Abu Bakr As-Siddiq

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

XVI. Pengumpulan Qur'an (3/3)

Abu Bakr lebih mengutamakan Zaid daripada Abdullah

Kita lansir kata-kata Abdullah bin Mas'ud dan kemarahannya itu untuk membuktikan betapa tepatnya Abu Bakr memilih Zaid bin Sabit untuk mengumpulkan Qur'an - yakni dengan kata-kata Abu Bakr kepada Zaid setelah ia yakin dengan pendapat Umar: "Engkau masih muda, cerdas dan kami tidak mencurigaimu. Engkau penulis wahyu untuk Rasulullah saw. Jadi sekarang lacaklah Qur'an dan kumpulkanlah." Atas kata-kata Abu Bakr Anbari yang sudah kita kutip yang mengatakan lebih mengutamakan Zaid daripada Abdullah, Qurtubi menambahkan: "Zaid lebih menguasai Qur'an daripada Abdullah, sebab ia sudah menyerapnya semua tatkala Rasulullah masih hidup, sedang yang dikuasai Abdullah semasa Rasulullah saw. baru sekitar tujuh puluh Surah. Ia belajar sisanya setelah Rasulullah saw. wafat. Orang yang sudah menamatkan dan menguasai Qur'an semasa Rasulullah saw. masih hidup lebih diutamakan untuk mengumpulkan Qur'an dan lebib berhak didahulukan dan dipilih."

Barangkali Abu Bakr memilih Zaid dan mendahulukannya daripada sahabat-sahabat Rasulullah yang lain karena ia masih muda; dia lebih mampu bekerja daripada yang lain, dan karena mudanya pula ia tidak begitu fanatik dengan pendapatnya, tidak begitu membangga-banggakan pengetahuannya. itulah yang membuatnya mau belajar kepada penghafal-penghafal dan pembaca Qur'an dari kalangan sahabat-sahabat besar. Dalam mengumpulkan Qur'an penelitiannya cukup mendalam tanpa harus mengutamakan apa yang sudah dikuasainya, kendati menurut berita yang mutawatir dia hadir dalam peragaan pembacaan Qur'an yang terakhir, yang dibacakan oleh Jibril kepada Rasulullah untuk kedua kalinya pada tahun kematiannya itu.

Bagaimana Zaid mencatatkan Qur'an dalam mushafnya

Zaid merasakan begitu besar tanggung jawab yang dipikulkan Khalifah kepadanya, tetapi Zaid sangat menghargainya, seperti dikatakannya: "Demi Allah, andaikata aku diberi tugas memindahkan gunung, kiranya bagiku tidaklah akan lebih berat daripada tugas mengumpulkan Qur'an ini." Bagaimana tak akan merasakan besarnya tanggung jawab itu, sebab dia tahu Abu Bakr hafal Qur'an, Umar, Usman dan Ali hafal Qur'an, begitu juga para sahabat besar yang lain, mereka hafal Qur'an atau banyak yang sudah mereka hafal. Bahkan empat orang sudah menerima pelajaran Qur'an dari Rasulullah dan mereka tulis dengan ayat-ayat yang tersusun dalam surah-surah, yang lain juga menulis mushaf-mushaf, sebagian sudah lengkap dan yang sebagian lagi belum lengkap, di antaranya Abdullah bin Mas'ud. Semua mereka itu mengawasi, menjaganya serta memperhitungkannya dengan sangat berhati-hati.

Dan masih ada lagi penjagaan yang lebih besar! Penjagaan oleh Pemilik Qur'an, Yang telah mewahyukannya kepada Rasul-Nya, lebih besar dari semua penjagaan itu. Itulah yang membuat ia merasa bahwa memindahkan gunung itu masih akan lebih ringan daripada apa ditugaskan Khalifah kepadanya. Dan Zaid bin Sabit percaya benar bahwa dalam mengumpulkan firman-Nya itu Allah mengawasinya selalu. Itulah yang membuatnya sadar betapa agungnya masalah ini, dan dia akan mencurahkan segala kemampuannya tanpa menghiraukan lagi segala macam kesulitan. Ia tak akan meninggalkan setiap kesempatan dalam mengumpulkan segala yang tertulis berupa lempengan-lempengan, tulang-tulang bahu, kepingan-kepingan batu putih, pelepah pohon kurma dan dari hafalan orang. Selanjutnya membanding-bandingkan semua itu satu sama lain, dan membandingkannya pula dengan mana-mana yang sudah dihafalnya sendiri dari Rasulullah pada saat-saat akhir hidupnya. Dari segala usaha pengumpulan itu tujuannya untuk mencapai apa yang dikehendaki oleh Khalifah Rasulullah dan dapat diterima oleh Allah dan Rasul-Nya. Dengan jalan itu mushaf yang sudah terkumpul itu akan menjadi induk yang akan dapat melegakan hati kaum Muslimin. Sesudah Usman bermaksud hendak menyatukan bacaan itu, mushaf inilah yang dijadikan induknya.

Rasanya tak perlu lagi saya mengatakan bahwa Zaid memang tidak mencatat Qur'an dalam mushafnya itu menurut waktu turunnya sesudah ayat-ayat itu disusun dalam surah-surah menurut perintah Rasulullah, lalu sebagian c;urah yang turun di Medinah diletakkan dalam surah-surah Mekah. Tetapi Zaid menyusun surah-surah itu seperti yang disusun oleh Rasulullah, kemudian menyalinnya ke dalam lembaran atau ke dalam kulit yang sudah disamak, sesudah selesai ia menyalin dari mushaf yang ada pada Abu Bakr, kemudian yang di tangan Umar lalu yang di tangan Hafsah.

Cara Zaid menyusun sesuai dengan cara-cara ilmiah yang berlaku sekarang

Cara atau metoda apa yang dipakai Zaid dalam pengumpulan itu? Tanpa ragu dapat kita katakan bahwa ia menggunakan cara penelitian ilmiah yang biasa berlaku pada masa kita sekarang. Ia mengikuti cara itu dengan ketelitian yang luar biasa. Abu Bakr sudah menyerukan setiap orang yang punya bagian-bagian Qur'an yang tertulis supaya menyerahkannya kepada Zaid, dan setiap orang yang hafal Qur'an supaya menunjukkan kepadanya apa yang sudah dihafalnya itu. Sekarang semua lempengan, tulang, pelepah pohon kurma dan kepingan batu serta semua yang ditulis dari Qur'an oleh sahabat-sahabat Rasulullah sudah cukup banyak terkumpul di tangan Zaid. Ketika itulah kemudian ia menyusunnya, dan membanding-bandingkannya lalu mencocokkannya. Ia tidak akan menetapkan satu ayat pun sebelum benar-benar ia merasa yakin dan pasti sebagaimana diwahyukan kepada Rasulullah.

Disebutkan bahwa Umar bin Khattab membaca: [huruf Arab] dengan tanda baca dammah pada kata [huruf Arab] dan tanpa [huruf Arab] wau penghubung - antara kata tersebut dengan [huruf Arab]. Maka kata Zaid bin Sabit: [huruf Arab]. Keduanya lalu berbeda pendapat. Umar memanggil Ubai bin Ka'b dan menanyakan soal tersebut. Ubai menguatkan bacaan Zaid. Untuk menghilangkan segala keraguan dalam hati Umar ia berkata: "Ketika Rasulullah saw. membacakannya kepadaku engkau masih berdagang gandum." Umar mengingat-ingat lalu katanya: "Ya benar!" Ia mengikuti Ubai dan mengakui bacaan Zaid. Selanjutnya demikianlah yang dilakukan Zaid setiap ada sahabat yang menentangnya. Dan setiap kali ia menemukan apa yang tertulis dalam lempengan-lempengan, dalam tulang-tulang dan sebagainya yang berbeda, ia berusaha membuktikan dan terus meneliti, tanpa terpengaruh bahwa dia sendiri sudah hafal Qur'an dan dia mengikuti bacaan Rasulullah yang dibacakan kepadanya sebelum ia wafat. Perbedaan pada huruf wau dalam ayat tadi itu menunjukkan betapa cermatnya ia meneliti. Dan terbukti bahwa Zaid memang tak pernah mengurangi kegiatannya dalam melaksanakan tugas besar yang telah dipercayakan Abu Bakr kepadanya itu.

Ketelitian dalam mengumpulkan Qur'an ini erat sekali hubungannya dengan keimanan Zaid kepada Allah. Qur'an adalah firman Allah swt. Sikap acuh tak acuh atau tidak mengindahkan penelitian dalam pengumpulan itu adalah suatu dosa. Mengingat pengabdian Zaid yang begitu tinggi kepada Islam serta persahabatannya dengan Rasulullah yang begitu indah, tak mungkin ia akan bersikap demikian. Kalangan Orientalis yang jujur semua membuktikan ketelitian itu, sampai-sampai Sir William Muir berkata: "Agaknya di seluruh dunia tak ada sebuah kitab pun selain Qur'an yang sampai dua belas abad lamanya tetap lengkap dengan teks yang begitu murni dan cermat."12

Susunan surah-surah dalam mushaf yang berurutan

Dalam menyusun surah-surah dengan ayat-ayat yang berurutan itu oleh Zaid memang tidak dilakukan secara teratur dengan menyusun surah-surah dalam mushaf berturut-turut satu demi satu. Tetapi susunan yang kita kenal sekarang ini ialah seperti yang ada pada masa Usman. Memang berbeda dengan yang ada pada masa Nabi. Ada yang mengatakan, bahwa hal ini oleh Rasulullah saw. diserahkan kepada umatnya. Yang lain berkata: Bahkan susunan beberapa surah yang berurutan disebutkan oleh Nabi dan yang sebagian lagi dibiarkan. Yang lain berkata: Bahkan ia menyebutkan semua susunan itu. Ibn Wahb dalam kitabnya al-Jami' menuturkan: Aku mendengar Sulaiman bin Bilal mengatakan, aku mendengar Rabi'ah ditanya: Mengapa Baqarah dan Ali Imran yang didahulukan padahal sudah ada sekitar delapan puluh surah yang turun di Medinah? Rabi'ah menjawab: "Kedua surah itu memang didahulukan; Qur'an itu disusun dengan sepengetahuan penyusunnya. Mereka sudah sepakat atas dasar pengetahuan itu, dan itulah yang menjadi pegangan kami, dan kami tidak lagi menanyakan mengenai hal itu." Sejumlah ulama mengatakan buhwa penyusunan surah-surah Qur'an seperti yang ada pada mushaf kita sudah ditentukan (tauqifi) oleh Nabi saw. Mengenai sumber yang menyebutkan adanya perbedaan pada mushaf Ubai, Ali dan Abdullah, ialah sebelum pembacaannya yang terakhir diperagakan, dan bahwa Rasulullah saw. menyusunkan urutan surah-surah itu untuk mereka, yang sebelum itu tidak tersusun.13

Ada beberapa kalangan yang menolak pendapat ini. Mereka berpendapat bahwa susunan surah-surah itu bukanlah menurut ketentuan RasululIah, dengan alasan bahwa Ali bin Abi Talib baru mengumpulkan mushafnya setelah Rasulullah saw. wafat, demikian juga Abdullah bin Abbas. Sekiranya surah-surah itu memang sudah disusun oleh Rasulullah tentu Ali dan Abdullah akan melakukannya dan akan disusun seperti yang diperintahkan oleh Rasulullah. Zaid bin Sabit tidak menyusun surah-surah itu ketika mengumpulkan Qur'an pada masa Abu Bakr. Penyusunan surah-surah semua atau sebagian atas ijtihad para sahabat dan bukan atas perintah Rasulullah.14

Mengapa Usman menggabungkan Surah Anfal dengan Surah Bara'ah

Pendapat bahwa Rasulullah saw. tidak menyusun Qur'an semuanya atau sebagiannya dan menyerahkan hal itu kepada umat sesudahnya, memang banyak orang yang berpendapat demikian.15 Menurut suatu sumber Ibn Abbas berkata: "Aku mengatakan kepada Usman apa alasanmu mengambil Surah Anfal yang dari Masani16 dan Surah Bara'ah yang dari Mi'un17 lalu keduanya kalian gabungkan dan tidak kalian tulis di antaranya Bismillahirrahmanirrahim dan kalian tempatkan pada surah-surah Tiwal yang tujuh?18

Usman menjawab: Surah yang turun kepada Rasulullah saw. menurut jumlah itu. Jika ada wahyu turun ia memanggil orang untuk menuliskannya lalu dikatakan: letakkan ayat-ayat ini dalam surah yang menyebutkan ini dan itu. Surah Anfal termasuk surah yang mula-mula diwahyukan di Medinah. Sedang Bara'ah yang terakhir diwahyukan, dan kisah yang ada di dalamnya sejenis, dan kukira memang dari sana. Sampai Rasulullah wafat tidak dijelaskan kepada kita bahwa dari sana. Oleh karena itu keduanya kugabungkan dan tidak lagi kutulis Bismillahirrahmanirrahim di antaranya, dan keduanya kutempatkan dalam surah-surah Tiwal yang tujuh."

Pendapat mengenai susunan surah-surah dalam mushaf itu sebenarnya di luar pembahasan bab ini, tetapi hal ini dikemukakan untuk lebih menjelaskan pendapat Qurtubi mengenai Zaid bin Sabit dan usahanya mengumpulkan Qur'an di masa Abu Bakr: "Zaid ra. menyusun surah-surah itu belum teratur setelah dikerjakannya dengan begitu susah payah." Pada masa Abu Bakr sudah selesaikah tugas Zaid mengumpulkan Qur'an ataukah terus berlangsung beberapa waktu lagi sampai masa Umar? Masih ada perbedaan pendapat. Dengan bersumber pada Bukhari kita melihat bahwa lembaran-lembaran Qur'an yang dikumpulkan oleh Zaid itu ada pada Abu Bakr sampai Abu Bakr wafat, kemudian ada pada Umar sampai Umar pun wafat, kemudian di tangan Hafsah putri Umar, Ummulmukminin. Keterangan ini menunjukkan bahwa pengumpulan itu sudah selesai pada masa Abu Bakr. Beberapa narasumber berpendapat bahwa pekerjaan itu berlangsung beberapa waktu sampai masa Umar. Memang tidak mudah untuk memutuskan mana dari kedua sumber itu yang lebih sahih, kendati keduanya itu dapat dipadukan, bahwa sebagian besar pengumpulan itu diselesaikan oleh Zaid pada masa Abu Bakr dan lembaran-lembaran yang sudah selesai itu berada pada Khalifah Abu Bakr, dan setelah Abu Bakr wafat diambil oleh Umar, dan setelah Zaid selesai mengumpulkan sisanya, lembaran-lembaran itu ditambahkan ke dalam lembaran-lembaran pertama yang kemudian semuanya berada di tangan Umar. Lembaran-lembaran itulah yang kemudian menjadi Mushaf al-Imam (Mushaf Usman) masa Usman dan yang kita baca sekarang, dan akan dibaca kaum Muslimin dan yang bukan Muslim sampai hari kiamat.

Abu Bakr yang paling berjasa dalam pengumpulan Qur'an

"Semoga Allah memberi rahmat kepada Abu Bakr. Dia yang paling besar jasanya dalam mengumpulkan Qur'an,' demikian kata Ali bin Abi Talib, dan demikian pula akan dikatakan oleh setiap Muslim.

Sementara saya sedang menulis buku ini hati saya selalu bertanya-tanya: Pekerjaan apa yang terbesar telah dilakukan oleh Abu Bakr: penumpasan kaum murtad di tanah Arab, atau pembebasan Irak dan Syam dan dengan itu mengantarkan pada lahirnya kedaulatan Islam yang besar yang telah membawa beban kebudayaan umat manusia selama berabad-abad berikutnya, ataukah usahanya mengumpulkan Qur'an, Kitabullah yang telah diturunkan kepada Rasul-Nya - Muhammad Nabi yang ummi itu - sebagai petunjuk dan rahmat bagi alam semesta? Lama sekali saya bertanya-tanya dalam hati, dan berpikir-pikir mencari jawabannya. Saya tak akan ragu menjawabnya. Yang sudah dapat dipastikan, pengumpulan Qur'an itulah pekerjaan Abu Bakr yang terbesar, dan itulah pula yang telah memberi berkah terbanyak kepada Islam, kepada Muslimin dan segenap umat manusia.

Setelah masa Banu Umayyah Jazirah Arab lenyap, segala sarana kekuatan dan kehidupan pun makin mengerut. Kedaulatan Islam runtuh, kaum Muslimin di seluruh dunia tunduk kepada kekuasaan bukan Muslim. Kedaulatan ini sudah dilupakan orang, dan negeri-negeri Arab pun hampir dilupakan pula. Kalau bukan karena adanya kelembagaan haji, Semenanjung itu pasti hilang ke dalam perut bumi, dan yang hanya kalangan peneliti yang akan sampai ke sana. Tetapi Qur'an, Kitabullah yang mulia ini, akan tetap kekal sampai akhir zaman, Tak ada kepalsuan yang mendekatinya, dari depan dan dari belakangnya, diturunkan dari Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.

Pengumpulan Qur'an pekerjaan terbesar di masa Abu Bakr

Hendaknya jangan ada anggapan bahwa dengan apa yang saya kemukakan itu saya telah mengabaikan Perang Riddah atau kedaulatan Islam. Kedua soal ini sungguh luar biasa pentingnya. Salah satu pekerjaan itu saja sudah cukup untuk mengabadikan nama orang yang telah melaksanakannya. Andaikata pada kekhalifahannya Abu Bakr hanya menumpas kaum murtad saja, tentu orang semua akan melihat betapa besar dan agungnya tugas yang sudah diselesaikannya itu. Andaikata yang dikerjakannya itu tak lebih dari hanya meletakkan dasar-dasar kedaulatan Islam, niscaya kebesarannya dan kenangan abadi yang telah diukirnya sepanjang sejarah itu akan diakui semua orang. Apabila zamannya itu penuh dengan dua persoalan yang mencapai puncak keagungannya itu, kemudian ditambah dengan pengumpulan Qur'an - yang lebih kekal dan lebih agung dari keduanya - maka itulah karya abadi yang paling berarti, dan mendapat rida Allah yang hanya diberikan kepada orang-orang yang tulus hati, pencinta kebenaran, yang imannya sudah begitu tinggi; Allah akan mempermudah setiap kebesaran bagi mereka, memberikan jalan yang benar kepada mereka,

Semoga Allah memberi rahmat kepada Abu Bakr, dengan pahala yang dilimpahkan kepadanya. Sungguh dia adalah salah seorang hamba-Nya yang tulus hati dan murni.

Catatan kaki:

  1. Di antara sekian sumber yang mengutip kata-kata Umar itu terdapat perbedaan tapi intinya sama, semua sepakat. Di antaranya disebutkan bahwa ia berkata: "Pembunuhan sudah begitu banyak menimpa penghafal Qur'an di Yamamah. Aku khawatir akan bertambah ban ak penghafal Qur'an yang akan terbunuh di tempat-tempat lain sehingga akan banyak Qur'an yang hilang. Aku mengusulkan supaya kauperintahkan orang menghimpunnya."
  2. Lihat kitab al-Masahif oleh Ibn Abu Dawud h. 20, dan kitab al-Itqan fi 'Ulumil Qur'an oleh as-Suyuti h. 59.
  3. Istilah hadis, yakni berita yang disampaikan orang banyak secara berturut-turut yang kebenarannya dapat dipercaya dan sudah disepakati (A).
  4. 'Aradahu 'ala, atau (N, LA) 'aradahu 'ala, membacakan di depan atau menghadapkan kepada (A).
  5. Mushaf atau mashaf lembaran-lembaran tertulis yang dijilid, naskah, jamak masahif. Dalam istilah berarti naskah salinan Qur'an (beberapa referensi). Untuk selanjutnya dalam terjemahan ini dipakai kata mushaf atau jilid (A).
  6. Kata-kata Ali "Aku melihat ada yang ditambah dalam Kitabullah" dikutip oleh Suyuti dalam al-Itqan dengan mengacu pada sumbernya. Banyak penulis yang menyimpulkan mengenai Ali ini dengan mengatakan: Aku sudah bersumpah tak akan mengenakan jubah - kecuali waktu salat - sebelum aku mengumpulkan Qur'an ini. Menurut sumber Ibn Abi Dawud dalam al-Masahif, bahwa setelah beberapa hari Abu Bakr mengutus orang kepada Ali dengan mengatakan: Abul-Hasan, tidak senangkah engkau pada pimpinanku? Dijawab: Bukan begitu, demi Allah. Tetapi aku sudah bersumpah tidak akan mengenakan jubah kecuali untuk salat Jumat. Kemudian ia membaiat dan setelah itu pulang. Ibn Abi Dawud menambahkan: Sampai mengumpulkan Qur'an, yakni sampai selesai menghafalnya. Dikatakan, orang yang sudah hafal Qur'an, sudah mengumpulkan Qur'an.
  7. Lihat al-Jami' li Ahkamil Qur'an oleh Qurtubi jilid satu, h. 36 dan seterusnya.
  8. Tabi'i jamak tabi'un atau tabi'in, orang mukmin yang tak sampai bertemu dengan Nabi tetapi dengan sahabat Nabi dan mereka mati dalam Islam (beberapa referensi) (A).
  9. Abu Abdullah az-Zinjani dalam Tarikhul Qur'an (cetakan Mesir, 1935) menyebutkan bahwa "Jika direnungkan secara jujur dan melihat bukti-bukti menunjukkan bahwa saran Umar untuk menghimpun Qur'an itu hanyalah dalam bentuk lembaran, tetapi para sahabat - karena sangat berhati-hati dan begitu patuh kepada Rasulullah saw. - mereka khawatir hal itu merupakan suatu bidah."
  10. Dalam sebuah sumber yang dicatat oleh Ibn Abi Dawud dalam al-Masahif dengan isnad yang berbeda bahwa Abdullah bin Mas'ud ketika itu sedang membaca Qur'an di mesjid, kemudian datang Huzaifah mengatakan: Orang-orang Kufah membaca menurut bacaan Abdullah bin Mas'ud dan penduduk Basrah menurut bacaan Abu Musa Asy'ari. Kalau aku melapor kepada Amirulmukminin pasti kuusulkan supaya (naskah-naskah itu) dihanyutkan. Ibn Mas'ud menjawab: Kalau kaulakukan itu engkaulah oleh Allah yang dihanyutkan tanpa air. Diceritakan juga bahwa Huzaifah mengatakan itu bukan di depan Abdullah bin Mas'ud. Kemudian Abdullah, Huzaifah dan Abu Musa bertemu di rumah Abu Musa dan Abdullah berkata kepada Huzaifah: Aku mendapat kabar bahwa engkau yang mengatakan - yakni kata-katanya bahwa kalau aku melapor kepada Amirulmukminin pasti kuusulkan supaya mushaf-mushaf itu dihanyutkan. Huzaifah menjawab: Ya, aku tidak senang dikatakan bacaan si polan, lalu mereka berselisih seperti Ahli Kitab.
  11. Ungkapan Inni galun mushafi saya terjemahkan dengan "Aku mempertahankan mushafku" hanya menurut konteks, yang mungkin terasa sangat sederhana. Saya menemui kesukaran menerjemahkan kata galun, yang umumnya berarti 'khianat,' demikian juga dalam pengertian Qur'an. Jika dihubungkan dengan ayat Qur'an berikutnya terasa tak sejalan dengan kata-kata Abdullah bin Mas'ud itu. Kutipan yang pertama dengan lafaz bima galla seperti dalam Q. 3: 161, sedang ketika berpidato di depan orang banyak dengan lafaz bima gulla yang secara harfiah berarti "terbelenggu," .yang berkonotasi "menahan, tak mau memberi, bakhil" (Q. 5: 64); "sangat haus" (A).
  12. Kaum Rafidah (suatu cabang Syiah) mengkritik pengumpulan Qur'an dengan dalih ucapan Zaid bin Sabit: Aku menemukan dua ayat dari Surah Taubah pada Khuzaimah Ansari yang tak kuperoleh dari yang lain: [huruf Arab] dan bahwa mereka menemukan sebuah ayat dari Surah Ahzab [huruf Arab] juga pada Khuzaimah. Kritik ini tak berlaku sebab ayat-ayat itu sudah dikuasai benar oleh Zaid bin Sabit, dan para sahabat pun setuju dengan Khuzaimah karena ayat-ayat tersebut memang sudah juga mereka dengar dari Rasulullah, sebab memang itulah gaya dan susunan Qur'an dan sangat berhubungan erat dengan konteks. Mengingat semua isnad itu mutawatir dan kompak, maka kritik kaum Rafidah itu samasekali tak punya dasar.
  13. Lihat tafsir Qurtubi al-Jami' li Ahkamil Qur'an, jilid satu h. 52.
  14. Lihat Tarikh al-Qur'an oleh Abu Abdullah Zinjani, h. 47-58.
  15. Lihat Suyuti, al-Itqan fi 'Ulumil Qur'an, jilid satu, h. 13-14.
  16. Surah yang dibaca berulang-ulang dan jumlah ayatnya di bawah Mi'un (A).
  17. Surah-surah dengan jumlah ayat lebih dari seratus atau sekitar itu (A).
  18. At-Tiwal atau as-Sab' at-Tiwal yakni tujuh surah yang panjang: Baqarah, Ali Imran, Nisa, Ma'idah, An'am, A'raf, Anfal dan Bara'ah bersama-sama karena tidak dipisah dengan basmalah (A).

(sebelum, sesudah)


Abu Bakr As-Siddiq - Yang Lembut Hati
Sebuah Biografi dan Studi Analisis tentang Permulaan Sejarah Islam Sepeninggal Nabi
 
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
Penerbit P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel./Fax. (0251) 330505, Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-29-8
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. INTERMASA, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team