Abu Bakr As-Siddiq

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

III. MASYARAKAT ARAB KETIKA NABI WAFAT (1/3)
Muhammad Husain Haekal

Perbedaan pendapat Muhajirin dengan Ansar di Medinah - 53; Penduduk Mekah bersiap-siap murtad - 53; Sikap Saqif di Ta'if - 54; Kabilah-kabilah yang lain - 54; Faktor-faktor yang mendorong pergolakan - 55; Faktor-faktor penyebab murtadnya masyarakat Arab - 55; Faktor-faktor asing - 56; Logika kaum murtad dan mereka yang menolak menunaikan zakat - 56; Nabi-nabi palsu bermunculan - 58; Aswad yang mendakwakan diri nabi - 58; Yaman sebelum pergolakan Ansi - 59; Beberapa faktor penyebab pergolakan - 60; Sikap Rasulullah menghadapi ulah Aswad - 61; Panglima, menteri dan istri Aswad - 62; Berkomplot hendak menghancurkan Aswad - 63; Istrinya terlibat dalam komplotan dan terbunuhnya Aswad - 63; Terbunuhnya Aswad - 64; Seluruh daerah selatan dibakar api pemberontakan - 65; Musailimah bin Habib di Yamamah - 65; Siasat Rasulullah menghadapi pergolakan - 65; Menunggu kesempatan - 66; Membangkitkan semangat atas nama agama - 67; Faktor regional salah satu penyebabnya - 68; Pengaruh pergolakan Aswad di negeri-negeri sekitar Yaman - 68; Pendapat kalangan Orientalis dan sebabnya - 69; Pengaruh unsur asing dalam menyulut pergolakan - 69.

Sementara penduduk Medinah berselisih pendapat tetapi kemudian sepakat dalam memberikan ikrar kepada Abu Bakr, berita kematian Nabi dengan cepat sekali menyebar dibawa orang kepada kabilah-kabilah. Tak ada suatu berita di kawasan Arab yang begitu cepat tersebar seperti berita ketika Rasulullah wafat. Begitu berita itu sampai kepada mereka, dari segenap penjuru mereka sudah memasang telinga dengan penuh perhatian. Mereka ingin melepaskan diri dari kekuasaan Medinah dan kembali kepada keadaan sebelum datangnya kerasulan Muhammad dan tersebarnya Islam ke tengah-tengah mereka. Oleh karena itu orang-orang Arab pada setiap kabilah jadi murtad, dan timbul pula sifat-sifat munafik. Dalam pada itu, orang-orang Yahudi dan Nasrani pun sudah pula mengintai. Lawan Islam jadi semakin banyak. Dengan tak adanya Nabi, mereka sudah seperti sekumpulan kambing pada malam musim hujan.

Perbedaan pendapat Muhajirin dengan Ansar di Medinah

Kita sudah melihat betapa perselisihan itu timbul di Medinah antara kaum Muhajirin dengan kaum Ansar mengenai penggantian Rasulullah. Kalau tidak karena tindakan Abu Bakr dan Umar yang sangat bijaksana, serta kehendak Allah memberikan pertolongan, perselisihan demikian itu tidak akan dapat diselesaikan dan berakhir dengan memuaskan.

Penduduk Mekah bersiap-siap murtad

Apa yang telah terjadi di Medinah sebenamya tidak seberapa dibandingkan dengan kejadian-kejadian di tempat-tempat lain. Penduduk Mekah sendiri malah sudah bersiap-siap mau murtad meninggalkan Islam. Attab bin Asid, kuasa Rasulullah di Mekah sampai merasa khawatir dan menjauhi mereka. Kalau tidak karena kemudian tampil Suhail bin Amr di tengah-tengah mereka dengan mengatakan - setelah menerangkan tentang kematian Nabi - bahwa "Islam sekarang sudah bertambah kuat, dan barang siapa masih menyangsikan kami, akan kami penggal lehernya," niscaya mereka masih akan maju-mundur. Tetapi disamping ancamannya itu Suhail masih memberikan harapan, yang ternyata besar juga pengaruhnya. Ia menambahkan: "Sungguh, demi Allah, ini adalah suatu anugerah dari Allah kepadamu sekalian, seperti kata Rasulullah saw."

Ternyata kata-kata itu lebih besar pengaruhnya dalam hati mereka daripada ancaman. Itu jugalah yang membuat mereka surut dari maksud hendak membangkang. Baik penduduk Medinah maupun penduduk Mekah dari kalangan Kuraisy, setelah melihat kenyataan ini akhirnya mereka menerima Abu Bakr. Hadis Rasulullah yang telah diingatkan oleh Suhail membuat mereka puas. Mereka kembali kepada Islam dan menaati ajaran-ajarannya.

Sikap Saqif di Ta'if

Demikian juga pihak Saqif di Ta'if mereka bersiap-siap mau murtad. Usman bin Abi al-As, kuasa Nabi di sana berkata kepada mereka: "Saudara-saudara dari Saqif, kamu adalah orang-orang yang terakhir masuk Islam, janganlah menjadi yang pertama murtad!" Mereka teringat pada sikap Nabi terhadap mereka sesudah perang Hunain dan teringat juga adanya ikatan keturunan dan keluarga antara mereka dengan pihak Mekah, maka mereka pun kembali kepada Islam. Mungkin kedudukan Abu Bakr sebagai khalifah dan dukungan penduduk Mekah kepadanya memberi pengaruh juga kepada masyarakat Saqif, sama dengan yang di Mekah.

Kabilah-kabilah yang lain

Juga kabilah-kabilah yang tinggal di antara Mekah, Medinah dan Ta'if keislamannya sudah mantap. Mereka ini terdiri dari kabilah-kabilah Muzainah, Gifar, Juhainah, Bali, Asyja', Aslam dan Khuza'ah. Sedang kabilah-kabilah lain masih belum menentu. Di antara mereka yang baru masuk Islam, ada yang murtad, ada yang karena ajaran Islam belum meresap ke dalam hati mereka, dan ada pula yang karena memang keyakinannya yang sudah kacau. Di samping itu, yang terbaik di antara mereka ada yang tetap berpegang pada Islam namun tidak menyukai adanya kekuasaan Medinah, baik oleh kalangan Muhajirin atau Ansar. Mereka itulah yang menganggap zakat itu sebagai pajak yang dibebankan Medinah kepada mereka. Jiwa mereka yang mau bebas dari segala kekuasaan menentang. Sejak masuk Islam mereka mau melaksanakan kewajiban itu hanya kepada Rasulullah yang sudah menerima wahyu, dan yang menjadi pilihan Allah sebagai Nabi di antara hamba-Nya. Tetapi karena Nabi sudah berpulang ke rahmatullah, maka tak ada dari penduduk Medinah yang patut dimuliakan. Selain Nabi, mereka tidak berhak memungut zakat.

Kabilah-kabilah yang merasa keberatan menunaikan zakat ialah mereka yang tidak jauh dari Medinah, terdiri dari kabilah Abs dan Dubyan serta kabilah-kabilah lain yang bergabung dengan mereka, yakni Banu Kinanah, Gatafan dan Fazarah. Mereka yang tinggal jauh dari Medinah lebih gigih lagi menentang. Sebagian besar mereka mengikuti orang-orang yang mendakwakan diri nabi, seperti Tulaihah di kalangan Banu Asad, Sajah dari Banu Tamim, Musailimah di Yamamah dan Zut-Taj Laqit bin Malik di Oman, di samping sejumlah besar pengikut-pengikut Aswad al­Ansi di Yaman. Mereka menjadi pengikutnya hanya sampai waktu orang itu sudah mati. Sesudah itu mereka masih bersikeras dengan mengobarkan fitnah dan pembangkangan hingga berakhirnya perang Riddah.1

Faktor-faktor yang mendorong pergolakan

Terjadinya pergolakan di kota-kota dan di daerah-daerah pedalaman terhadap kekuasaan Kuraisy itu serta berbaliknya mereka dari Islam, bukan karena letak geografisnya dengan Medinah saja, tetapi karena faktor­faktor masyarakat Arab dan unsur-unsur asing lainnya, yang bekasnya tampak sekali pada saat-saat terakhir masa Rasulullah.

Islam tersebar dan masuk ke daerah-daerah yang jauh dari Mekah dan Medinah di semenanjung itu baru setelah penaklukan Mekah serta terjadinya ekspedisi Hunain dan pengepungan Ta'if. Sampai pada waktu itu kegiatan Rasulullah terbatas di sekitar kedua kota suci itu, Mekah dan Medinah. Islam baru keluar perbatasan Mekah tak lama sebelum hijrah ke Yasrib (Medinah). Sampai sesudah hijrah pun selama beberapa tahun berikutnya kegiatan Nabi tetap tertuju untuk menjaga kebebasan dakwah Islam di tempat yang baru ini. Setelah kaum Muslimin berhasil menghilangkan kekuasaan Yahudi di Yasrib, dan sesudah memperoleh kemenangan di Mekah, barulah orang-orang itu mau menerima agama yang benar ini. Utusan-utusan berdatangan dari segenap penjuru Semenanjung untuk menyatakan telah masuk Islam. Nabi pun mengutus wakil-wakilnya untuk mengajarkan dan memperdalam ajaran Islam serta sekaligus memungut zakat atau sedekah.

Faktor-faktor penyebab murtadnya masyarakat Arab

Wajar saja bila agama ini tidak dapat mengakar ke dalam hati kabilah-kabilah itu seperti yang sudah dihayati oleh penduduk Mekah dan Medinah serta masyarakat Arab yang berdekatan di sekitarnya. Di tempat asalnya Islam memerlukan waktu dua puluh tahun penuh untuk menjadi stabil. Selama itu pula lawan-lawannya terus berusaha mati-matian melancarkan permusuhan, yang berlangsung hingga selama beberapa tahun. Akibat dari semua itu, kemudian permusuhan berakhir dengan kemenangan di tangan Islam. Ajaran-ajarannya sekarang dapat dirasakan dan meresap ke dalam hati orang-orang Arab Mekah, Ta'if, Medinah serta tempat-tempat dan kabilah-kabilah berdekatan yang dapat berhubungan dengan Rasulullah dan sahabat-sahabatnya. Tetapi mereka yang berada jauh dari daerah yang pernah menyaksikan kegiatan Muhammad selama bertahun-tahun terus­menerus itu, mengajak orang kepada ajaran Allah dan agama Allah, agama baru itu tidak membekas pada mereka. Bahkan mereka memberontak dan berusaha hendak kembali kepada kebebasan politik dan agamanya yang lama.

Faktor-faktor asing

Dalam membangkitkan pergolakan ini faktor-faktor asing sebenarnya tidak pula kurang pengaruhnya daripada faktor-faktor setempat. Mekah dan Medinah serta para kabilah di sekitarnya samasekali tidak mau tunduk pada kekuasaan Persia atau Rumawi yang ketika itu memang sedang menguasai dunia. Bagian utara Semenanjung itu bersambung dengan Syam, sebelah selatannya bersambung dengan Persia dan berdekatan dengan Abisinia (Etiopia), dan keduanya sudah berada di bawah pengaruh kedua imperium itu. Bahkan kawasan itu dan beberapa keamiran sudah berada di bawah kekuasaan mereka. Dengan demikian tidaklah mengherankan jika pihak yang merasa punya pengaruh dan kekuasaan itu mati-matian berusaha hendak menentang agama baru ini dengan segala cara, dengan jalan propaganda politik, menganjurkan kekuasaan otonomi, dan dengan propaganda agama, kadang untuk kepentingan pihak Nasrani, kadang untuk kepentingan pihak Yahudi dan adakalanya untuk kepentingan paganisma Arab.

Kegiatan segala faktor itu tampak jelas pengaruhnya begitu tersebar berita tentang kematian Nabi. Dengan cukup berhati-hati kegiatan itu sebenamya memang sudah mulai tampak sebelum Rasulullah wafat. Sementara kita membaca buku ini pengaruh demikian itu akan kita lihat jelas. Faktor-faktor setempat dan asing itu sendiri sudah merupakan logika yang cukup menarik untuk dipercaya, dan logika itulah yang disebarluaskan oleh para penganjurnya di antara berbagai kabilah, sehingga dengan mudah mereka memberontak dan mengobarkan fitnah.

Logika kaum murtad dan mereka yang menolak menunaikan zakat

Mereka yang enggan menunaikan kewajiban zakat berkata di antara sesama mereka: Kalau kaum Muhajirin dan Ansar sudah berselisih mengenai kedaulatan, dan Rasulullah wafat tidak meninggalkan wasiat siapa yang akan menggantikannya, maka sudah seharusnya kita mempertahankan kemerdekaan kita sendiri justru demi menjaga Islam agama kita. Dan seperti kalangan Muhajirin dan Ansar, kita pun berhak menentukan pilihan siapa yang akan bertindak menggantikan Rasulullah di antara kita. Adapun bahwa kita harus tunduk kepada Abu Bakr atau kepada yang lain, bukanlah itu yang dikehendaki agama, juga Qur'an tidak mengajarkan demikian. Kita wajib taat kepada orang yang kita serahi urusan kita sendiri.

Barangkali mereka yang berpikiran serupa itu masih dapat dimaafkan mengingat Rasulullah sendiri memang mengakui adanya sebagian kekuasaan otonomi pada beberapa daerah Arab dan kabilah itu. Mereka berpikir untuk mengambil kemerdekaan itu sepenuhnya setelah Nabi wafat. Badhan, gubernur Persia di Yaman tetap memegang kekuasaan setelah ia menyatakan dirinya masuk Islam dan meninggalkan agama Majusi. Para amir yang lain, seperti di Bahrain, Hadramaut dan yang lain, dibiarkan dalam kekuasaan masing-masing setelah mereka beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Zakat yang dipungut dari sebagian penduduk daerah itu dibagikan kepada orang-orang miskin di daerah itu juga. Keharusan membayar jizyah yang ditentukan oleh Islam hanya berlaku terhadap Ahli Kitab.

Masyarakat Arab Muslimin seperti penduduk Medinah, kenapa mereka membayar zakat kepada penguasa Medinah! Kenapa mereka tidak mempertahankan hubungannya dengan Medinah dalam arti hubungan kesatuan agama yang tak ada hubungannya dengan kekuasaan politik! Soalnya Medinah sudah lebih dulu mengenal Islam sehingga mereka lebih tahu tentang segala kewajiban dan ajaran-ajaran Islam. Mereka tinggal mengutus orang ke daerah-daerah dan kepada kabilah-kabilah lain untuk mengajarkan agama, seperti dulu dilakukan oleh Rasulullah, sehingga hubungan mereka satu sama lain lebih menyerupai perserikatan antar-umat Islam. Satu sama lain tidak saling dirugikan dan tidak mencari jalan untuk melanggar kemerdekaan pihak lain.

Pikiran ini yang berkecamuk pada sebagian kabilah yang berdekatan dengan Medinah, Mekah dan Ta'if. Sedang penduduk Yaman dan selatan Semenanjung di seberangnya, begitu juga kawasan-kawasan lain yang jauh dari pusat kedudukan Islam, mereka banyak yang menerima Islam sebagai penghormatan saja atas kekuasaan Muhammad yang dalam waktu pendek tersebar luas hingga mencapai perbatasan imperium Rumawi dan Persia. Penyebarannya yang begitu cepat memang sangat mengagumkan, sehingga setiap kabilah itu berturut-turut mengirimkan utusan ke Medinah menyatakan kepada Nabi bahwa mereka dan kabilah-kabilah lain yang tergabung ke dalamnya masuk Islam. Tetapi dengan tersebarnya berita bahwa Nabi wafat, tidak heran jika iman mereka jadi goyah dan mereka berbalik murtad dari agama yang baru saja mereka terima. Juga tidak heran jika mereka kemudian membangkang terhadap agama ini lalu terbawa oleh orang-orang yang mengobarkan fitnah dan api permusuhan atas nama fanatisma dan kecongkakan Arabnya.

Nabi-nabi palsu bermunculan

Banyak di antara mereka yang tertipu oleh orang yang pertama mendakwakan diri sebagai nabi dan mendapat wahyu, seperti wahyu yang diterima oleh Muhammad. Belum lama setelah masuk Islam mereka merasa sudah salah langkah. Bahkan ada yang merasa demikian sementara Nabi sendiri masih hidup, masih berada di tengah-tengah mereka. Di kalangan Banu Asad banyak orang yang menyambut Tulaihah yang mendakwakan diri nabi dan mendapat dukungan ketika ia meramalkan adanya tempat mata air tatkala golongannya sedang dalam perjalanan hampir mati kehausan. Kalangan Banu Hanifah banyak juga yang menyambut Musailimah ketika ia mengutus dua orang pengikutnya kepada Muhammad, memberitahukan bahwa Musailimah juga nabi seperti dia, dan bahwa separuh bumi ini buat dia dan separuh buat Kuraisy, tetapi Kuraisy golongan yang tidak suka berlaku adil. Juga penduduk Yaman mengenal nama Aswad al­Ansi yang bergelar "Zul-Khimar" - "orang yang berkudung", tatkala orang ini menguasai Yaman dan mengusir wakil Nabi. Tetapi mereka oleh Rasulullah tidak begitu dihiraukan, dengan keyakinan bahwa kebenaran yang ada dalam agama Allah ini sangat kuat untuk menangkis kebohongan mereka, dan dengan keimanan yang sudah kuat orang-orang yang beriman itu akan mampu membasmi mereka.

Aswad yang mendakwakan diri nabi

Mereka yang mendakwakan diri nabi itu menyadari posisi mereka terhadap Rasulullah. Di antara mereka tak ada yang memberontak seperti yang dilakukan oleh Aswad al-Ansi. Konon ia mendakwakan diri nabi lalu tampil dan terbunuh ketika Nabi masih ada. Tetapi sebagian sejarawan ada yang menyebutkan bahwa ia mengambil cara seperti kedua rekannya itu, menunggu sampai Rasulullah wafat, kemudian baru mereka memberontak melawan Islam. Dalam buku Tarikh-nya al-Ya'qubi menuturkan: "Aswad bin Inza al-Ansi sudah mendakwakan dirinya nabi sejak masa Rasulullah. Setelah Abu Bakr dilantik ia muncul dan mendapat pengikut beberapa orang. Ia dibunuh oleh Qais bin Maksyuh al-Muradi dan Fairuz ad-Dailami yang memasuki rumahnya dan mendapatkannya sedang mabuk lalu dibunuh."

Mengutip salah satu sumber at-Tabari mengatakan: "Perang pembangkangan pertama setelah Nabi saw. wafat ialah perang yang dilancarkan oleh Ansi, dan perang Ansi itu terjadi di Yaman."

Pada akhir hayat Nabi Semenanjung itu memang belum tenteram. Belum semua keadaan sudah stabil di bawah satu panji dan dalam satu agama. Di bawah tanah masih tersimpan bibit-bibit fitnah dan pembangkangan. Tanda-tanda pergolakan di bagian timur laut dan di selatan seluruhnya masih menyala dan tidak akan dapat dipadamkan tanpa adanya kekuatan rohani yang kemudian dilimpahkan Allah kepada Rasul-Nya dan ternyata membawa kemenangan. Bahkan kemenangan ini pun belum dapat membungkam Musailimah dan Aswad al-Ansi dari usaha-usaha mendakwakan diri nabi di kalangan masyarakatnya itu. Maksud mereka supaya di kalangan Banu Hanifah dan di Yaman serta kelompok-kelompok Arab yang lain ada juga nabinya, seperti di kalangan Kuraisy. Kalau tidak karena kearifan Rasulullah serta pandangannya yang jauh dan tepat serta karunia Allah kepadanya dan kepada Islam, niscaya api fitnah itu akan terus berkobar dan apinya akan membakar habis orang-orang itu semua, sementara ia masih hidup.

(sebelum, sesudah)


Abu Bakr As-Siddiq - Yang Lembut Hati
Sebuah Biografi dan Studi Analisis tentang Permulaan Sejarah Islam Sepeninggal Nabi
 
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
Penerbit P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel./Fax. (0251) 330505, Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-29-8
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. INTERMASA, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team