|
XVI. Pengumpulan Qur'an (3/3)
Abu Bakr lebih mengutamakan Zaid
daripada Abdullah
Kita lansir kata-kata Abdullah bin Mas'ud dan
kemarahannya itu untuk membuktikan betapa tepatnya Abu Bakr
memilih Zaid bin Sabit untuk mengumpulkan Qur'an - yakni
dengan kata-kata Abu Bakr kepada Zaid setelah ia yakin
dengan pendapat Umar: "Engkau masih muda, cerdas dan kami
tidak mencurigaimu. Engkau penulis wahyu untuk Rasulullah
saw. Jadi sekarang lacaklah Qur'an dan kumpulkanlah." Atas
kata-kata Abu Bakr Anbari yang sudah kita kutip yang
mengatakan lebih mengutamakan Zaid daripada Abdullah,
Qurtubi menambahkan: "Zaid lebih menguasai Qur'an daripada
Abdullah, sebab ia sudah menyerapnya semua tatkala
Rasulullah masih hidup, sedang yang dikuasai Abdullah semasa
Rasulullah saw. baru sekitar tujuh puluh Surah. Ia belajar
sisanya setelah Rasulullah saw. wafat. Orang yang sudah
menamatkan dan menguasai Qur'an semasa Rasulullah saw. masih
hidup lebih diutamakan untuk mengumpulkan Qur'an dan lebib
berhak didahulukan dan dipilih."
Barangkali Abu Bakr memilih Zaid dan mendahulukannya
daripada sahabat-sahabat Rasulullah yang lain karena ia
masih muda; dia lebih mampu bekerja daripada yang lain, dan
karena mudanya pula ia tidak begitu fanatik dengan
pendapatnya, tidak begitu membangga-banggakan
pengetahuannya. itulah yang membuatnya mau belajar kepada
penghafal-penghafal dan pembaca Qur'an dari kalangan
sahabat-sahabat besar. Dalam mengumpulkan Qur'an
penelitiannya cukup mendalam tanpa harus mengutamakan apa
yang sudah dikuasainya, kendati menurut berita yang
mutawatir dia hadir dalam peragaan pembacaan Qur'an yang
terakhir, yang dibacakan oleh Jibril kepada Rasulullah untuk
kedua kalinya pada tahun kematiannya itu.
Bagaimana Zaid mencatatkan Qur'an dalam
mushafnya
Zaid merasakan begitu besar tanggung jawab yang
dipikulkan Khalifah kepadanya, tetapi Zaid sangat
menghargainya, seperti dikatakannya: "Demi Allah, andaikata
aku diberi tugas memindahkan gunung, kiranya bagiku tidaklah
akan lebih berat daripada tugas mengumpulkan Qur'an ini."
Bagaimana tak akan merasakan besarnya tanggung jawab itu,
sebab dia tahu Abu Bakr hafal Qur'an, Umar, Usman dan Ali
hafal Qur'an, begitu juga para sahabat besar yang lain,
mereka hafal Qur'an atau banyak yang sudah mereka hafal.
Bahkan empat orang sudah menerima pelajaran Qur'an dari
Rasulullah dan mereka tulis dengan ayat-ayat yang tersusun
dalam surah-surah, yang lain juga menulis mushaf-mushaf,
sebagian sudah lengkap dan yang sebagian lagi belum lengkap,
di antaranya Abdullah bin Mas'ud. Semua mereka itu
mengawasi, menjaganya serta memperhitungkannya dengan sangat
berhati-hati.
Dan masih ada lagi penjagaan yang lebih besar! Penjagaan
oleh Pemilik Qur'an, Yang telah mewahyukannya kepada
Rasul-Nya, lebih besar dari semua penjagaan itu. Itulah yang
membuat ia merasa bahwa memindahkan gunung itu masih akan
lebih ringan daripada apa ditugaskan Khalifah kepadanya. Dan
Zaid bin Sabit percaya benar bahwa dalam mengumpulkan
firman-Nya itu Allah mengawasinya selalu. Itulah yang
membuatnya sadar betapa agungnya masalah ini, dan dia akan
mencurahkan segala kemampuannya tanpa menghiraukan lagi
segala macam kesulitan. Ia tak akan meninggalkan setiap
kesempatan dalam mengumpulkan segala yang tertulis berupa
lempengan-lempengan, tulang-tulang bahu, kepingan-kepingan
batu putih, pelepah pohon kurma dan dari hafalan orang.
Selanjutnya membanding-bandingkan semua itu satu sama lain,
dan membandingkannya pula dengan mana-mana yang sudah
dihafalnya sendiri dari Rasulullah pada saat-saat akhir
hidupnya. Dari segala usaha pengumpulan itu tujuannya untuk
mencapai apa yang dikehendaki oleh Khalifah Rasulullah dan
dapat diterima oleh Allah dan Rasul-Nya. Dengan jalan itu
mushaf yang sudah terkumpul itu akan menjadi induk yang akan
dapat melegakan hati kaum Muslimin. Sesudah Usman bermaksud
hendak menyatukan bacaan itu, mushaf inilah yang dijadikan
induknya.
Rasanya tak perlu lagi saya mengatakan bahwa Zaid memang
tidak mencatat Qur'an dalam mushafnya itu menurut waktu
turunnya sesudah ayat-ayat itu disusun dalam surah-surah
menurut perintah Rasulullah, lalu sebagian c;urah yang turun
di Medinah diletakkan dalam surah-surah Mekah. Tetapi Zaid
menyusun surah-surah itu seperti yang disusun oleh
Rasulullah, kemudian menyalinnya ke dalam lembaran atau ke
dalam kulit yang sudah disamak, sesudah selesai ia menyalin
dari mushaf yang ada pada Abu Bakr, kemudian yang di tangan
Umar lalu yang di tangan Hafsah.
Cara Zaid menyusun sesuai dengan
cara-cara ilmiah yang berlaku sekarang
Cara atau metoda apa yang dipakai Zaid dalam pengumpulan
itu? Tanpa ragu dapat kita katakan bahwa ia menggunakan cara
penelitian ilmiah yang biasa berlaku pada masa kita
sekarang. Ia mengikuti cara itu dengan ketelitian yang luar
biasa. Abu Bakr sudah menyerukan setiap orang yang punya
bagian-bagian Qur'an yang tertulis supaya menyerahkannya
kepada Zaid, dan setiap orang yang hafal Qur'an supaya
menunjukkan kepadanya apa yang sudah dihafalnya itu.
Sekarang semua lempengan, tulang, pelepah pohon kurma dan
kepingan batu serta semua yang ditulis dari Qur'an oleh
sahabat-sahabat Rasulullah sudah cukup banyak terkumpul di
tangan Zaid. Ketika itulah kemudian ia menyusunnya, dan
membanding-bandingkannya lalu mencocokkannya. Ia tidak akan
menetapkan satu ayat pun sebelum benar-benar ia merasa yakin
dan pasti sebagaimana diwahyukan kepada Rasulullah.
Disebutkan bahwa Umar bin Khattab membaca: [huruf
Arab] dengan tanda baca dammah pada kata
[huruf Arab] dan tanpa [huruf
Arab] wau penghubung - antara kata tersebut dengan
[huruf Arab]. Maka kata Zaid bin Sabit:
[huruf Arab]. Keduanya lalu berbeda pendapat.
Umar memanggil Ubai bin Ka'b dan menanyakan soal tersebut.
Ubai menguatkan bacaan Zaid. Untuk menghilangkan segala
keraguan dalam hati Umar ia berkata: "Ketika Rasulullah saw.
membacakannya kepadaku engkau masih berdagang gandum." Umar
mengingat-ingat lalu katanya: "Ya benar!" Ia mengikuti Ubai
dan mengakui bacaan Zaid. Selanjutnya demikianlah yang
dilakukan Zaid setiap ada sahabat yang menentangnya. Dan
setiap kali ia menemukan apa yang tertulis dalam
lempengan-lempengan, dalam tulang-tulang dan sebagainya yang
berbeda, ia berusaha membuktikan dan terus meneliti, tanpa
terpengaruh bahwa dia sendiri sudah hafal Qur'an dan dia
mengikuti bacaan Rasulullah yang dibacakan kepadanya sebelum
ia wafat. Perbedaan pada huruf wau dalam ayat tadi itu
menunjukkan betapa cermatnya ia meneliti. Dan terbukti bahwa
Zaid memang tak pernah mengurangi kegiatannya dalam
melaksanakan tugas besar yang telah dipercayakan Abu Bakr
kepadanya itu.
Ketelitian dalam mengumpulkan Qur'an ini erat sekali
hubungannya dengan keimanan Zaid kepada Allah. Qur'an adalah
firman Allah swt. Sikap acuh tak acuh atau tidak
mengindahkan penelitian dalam pengumpulan itu adalah suatu
dosa. Mengingat pengabdian Zaid yang begitu tinggi kepada
Islam serta persahabatannya dengan Rasulullah yang begitu
indah, tak mungkin ia akan bersikap demikian. Kalangan
Orientalis yang jujur semua membuktikan ketelitian itu,
sampai-sampai Sir William Muir berkata: "Agaknya di seluruh
dunia tak ada sebuah kitab pun selain Qur'an yang sampai dua
belas abad lamanya tetap lengkap dengan teks yang begitu
murni dan cermat."12
Susunan surah-surah dalam mushaf yang
berurutan
Dalam menyusun surah-surah dengan ayat-ayat yang
berurutan itu oleh Zaid memang tidak dilakukan secara
teratur dengan menyusun surah-surah dalam mushaf
berturut-turut satu demi satu. Tetapi susunan yang kita
kenal sekarang ini ialah seperti yang ada pada masa Usman.
Memang berbeda dengan yang ada pada masa Nabi. Ada yang
mengatakan, bahwa hal ini oleh Rasulullah saw. diserahkan
kepada umatnya. Yang lain berkata: Bahkan susunan beberapa
surah yang berurutan disebutkan oleh Nabi dan yang sebagian
lagi dibiarkan. Yang lain berkata: Bahkan ia menyebutkan
semua susunan itu. Ibn Wahb dalam kitabnya al-Jami'
menuturkan: Aku mendengar Sulaiman bin Bilal mengatakan, aku
mendengar Rabi'ah ditanya: Mengapa Baqarah dan Ali Imran
yang didahulukan padahal sudah ada sekitar delapan puluh
surah yang turun di Medinah? Rabi'ah menjawab: "Kedua surah
itu memang didahulukan; Qur'an itu disusun dengan
sepengetahuan penyusunnya. Mereka sudah sepakat atas dasar
pengetahuan itu, dan itulah yang menjadi pegangan kami, dan
kami tidak lagi menanyakan mengenai hal itu." Sejumlah ulama
mengatakan buhwa penyusunan surah-surah Qur'an seperti yang
ada pada mushaf kita sudah ditentukan (tauqifi) oleh Nabi
saw. Mengenai sumber yang menyebutkan adanya perbedaan pada
mushaf Ubai, Ali dan Abdullah, ialah sebelum pembacaannya
yang terakhir diperagakan, dan bahwa Rasulullah saw.
menyusunkan urutan surah-surah itu untuk mereka, yang
sebelum itu tidak tersusun.13
Ada beberapa kalangan yang menolak pendapat ini. Mereka
berpendapat bahwa susunan surah-surah itu bukanlah menurut
ketentuan RasululIah, dengan alasan bahwa Ali bin Abi Talib
baru mengumpulkan mushafnya setelah Rasulullah saw. wafat,
demikian juga Abdullah bin Abbas. Sekiranya surah-surah itu
memang sudah disusun oleh Rasulullah tentu Ali dan Abdullah
akan melakukannya dan akan disusun seperti yang
diperintahkan oleh Rasulullah. Zaid bin Sabit tidak menyusun
surah-surah itu ketika mengumpulkan Qur'an pada masa Abu
Bakr. Penyusunan surah-surah semua atau sebagian atas
ijtihad para sahabat dan bukan atas perintah
Rasulullah.14
Mengapa Usman menggabungkan Surah Anfal
dengan Surah Bara'ah
Pendapat bahwa Rasulullah saw. tidak menyusun Qur'an
semuanya atau sebagiannya dan menyerahkan hal itu kepada
umat sesudahnya, memang banyak orang yang berpendapat
demikian.15 Menurut suatu sumber Ibn Abbas
berkata: "Aku mengatakan kepada Usman apa alasanmu mengambil
Surah Anfal yang dari Masani16 dan Surah Bara'ah
yang dari Mi'un17 lalu keduanya kalian gabungkan
dan tidak kalian tulis di antaranya Bismillahirrahmanirrahim
dan kalian tempatkan pada surah-surah Tiwal yang
tujuh?18
Usman menjawab: Surah yang turun kepada Rasulullah saw.
menurut jumlah itu. Jika ada wahyu turun ia memanggil orang
untuk menuliskannya lalu dikatakan: letakkan ayat-ayat ini
dalam surah yang menyebutkan ini dan itu. Surah Anfal
termasuk surah yang mula-mula diwahyukan di Medinah. Sedang
Bara'ah yang terakhir diwahyukan, dan kisah yang ada di
dalamnya sejenis, dan kukira memang dari sana. Sampai
Rasulullah wafat tidak dijelaskan kepada kita bahwa dari
sana. Oleh karena itu keduanya kugabungkan dan tidak lagi
kutulis Bismillahirrahmanirrahim di antaranya, dan keduanya
kutempatkan dalam surah-surah Tiwal yang tujuh."
Pendapat mengenai susunan surah-surah dalam mushaf itu
sebenarnya di luar pembahasan bab ini, tetapi hal ini
dikemukakan untuk lebih menjelaskan pendapat Qurtubi
mengenai Zaid bin Sabit dan usahanya mengumpulkan Qur'an di
masa Abu Bakr: "Zaid ra. menyusun surah-surah itu belum
teratur setelah dikerjakannya dengan begitu susah payah."
Pada masa Abu Bakr sudah selesaikah tugas Zaid mengumpulkan
Qur'an ataukah terus berlangsung beberapa waktu lagi sampai
masa Umar? Masih ada perbedaan pendapat. Dengan bersumber
pada Bukhari kita melihat bahwa lembaran-lembaran Qur'an
yang dikumpulkan oleh Zaid itu ada pada Abu Bakr sampai Abu
Bakr wafat, kemudian ada pada Umar sampai Umar pun wafat,
kemudian di tangan Hafsah putri Umar, Ummulmukminin.
Keterangan ini menunjukkan bahwa pengumpulan itu sudah
selesai pada masa Abu Bakr. Beberapa narasumber berpendapat
bahwa pekerjaan itu berlangsung beberapa waktu sampai masa
Umar. Memang tidak mudah untuk memutuskan mana dari kedua
sumber itu yang lebih sahih, kendati keduanya itu dapat
dipadukan, bahwa sebagian besar pengumpulan itu diselesaikan
oleh Zaid pada masa Abu Bakr dan lembaran-lembaran yang
sudah selesai itu berada pada Khalifah Abu Bakr, dan setelah
Abu Bakr wafat diambil oleh Umar, dan setelah Zaid selesai
mengumpulkan sisanya, lembaran-lembaran itu ditambahkan ke
dalam lembaran-lembaran pertama yang kemudian semuanya
berada di tangan Umar. Lembaran-lembaran itulah yang
kemudian menjadi Mushaf al-Imam (Mushaf Usman) masa Usman
dan yang kita baca sekarang, dan akan dibaca kaum Muslimin
dan yang bukan Muslim sampai hari kiamat.
Abu Bakr yang paling berjasa dalam
pengumpulan Qur'an
"Semoga Allah memberi rahmat kepada Abu Bakr. Dia yang
paling besar jasanya dalam mengumpulkan Qur'an,' demikian
kata Ali bin Abi Talib, dan demikian pula akan dikatakan
oleh setiap Muslim.
Sementara saya sedang menulis buku ini hati saya selalu
bertanya-tanya: Pekerjaan apa yang terbesar telah dilakukan
oleh Abu Bakr: penumpasan kaum murtad di tanah Arab, atau
pembebasan Irak dan Syam dan dengan itu mengantarkan pada
lahirnya kedaulatan Islam yang besar yang telah membawa
beban kebudayaan umat manusia selama berabad-abad
berikutnya, ataukah usahanya mengumpulkan Qur'an, Kitabullah
yang telah diturunkan kepada Rasul-Nya - Muhammad Nabi yang
ummi itu - sebagai petunjuk dan rahmat bagi alam semesta?
Lama sekali saya bertanya-tanya dalam hati, dan
berpikir-pikir mencari jawabannya. Saya tak akan ragu
menjawabnya. Yang sudah dapat dipastikan, pengumpulan Qur'an
itulah pekerjaan Abu Bakr yang terbesar, dan itulah pula
yang telah memberi berkah terbanyak kepada Islam, kepada
Muslimin dan segenap umat manusia.
Setelah masa Banu Umayyah Jazirah Arab lenyap, segala
sarana kekuatan dan kehidupan pun makin mengerut. Kedaulatan
Islam runtuh, kaum Muslimin di seluruh dunia tunduk kepada
kekuasaan bukan Muslim. Kedaulatan ini sudah dilupakan
orang, dan negeri-negeri Arab pun hampir dilupakan pula.
Kalau bukan karena adanya kelembagaan haji, Semenanjung itu
pasti hilang ke dalam perut bumi, dan yang hanya kalangan
peneliti yang akan sampai ke sana. Tetapi Qur'an, Kitabullah
yang mulia ini, akan tetap kekal sampai akhir zaman, Tak ada
kepalsuan yang mendekatinya, dari depan dan dari
belakangnya, diturunkan dari Yang Mahaperkasa,
Mahabijaksana.
Pengumpulan Qur'an pekerjaan terbesar di
masa Abu Bakr
Hendaknya jangan ada anggapan bahwa dengan apa yang saya
kemukakan itu saya telah mengabaikan Perang Riddah atau
kedaulatan Islam. Kedua soal ini sungguh luar biasa
pentingnya. Salah satu pekerjaan itu saja sudah cukup untuk
mengabadikan nama orang yang telah melaksanakannya.
Andaikata pada kekhalifahannya Abu Bakr hanya menumpas kaum
murtad saja, tentu orang semua akan melihat betapa besar dan
agungnya tugas yang sudah diselesaikannya itu. Andaikata
yang dikerjakannya itu tak lebih dari hanya meletakkan
dasar-dasar kedaulatan Islam, niscaya kebesarannya dan
kenangan abadi yang telah diukirnya sepanjang sejarah itu
akan diakui semua orang. Apabila zamannya itu penuh dengan
dua persoalan yang mencapai puncak keagungannya itu,
kemudian ditambah dengan pengumpulan Qur'an - yang lebih
kekal dan lebih agung dari keduanya - maka itulah karya
abadi yang paling berarti, dan mendapat rida Allah yang
hanya diberikan kepada orang-orang yang tulus hati, pencinta
kebenaran, yang imannya sudah begitu tinggi; Allah akan
mempermudah setiap kebesaran bagi mereka, memberikan jalan
yang benar kepada mereka,
Semoga Allah memberi rahmat kepada Abu Bakr, dengan
pahala yang dilimpahkan kepadanya. Sungguh dia adalah salah
seorang hamba-Nya yang tulus hati dan murni.
Catatan kaki:
- Di antara sekian sumber yang mengutip kata-kata Umar
itu terdapat perbedaan tapi intinya sama, semua sepakat.
Di antaranya disebutkan bahwa ia berkata: "Pembunuhan
sudah begitu banyak menimpa penghafal Qur'an di Yamamah.
Aku khawatir akan bertambah ban ak penghafal Qur'an yang
akan terbunuh di tempat-tempat lain sehingga akan banyak
Qur'an yang hilang. Aku mengusulkan supaya kauperintahkan
orang menghimpunnya."
- Lihat kitab al-Masahif oleh Ibn Abu Dawud h.
20, dan kitab al-Itqan fi 'Ulumil Qur'an oleh
as-Suyuti h. 59.
- Istilah hadis, yakni berita yang disampaikan orang
banyak secara berturut-turut yang kebenarannya dapat
dipercaya dan sudah disepakati (A).
- 'Aradahu 'ala, atau (N, LA) 'aradahu
'ala, membacakan di depan atau menghadapkan kepada
(A).
- Mushaf atau mashaf lembaran-lembaran
tertulis yang dijilid, naskah, jamak masahif.
Dalam istilah berarti naskah salinan Qur'an (beberapa
referensi). Untuk selanjutnya dalam terjemahan ini
dipakai kata mushaf atau jilid (A).
- Kata-kata Ali "Aku melihat ada yang ditambah dalam
Kitabullah" dikutip oleh Suyuti dalam al-Itqan dengan
mengacu pada sumbernya. Banyak penulis yang menyimpulkan
mengenai Ali ini dengan mengatakan: Aku sudah bersumpah
tak akan mengenakan jubah - kecuali waktu salat - sebelum
aku mengumpulkan Qur'an ini. Menurut sumber Ibn Abi Dawud
dalam al-Masahif, bahwa setelah beberapa hari Abu Bakr
mengutus orang kepada Ali dengan mengatakan: Abul-Hasan,
tidak senangkah engkau pada pimpinanku? Dijawab: Bukan
begitu, demi Allah. Tetapi aku sudah bersumpah tidak akan
mengenakan jubah kecuali untuk salat Jumat. Kemudian ia
membaiat dan setelah itu pulang. Ibn Abi Dawud
menambahkan: Sampai mengumpulkan Qur'an, yakni sampai
selesai menghafalnya. Dikatakan, orang yang sudah hafal
Qur'an, sudah mengumpulkan Qur'an.
- Lihat al-Jami' li Ahkamil Qur'an oleh Qurtubi
jilid satu, h. 36 dan seterusnya.
- Tabi'i jamak tabi'un atau
tabi'in, orang mukmin yang tak sampai bertemu
dengan Nabi tetapi dengan sahabat Nabi dan mereka mati
dalam Islam (beberapa referensi) (A).
- Abu Abdullah az-Zinjani dalam Tarikhul Qur'an
(cetakan Mesir, 1935) menyebutkan bahwa "Jika direnungkan
secara jujur dan melihat bukti-bukti menunjukkan bahwa
saran Umar untuk menghimpun Qur'an itu hanyalah dalam
bentuk lembaran, tetapi para sahabat - karena sangat
berhati-hati dan begitu patuh kepada Rasulullah saw. -
mereka khawatir hal itu merupakan suatu bidah."
- Dalam sebuah sumber yang dicatat oleh Ibn Abi Dawud
dalam al-Masahif dengan isnad yang berbeda bahwa
Abdullah bin Mas'ud ketika itu sedang membaca Qur'an di
mesjid, kemudian datang Huzaifah mengatakan: Orang-orang
Kufah membaca menurut bacaan Abdullah bin Mas'ud dan
penduduk Basrah menurut bacaan Abu Musa Asy'ari. Kalau
aku melapor kepada Amirulmukminin pasti kuusulkan supaya
(naskah-naskah itu) dihanyutkan. Ibn Mas'ud menjawab:
Kalau kaulakukan itu engkaulah oleh Allah yang
dihanyutkan tanpa air. Diceritakan juga bahwa Huzaifah
mengatakan itu bukan di depan Abdullah bin Mas'ud.
Kemudian Abdullah, Huzaifah dan Abu Musa bertemu di rumah
Abu Musa dan Abdullah berkata kepada Huzaifah: Aku
mendapat kabar bahwa engkau yang mengatakan - yakni
kata-katanya bahwa kalau aku melapor kepada
Amirulmukminin pasti kuusulkan supaya mushaf-mushaf itu
dihanyutkan. Huzaifah menjawab: Ya, aku tidak senang
dikatakan bacaan si polan, lalu mereka berselisih seperti
Ahli Kitab.
- Ungkapan Inni galun mushafi saya terjemahkan
dengan "Aku mempertahankan mushafku" hanya menurut
konteks, yang mungkin terasa sangat sederhana. Saya
menemui kesukaran menerjemahkan kata galun, yang umumnya
berarti 'khianat,' demikian juga dalam pengertian Qur'an.
Jika dihubungkan dengan ayat Qur'an berikutnya terasa tak
sejalan dengan kata-kata Abdullah bin Mas'ud itu. Kutipan
yang pertama dengan lafaz bima galla seperti dalam
Q. 3: 161, sedang ketika berpidato di depan orang banyak
dengan lafaz bima gulla yang secara harfiah
berarti "terbelenggu," .yang berkonotasi "menahan, tak
mau memberi, bakhil" (Q. 5: 64); "sangat haus" (A).
- Kaum Rafidah (suatu cabang Syiah) mengkritik
pengumpulan Qur'an dengan dalih ucapan Zaid bin Sabit:
Aku menemukan dua ayat dari Surah Taubah pada Khuzaimah
Ansari yang tak kuperoleh dari yang lain: [huruf
Arab] dan bahwa mereka menemukan sebuah ayat dari
Surah Ahzab [huruf Arab] juga pada
Khuzaimah. Kritik ini tak berlaku sebab ayat-ayat itu
sudah dikuasai benar oleh Zaid bin Sabit, dan para
sahabat pun setuju dengan Khuzaimah karena ayat-ayat
tersebut memang sudah juga mereka dengar dari Rasulullah,
sebab memang itulah gaya dan susunan Qur'an dan sangat
berhubungan erat dengan konteks. Mengingat semua isnad
itu mutawatir dan kompak, maka kritik kaum Rafidah itu
samasekali tak punya dasar.
- Lihat tafsir Qurtubi al-Jami' li Ahkamil
Qur'an, jilid satu h. 52.
- Lihat Tarikh al-Qur'an oleh Abu Abdullah
Zinjani, h. 47-58.
- Lihat Suyuti, al-Itqan fi 'Ulumil Qur'an,
jilid satu, h. 13-14.
- Surah yang dibaca berulang-ulang dan jumlah ayatnya
di bawah Mi'un (A).
- Surah-surah dengan jumlah ayat lebih dari seratus
atau sekitar itu (A).
- At-Tiwal atau as-Sab' at-Tiwal yakni
tujuh surah yang panjang: Baqarah, Ali Imran, Nisa,
Ma'idah, An'am, A'raf, Anfal dan Bara'ah bersama-sama
karena tidak dipisah dengan basmalah (A).
|