istri kalian."
Kemudian diperintahkan agar mereka sudah siap tempur.
Kedua kekuatan itu kini sudah berhadapan. Semangat pihak Muslimin belum lagi dibakar. Kaum Muhajirin berkata kepada Salim, bekas budak Abu Huzaifah:
"Ada yang masih kautakuti?"
"Kalau begitu celakalah aku sebagai orang yang sudah hafal Qur'an," katanya menjawab mereka. Bahkan mereka sudah saling mengejek dengan percakapan yang lebih buruk lagi. Kaum Muhajirin dan Ansar menuduh orang-orang Arab pedalaman sebagai pengecut.
"Kami orang-orang kota lebih tahu cara berperang daripada kalian orang-orang pedalaman," kata orang-orang kota.
"Orang-orang kota tak mampu bertempur dan tidak tahu apa perang itu," demikian dijawab oleh orang-orang badui itu.
Please direct any suggestion to Media Team