Kasus Tenaga Kerja Wanita di Saudi Arabia
Subject: [mus-lim] Pemahaman yang sangat menyimpang
Date: Thu, 2 Mar 2000 15:39:01 EST
From: MSali95949@aol.com
Reply-To: mus-lim@isnet.org
To: imsa@imsa.nu, mus-lim@isnet.org
Assalamualaikum,
Dalam jawabannya terhadap suatu pertanyaan yang diajukan
kepadanya, Gus Dur kembali menyampaikan omongan yang tidak
berdasar, baik dari sudut syar'i juga dari sudut fakta di
lapangan (lihat potongan
berita dari Suara Merdeka di bawah ini).
Gus Dur mengatakan bahwa terjadinya pemerkosaan di Saudi
diakibatkan oleh pemahaman orang-orang Saudi yang menilai
bahwa pembantu Rumah Tangga adalah budak wanita (amatun).
Dengan kata lain, menurut Gus Dur, bagi orang Saudi
melakukan hubungan dengan pembantunya adalah legal, karena
mereka menerapkan hukum Islam kuno, di mana budak wanita
dapat digauli begitu saja.
Kekeliruan Gus Dur pertama adalah tidak memahami secara
kaaffah ruh syariat dalam perihal perbudakan. Selama ini,
kata budak wanita dalam Al Qur'an disebut dengan dua
istilah:
Pertama, jika budak itu disebutkan secara umum
bukan dalam konteks hubungan suami-isteri (seksual), maka ia
disebut "AMATUN" (wa laamatun mu'minatun khaerun min
musyrikatin walaw a'jabatkum" (Al Baqarah: 221).
Kedua, jika budak itu disebut dalam konteks
hubungan seksual, maka ia disebut "Milkul yamiin" (Aw maa
malakat aemaanukum) di S. an Nisa: 4 misalnya.
Dari kedua penyebutan di atas jelas, bahwa dalam Islam
seandainya memang ada budak, tak akan dibenarkan untuk
digauli sampai terjadi proses hukum yang disebut "NIKAH".
Jika seorang "AMATUN" tadi dinikahi maka secara otomatis
akan berubah statusnya menjadi "Milkul-yamin" (milik tangan
kanan, yang dapat diartikan dimiliki secara sah), yang
sebenarnya statusnya bukan lagi budak, tapi isteri sah dari
bekas tuannya.
Contoh terdekat dari kasus ini adalah Ibrahim. Hingga
saat ini, orang-orang Yahudi masih memandang rendah
orang-orang Arab, karena dianggap keturunan budak.
Maklumlah, Ismail itu adalah anaknya "HAJAR" yang merupakan
hadiah "budak perempuan" (amataun) dari seorang raja untuk
Ibrahim. Namun setelah diizinkan oleh Sarah untuk dinikahi,
statusnya berubah dari budak/amatun menjadi milkul yamiin
atau perempuan yang dimiliki secara sah atau isteri.
Penjelasan ini sesuai dengan ruh Islam yang datang dengan
tujuan, salah satunya, membebaskan perbudakan di atas bumi
ini. Salah satunya dengan menganjurkan kepada para tuan
untuk mengawini budaknya sehingga secara otomatis terbebas
dari perbudakan.
Nah, dengan demikian, jelas sekali bahwa pemahaman Gus
Dur terhadap ayat-ayat Al Qur'an sangat parsial.
Kekeliruan kedua GD adalah mengatakan bahwa perkosaan
disebabkan karena anggapan orang Arab yang salah di atas.
Saya berani mengatakan, ucapan ini adalah ungkapan yang
tidak berdasar serta 100% keliru. Saya pernah tinggal di
Saudi kurang lebih 3 tahun. Sebagai orang yang bekerja di
Kantor Da'wah, dan banyak berhubungan dengan masyarakat,
saya tahu persis apa sesungguhnya yang terjadi di kalangan
TKW kita.
Pertama, tidak ada jaminan hukum bagi pekerja
informil.
TKW dalam hubungan antar bangsa diangap sebagai pekerja
informil. Ternyata, pembantu rumah tangga Indonesia belum
memiliki jaminan hukum yang menjamin hak-haknya. Baik di
pihak Saudi Arabia maupun Indonesia. Sehingga, jika terjadi
pelanggaran, tidak ada kewajiban formal apapun bagi pihak
pemerintah manapun untuk bertanggung jawab, baik pemerintah
Saudi maupun Indonesia. Itulah sebabnya, beberapa kali kita
lihat pekerja kita punya masalah, namun pihak KBRI tidak
tahu menahu, karena memang, secara formal tidak ada
kewajiban pemerintah setempat untuk memberitahu pemerintah
Indonesia.
Ini salah satu penyebab sehingga para majikan itu leluasa
untuk memperlakukan pembantu rumah tangganya.
Kedua, ketertutupan.
Kita tahu bahwa tradisi kehidupan di Saudi sangat
tertutup. Sehingga banyak kejadian-kejadian yang sebenarnya
dapat diantisipasi sebelum mencapai bahaya besar, namun
tidak dapat dilakukan karena ketertutupan tersebut.
Ketiga, Tidak adanya penyesuaian.
Kehidupan orang-orang Arab adalah tertutup dari kebiasaan
"tabarruj". Beberapa TKW kita ternyata belum mampu
menyesuaikan diri dengan kebiasaan hidup ini. Sehingga
seringkali dianggap pancingan oleh majikannya.
Keempat, dalam beberapa kasus memang moral
orang-orang Arab sangat bejat. Adanya TKW di sekelilingnya
terkadang dijadikan pelampiasan dari ketertutupan tadi.
Kelima, ada juga memang dilakukan secara rela oleh
TKW kita. Ini diakibatkan karena kehidupan yang tertutup
tadi dengan fasilitas tontonan yang cukup memadai, film-film
dari Israel mudah dijangkau di Saudi hingga di Mekah
sekalipun. Apalagi, banyak di antara TKW ini yang sudah
bersuami lalu berpisah bertahun-tahun dengan suaminya. Dapat
dibayangkan, bagaimana naluri kewanitaannya tersebut.
Demikian seterusnya, saya kira para pembisik Gus Dur
perlu membisiki segera Gus Dur tentang hal ini. Supaya Gus
Dur dapat tahu bagaimana ngomong yang benar.
Wassalam,
M. Syamsi Ali
New York
(Artikel Asli,
Versi ANTARA,
Tanggapan,
Tanggapan Balik)
|