III. MASYARAKAT ARAB KETIKA NABI WAFAT (2/3)
Muhammad Husain Haekal
Yaman sebelum pergolakan Ansi
Besar dugaan bahwa pergolakan Ansi itu terjadi pada akhir
masa Rasulullah. Benar tidaknya dugaan ini, yang jelas
terjadinya itu pada masa Abu Bakr. Cerita pemberontakan
seperti yang dituturkan para sejarawan itu termasuk aneh,
yang cukup meminta perhatian kita, dan sekaligus dapat
mengungkapkan segi-segi psikologisnya. Hal ini mendorong
orang untuk memikirkannya lebih dalam.
Dari beberapa utusan Rasulullah yang dikirim kepada para
raja, ada seorang di antaranya yang diutus kepada Kisra
Persia, mengajaknya masuk Islam. Setelah surat Nabi itu
diterjemahkan, Kisra sangat berang, dan memerintahkan kepada
Bazan, penguasa Persia di Yaman supaya kepala orang yang di
Hijaz itu dikirimkan kepadanya. Ketika itu Rumawi sudah
dapat mengalahkan Kisra dan keadaannya pun memang sudah
lemah.
Setelah Bazan menerima surat atasannya itu, dikirimkannya
surat itu kepada Muhammad, dan Muhammad juga membalas
dengan. memberitahukan bahwa Syiruya (Khavad II) sekarang
sudah menggantikan Kisra bapaknya, dan sekaligus dimintanya
ia menganut Islam dan tetap sebagai penguasanya di Yaman.
Berita kekacauan di Persia dan Syiruya yang naik takhta
serta kemenangan Rumawi atas Persia itu sudah pula sampai
kepada Bazan.2 Oleh karena itu dengan cepat ia
menerima seruan Muhammad, dan orang Persia itu sekarang
bertindak sebagai wakil Nabi atas bangsa Yaman, setelah
sebelumnya sebagai wakil Persia.
Sesudah Bazan meninggal kekuasaannya oleh Rasulullah
diberikan kepada beberapa orang, di antaranya Syahr Bazan
diberi tugas tanggung jawab atas kota San'a dan sekitarnya.
Ada pula orang-orang Yaman sendiri dan yang lain
sahabat-sahabat Rasulullah saw. dari Medinah. Sementara para
penguasa itu sedang mengatur daerahnya masing-masing,
tiba-tiba datang surat dari Aswad al-Ansi mengancam agar
mereka menyerahkan semua kekuasaan itu ke tangannya, sebab
dialah yang lebih berhak. Dari sinilah kemudian timbul
gejala fitnah dan kekacauan yang pertama.
Aswad ini seorang dukun yang tinggal di Yaman bagian
selatan, seorang tukang sihir yang dapat membuat
bermacam-macam muslihat, dan mempengaruhi penduduk dengan
kata-katanya. Ia mendakwakan diri nabi dan juga menamakan
dirinya "Rahman," sama halnya dengan Musailimah yang
menamakan dirinya "Rahman Yamamah."3 Ia mengaku
memelihara setan yang dapat mengalahkan segala macam, dan
juga dapat mengalahkan segala rencana musuh. Ia tinggal
dalam sebuah gua Khabban di Mazhij. Orang-orang awam dalam
jumlah besar banyak yang datang kepadanya karena tertarik
pada kata-katanya, dan terpesona oleh apa yang katanya
adalah perkataan setannya.
Aswad mengepalai kelompok itu setelah ia membuat
kerusuhan. Ia pergi ke Najran dan menyingkirkan Khalid bin
Sa'id dan Amr bin Hazm wakil Muslimin di daerah itu.
Penduduk Najran yang merasa terpesona oleh kemenangan Aswad
segera bergabung. Mereka sama-sama pergi ke San'a dan ia
berhadapan dengan Syahr bin Bazan yang kemudian dibunuhnya
dan pasukannya dikalahkan. Kaum Muslimin yang tinggal di
kota itu lari, dipimpin oleh Mu'az bin Jabal, menyusul
Khalid bin Sa'id dan Amr bin Hazm ke Medinah. Dengan
kemenangannya itu Aswad menjadi raja Yaman. Sekarang
orang-orang dari pedalaman dan dari kota, dari sahara
Hadramaut, Ta'if, Bahrain dan Ahsa sampai ke Aden tunduk di
bawah perintahnya.
Beberapa faktor penyebab pergolakan
Yang mengherankan, ketika Aswad menghadapi Syahr bin
Bazan di San'a hanya dengan tujuh ratus orang pasukan
berkuda. Ada yang bergabung kepadanya dari Mazhij dan ada
pula yang dari Najran. Dengan jumlah pasukan yang begitu
kecil, dukun sihir itu mendapat kemenangan melawan penduduk
kawasan tersebut dan berkembang cepat sekali seperti jilatan
api, tak ada kekuatan yang dapat melawannya: Kalau kita
hendak menafsirkan peristiwa itu, barangkali kita dapat
mengatakan, bahwa negerinegeri itu memang sedang
berada di bawah kekuasaan Persia. Setelah itu kemudian di
bawah kaum Muslimin yang datang dari Hijaz. Kita pun tahu
permusuhan yang sudah ada sejak lama berakar antara Yaman
dengan Hijaz. Setelah Aswad tampil menuntut Yaman untuk
orang Yaman, tak ada orang yang mengadakan perlawanan. Pihak
Persia tak dapat membela Syahr dan ayahnya, dan orang Hijaz
pun tak ada di negeri itu yang akan membantu kaum Muslimin
dari ulah dan tipu muslihat Aswad.
Tetapi dapat juga ditafsirkan dari segi lain, yakni
negeri ini memang sudah menjadi ajang berbagai macam agama:
Yahudi, Nasrani dan Majusi. Agama-agama ini berdekatan pula
dengan berhala-berhala dan peribadatan masyarakat Arab. Di
samping itu Islam yang baru saja singgah di Yaman,
ajaran-ajarannya belum dapat dikatakan sudah kuat merasuk ke
dalam hati warga penduduk negeri itu. Setelah nabi palsu itu
muncul di tengah-tengah mereka dengan membangkitkan rasa
kegolongan, mengajak mereka dengan berdalih ia telah
mengusir kekuasaan asing dari negerinya itu, segera sekali
mereka menyambut ajakan itu. Tak ada jalan bagi kaum
Muslimin selain melarikan diri, dan bagi orang-orang Persia
yang masih ada di tempat itu tak ada jalan lain daripada
tunduk atau mati.
Sikap Rasulullah menghadapi ulah
Aswad
Tatkala berita-berita itu sampai kepada Muhammad di
Medinah, ia tengah mengadakan persiapan hendak menghadapi
pihak Rumawi dan akan mengadakan pembalasan terhadap Mu'tah
sambil mengadakan konsolidasi menghadapi bahaya yang sedang
mengepung Semenanjung Arab itu dari segenap penjuru. Untuk
itu disiapkannya pasukan Usamah. Pasukan ini akan dikerahkan
ke Yaman untuk membungkam Aswad dan pemberontakannya itu dan
mengembalikan kewibawaan kaum Muslimin di sana, ataukah akan
meminta bantuan kaum Muslimin yang masih ada di Yaman saja?
Kalau memang mampu, itulah pilihan yang lebih baik. Atau
kemenangan pasukan Muslimin terhadap pasukan Rumawi -
sebagai pihak yang baru saja mengalahkan Persia - harus
dapat mengembalikan Semenanjung itu seperti keadaannya
semula. Kalau tidak, Muhammad akan mengirimkan pasukannya
untuk membungkam Aswad dan yang semacam Aswad itu. Pilihan
terakhir ini agaknya yang lebih meyakinkan Muhammad.
Ia lalu mengutus Wabr bin Yuhannas membawa sepucuk surat
kepada pemuka-pemuka Muslimin di Yaman dengan perintah agar
mereka dapat mengembalikan kewibawaan agama dan siap
menghadapi perang serta berusaha menumpas Aswad dengan jalan
membunuhnya atau menyerbunya, dengan meminta bantuan siapa
saja yang dipandang mempunyai keberanian dan rasa agama.
Cukup dengan keputusan itu yang diambil Muhammad mengenai
Yaman. Perhatian selebihnya ia curahkan untuk menyusun
pasukan Usamah dan mengalahkan kekuatan Rumawi.
Tak lama kemudian setelah itu Rasulullah jatuh sakit, dan
ini mengakibatkan tertundanya keberangkatan pasukan
Usamah.
Panglima, menteri dan istri Aswad
Sementara itu Aswad al-Ansi yang sedang dalam puncak
kemenangannya itu menyusun segala kekuatan dengan mengangkat
pemimpin-pemimpin pasukan dan penguasa-penguasa daerah di
wilayahnya masingmasing. Dengan demikian kedaulatan
dan kedudukannya terasa sudah lebih kuat. Dari pesisir Yaman
sampai ke Aden tunduk kepadanya, begitu juga daerah-daerah
pegunungan dan lembah-lembah di San'a sampai ke Ta'if. Untuk
angkatan bersenjatanya ia mengangkat Qais bin Abd Yagus
sebagai panglima dan sebagai menterinya ia mengangkat Fairuz
dan Dazweh. Keduanya orang Persia. Dia sendiri kemudian
kawin dengan Azad, bekas istri Syahr bin Bazan. Perempuan
ini sepupu Fairuz. Dengan demikian orang Arab dan orang
Persia berada di bawah panjinya.
Merasa dirinya sudah begitu besar dan kuat, terbayang
olehnya bahwa seluruh bumi sudah tunduk kepadanya. Dia hanya
tinggal memerintah dan akan ditaati. Tetapi unsur-unsur yang
semula memberikan kemenangan kepadanya itu sekarang
mengadakan persekongkolan hendak menjatuhkannya. Soalnya
setelah merasa dirinya kuat, ia menganggap enteng
orangorang semacam Qais, Fairuz dan Dazweh, dan
melihat kepada kedua orang yang terakhir itu dan semua orang
Persia sebagai orang-orang yang merencanakan makar
kepadanya.
Istrinya yang juga orang Persia mengetahui hal itu dari
dia. Darah kegolongannya pun mulai bergejolak. Rasa dengki
sudah mulai menarinari terhadap dukun buruk muka yang
telah membunuh suaminya yang masih muda sesama orang Persia
dan yang memang dicintainya sepenuh hati itu. Dengan naluri
keperempuanannya ia dapat menyembunyikan perasaan hatinya
kepada sang suami dan menurutkan segala kehendaknya sebagai
betina yang setia, sehingga laki-laki itu pun makin lekat
kepadanya dan makin mengharapkan kesetiaannya yang lebih
besar lagi. Tetapi Aswad merasa, bahwa orang-orang di
sekitarnya itu, kedua menteri dan panglima perangnya, dengan
segala kemurahan hati yang mereka perlihatkan, tidak
benar-benar setia kepadanya, karena angkatan bersenjata
adalah yang harus diwaspadai dan patut dikhawatirkan.
Ia pernah memanggil Qais bin Abd Yagus dan diberitahukan
bahwa setannya telah membisikkan kepadanya dengan
mengatakan: "Engkau menaruh kepercayaan dan bermurah hati
kepada Qais. Kelak bila ia sudah begitu akrab dengan kau dan
mempunyai kedudukan yang kuat seperti kau, dia akan menjadi
lawanmu, merampas kerajaanmu dengan melakukan
pengkhianatan." Tetapi Qais menjawab: "Demi Zul-Khimar, itu
bohong, baginda sungguh agung dan mulia di mataku sehingga
tak akan pernah hal serupa itu terlintas dalam pikiranku."
Aswad menatap Qais dari kepala sampai ke ujung kakinya, lalu
katanya: "Sungguh biadab kau! Kau anggap raja berbohong!
Raja berkata benar dan sekarang aku tahu bahwa kau harus
menyesal atas segala yang pernah kaulakukan."
Berkomplot hendak menghancurkan
Aswad
Qais keluar dari tempat itu dengan membawa perasaan serba
ragu terhadap segala yang ada dalam hatinya. Ketika bertemu
dengan Fairuz dan Dazweh ia menceritakan pertemuannya dengan
Aswad dan meminta pendapat mereka. "Kita harus
berhati-hati," jawab mereka. Sementara mereka dalam keadaan
serupa itu, tiba-tiba Aswad memanggil mereka dan mengancam,
karena mereka juga berkomplot dengan kawan-kawannya terhadap
dirinya. Mereka keluar dari tempat Aswad dan menemui Qais.
Mereka kini curiga dan sedang dalam bahaya besar.
Berita tentang segala yang terjadi dalam istana Aswad itu
akhirnya sampai juga kepada kaum Muslimin yang ada di Yaman
atau di tempattempat berdekatan dan mereka menyinggung
juga surat Nabi kepada mereka. Kepada Qais dan
kawan-kawannya itu mereka mengutus orang memberitahukan
bahwa mengenai Aswad mereka sepaham. Dengan diamdiam
kaum Muslimin yang berada di Najran dan di tempat-tempat
lain sudah tahu mengenai berita-berita itu. Mereka menulis
surat kepada temantemannya yang dekat dengan Aswad
bahwa mereka siap di bawah perintah untuk membunuh orang
itu. Tetapi teman-teman itu meminta mereka jangan
tergesa-gesa dan supaya menunggu di tempat masing-masing,
dan jangan melakukan sesuatu yang akan menimbulkan
kecurigaan Aswad dan orang-orangnya terhadap mereka.
Istrinya terlibat dalam komplotan
dan terbunuhnya Aswad
Itulah pendapat orang-orang yang dekat dengan Aswad,
sebab menurut pendapat mereka melakukan pembunuhan gelap
akan lebih menjamin keberhasilannya daripada menghadapinya
dengan perang. Azad, istrinya, juga sudah melibatkan diri
dalam komplotan itu meski ia pura-pura memperIihatkan
cintanya yang lebih besar kepada Aswad. Dia sudah
menyediakan diri mengadakan hubungan dengan Fairuz, Dazweh
dan Qais dan bersama-sama dengan mereka mengatur siasat
untuk melakukan pembunuhan itu. Dia yang menunjukkan kepada
mereka kamar tidur suaminya serta diperlihatkannya juga
bahwa di sekitar istana tempat ia tinggal bersama suaminya
itu dia akan penjagaan di segenap penjuru, kecuali di bagian
belakang kamar itu. Bila malam sudah tiba mereka supaya
membuat lubang dan masuk dari lubang itu ke dalam kamarnya.
Di situ musuh mereka itu dibunuh. Dengan demikian mereka dan
perempuan itu dapat melepaskan diri.
Terbunuhnya Aswad
Rencana itu mereka laksanakan. Di waktu subuh mereka
saling memanggil dengan sandi yang sudah sama-sama mereka
sepakati, dan mereka berseru secara Islam sambil ramai-ramai
mengatakan: Kami bersaksi bahwa Muhammad Rasulullah, dan
bahwa si Abhalah - yaitu nama Aswad al-Ansi - pembohong.
Kepala orang itu dilemparkan, dan para pengawal istana
segera mengepung mereka. Orang ramai bersorak di kota dan
dalam subuh buta itu orang keluar beramai-ramai. Sebentar
keadaan jadi kacau tapi kemudian tenang kembali setelah
Qais, Fairuz dan Dazweh menguasai keadaan. Baik dalam
keadaan tenang atau dalam keadaan kacau sebelumnya besar
sekali pengaruhnya buat Azad.
Terbununuhnya Aswad itu sebelum Rasulullah wafat atau
sesudahnya? Dalam hal ini pendapat orang tidak sama. Di atas
sudah kita sebutkan sumber yang dari Ya'qubi. Tetapi Tabari
dan Ibn Asir menyebutkan bahwa Aswad mati sebelum Rasulullah
berpulang ke rahmatullah, dan bahwa pada malam kejadian itu
Nabi saw. sudah menerima wahyu tatkala berkata: "al-Ansi
terbunuh, dibunuh oleh seorang laki-laki yang mendapat
berkah dari keluarga orang-orang yang penuh berkah." Ditanya
siapa yang membunuh, ia menjawab: Dibunuh oleh Fairuz."
Sumber lain menyebutkan bahwa berita kematian Aswad itu
baru sampai ke Medinah setelah Rasulullah wafat, dan bahwa
itulah berita baik pertama yang sampai kepada Abu Bakr
ketika ia di Medinah.
Selanjutnya sumber itu menyebutkan, bahwa Fairuz berkata:
"Setelah Aswad kami bunuh keadaan kita kembali seperti
semula, di tangan Mu'az bin Jabal, dan dia yang mengimami
salat kami. Tinggal harapan bagi kami; orang yang kami benci
sudah tak ada, kecuali pasukan berkuda teman-teman Aswad.
Kemudian setelah datang berita kematian Nabi di mana-mana
timbul kegelisahan."
Bagaimana timbul kegelisahan dan kenapa gelisah?
Penjelasan mengenai hal ini di luar bidang bagian ini, dan
rasanya sudah cukup apa yang disebutkan di atas.
Peristiwa-peristiwa itu akan tampak nanti bila kita sampai
pada perjuangan Abu Bakr menghadapi Perang Riddah atau kaum
pembangkang yang murtad.
Kita menguraikan cerita tentang Aswad dan perlawanannya
terhadap kaum Muslimin di Yaman ini dengan agak panjang
lebar karena adanya sumber-sumber yang masih simpang siur
bahwa dia mengadakan pembangkangan itu pada masa Rasulullah.
Sedang yang mengenai Yaman pada masa Abu Bakr, cerita Aswad
dan pemberontakannya sampai terbunuhnya itu kita lewatkan,
dan kita akan memasuki apa yang terjadi sesudah itu, yang
akan kita uraikan pada waktunya nanti.
|