|
"Tak Hanya Mengandalkan Otak"
Sumber: Hidayatullah.com
Tanggal:Oktober 1999/Jumadil Akhir-Rajab 1420
JT ada di mana-mana. Bukan saja di Indonesia, tapi di
berbagai negara. Apa kuncinya? Berikut ini wawancara Dadang
K dari Sahid dengan Muhammad Muslihuddin, anggota syuro JT
Indonesia.
Bagaimana sistem organisasinya/manajemen JT?
Ada, cuma tidak seperti yang umum itu, akan nampak
apabila Anda terjun langsung ikut kami. Manajemen kami
terbuka. Ada pembagian tugas atau komando yang jelas, setiap
akan melakukan pekerjaan dilakukan musyawarah.
Saudara-saudara kita yang pergi khuruj ada datanya lengkap,
termasuk posisi perpindahan dari satu tempat ke tempat lain.
Ketika suatu saat keluarganya ada kepentingan, itu bisa
dihubungi.
Kenapa disebut jamaah tabligh?
Nama JT itu nggak ada, orang lain yang menamakan. Dari
asal muasalnya pun tidak ada. Jaman Nabi pun kan tidak ada
namanya, kita ingin seperti itu, sebab kalau kita kasih nama
dan bendera, orang lain punya bendera, wah itu bukan bendera
saya. Tapi kalau bilang kami ini Muslim, pasti semua saudara
kita. Kita tidak merasa ini suatu kelompok atau golongan.
Kita bekerja, dalam hal ini hanya mengendalikan
tertib-tertib dakwahnya.
Pada saat melaksanakan ibadah apakah tidak terjadi
perbedaan yang menyebabkan perselisihan?
Ilmu kita sama dengan yang lain. Teman-teman kita
semuanya silakan belajar kepada ulama yang mumpuni. Dalam
pelaksanaannya tidak mendoktrin harus ini atau itu. Contoh
yang umum, di sini (masjid kebon Jeruk, Jakarta) subuh pakai
qunut, tapi pas kita di Yogya, tidak pakai qunut. Di India
tidak, itu bebas dan tidak menjadi masalah. Yang terlihat
tidak ada warna, semua menyatu saling menghormati,
memuliakan.
Melihat potensi yang besar dari JT, apakah tidak ada
keinginan untuk membuat suatu lembaga seperti pada umumnya?
Justru dengan demikian itu kecenderungan untuk pecah
belah lagi. Kalau kita membentuk satu kelompok/lembaga
berarti ada yang diluar kita, dan itu akan mempersempit
perjuangan. Di kita tidak ada kartu anggota.
Yang kita inginkan jamaah ini besar dan siapa saja boleh
ikut. Itu salah satu siasat kita. Dulu saya juga ada
pemikiran seperti itu, tapi setelah ikut bergabung, ternyata
itu tidak bisa. Itu harus kita singkirkan. Kita berpikir
universal, jangan blok. Cara berpikir seperti itu sudah
ketinggalan jaman. Memang awalnya niatnya baik, tapi setelah
berjalan, banyak konflik. Tapi saya tidak anti, cuma itu
pemikiran saya dan teman-teman yang sudah bergabung dengan
kita.
Bagaimana pengembangan usaha ekonomi?
Kalau iman orang Islam sudah menghunjam dalam hati,
dengan sendirinya akan terbentuk. Bukan saja ekonomi,
kepemimpinan dan lain-lain, setelah dasar-dasarnya kita
miliki. Tapi kalau iman kita masih lemah, berbicara ekonomi
dan menghimpun dana, malah dananya diperebutkan, ha...
haaa.. haa. Di sini tidak menghimpun dana, justru dana kita
korbankan masing-masing untuk di jalan Allah.
Apa hambatan-hambatan ketika melaksanakan dakwah?
Alhamdulillah, semua berjalan dengan baik. Kalau pun ada
hambatan, bukan karena dakwahnya, tapi terkait dengan
politik suatu negeri. Pada umumnya menerima dengan baik.
Dari segi bahasa tidak ada kendala, biasanya ada
penerjemahnya. Hambatan justru dari dalam diri kita dan
keluarga.
Bagaimana cara pembinaan dakwahnya?
Kita datang ke daerah tertentu (masjid) dan kita bina
beberapa orang supaya bisa keluar tiga hari, empat puluh
hari, atau empat bulan. Nanti setelah pulang, ia menjadi
pembina di kampungnya sendiri untuk memakmurkan masjid
dengan dakwah. Orang yang kita bina itu hanya sampai bisa
ikut dengan kita dan tertarik untuk berdakwah. Diharapkan
untuk keilmuannya bisa kerjasama dengan para ulama setempat.
Ternyata ada saja yang ikut. Buktinya, kami berkembang. Kita
beri semangat kepada yang baru bergabung, ini adalah tugas
mulia, dan belajar terus untuk menyampaikan dakwah. Untuk
awalan mungkin belum maksimal dan kaku, tapi setelah belajar
terus nanti juga bisa.
Bagaimana kalau menghadapi orang-orang jahat, katakanlah
preman?
Itu relatif. Justru orang yang semacam itu gampang, mudah
tersentuh. Karena kerja kita ini bukan berkalkulasi dengan
mengandalkan otak, tapi ada kekuatan yang diberikan oleh
Allah. Kalau Allah sudah menghendaki seseorang itu dapat
hidayah, siapa yang bisa menghalangi. Kita hanya mengerjakan
tugas, hasilnya serahkan kepada yang maha berkehendak. Kita
akan mendapatkan sesuatu yang dahsyat, ajaib, yang kita
sendiri tidak tahu.
Kenapa dilarang bicara politik?
Kalaupun dikatakan politik, kita pun berpolitik. Tapi
politik kita cara Nabi, bukan politik yang Anda lihat
sekarang ini. Politik Nabi adalah bagaimana menyelamatkan
seluruh ummat dari neraka jahanam. Bahagia, dan selamat di
dunia dan akhirat. Bukan politik yang mementingkan pribadi
atau kelompok/golongan.
Bagaimana keluarga yang ditinggal khuruj?
Ada dua macam. Kalau keluarga itu sudah faham ya
mendorong. Tapi ada juga keluarga yang belum faham. Itulah
bagaimana pandai-pandai kita memberi pengertian, bahwa ini
misi dakwah. Sekarang sudah ada program keluar bersama
keluarga, jadi bukan suaminya saja. Subhanallah, ini dakwah.
Toh kita tidak sering keluar juga. Dalam sebulan ada
program khuruj 3 hari, ada 40 hari dalam setahun, dan 4
bulan sepuluh hari dalam setahun. Jadi, justru lebih banyak
untuk keluarga. Diusahakan setiap Muslim shalat berjamaah di
mushala atau masjid. Kalaupun nggak, ya dengan keluarga. Ada
tausiah setiap habis shalat.
Kita dari berbagai lapisan masyarakat dan latar belakang
pendidikan. Ada yang pegawai negeri, swasta, pedagang dan
lain-lain. Mereka punya sumber dana yang normal. Tidak boleh
meninggalkan keluarga begitu saja, kita musyawarahkan. Kita
tanya kalau mau keluar, berapa dana yang dimiliki, bagaimana
untuk keluarga, kalau tidak ada, ya tidak bisa memenuhi
syarat. Keputusan pimpinan hasil musyawarah untuk menunda
khuruj diambil hikmahnya. Mungkin suatu saat ada kesempatan
lagi. Mereka yang bekerja, sekolah, harus dapat izin dulu.
Masalah dana, semampunya masing-masing, kalau hanya cukup
untuk khuruj tiga hari, ya tiga hari. Kalau cukup untuk
empat puluh hari ya silakan. Setiap diri dituntut untuk
berdakwah, ini perintah Allah. Baik pedagang, sopir, dosen.
Tapi ada waktu-waktu yang secara penuh untuk berdakwah.
Waktu-waktu itulah yang kita harus relakan, ikhlaskan untuk
berdakwah.
JT banyak menekankan ibadah sunah, misalnya pakaian dan
memelihara jenggot?
Memang, hal-hal sunah banyak kita kerjakan, itu salah
satu program saja. Dalam prakteknya, kita tidak katakan
memelihara jenggot ini sunnah, memakai siwak ini sunah dan
lain-lain. Kita ceritakan saja hal-hal yang berkaitan dengan
fadilah-fadilah sunah yang sering dilakukan Nabi. Tapi
bagaimana ia memahami, itu silakan masing-masing. Kalau
ditekankan nanti ada konflik, misalnya Anda harus pakai
sorban, sementara Anda bekerja di kantor, nanti banyak
mengundang pertanyaan dan lain-lain. Biasa saja, harus bisa
menyesuaikan, kalau menuntut pakai jas atau dasi, ya
pakailah. Jadi, bukan karena asalnya dari India lantas kita
pakai sorban, yang jelas ini sunnah.
Berapa anggota JT di Indonesia?
Kita tidak tahu jumlah pastinya, itu bukan prioritas.
Anda bisa melihat setiap pertemuan di markas di setiap kota,
kira-kira jumlahnya dua atau tiga ribuan orang yang hadir.
Anggota kita adalah semua orang Islam, cuma mereka belum
merasa menjadi anggota, padahal kita merasa satu anggota.
Barangkali ada anggota aktif dan belum. Tugas yang aktif ya
mengaktifkan yang belum aktif.
|