Abu Bakr As-Siddiq

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

XVI. Pengumpulan Qur'an (2/3)

Ali bin Abi Talib dan pengumpulan Qur'an

Sesudah Abu Bakr selesai dibaiat Ali bin Abi Talib masih tinggal di rumahnya. Hal ini dibicarakan orang kepada Abu Bakr. Ia mengutus orang kepadanya dengan mengatakan: "Engkau tidak senang dengan pengangkatanku ini lalu meninggalkan aku?!" Ali menjawab: "Bukan begitu, demi Allah. Tetapi aku melihat ada yang ditambah dalam Kitabullah. Dalam hati aku berkata bahwa aku tak akan mengenakan jubahku - kecuali waktu salat - sebelum kukumpulkan."6

Yang menyebabkan Abu Bakr ragu

Sebenarnya bukan hanya Ali saja yang terus menekuni pengumpulan Qur'an setelah Rasulullah wafat. Bahkan yang lain juga banyak yang menekuni demikian. Mereka menerimanya dari sahabat-sahabat Nabi yang sudah mereka yakini. Abu Bakr memuji Ali bin Abi Talib atas usahanya mengumpulkan Qur'an, begitu juga Muslimin yang lain dipujinya atas usaha mereka mengumpulkan Qur'an. Menurut hematnya pekerjaan mereka itu sebagai pelipur lara bagi pendahulu-pendahulu mereka yang telah mengumpulkan Qur'an pada masa Rasulullah. Tak terlintas dalam pikiran hendak merintangi orang yang sudah mengerjakan pekerjaan mulia itu, dengan keyakinan bahwa Allah telah menurunkan Qur'an dan Dia pula yang menjaganya, dan bahwa tak ada dari kalangan Muslimin yang berniat hendak memasukkan hal-hal yang bukan dari Qur'an. Kalaupun ada yang berani, seperti dikatakan oleh Ali bin Abi Talib, menambah-nambah ke dalam Qur'an, muslihatnya itu oleh Allah akan dibelitkan kembali ke lehernya sendiri, dan kaum Muslimin sendiri yang saleh akan mengembalikan firman Allah itu ke tempat yang sebenarnya.

Itulah yang menyebabkan ia merasa ragu ketika Umar menawarkan pengumpulan Qur'an. Pegangannya ialah tak akan melakukan apa pun yang tidak dikerjakan oleh Rasulullah dan tak akan meninggalkan apa pun yang pernah dilakukan oleh Rasulullah. Bahwa Rasulullah telah membiarkan penulisan Qur'an kepada kaum Muslimin, sebagian mereka menuliskannya dengan diimla oleh Rasulullah saw. dan sebagian lagi menyalin dari penulis-penulis ini dan dari mereka yang telah merekam Qur'an dalam ingatan mereka. Di masa kekhalifahannya ia ingin segalanya berjalan seperti di masa Rasulullah. Sebagai khalifahnya ia ingin menahan diri untuk tidak berani melakukan hal-hal yang tak pernah dilakukan Rasulullah.

Argumentasi Umar telah membuka hati Abu Bakr

Itulah alasan-alasan Abu Bakr dan Zaid bin Sabit. Tetapi setelah Umar mengoreksi pendirian Khalifah itu ia pun tidak lagi bersikukuh. Kendati para sejarawan tidak menyebutkan secara rinci dialog antara kedua tokoh itu, namun apa yang disampaikan para narasumber tentang sejarah Qur'an cukup mengungkapkan kepada kita alasan Umar dan segala yang mendukungnya sehingga terlihat bagi kita kepuasan Abu Bakr dan Zaid bin Sabit mengenai semua itu.

Beberapa pendapat tentang Qur'an dalam tujuh huruf

Tirmizi meriwayatkan bahwa "Rasulullah saw. bertemu dengan Jibril dan berkata: Hai Jibril, aku diutus kepada suatu umat yang ummi (tak kenal baca-tulis), ada nenek-nenek dan kakek-kakek, ada anak-anak, hamba sahaya, orang yang tak pernah membaca kitab. Jibril berkata kepadaku: Hai Muhammad, Qur'an diturunkan dalam tujuh huruf."7

Para ulama masih berbeda pendapat tentang yang dimaksud dengan tujuh huruf itu. Ada tiga puluh lima macam pendapat yang mereka kemukakan, di antaranya mengatakan bahwa kaum Muslimin yang baru masuk Islam dibolehkan mempertukarkan kata-kata yang muradif (searti, sinonim), seperti 'hayo', 'ke mari', 'maju', 'cepat', 'segera', asal tidak mencampuradukkan ayat rahmat dengan ayat azab atau ayat azab dengan ayat rahmat. Ubai bin Ka'b membaca: [huruf Arab]. Sebabnya ialah bagi penduduk suku-suku itu sangat sulit membaca Qur'an di luar logat mereka. Meskipun mereka ingin sekali tapi baru dapat mereka lakukan dengan susah payah. Lalu dibolehkan mereka berbeda ucapan kalau maknanya sama. Setelah kemudian mereka sering berhubungan dengan Rasulullah mereka membaca Qur'an menurut lafalnya dan tak dapat mereka membaca dengan cara lain. Ada pendapat yang mengatakan bahwa dalam hal ini pada mulanya memang dibolehkan tapi kemudian dicabut.

Bacaan para sahabat dibacakan di depan Nabi

Memang benar bahwa beberapa pendapat tentang penafsiran turunnya Qur'an dalam tujuh huruf itu berbeda dengan pendapat ini. Ada yang berpendapat bahwa dalam Qur'an ada tujuh logat, semuanya logat Arab, dan logat ini memang beraneka macam, atau ketujuh logat itu menurut logat Mudar. Yang lain berpendapat bahwa ketujuh huruf itu berhubungan dengan perbedaan dalam membaca atau berhubungan dengan arti dalam Qur'an. Tetapi pendapat-pendapat itu tidak menafikan pendapat yang pertama, yakni ketika Islam mulai tersebar di kalangan suku-suku. Yang sebagian berpendapat bahwa hal itu sudah berjalan demikian sejak bertahun-tahun, atau sampai Nabi wafat, tetapi dengan tambahan bahwa semua itu dengan wahyu, bukan atas usaha manusia. Qurtubi mengatakan: "Dibolehkannya tujuh huruf itu untuk Nabi saw. guna memberi kemudahan kepada umatnya. Sekali ia membacakannya kepada Ubai apa yang dibacakan kepadanya oleh Jibril, sekali kepada Ibn Mas'ud, juga seperti yang dibacakan Jibril. Oleh karena itu termasuk kata-kata Anas ketika membaca: [huruf Arab]. Lalu dikatakan kepadanya yang harus kita baca: [huruf Arab]. Lalu kata Anas: [huruf Arab] - aswabu, aqwamu dan ahya'u itu sama." Ini berarti bahwa yang demikian itu diriwayatkan dari Nabi saw. Jadi kalau ini ditambahkan orang tentu hilanglah arti firman Allah: [huruf Arab] Kami Yang telah menurun Qur'an (az-Zikr) dan Kami Yang menjaganya (dari pemalsuan) (Qur'an, 15. 9). Bukhari, Muslim dan yang lain meriwayatkan dari Umar bin Khattab yang mengatakan: "Aku mendengar Hisyam bin Hakim membaca Furqan tidak seperti yang kita baca, yang dibacakan Rasulullah kepadaku. Tadinya aku mau cepat-cepat waktu itu juga, tetapi kutangguhkan sampai selesai. Setelah itu kutarik mantelnya dan kubawa dia kepada Rasulullah saw. seraya kataku: Rasulullah, aku mendengar orang ini membaca Surah Furqan tidak seperti yang kaubacakan kepadaku. Kata Rasulullah saw.: Lepaskan dia; bacalah. Lalu dia membaca dengan bacaan seperti yang kudengar. Maka kata Rasulullah saw.: Memang diwahyukan begini. Lalu katanya kepadaku: Bacalah, lalu aku pun membaca. Maka katanya: Memang diwahyukan begini, karena Qur'an ini diturunkan dalam tujuh huruf, maka bacalah mana yang mudah dari Qur'an."

Qurtubi menambahkan kisah Ubai bin Ka'b tatkala ia mendengar orang di mesjid membaca ayat-ayat tersebut dalam salat. Bacaan mereka masing-masing tak ada yang sama dan tidak pula sama dengan bacaan Ubai. Dibawanya kedua orang itu kepada Rasulullah, tetapi Nabi membenarkan bacaan mereka semua. Kata Ubai: "Maka aku tidak didustakan, juga ketika aku di zaman jahiliah. Setelah Nabi saw. melihat apa yang telah kualami, ia menepuk dadaku sehingga aku bermandi keringat, seolah melihat Allah, aku dalam ketakutan. Lalu katanya: Hai Ubai, aku diminta membaca Qur'an dengan satu huruf, lalu kukembalikan agar diberi kemudahan kepada umatku. Kemudian untuk kedua kalinya diulangi lagi kepadaku membaca dengan dua huruf, lalu kukembalikan lagi agar diberi kemudahan kepada umatku. Setelah diulangi lagi kepadaku yang ketiga kalinya aku diminta membaca dalam tujuh huruf."

Dari sana kemudian timbul perbedaan dalam beberapa lafal yang dicatat atau dihafalkan pada masa Rasulullah. Dalam kitabnya al-Masahif Ibn Abi Dawud menuturkan bahwa Umar bin Khattab membaca: [huruf Arab] sedang yang lain membacanya: [huruf Arab]. Juga Umar ra. membaca [huruf Arab], bukan [huruf Arab]. Ali bin Abi Thalib membaca: [huruf Arab], bukan [huruf Arab]. Sementara Ubai 'bin Ka'b membaca: [huruf Arab], bukan [huruf Arab]. Ubai bin Ka'ab dalam Qur'an kumpulannya' mencatat nas-nas yang dalam beberapa lafalnya berbeda dengan Mushaf Usman. Juga [huruf Arab] dalam hal penebusan sumpah, bukan [huruf Arab].

Adapun halnya dengan Abdullah bin Mas'ud sama dengan Ubai bin Ka'b dalam membaca mushafnya. Diriwayatkan bahwa dia membaca [huruf Arab], dengan menambah [huruf Arab] dan inenghilangkan [huruf Arab] di tengah sebelum [huruf Arab] seperti yang tercatat dalam Mushaf Usman. Dia membaca [huruf Arab], bukan [huruf Arab], dan membaca [huruf Arab], bukan [huruf Arab].

Ibn Abi Dawud mengutip perbedaan lafal ini secara terinci dengan mengacu kepada sumbernya, di antaranya Aisyah Ummulmukminin. Disebutkan bahwa dalam mushafnya tertulis: [huruf Arab] dengan tambahan [huruf Arab], dari yang ada dalam Mushaf Usman. Dengan mengacu kepada Ibn Yunus pembantu Aisyah yang mengatakan: Aku menuliskan sebuah naskah (mushaf) untuk Aisyah dan dia berkata: Kalau kau menjumpai ayat salat janganlah ditulis dulu sebelum aku mengimlakan kepadamu. Maka ia mengimlakan kepadaku: [huruf Arab]. Sumber serupa mengenai ayat ini juga disebutkan dalam mushaf Hafsah dan mushaf Umm Salamah istri Nabi. Konon dikatakan bahwa Umm Salamah mengimlakan [huruf Arab].

Tentu sudah sama-sama kita lihat apa yang sudah kita kemukakan itu, bahwa perbedaan yang terdapat dalam bacaan dan dalam mushaf para sahabat itu tak lebih hanya dalam pengucapan, tetapi tak sampai mengubah larangan menjadi perintah, dan perintah menjadi larangan, ayat rahmat menjadi ayat azab dan ayat azab menjadi ayat rahmat. Demikian pula halnya mengenai semua sumber tentang bacaan-bacaan para sahabat scrta mushaf-mushaf mereka dan mushaf tabi'in8. Orientalis Arthur Jeffrey menulis pengantar untuk kitab Ibn Abi Dawud al-Masahif dan mengutip semua yang diceritakan mengenai perbedaan-perbedaan dalam bacaan dan dalam mushaf itu. Tetapi soalnya tak lebih dari contoh-contoh yang sudah kita kemukakan. Terjadi demikian karena apa yang sudah kita sebutkan sekitar hadis: [huruf Arab] "Qur'an diturunkan dalam tujuh huruf."

Pada masa hidup mereka yang menerima Qur'an dari Rasulullah perbedaan itu tak lebih dari ini. Mereka yang menulisnya atau merekamnya dalam hati dengan menempatkan firman Allah itu begitu suci serta keimanan mereka yang begitu kuat pada Qur'an, tak mungkin mereka akan menambah-nambah, mengurangi atau mengubahnya. Tetapi mereka yang sudah hafal Qur'an itu adalah orang-orang yang sudah takdirkan mati seperti yang sudah terjadi dengan mereka yang sebelum itu. Sudah banyak di antara mereka yang terbunuh pada masa hidup Nabi di Bi'ir Ma'unah, kemudian banyak pula yang terbunuh di Yamamah. Kalau sebagian besar atau semua meninggal, bukan tak heran jika ada orang yang akan menambah-nambah ke dalam Qur'an atau mengurangi, atau akan mengubah-ubah firman Allah itu dari yang sebenarnya. Juga tidak heran jika orang kemudian berselisih mengenai ini dan perselisihan itu akan berakhir dengan kekacauan. Kaum Muslimin sendiri akan terjerumus ke dalam api fitnah yang akan sangat membahayakan Islam.

Kaum murtad yang diduga memalsukan Qur'an

Bagi Umar, Abu Bakr dan Zaid bin Sabit apa yang terjadi di tanah Arab itu adalah suatu peringatan agar mereka waspada menghadapi saat serupa itu. Pada masa Rasulullah masih hidup sudah ada orang yang sudah Islam dan penulis wahyu pula kemudian murtad. Diduga mereka inilah yang kemudian memalsukan apa yang mereka tulis itu lalu yang palsu itulah yang diteruskan kepada kaum Muslimin. Cerita-cerita tentang orang-orang munafik serta segala perbuatan mereka demikian itu dan yang semacamnya tersebut belaka dalam buku-buku sejarah hidup Nabi. Di antara peringatan demikian itu ialah cerita tentang Musailimah. Dia menjadi kuat setelah Nahar ar-Rahhal bin Unfuwah diutus Rasulullah saw. ke Yamamah untuk mengajarkan Qur'an dan seluk-beluk agama. Tetapi ketika dia melihat banyak penduduk Yamamah yang menjadi pengikut Musailimah, dia pun mengakui pula kenabiannya, dan bersaksi bahwa Muhammad mengatakan, dalam soal risalah Musailimah, sudah bersekutu dengan dia. Nahar memang ahli fikih, di depan umum ia membacakan Qur'an yang diwahyukan kepada Muhammad dan menyampaikan ajaran-ajarannya serta mengajarkan seluk-beluk agama kepada mereka. Apa yang terjadi setelah Rasulullah wafat, ketika kemudian timbul kemunafikan dan orang-orang pun menjulurkan leher ingin tahu. Semua itu dan yang semacamnya menjadi bukti betapa kuatnya alasan Umar hendak mengumpulkan Qur'an setelah perang Yamamah. Semua inilah yang telah menghilangkan keraguan.

Dalam mengumpulkan Qur'an yang tidak dilakukan oleh Rasulullah itu apa yang membuat Abu Bakr dan Zaid bin Sabit merasa ragu? Rasulullah 'alaihissalam telah memerintahkan agar wahyu ditulis dan ayat-ayatnya ditulis teratur dalam surah-surah. Apa yang akan merintanginya untuk mengeluarkan perintah pengumpulan Qur'an sebelum wafat? Soalnya ketika itu wahyu masih terus turun, berturut-turut dan beberapa ayat masih ditulis. Bahwa sekarang Rasulullah sudah tak ada dan wahyu pun tiada lagi turun, Kitabullah sudah selesai dan agama-Nya sudah sempurna, maka sebaiknyalah Qur'an dikumpulkan, supaya tak terjadi apa yang dikhawatirkan oleh Ali bin Abi Talib bahwa Qur'an akan ditambah-tambah atau dikurangi, terutama setelah banyak penghafal Qur'an yang terbunuh di Yamamah, dan dikhawatirkan masih ada yang akan terbunuh di tempat-tempat lain.

Alasan-alasan inikah dan yang semacamnya yang telah mendorong Umar ketika berdiskusi dengan Abu Bakr soal pengumpulan Qur'an? Seperti yang kita lihat, alasan-alasan ini telah menghilangkan segala keraguan dan keputusan untuk mengumpulkan Qur'an itu justru demi kepentingan Islam dan kaum Muslimin. Oleh karena itu Abu Bakr pun merasa puas dengan pendapat Umar, kemudian juga Zaid bin Sabit.9

Pengumpulan Qur'an masa Usman dan sebab-sebabnya

Sebelum menguraikan apa yang terjadi setelah pertemuan Abu Bakr, Umar dan penulis wahyu (Zaid bin Sabit), baik juga saya sebutkan bahwa apa yang terjadi pada masa Usman, ternyata telah memperkuat pendapat Umar untuk menghimpun Qur'an dan menunjukkan tentang benarnya pandangannya itu. Pada masa Umar dan Usman penyebaran Islam sudah makin luas. Para sahabat Rasulullah membacakan dan mengajarkan Qur'an kepada setiap orang yang masuk Islam di negeri-negeri yang baru dimasukinya. Ketika itu lalu timbul perbedaan dalam membaca, yang kemudian perbedaan itu terasa makin besar dan makin beragam, sampai-sampai ada yang berkata kepada temannya: Bacaanku lebih baik dari bacaanmu. Begitu besar persoalannya hingga hampir menimbulkan kekacauan. Mereka berselisih dan bertengkar, saling menuduh kafir dan saling melaknat dengan masing-masing merasa dirinya lebih benar. Ketika itulah tatkala Huzaifah bin Yaman bersama kaum Muslimin yang lain terlibat dalam perang di Armenia dan Azerbaijan, ia melihat pertentangan itu makin menjadi-jadi; mereka saling melaknat. Cepat-cepat ia kembali pulang ke Medinah dan langsung menemui Usman sebelum pulang ke rumahnya.

"Cepat selamatkan mereka sebelum menemui kehancuran," katanya. "Mengenai apa?" tanya Usman.

"Tentang Kitabullah," kata Huzaifah lagi. "Aku mengikuti ekspedisi itu. Aku telah mengumpulkan orang-orang dari Irak, dari Syam dan dari Hijaz." Lalu ia menceritakan mengenai perselisihan yang terjadi sekitar bacaan Qur'an itu. "Saya khawatir," katanya lebih lanjut, "mereka akan berselisih mengenai Kitab Suci kita seperti orang-orang Yahudi dan Nasrani."10 Menurut hemat Usman itu memang berbahaya. Ia mengundang beberapa orang dan persoalan tersebut dikemukakan. Mereka menanyakan pendapatnya. "Menurut pendapatku," kata Usman, "orang harus sepakat dengan hanya satu bacaan. Kalau sekarang kita berselisih, maka perselisihan generasi sesudah kita akan lebih parah lagi."

Kalangan pemikir menyetujui pendapatnya itu. Kemudian ia mengutus orang kepada Hafsah dengan permintaan agar mengirimkan mushaf Abu Bakr untuk disalin ke dalam beberapa mushaf. Demikianlah terjadinya pertama kali pengumpulan Mushaf Usman dan penyatuannya dalam bacaan Qur'an.

Pandangan Umar yang jujur mengenai pengumpulan Qur'an

Perbedaan pada masa Usman itu adalah bukti yang nyata sekali bahwa pandangan Umar memang sejujurnya tatkala ia menyarankan kepada Abu Bakr untuk menghimpun Qur'an. Usman menggunakan mushaf Abu Bakr sebagai pedoman bagi mereka untuk menyatukan bacaan. Andaikata Abu Bakr tidak sampai mengumpulkan Qur'an niscaya perselisihan itu akan berlarut-larut, dan bencana akan menimpa kaum Muslimin. Usaha Abu Bakr itu telah menyelamatkan mereka. Karenanya tidaklah berlebihan ketika Ali bin Abi Talib berkata: "Semoga Allah memberi rahmat kepada Abu Bakr. Orang yang paling besar jasanya dalam mengumpulkan Qur'an ialah Abu Bakr. Semoga Allah memberi rahmat kepada Abu Bakr. Dialah yang pertama kali menghimpun Qur'an menjadi dua loh."

Allah telah melapangkan dada Abu Bakr untuk mengumpulkan Qur'an setelah berdiskusi dengan Umar. Kemudian ia menugaskan kepada Zaid bin Sabit untuk melacak dan mengumpulkannya. Diriwayatkan bahwa dalam menghadapi hal itu Abdullah bin Mas 'ud marah sekali dengan mengatakan: Saudara-saudara Muslimin, aku tidak diikutsertakan dalam penulisan mushaf-mushaf dan mengangkat orang lain. Sungguh, ketika aku sudah masuk Islam dia masih menjadi biang kafir! Yang dimaksud Zaid bin Sabit. Kata-kata ini dihubungkan dengan Abdullah bin Mas'ud ketika Usman menugaskan Zaid mengumpulkan Qur'an dan mengikutkan beberapa orang sahabat. Barangkali Abdullah lebih marah lagi seperti disebutkan oleh Qurtubi ketika mengatakan: "Abu Bakr Anbari berkata: Dalam mengumpulkan Qur'an Abu Bakr dan Usman lebih suka memilih Zaid daripada Abdullah bin Mas'ud, yang lebih utama daripada Zaid dan sudah lebih dulu masuk Islam, lebih dulu dan lebih besar jasanya; hanya saja mengenai Qur'an Zaid lebih hafal daripada Abdullah." Ungkapan ini membuat Abdullah bin Mas'ud lebih marah.

Begitu besar kemarahan Abdullah bin Mas'ud itu sampai ia mengatakan: "Aku sudah belajar kepada Rasulullah saw. tujuh puluh Surah sementara Zaid bin Sabit masih berkepang dua, bermain-main dengan sesama anak-anak." Malah ia membakar semangat penduduk Irak untuk tidak membantu pekerjaan ini. Katanya kepada mereka: "Aku mempertahankan11 mushafku; barang siapa mau mempertahankan mushafnya lakukanlah, karena Allah berfirman: [huruf Arab]. Pada suatu hari pernah ia berpidato di depan orang banyak mengatakan: [huruf Arab] Barang siapa berkhianat, pada hari kiamat ia datang dengan hasil pengkhianatannya. (Qur'an, 3. 161).

Pertahankanlah mushaf-mushaf kalian. Bagaimana kalian menyuruh aku membaca menurut bacaan Zaid bin Sabit sedang aku sudah belajar dari Rasulullah saw. sekitar tujuh puluh Surah; ketika itu Zaid bin Sabit yang masih bermain-main dengan anak-anak masih berkepang dua. Demi Allah, begitu Qur'an diwahyukan aku tahu kapan dan untuk apa diwahyukan. Tak ada orang yang lebih tahu dari aku tentang Kitabullah. Aku bukan orang yang terbaik di antara kamu. Kalau aku mengetahui ada orang yang lebih tahu tentang Kitabullah dari aku yang dapat dicapai dengan unta, niscaya kudatangi dia."

Beberapa tokoh terpandang dari sahabat-sahabat Nabi merasa tidak senang dengan kata-kata Abdullah bin Mas'ud itu. Mereka menganggapnya mengandung semangat fitnah tanpa alasan. Mengutip dari Abu Darda' yang berkata: "Kami menganggap Abdullah berperasaan halus, tetapi mengapa ia mendamprat orang-orang terkemuka." Memang benar Abdullah bin Mas'ud veteran Badr sedang Zaid bin Sabit bukan. Abdullah sudah lebih dulu masuk Islam daripada Zaid bin Sabit dan ayahnya Sabit bin Zaid, dan dia belajar Qur'an dari Rasulullah sekitar tujuh puluh Surah. Tetapi Zaid adalah sekretaris Nabi, dan sampai wafatn adalah yang menerima Qur'an seluruhnya dari Rasulullah. Kata Qurtubi lagi: Cukup luas diketahui di kalangan ahli sejarah dan hadis, bahwa Abdullah bin Mas'ud belajar Qur'an berikutnya setelah Rasulullah saw. wafat. Beberapa pemuka mengatakan: "Abdullah bin Mas'ud meninggal sebelum menamatkan Qur'an." Mushaf Ibn Mas'ud masih tanpa Surah Falaq dan Surah Nas.

(sebelum, sesudah)


Abu Bakr As-Siddiq - Yang Lembut Hati
Sebuah Biografi dan Studi Analisis tentang Permulaan Sejarah Islam Sepeninggal Nabi
 
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
Penerbit P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel./Fax. (0251) 330505, Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-29-8
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. INTERMASA, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team