|
||
|
|
Berbicara tentang pengumpulan Qur'an kita perlu menengok kembali ke belakang, kepada peristiwa Yamamah. Akibat peristiwa itulah maka mulai timbul gagasan untuk mengumpulkan Qur'an, yang kemudian dilaksanakan. Pelaksanaan ini memakan waktu sampai berakhirnya masa kekhalifahan Abu Bakr sesudah perang Yamamah. Sumber lain menyebutkan memakan waktu sampai masa Umar. Tetapi kita akan menangguhkan pembahasan ini agar pembicaraan kita mengenai perang dan pembebasan tidak terputus, dan agar pembahasan kita mengenai pengumpulan Qur'an berkesinambungan sampai pada waktu meninggalnya Abu Bakr.
Ekspedisi Yamamah merupakan ekspedisi terbesar dalam perang Riddah. Dengan terbunuhnya Musailimah bin Habib semua mereka yan mendakwakan diri nabi di tanah Arab itu terkikis habis. Kembalinya kabilah Banu Hanifah kepada Islam merupakan suatu pengumuman tentang habisnya kaum murtad di Bahrain. Dan penumpasan kaum murtad ini membuka jalan kepada Musanna bin Harisah asy-Syaibani untuk pergi ke muara Tigris dan Furat, dan merupakan garda depan yang berjaya dalam membebaskan Irak dan berdirinya kedaulatan Islam yang besar. Memang tepat sekali ketika Khalid bertindak tegas dengan mengerahkan pasukan Muslimin. Mati-matian mereka berperang, membunuh dan dibunuh sehingga dapat menyudahi riwayat Musailimah dan kawan-kawannya saat mereka berlindung di Kebun Maut. Kiranya kaum Muhajirin dan Ansar tidak berlebihan tatkala mereka terjun ke medan perang dan berjuang mati-matian, karena mereka memang mengharapkan mati syahid. Ketika itu dari pihak pasukan Muslimin yang gugur sebagai syuhada 1200 orang, 39 orang di antaranya para sahabat besar dan yang hafal Qur'an.
Sudah tentu penduduk Medinah sangat cemas dan sedih sekali atas kematian pasukan Muslimin di Yamamah itu, kendati motivasi kesedihan demikian itu beragam. Pertalian kerabat dan keluarga, handai tolan, sahabat-sahabat besar dan para penghafal Qur'an yang mati syahid yang sangat mereka hormati karena kedudukan mereka yang begitu tinggi di sisi Rasulullah 'alaihissalam. Semua ini membuat hati terasa tersayat pedih. Umar bin Khattab yang begitu sedih karena kematian adiknya di Yamamah, ketika menemui anaknya Abdullah yang juga sudah habis-habisan berjuang di Yamamah, kata-kata yang pertama sekali diajukan ialah seperti yang sudah kita sebutkan di atas: "Mengapa engkau pulang padahal Zaid sudah meninggal. Tidak malu kau memperlihatkan muka kepadaku?!" Ketika itu Abdullah menjawab: "Dia memohon mati syahid kepada Allah, dia diberi. Aku sudah berusaha supaya diberikan kepadaku, tetapi tidak diberikan juga."
Sungguhpun begitu kesedihan Umar karena kematian adiknya itu serta sahabat-sahabatnya yang juga mati syahid di Yamamah tak sampai mengalihkan pikiran Umar dari persoalan penting ini. Memang inilah soal-soal yang paling berbahaya dalam kehidupan Islam dan kaum Muslimin. Tidak sedikit sahabat Nabi yang sudah hafal Qur'an mati syahid dalam ekspedisi itu. Dan di Yamamah bukan satu-satunya ekspedisi yang dilancarkan pasukan Muslimin setelah Rasulullah wafat. Bagaimana pula jadinya nanti jika masih akan terjadi ekspedisi-ekspedisi lagi dan para penghafal Qur'an banyak yang terbunuh seperti yang di Yamamah itu?! Semua ini menjadi pikiran Umar dan lama sekali ia memikirkannya. Setelah pikiran demikian itu mantap ia pergi menemui Abu Bakr, yang dijumpainya sedang duduk di mesjid.
"Pembunuhan yang terjadi dalam perang Yamamah sudah makin memuncak," katanya kepada Abu Bakr. "Aku khawatir di tempat-tempat lain akan bertambah banyak penghafal Qur'an yang akan terbunuh sehingga Qur'an akan banyak yang hilang, kecuali jika kita himpun. Aku ingin mengusulkan supaya Qur'an dihimpun."1
Karena hal ini belum terpikirkan oleh Abu Bakr, mendengar katakata Umar itu ia bertanya: "Bagaimana aku akan melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasulullah saw.?"
Ketika itu lalu terjadi dialog panjang antara kedua tokoh ini, yang tidak disebutkan secara terinci oleh para sejarawan. Tetapi setelah dialog itu Abu Bakr puas dengan pendapat Umar. Kemudian ia memanggil Zaid bin Sabit. Mengenai Zaid bin Sabit ini Bukhari menyebutkan bahwa dia berkata: "Abu Bakr menceritakan kepadaku mengenai pembunuhan di Yamamah di depan Umar. Kata Abu Bakr kepadaku: 'Umar mengatakan kepadaku bahwa pembunuhan yang terjadi dalam perang Yamamah sudah makin memuncak. Aku khawatir akan bertambah banyak penghafal Qur'an yang akan terbunuh di beberapa tempat sehingga Qur'an akan banyak yang hilang, kecuali jika kita himpun. Aku ingin mengusulkan supaya Qur'an dihimpun.' Kata Abu Bakr: 'Aku berkata kepada Umar: 'Bagaimana aku akan melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasulullah saw?' Lalu katanya: 'itu sungguh bagus.' Sementara ia terus meminta aku mempertimbangkan, akhirnya Allah membukakan hatiku dan aku sependapat dengan Umar. Kata Zaid lagi: "Umar yang juga hadir duduk tidak berbicara. Lalu kata Abu Bakr kepadaku: 'Engkau masih muda, cerdas dan kami tidak mencurigaimu. Engkau penulis wahyu untuk Rasulullah (saw). Jadi sekarang lacaklah Qur'an dan kumpulkanlah. Demi Allah, andaikata aku diberi tugas memindahkan salah satu gunung tidaklah akan lebih berat bagiku daripada aku disuruh mengumpulkan Qur'an ini.' Aku berkata: "Bagaimana kalian berdua akan melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasulullah (saw)?" Lalu kata Abu Bakr: 'itu sungguh bagus.' Aku masih tetap meminta pendapatnya hingga akhirnya Allah membukakan hatiku seperti juga telah membukakan hati Abu Bakr dan Umar. Aku berdiri. Aku mulai melacak dan mengumpulkan Qur'an dari lempengan-lempengan, dari tulang-tulang bahu, kepingan-kepingan pelepah pohon kurma dan dari hafalan orang, sampai berhasil aku menemukan dua ayat dari Surah Taubah pada Khuzaimah Ansari yang tak dapat kuperoleh dari yang lain:
"Sekarang sudah datang seorang rasul dari golonganmu sendiri; terasa pedih hatinya bahwa kamu dalam penderitaan, sangat prihatin ia terhadap kamu, penuh kasih sayang kepada orang-orang beriman. Tetapi bila mereka mengelak juga, katakanlah: "Allah sudah cukup bagiku; tiada tuhan selain Dia; kepada-Nya aku bertawakal, - Dialah Pemilik Singgasana Yang Agung!" (Qur'an, 9. 128-9).
Setelah lembaran-lembaran itu kucatat ke dalam beberapa jilid aku masih harus mencari satu ayat dari Surah Ahzab. Aku mendengar Rasulullah saw. pernah membacanya, dan ini hanya ada pada Khuzaimah Ansari yang diminta oleh Rasulullah menyaksikannya dengan dua orang saksi:
"Di antara kaum mukmin ada orang yang telah menepati janjinya kepada Allah; di antara mereka ada yang telah menemui ajalnya, ada yang masih menunggu. Tetapi sedikit pun mereka tidak mengubah janji." (Qur'an, 33. 23). Lalu kumasukkan ke dalam Surah itu. itulah lembaran-lembaran Qur'an yang sudah dihimpun yang ada di tangan Abu Bakr sampai dia wafat, kemudian di tangan Umar sampai dia pun wafat. Setelah itu di tangan Hafsah hint Umar."
Demikian keterangan Zaid bin Sabit seperti diceritakan oleh Bukhari. Sumber-sumber itu sepakat tentang keabsahannya. Qurtubi menyebutkan bahwa Zaid menghimpun Qur'an itu dengan surah-surah yang belum berurutan sesudah begitu susah payah bekerja. Setelah dihimpun lembaran-lembaran itu disimpan di tempat Abu Bakr, kemudian di tempat Umar, setelah itu di tempat Hafsah Ummulmukminin.
Ada sebuah sumber menyebutkan bahwa Umar bin Khattab-lah yang pertama menghimpun Qur'an dalam satu jilid.2 Soalnya pernah suatu hari ia menanyakan sebuah ayat dari Qur'an lalu dikatakan bahwa ayat tersebut ada pada si polan tetapi dia sudah terbunuh di Yamamah. "Inna lillahi," kata Umar. Lalu ia menyuruh supaya Qur'an dikumpulkan. Tetapi sumber-sumber yang mutawatir2 menolak pendapat itu dengan mengatakan Umar yang pertama kali berpendapat mengenai penghimpunan Qur'an sebab dia yang menyarankannya kepada Abu Bakr dan dapat pula meyakinkannya. Tetapi penghimpunannya sudah selesai pada masa Abu Bakr. Dan ini yang sahih. Yang memperkuat hal ini ialah apa yang diceritakan tentang Ali bin Abi Talib ketika mengatakan: "Semoga Allah memberi rahmat kepada Abu Bakr. Dia yang paling besar jasanya dalam mengumpulkan Qur'an. Dialah yang pertama kali menghimpun menjadi dua loh." Sejumlah besar sahabat Rasulullah secara berturut-turut memberikan kesaksian demikian.
Mereka yang berpendapat bahwa Umar yang pertama kali menghimpun Qur'an menyebutkan bahwa ketika ia akan mengumpulkan ia berdiri di hadapan orang banyak mengatakan: "Barang siapa pernah menerima suatu pelajaran (Qur'an) dari Rasulullah saw. bawalah kepada kami." Mereka yang pernah menerima pelajaran itu menuliskannya di atas lembaran-lembaran, di kepingan-kepingan tanah liat dan di kepingan-kepingan pelepah pohon kurma. Umar tak pernah mau menerimanya dari siapa pun tanpa ada dua orang saksi. Ketika ia terbunuh pengumpulan itu masih menjadi tugasnya. Kemudian tampil Usman bin Affan. Dia pun mengatakan dan mengerjakan seperti apa yang sudah dikatakan dan dikerjakan Umar. Dia juga mempercayakan kepada Zaid bin Sabit untuk menghimpun Qur'an, dengan menambahkan beberapa orang penghafal Qur'an seraya mengatakan kepada mereka: "Kalau berselisih, tulislah menurut dialek Mudar, sebab Qur'an diturunkan kepada orang dari Mudar."
Kesepakatan yang sangat kuat menyebutkan bahwa Abu Bakr-lah yang memerintahkan untuk mengumpulkan Qur'an setelah terjadi dialog dengan Umar. Sebelum menguraikan lebih terinci mengenai pengumpulan Qur'an ini, baiklah saya berhenti sejenak pada kata-kata Abu Bakr: "Bagaimana aku akan melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasulullah saw?"
Wahyu Qur'an turun kepada Rasulullah selama dua puluh tiga tahun, sejak Allah mengutusnya sebagai Nabi ketika ia di Mekah sampai wafatnya waktu ia di Medinah. Kadang wahyu turun dalam bentuk beberapa ayat, kadang dalam bentuk Surah penuh. Dan wahyu pertama yang turun:
"Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan. Menciptakan manusia dari segumpal darah beku. Bacalah dan Tuhanmu Maha Pemurah. Yang mengajarkan kepada manusia (menggunakan) pena, - Mengajar kepada manusia apa yang tak ia ketahui." (Qur'an, 96. 1-5).
Kelanjutan ayat dalam Surah ini seperti yang kita baca dalam Qur'an dewasa ini, turunnya kemudian sesudah itu, sesudah wahyu yang lain.
Adakah kata-kata Abu Bakr dan kemudian kata-kata Zaid bin Sabit yang dimaksud "Bagaimana aku akan melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasulullah?" itu bahwa setelah Rasulullah wafat Qur'an tetap tidak dikumpulkan dalam bentuk surah dan tidak disusun dalam bentuk kitab; lalu ayat-ayat yang turun satu-satu itu tidak dirangkai dengan yang lain seperti yang kita lihat sekarang, yang sudah diatur dan disusun dalam sebuah kitab?
Demikianlah pendapat beberapa sejarawan, dan diperkuat oleh beberapa kalangan Orientalis, malah dengan mengacu pada Zaid bin Sabit ketika ia mengatakan: "Nabi saw. wafat Qur'an belum ada yang dikumpulkan." Orientalis Inggris, Sir William Muir mengutip kata-kata ini dalam bukunya mengenai sejarah hidup Rasulullah sebagai salah satu dalilnya tentang betapa teliti dan jujurnya pengumpulan Qur'an itu, dengan mengatakan: "Pengumpulan Qur'an dengan segala isi dan susunannya mencerminkan ketelitian yang luar biasa. Bagian-bagian yang beraneka ragam digabung dengan sangat bersahaja tanpa dibuat-buat atau dipaksa-paksakan. Dalam pengumpulan itu tak ada tanda-tanda adanya campur tangan dengan berusaha mau berlagak pintar atau mau merekayasa. Apa yang dikumpulkannya itu membuktikan betapa dalamnya keimanan dan keikhlasan penghimpunnya. Ia tidak berani bertindak lebih dari hanya mengambil ayat-ayat suci itu lalu menempatkannya yang satu di sisi yang lain."
Kalangan Orientalis yang mendukung pendapat ini ada menyesalkan Zaid bin Sabit dan mereka yang membantunya dalam pengumpulan Qur'an itu, karena mereka tidak menghiraukan kronologi turunnya dan tidak pula mendahulukan ayat-ayat yang turun di Mekah dari yang kemudian turun di Medinah. Malah mereka meletakkan ayat-ayat yang turun di Medinah (Surah Madaniyah) itu di sela-sela ayat-ayat yang turun di Mekah (Surah Makkiyah) yang tidak seharusnya mereka lakukan. Kalau mereka memperhatikan ketelitian menurut sejarahnya secara kronologis, menurut pandangan kaum Orientalis itu tentu lebih sesuai dengan penelitian ilmiah dan lebih cocok dalam penulisan biografi dan dalam mengikuti segala perilaku Nabi sejak diutus hingga wafatnya.
Kalangan Orientalis tersebut menambahkan bahwa para penghimpun Qur'an itu kurang memperhatikan penulisan ayat-ayat itu menurut subyeknya - pokok-pokok persoalannya. Kita melihat dalam satu Surah terdapat beberapa masalah yang beraneka macam: kisah-kisah, sejarah, keimanan, ibadah, hukum syariat dan dasar-dasar penciptaan. Kita melihat pokok persoalan yang satu dari semua masalah itu disebutkan dalam surah-surah yang berbeda-beda dalam bentuk yang hampir sama atau berbeda, baik dalam kata ataupun ungkapan. Karena para penghimpun itu bebas dalam menyusun ayat-ayat dalam surah-surah - menurut pandangan para Orientalis itu - dari segi ilmiah mereka patut dicela, sebab mereka tidak memperhatikan pokok-pokok persoalan tadi. Seharusnya ini mereka perhatikan, terutama karena mereka tidak terikat oleh waktu-waktu turunnya wahyu.
Tinjauan yang dikemukakan para Orientalis atas pengumpulan Qur'an ini didasarkan pada kata-kata Abu Bakr: "Bagaimana aku akan melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasulullah saw."
Sebenarnya mereka salah dalam mengartikan ucapan Abu Bakr itu dengan pengertian demikian. Menurut anggapan mereka ayat-ayat itu masih tetap terserak-serak sejak diturunkan sampai dikumpulkan pada masa Khalifah pertama itu, kemudian pada masa Usman. Hal yang tak dapat disangsikan ialah bahwa ayat-ayat dalam bentuk surah-surah itu sejak masa Rasulullah sudah dikumpulkan dan ditentukan oleh Rasulullah.
Imam Malik mengatakan: "Penyusunan Qur'an itu didasarkan pada apa yang pernah mereka dengar dari Rasulullah saw." Sedang Abdullah bin Mas'ud mengatakan: Aku membaca di hadapan Rasulullah saw. lebih dari tujuh puluh Surah, dan aku membaca di bawah bimbingannya Surah Baqarah sampai pada firman Allah: sebab Allah mencintai mereka yang bertobat dan mencintai mereka yang suci dan bersih. (Qur'an, 2. 222).
Sedang Zaid bin Sabit membaca Qur'an seinua di bawah bimbingan Rasulullah. Dalam (Sahih) Bukhari dan Muslim, Anas bin Malik berkata: "Yang mengumpulkan Qur'an pada masa Rasulullah saw. empat orang, semua dari Ansar: Ubai bin Ka'b, Mu'az bin Jabal, Zaid bin Sabit dan Abu Zaid." Ucapan Anas itu tidak berarti bahwa pada masa Nabi hanya empat orang itu saja yang hafal Qur'an, tak ada yang lain. Qurtubi mengatakan: "Sudah dapat dipastikan melalui pelbagat jalan yang mutawatir bahwa Qur'an sudah dikumpulkan oleh Usman, oleh Ali, oleh Tamim ad-Dari, Ubadah bin Samit dan Abdullah bin Amr bin As. Kata Anas: Yang mengumpulkan Qur'an hanya empat orang, kemungkinan bahwa Qur'an yang dikumpulkan dan di bawah bimbingan Rasulullah sendiri hanya oleh keempat orang itu, dan sebagian besar yang lain. ada yang belajar dari Nabi dan ada pula dari yang lain. Sumber-sumber itu memperlihatkan bahwa keempat Imam itu mengumpulkan Qur'an pada masa Nabi saw. karena mereka memang sudah lebih dulu dalam Islam serta karena penghargaan Rasulullah saw. kepada mereka."
Sumber-sumber lama yang mutawatir menyebutkan bahwa Rasulullah telah membacakan4 Qur'an di depan Malaikat Jibril sekali setahun. Pada tahun Rasulullah akan wafat membacakannya dua kali. Waktu diperlihatkan pada tahun akan wafat itu Abdullah bin Abbas mengetahui mana dari Qur'an itu yang dihapus dan mana yang diganti.
Sejarah hidup Nabi sendiri dapat memperkuat segala sumber yang kita kemukakan ini. Dari sana kita lihat apa yang diceritakan tentang islamnya Umar bin Khattab sepuluh tahun atau sekitar itu setelah kerasulan Muhammad. Perpecahan di kalangan penduduk Mekah yang ditimbulkan oleh agama yang baru ini sehingga terpaksa mereka hijrah ke Abisinia, sangat merisaukan hati Umar. Dia berpikir-pikir akan membunuh Muhammad supaya masyarakat Kuraisy kembali bersatu. Setelah ia mendengar dari Nu'aim bin Abdullah bahwa Fatimah adik Umar sendiri dan suaminya Sa'id bin Zaid sudah masuk Islam, ia pergi dan mendatangi rumah mereka. Ketika itu ia mendengar ada suara orang membaca Qur'an. Keduanya dipukul keras-keras oleh Umar hingga saudara perempuannya itu terluka. Dia menyesali perbuatannya. Mushaf5 yang mereka baca itu dimintanya, dan yang terlihat Surah Ta Ha. Setelah dibacanya, ia terpesona melihat isinya yang tak mungkin dapat ditiru, baik keindahan atau keagungan seruannya. Ia pergi kepada Muhammad dan menyatakan masuk Islam di hadapannya.
Lembaran yang merekam Surah Ta Ha itu bukan satu-satunya dari sekian banyak lembaran yang sudah beredar; di tangan penduduk Mekah yang sudah masuk Islam ada beberapa surah lain dari Qur'an yang sudah dicatat. Sesudah Umar masuk Islam Rasulullah masih tinggal tiga belas tahun di tengah-tengah Muslimin Mekah dan Medinah. Sementara itu ia berkata kepada sahabat-sahabatnya:
"Jangan menuliskan sesuatu tentang aku, selain Qur'an. Barang siapa menuliskan itu selain Qur'an, hendaklah dihapus."
Wajar saja bila para sahabat menulis apa yang dapat mereka tulis dari Qur'an, untuk dibaca waktu salat, untuk mengetahui hukum-hukum agama yang sudah mereka yakini. Di samping itu, yang juga menulisnya ialah mereka yang oleh Nabi dikirimkan kepada kabilah-kabilah untuk mengajarkan Qur'an dan pengetahuan tentang seluk-beluk agama. Mereka tidak menulis ayat-ayat yang terpotong-potong, melainkan surah-surah yang sudah bersambung-sambung yang diimlakan oleh Rasulullah. Nas-nas Qur'an memang memperkuat apa yang sudah disebutkan itu, di antaranya firman Allah:
"Hai orang yang berselimut! Bangunlah malam ini, yang hanya sebagian kecil. Separuhnya atau kurang dari itu sedikit. Atau lebihkanlah dan bacalah Qur'an dengan perlahan, dengan nada berirama." (Qur'an, 73. 1-4).
Ayat-ayat Muzzammil ini turun pada kurun waktu pertama kerasulan. Perintah kepada Nabi agar bangun malam-malam membaca Qur'an lebih dapat diterima bahwa ayat-ayat itu tidak berserakan tanpa beraturan, dan diperkuat pula oleh apa yang sudah kita kemukakan di atas bahwa mana-mana yang diwahyukan kepada Nabi itu bersambung dengan wahyu sebelumnya, wahyu itu disusulkan atau dimasukkan ke dalamnya, seperti yang mereka katakan bahwa ketika Allah mewahyukan kepadanya firman ini:
"Dan takutlah kamu ketika suatu hari kamu akan dikembalikan kepada Allah, kemudian kepada masing-masing pribadi dibayarkan apa yang mereka kerjakan, dan mereka tidak akan dirugikan." (Qur'an, 2. 281), Jibril berkata kepada Nabi: "Muhammad, letakkan ini di pangkal ayat 280 Surah Baqarah."
Dalam Qur'an sudah berulang-ulang dilukiskan bahwa Qur'an adalah Kitab. Surah Baqarah yang pertama sesudah Fatihah memulai dengan firman Allah:
"Alif Lam Mim. Inilah Kitab yang tiada diragukan, suatu petunjuk bagi mereka yang bertakwa." (Qur'an, 2. 1-2).
Dalam berbagai Surah arti yang demikian ini banyak sekali disebutkan. Kitab ialah apa yang tertulis secara teratur. Sejak masa Nabi Qur'an sudah ditulis seperti sudah kita sebutkan di atas dari kata-kata Anas bin Malik dan sahabat-sahabat Rasulullah yang lain. Bahkan Zaid bin Sabit sendiri yang mengatakan sebagaimana sudah kita sebutkan: "Nabi saw. wafat Qur'an belum ada yang dikumpulkan." Pernah ia berkata: "Kami di tempat Rasulullah saw. menyusun Qur'an dari lempengan-lempengan," maksudnya menyusun ayat-ayat yang terpisah-pisah dalam surah-surah lalu dikumpulkannya dengan petunjuk dari Rasulullah. Dalam salat dan di luar salat Rasulullah sering membaca surah-surah itu sepenuhnya, di antaranya Baqarah, Ali Imran, Nisa', A'raf, Jinn, Najm, Rahman, Qamar dan yang lain. Semua ini jelas menunjukkan bahwa susunan ayat-ayat dalam surah-surah itu sudah selesai menurut ketentuan dari Nabi, dan bahwa Nabi wafat pengumpulan itu sudah sempurna, sudah cukup diketahui oleh kaum Muslimin, sudah tertanam dalam hati para qari dan para penghafal Qur'an.
Kalangan sahabat banyak kita lihat menyusun Qur'an pada masa Nabi, empat di antaranya menyusunnya dengan diimla oleh Nabi sendiri. Kesepakatan para sejarawan itu memastikan bahwa susunan ayat-ayat dalam surah-surah itu sama dalam tiap jilid yang dikumpulkan sebelum Rasulullah wafat, dan dalam jilid-jilid yang dikumpulkan setelah Rasulullah wafat, sebelum Abu Bakr memerintahkan pengumpulan Qur'an itu. Adapun susunan surah-surah yang dimulai dari Fatihah, kemudian Baqarah, Ali Imran, Nisa', Ma'idah dan berakhir dengan Nas, dan apa yang dikatakan bahwa Rasulullah menyerahkan semua itu atau sebagian kepada umatnya, memang ada perbedaan pendapat.
Jadi apa yang dimaksud oleh Abu Bakr dengan kata-katanya menjawab Umar ketika mengusulkan supaya menghimpun Qur'an: "Bagaimana aku akan melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasulullah?" Dalil-dalil apa yang telah membuka hati Abu Bakr, kemudian juga Zaid bin Sabit untuk mengumpulkan Qur'an dan menerima pendapat Umar?
Please direct any suggestion to Media Team