| |
|
JAWABAN SINGKAT TERHADAP PERTANYAAN SEPUTAR MASALAH KEDOKTERAN Dr. Yusuf Qardhawi (1/2) Pertanyaan-pertanyaan berikut ini cukup menggoda pikiran dokter-dokter muslim, khususnya yang bertugas di negara non-lslam. Maka dalam hal ini, kami memerlukan jawaban secara singkat agar mudah merincinya. A. Wanita dan Kelahiran Pertanyaan: Apa yang harus diucapkan saat bayi dilahirkan? Jawaban: Diazani pada telinga kanannya seperti azan untuk shalat, sebagaimana yang dilakukan Nabi saw. ketika Hasan anak Fatimah dilahirkan, agar kalimat pertama yang masuk ke telinganya adalah kalimat takbir dan tauhid. Pertanyaan: Apakah bayi yang gugur wajib dishalati? Jawaban: Bayi yang gugur tidak perlu dishalati kecuali jika ia lahir dalam keadaan hidup, meskipun hanya beberapa menit. Pertanyaan: Sebagian orang beranggapan bahwa menggugurkan kandungan diperbolehkan asalkan janin belum berusia tiga bulan. Apakah pendapat ini benar? Apa yang harus dilakukan orang yang membantu menggugurkan kandungan yang belum berusia tiga bulan, kalau pada waktu itu ia belum mengerti hukumnya? Apakah ia harus membayar kafarat pembunuhan suatu jiwa karena perbuatannya itu? Jawaban: Pada dasarnya --menurut pendapat yang saya pandang kuat-menggugurkan kandungan tidak diperbolehkan kecuali karena udzur. Apabila dilakukan sebelum kandungan berusia empat puluh hari, maka hal itu masih ringan, lebih-lebih jika udzur (alasannya) kuat. Adapun setelah kandungan berusia lebih dari empat puluh hari yang ketiga (yakni 120 hari) maka tidak boleh digugurkan sama sekali. Pertanyaan: Bagaimana hukum memasang alat-alat kontrasepsi pada wanita dan laki-laki untuk mencegah kehamilan, baik terhadap kaum muslim maupun terhadap orang nonmuslim? Jawaban: Tidak boleh, karena hal itu berarti mengubah ciptaan Allah, serta termasuk perbuatan dan penghias setan. Kecuali dalam keadaan sangat darurat, misalnya jika kehamilan membahayakan si ibu, sedangkan cara penanggulangan lainnya tidak ada. Maka hal ini merupakan darurat individual yang jarang terjadi, dan diukur dengan kadarnya, serta tidak boleh dijadikan kaidah umum. B. Masalah Amaliah Pertanyaan: Bolehkah melakukan shalat sementara di pakaian terdapat darah? Jawaban: Boleh, apabila darahnya hanya sedikit, atau sukar dibersihkan, karena menurut kaidah: "segala sesuatu yang sulit dipelihara, maka ia dimaafkan." Pertanyaan: Bolehkah melakukan shalat jika kesulitan mengetahui arah kiblat? Jawaban: Apabila ia telah berusaha mencarinya tetapi belum juga dapat mengetahui arah kiblat, atau yang mendekatinya, maka bolehlah ia menghadap ke arah mana saja. Dalam hal ini Allah berfirman: "Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemana pun kamu menghadap, disitulah wajah Allah ..."(al-Baqarah: 115) Pertanyaan: Bagaimana hukum menjama' shalat apabila seorang dokter sangat sibuk misalnya ketika menghadapi persalinan? Jawaban: Dia boleh menjama shalat zuhur dengan asar, atau shalat magrib dengan shalat isya', baik dengan jama taqdim maupun jama ta'khir, mana yang dianggap mudah baginya, yaitu dengan jama saja tanpa diqashar. Memperbolehkan menjama karena udzur adalah mazhab Imam Ahmad, berdasarkan hadits Ibnu Abbas dalam kitab sahih (Muslim) . Pertanyaan: Bagaimana hukum mengusap kaos kaki? Jawaban: Enam belas orang sahabat Nabi saw. memperbolehkan mengusap kaos kaki dengan syarat pada waktu memakainya harus dalam keadaan suci. Orang yang mukim (berdomisili di kampung halaman) boleh mengusap kaos kaki selama semalam, dan bagi musafir selama tiga hari tiga malam. Pertanyaan: Bagaimana cara mandi jinabat apabila terdapat air tetapi tidak dijumpai tempat untuk mandi, misalnya setelah persalinan? Jawaban: Dalam kondisi seperti ini air dianggap tidak ada menurut hukum, meskipun sebenarnya ada, sebab yang dijadikan acuan ialah dapat mempergunakannya. Sedangkan dalam kondisi seperti ini kemampuan untuk mempergunakannya tidak ada. Oleh karena itu bolehlah ia bertayamum. Pertanyaan: Bolehkah melakukan shalat di sekitar pancuan air jika hanya tempat itu satu-satunya tempat yang cocok, khususnya di negara-negara Barat? Jawaban: Keadaan darurat mempunyai hukum tersendiri. Dalam suatu hadits Rasulullah saw. bersabda: "Dan bumi itu dijadikan untukku sebagai tempat sujud (tempat shalat)." [HR Bukhari dalam "ash-Shalah," juz 1, hlm. 533, hadits nomor 438; dan Muslim dalam "al-Masajid," juz 1, him.370, hadits nomor 521 dan 522.] Pertanyaan: Apakah bersentuhan dengan suster (perawat atau dokter perempuan) sebagaimana yang biasa terjadi membatalkan wudhu, lebih-lebih jika wanita itu musyrikah? Jawaban: Menurut pendapat yang rajih (kuat), bersentuhan dengan wanita tanpa syahwat tidaklah membatalkan wudhu. Pertanyaan: Apa yang harus dilakukan oleh dokter muslim apabila tampak olehnya bahwa temannya atau direkturnya menghisap/meminum benda-benda memabukkan? Jawaban: Menggunakan metode yang paling bijaksana dan paling lemah-lembut untuk menghilangkan kemunkaran tersebut, menurut kemampuannya, dan hendaklah ia menganggap dirinya sedang menghadapi pasien yang menderita penyakit tertentu. Di samping itu, hendaklah meminta tolong kepada setiap ahli pikir agar dapat memecahkan masalah tersebut secara bijak. Pertanyaan: Apa yang menjadi kewajiban kita dalam menghadapi masalah menutup aurat orang sakit dan anggota tubuhnya yang terbuka bukan dalam keadaan darurat, apakah kita menganjurkan kepadanya? Jawaban: Ini merupakan sesuatu yang wajib disebarluaskan agar diketahui setiap muslimah dan dilakukan mana yang lebih positif, kecuali dalam keadaan darurat, meskipun kebolehan karena darurat haruslah diukur dengan kadar kedaruratannya. Pertanyaan: Bagaimana hukum mempergunakan alkohol yang bersih untuk kulit? Jawaban: Tidak apa-apa, ia bukan khamar yang diharamkan, karena khamar sengaja disiapkan untuk diminum. Dalam hal ini ada fuqaha yang menganggap najisnya khamar adalah najis maknawiyah, bukan najis hissiyyah (menurut pancaindra), dan ini merupakan pendapat Rabi'ah --guru Imam Malik-- dan lain-lainnya. Dalam kaitan ini, Lembaga Fatwa di al-Azhar sejak dulu memperbolehkan penggunaan alkohol untuk kepentingan tersebut. Adapun Sayid Rasyid Ridha mempunyai fatwa yang terinci dan argumentatif tentang kebolehannya. Silakan mengkaji fatwa-fatwa beliau. C. Pada Waktu Seseorang Meninggal Dunia Pertanyaan: 1. Apa yang harus diucapkan terhadap orang sakit yang hampir meninggal dunia? 2. Apa yang harus diucapkan terhadap keluarganya untuk menyabarkan mereka? 3. Apa yang harus dilakukan dokter tepat ketika si sakit meninggal dunia? 4. Bagaimana hukum transplantasi (pencangkokan) organ tubuh dari orang hidup atau dari orang mati? 5. Apakah definisi mati "ketika si sakit masih bernapas dengan pernapasan buatan dan jantungnya masih berdenyut hanya karena perantaraan obat perangsang," berarti kematian bagian utama otak (brain stem) sebagaimana yang ditetapkan dokter-dokter dari Barat? Jawaban: Saya telah menjelaskan masalah-masalah yang ditanyakan di atas dalam fatwa-fatwa sebelum ini, karena itu dipersilakan membacanya kembali. [Lihat fatwa tentang "Eutanasia," "Seputar Pencangkokan Organ Tubuh," serta "Hak dan Kewajiban Keluarga dan Teman-teman Si Sakit."] ----------------------- (Bagian 1/2, 2/2) Fatwa-fatwa Kontemporer Dr. Yusuf Qardhawi Gema Insani Press Jln. Kalibata Utara II No. 84 Jakarta 12740 Telp. (021) 7984391-7984392-7988593 Fax. (021) 7984388 ISBN 979-561-276-X |
|
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota |