Etika Muamalah Islam
(Istambul, 22 Juli 1980)
Ketika aku mendatangi lokasi pasar tertutup Istambul
Timur (al-Kabali Syarasy), aku berhenti sebentar di depan
tempat penjualan hadiah-hadiah suvenir. Saat itu tidak ada
seorang penjaga pun, tiba-tiba penjaga toko sebelah
menghampiriku, dan menawarkan barang-barang milik tetangga
tokonya itu --tidak berusaha membujukku untuk membeli di
tempatnya, dan tidak berusaha menjual demi
keuntungannya.
Di tempat lain, aku membayar tunai harga baju kulit yang
telah dibuatkan bonnya dan akan dikirirnkan kepadaku
sesampaiku di Jerman --aku tahu, aku akan menerima barangku
itu, meskipun aku sama sekali belum pernah menjumpai
pedagang itu sebelumnya.
Pada kesempatan lain, istriku meminta pedagang perhiasan
untuk menentukan harga permata murni miliknya. Pedagang itu
kemudian mengambil perhiasan tersebut dan menghilang ke
dalam selama setengah jam. Selama itu, ia menghubungi
temannya yang lebih berpengalaman darinya dalam masalah
perhiasan --dan kami tidak merasa gelisah, karena kami
percaya bahwa kami akan mendapatkan kembali permata
tersebut, bukan gantinya.
Bagaimana menjelaskan prinsip-prinsip etika muamalah ini;
seorang pedagang bersikap mementingkan pedagang lain,
bukannya menampakkan dorongan kompetisi berdarah? Apakah
sikap ini telah meningkat ke dalam dunia kasat mata di pasar
Timur? Ataukah etika ditanamkan oleh prinsip-prinsip akhlak
yang mulia lainnya yang berkembang pada kelompok-kelompok
profesi dalam era sistem pemerintahan yang lama?
Ataukah ia adalah hasil mazhab Qadariyyah dalam memandang
proyek ekonomi? Atau ungkapan dari rasa persaudaraan kuat
yang tercermin dalam dunia usaha?
Etika muamalah Islam dihiasi muatan hakiki. Anda akan
menyesal meletakkan sistem perekonomian Islam hanya sebagai
alternatif pengganti. Meskipun etika semacam ini banyak kita
temukan --terutama yang berkaitan dengan sistem bank
nirlaba-- namun kita tidak menemukan satu pun contoh sistem
dunia usaha yang bercorak Islam secara utuh.
Salah satu sebab utama keadaan ini adalah tidak adanya
sistem formal muamalah Islam yang telah tersusun dan
sempurna, seperti bentuk Undang-Undang Dasar Republik
Persatuan Jerman dan Undang-Undang Amerika Serikat.
Al-Qur'an dan al-Hadits telah menggariskan, dalam banyak
tempat, nilai-nilai pokok kerangka sistem ekonomi pasar yang
bersendikan kepemilikan pribadi dan tanggung jawab
sosial.
Sedangkan kaidah-kaidah yang lebih terperinci yang telah
ada, cakupannya hanya terbatas dalam masalah transaksi dan
penentuan pajak, yang melarang riba dan muamalah yang
mengandung unsur perjudian/spekulasi.
Oleh karena itu, kita bisa menemukan substansi etika
muamalah Islam dalam perintah-perintah moral Al-Qur'an yang
berhubungan dengan masalah tersebut. Ia tidak banyak berbeda
dengan dasar-dasar perekonomian Kristen.
Sebenarnya, kita temukan bahwa Islam mampu melakukan
perbaikan-perbaikan dalam perilaku dunia usaha.
Setidak-tidaknya dengan melakukan perbaikan pelaku usaha
tersebut. Karena pada akhirnya yang terpenting bukanlah
sistem, namun rasio ekonomi, moralitas produsen, konsumen,
grosir, dan pengecer yang mempunyai rasa kesetiakawanan
sosial.
(sebelum, sesudah)
|