Tiga Kali, Bukan Empat
(Istambul, 29 Juli, 1980)
Udara di Istambul amat lembab dipenuhi dengan uap air.
Saat itu, aku sedang melakukan pertempuran lalu-lintas
dengan menggunakan mobil, dan kedua kaki yang mulai
kesakitan. Aku berencana mengunjungi beberapa teman yang aku
sempat hubungi lewat telepon.
Aku tekan tombol bel pintu, dan sekali sebentar kemudian
aku tekan yang ketiga kalinya, namun tetap tidak ada yang
membalas. Aku berputar untuk kembali dengan tenang, aku
tidak ingin menekan bel yang keempat kalinya karena itu
tidak boleh.
Kebiasaanku berlaku seperti itu, tanpa sadar telah
mengikuti Sunnah Rasulullah saw., padahal aku lakukan itu
semata mengikuti tradisi di negeri Islam. Etika tersebut
dapat disandarkan pada hadits yang mengatur norma-norma
etika, seperti dalam kitab susunan al-Bukhari, kitab ke-74.
Kitab itu berisikan sekumpulan hadits-hadits dan terkenal
dengan nama Shahih al-Bukhari.
Pada hadits nomor 261, yang diriwayatkan oleh Malik bin
Anas bahwa Nabi Muhammad saw. ketika meminta izin untuk
masuk, hanya mengucapkan salam sebanyak tiga kali, tidak
lebih. Jika pintu tetap tertutup, maka Nabi dapat
berkesimpulan bahwa tuan rumah sedang pergi, atau mereka
enggan menerima tamu.
Ini hanyalah satu dari sekian contoh yang menunjukkan
atas Sunnah Nabi Muhammad saw. yang lebih tertransformasi
menjadi perilaku hidup umat seluruhnya. Tiap kali aku
mempelajari kumpulan hadits-hadits yang tebal, terutama
hadits-hadits yang dikumpulkan oleh Bukhari dan Muslim, aku
menemukan hakikat-hakikat sosiologi baru. Dan aku menyadari
betapa besar kekayaan peradaban Islam.
(sebelum,
sesudah)
|