|
PRAKATA (2/3)
Jerih payah sejarawan dan masa
Umar
Politik demikian ini yang diterapkan oleh Umar terhadap
kedaulatan yang baru tumbuh itu. Jadi sudah wajar jika
selama berabad-abad ini Muslimin di segenap penjuru dunia
selalu mengenangnya, dan dengan ketenangan yang penuh rasa
hormat. Memang itu yang mereka lakukan dan masih akan terus
selalu demikian. Itu sebabnya, kalangan sejarawan dan para
penulis banyak yang menulis tentang Umar melebihi
khalifah-khalifah yang lain, memuji dan membelanya dengan
segala cara. Semangat mereka tidak berkurang untuk itu
kendati Umar tidak mempunyai kelompok yang sengaja hendak
menonjol-nonjolkannya dan orang membelanya dengan segala
cara untuk menyanjungnya. Di kalangan sejarawan dan
penulis-penulis biografinya ada yang begitu mengagungkannya
sehingga mereka menambah-nambahkan hal-hal yang suah
mirip-mirip mukjizat, yang lazimnya hanya khusus untuk para
nabi, sekalipun apa yang mereka sebutkan itu tak dapat
mereka buktikan. Sebenarnya Umar sendiri sudah tidak
memerlukan penambahan apa-apa lagi ke dalam biografinya. Apa
yang dikerjakan dan sudah diselesaikankannya pada masanya
itu oleh kritik sejarah sudah diakui. Dalam gelanggang
sejarah ia merupakan sebuah istana yang menjulang tinggi dan
tegak untuk selamanya.
Sekiranya penulis-penulis sejarah dahulu tidak
menambah-nambahkan segala mukjizat itu ke dalam biografi
Umar, rasanya penelitian yang dilakukan orang yang datang
kemudian sudah cukup dan tak perlu dipertanyakan lagi
keabsahannya. Dengan semua itu, penghargaan orang kepada
Umar dan kepada hasil kerjanya yang cemerlang tidak akan
berkurang. Saya rasa segala yang tak dapat diterima akal dan
kritik sejarah, sebaiknya kita tinggalkan. Di samping itu
saya terpaksa harus memperkuat beberapa peristiwa yang
kejadiannya agak sukar dapat diterima akal. Tetapi karena
banyaknya sejarawan yang saling memperkuat sumber-sumber
demikian secara berturut-turut, keputusan mereka mau tak mau
kita terima. Mengapa tidak harus saya terima, padahal
ternyata dari peristiwa-peristiwa itu sosok Umar tampak
lebih jelas, di antaranya ada yang berhubungan dengan
strategi perang dan politik administrasi negara yang
dijalankannya. Tetapi saya masih berusaha sedapat mungkin
untuk membuat penafsiran atas segala peristiwa itu sesuai
dengan metode yang lebih ilmiah. Harapan saya terutama,
kiranya usaha saya ini dapat mencapai sasaran.
Hanya saja kesulitan dalam mengadakan penelitian dan
penafsiran mengenai biografi Umar ini bukan satu-satunya
yang dihadapi oleh seorang peneliti dalam buku-buku lama.
Kita akan melihat bahwa penulispenulis dahulu juga
kadang sangat jauh berbeda pendapat mengenai suatu peristiwa
sehingga dapat membingungkan. Di samping itu para sejarawan
itu begitu panjang lebar menguraikan beberapa kejadian
sampai begitu terinci, sementara yang lain meringkaskannya
demikian rupa sehingga hampir tidak jelas apa yang dimaksud.
Saya ambil sebagai contoh, Tabari, Ibn Asir dan Balazuri
misalnya. Mereka berbicara tentang perang di Irak panjang
lebar sehingga hampir semua gerak gerik para pahlawan
peristiwa itu diperlihatkan. Tetapi begitu berpindah ke soal
politik dan administrasi negara, pembicaraan itu singkat
sekali, tidak seimbang dengan panjangnya pembicaraan tentang
yang pertama. Para sejarawan itu juga tak seberapa merinci
tatkala berbicara tentang pembebasan Syam, kendati apa yang
mereka lakukan itu memang sudah sesuai dengan tugas mereka.
Berbeda dengan pembicaraan mereka mengenai Mesir yang
demikian singkat barangkali cukup jika pembaca bersama-sama
dengan saya melihat bahwa mengenai perang Kadisiah saja
misalnya Tabari menyediakan tempat khusus sampai lebih dari
60 halaman, berbicara mengenai pembebasan Mada'in
(Ctesiphon) 12 halaman, tetapi mengenai pembebasan seluruhh
Mesir tak lebih dari hanya lima halaman.
Saya tidak meragukan bahwa perang Kadisiah dalam
penulisan sejarah harus mendapat perhatian yang paling
besar, sebab inilah yang membuka jalan pasukan Muslimin
kembali k Irak - setelah mereka dikeluarkan dari sana oleh
pasukan Persia - setelah itu jalan pun terbuka ke Mada'in
dan kemudian ke seluruh Persia. Sungguhpun begitu pembebasan
Mesir tidak kurang pentingnya dari pembebasan Irak dan
Persia, sehingga patut sekali para sejarawan itu memberikan
perhatian untuk menunjang pekerjaan mereka lebih
sempurna.
Sebenarnya kita dapat memahami sikap para sejarawan itu.
Mereka sudah mencatat sumber-sumber sejauh yang dapat mereka
ketahui, atau mungkin juga karena perhatian mereka lebih
tercurah ke negeri-negeri tempat mereka berada daripada ke
negeri-negeri yang jauh. Dalam hal ini tentu tidak perlu
saya menuntut alasan dari mereka atau mengkritik cara-cara
mereka. Jarak yang memisahkan kita dari mereka sudah sekian
abad lamanya, dan orang yang menulis sejarah dewasa ini
sudah berusaha demikian rupa mengenai masa yang sudah silam
itu. Oleh karena itu cepat-cepat harus saya katakan bahwa
bagi seorang sejarawaan tidak seharusnya akan kekurangan
bahan dalam menutupi segala kekurangan itu. Apa yang ditulis
secara ringkas oleh Tabari, Ibn Asir, Ibn Khaldun, Balazuri
dan Ibn Kasir, dari penulis-penulis lain kita akan
mendapatkannya lebih terinci, yang dapat kita pergunakan
sekehendak kita. Saya sudah menyinggung sejarah pembebasan
Mesir yang mereka tulis secara ringkas, tetapi dalam
buku-buku lain peristiwa yang sama ditulis orang sangat
terinci. Ibn Abdul Hakam, Suyuti dan lbn Tagri Bardi
menulisnya panjang lebar seperti yang ditulis Tabari
mengenai Irak itu. Buku-buku yang ditulis selain dalam
bahasa Arab juga memberikan penjelasan yang cukup terang
bagi seorang sejarawan mengenai sejarah pengembangan Islam
dan kedaulatan lslam. Menelaah secara cermat segala
peristiwa itu dengan memperbandingkannya dengan yang ditulis
kalangan sejarawan dalam berbagai bahasa, metode dan
kecenderungan masing-masing akan sangat membantu dalam usaha
kita mencari kebenaran. Ditambah lagi jasa
sejarawan-sejarawan modern, di Timur dan Barat dalam
membahas dan meneliti buku-buku yang ditulis para ahli
sejarah sebelum mereka, kemudian hasilnya mereka sajikan
dalam bentuk yang sesuai dengan pemikiran dan apresiasi
dewasa ini. Mengenai bahan sejarah, rasanya sudah cukup
banyak. Seorang peneliti tak akan tersendat-sendat dalam
mengambil manfaat dari segi yang diinginkannya untuk dibahas
dan kemudian disampaikan kepada pembaca apa yang
dipandangnya benar itu.
Setiap sejarawan mempunyai pilihannya sendiri dengan
perhatian yang lebih banyak pada bahan yang menjadi bidang
studinya; yang di luar itu hanya akan dijadikan acuan
studinya itu. Seorang sejarawan yang mengkhususkan diri
untuk menelaah suatu kurun waktu tertentu dari berbagai
seginya, kurun waktu itu akan dibagi dan dijadikan studi
tersendiri, sekalipun untuk waktu pendek, yang adakalanya
sampai menjadi satu jilid tersendiri atau beberapa jilid.
Jika semua bidang ini akan diringkaskan, maka ikhtisarnya
itu akan lebih menyerupai studi filsafat sejarah daripada
sejarah itu sendiri.
Untuk lebih menjelaskan apa yang sudah diuraikan di atas,
kita ambil sebagai contoh topik mengenai Umar misalnya.
Seorang sejarawan adakalanya merasa lebih tertarik pada
pribadi Umar dan ia akan mencurahkan segala perhatiannya
pada tokoh itu, dan segala yang terjadi dalam lingkungan dan
zamannya dijadikan sarana untuk lebih memperjelas sosoknya.
Kadangkala ada yang merasa lebih tertarik pada masa Umar
dari segi ekonominya atau segi sosial atau di luar kedua
segi itu, atau pengaruh Umar dari segi tertentu yang oleh
sejarawan dijadikan sasaran studinya. Tiap segi itu
memerlukan perhatian khusus untuk dibahas, yang dapat
memperlihatkan sebuah hidangan menarik yang sifatnya
menghibur dan sekaligus memberi manfaat. Kehidupan
masyarakat Arab dari segi moral pada masa Umar merupakan
studi yang cukup luas, yang akan memberikan gambaran kepada
pembaca bagaimana kehidupan itu terpengaruh oleh
perkembangan-perkembangan ekonomi, politik, sosial dan agama
sebelum dan pada masa itu, dan kepustakaan ilmu pengetahuan
pun akan diperkaya dengan ilmu dan budaya yang sekaligus
menghibur dan memberi manfaat besar.
Kehidupan berpikir
Seperti dalam Sejarah Hidup Muhammad dan Abu Bakr
as-Siddiq, dalam buku ini juga saya akan membahas beberapa
segi kehidupan budaya Arab masa itu, yang saya rasa
pembahasan dalam buku ini akan melengkapi apa yang sudah
saya kemukakan itu. Dalam hal ini saya tidak akan
membahasnya lebih luas, karena memang bukan itu yang saya
maksud, tetapi sekadar ingin memenuhi tujuan itu. Apa yang
saya maksud dengan menulis buku-buku itu sudah saya jelaskan
dalam pengantar masing-masing buku tersebut. Dalam prakata
Sejarah Hidup Muhammad sudah saya sebutkan bahwa sementara
sedang diusahakan kerja sama ilmiah antara Timur dengan
Barat yang seharusnya akan membawa hasil yang sangat
bermanfaat, tiba-tiba ada sekelompok pemuka gereja-gereja
Kristen dan penulis-penulis Barat yang tidak lagi dapat
menahan diri mengecam Islam dan Muhammad. dan imperialisme
pun dengan segala kekuatannya mendukung pula tindakan itu
atas nama kebebasan menyatakan pendapat. Dalam waktu yang
bersamaan pemuka-pemuka Muslimin sendiri yang jumud - yang
berpikiran beku - mendukungnya pula, dan siap menentang
siapa saja yang melawan kedua golongan itu. Saya melihat
kejadian demikian ini di negeri-negeri Islam bagian timur,
bahkan di seluruh kawasan Islam. Juga saya perhatikan tujuan
mereka yang hendak menghilangkan jiwa idealisme di negeri
ini dengan jalan membungkam kebebasan menyatakan pendapat
dan kebebasan mengadakan penelitian demi mencari kebenaran.
Saya rasa sudah menjadi kewajiban saya menghadapi hal ini,
yang rasanya sudah tak dapat dielakkan lagi itu. Maka
langkah saya untuk itu mengadakan studi tentang kehidupan
Muhammad, pembawa misi Islam ini, dengan menghadapi segala
kecaman pihak Kristen di satu pihak, dan di pihak lain
menghadapi kebekuan berpikir beberapa pemuka Islam sendiri -
dengan tujuan hendak mengadakan studi ilmiah untuk mencari
kebenaran demi kebenaran semata. Dan studi demikian
seharusnya. akan mengantarkan umat manusia kepada kebudayaan
yang selama ini menjadi cita-citanya.
Dalam Abu Bakr as-Siddiq saya mulai dengan studi tentang
Kedaulatan Islam serta sebab-sebab kemegahannya dan kemudian
kemundurannya, karena Kedaulatan ini dibangun atas dasar
ajaran-ajaran Nabi dan tuntunannya, dan karena bangsa-bangsa
yang sudah digodok oleh Kedaulatan ini sesudah mengalami
kemunduran, semua masih berhubungan dengan Islam, yang
kebanyakan masih berhubungan dengan peradaban Arab. Selama
masih ada Islam dan masih ada bahasa Arab, pertaliannya
dengan masa lampau tak dapat dipisahkan. Dalam mengadakan
reorganisasi pertalian ini besar sekali artinya bagi umat
manusi. Untuk melangkah ke arah itu tak ada jalan lain
selain harus mengetahui adanya pertalian bangsa-bangsa itu
di masa lampau. Tetapi untuk mengadakan reorganisasi ini
juga tak ada jalan lain kecuali dengan harus mengetahui
hubungan bangsa-bangsa itu di masa lampau, dan dengan
mengetahui masa lampau itulah langkah kita untuk mengadakan
diagnosis masa kini dan reorganisasi masa datang.
Buku mengenai Umar ini merupakan seri ketiga dalam
rangkaian biografi ini. Tetapi seri ini berbeda dengan kedua
buku sebelumnya, juga kedua seri itu satu masing-masing
berbeda dan perbedaannya jelas sekali. Dengan berbiaknya
ketiga seri itu masing-masing dari yang sebelumnya, tak
ubahnya seperti akar yang bersemai dari benih, kemudian
keluar batang yang tersembul dari akar, lalu
bercabang-cabang. Adakalanya cabang-cabang tadi menjadi layu
namun batangnya tetap hidup dan tegak kuat, bahkan
adakalanya batang itu pun menjadi kering tetapi akarnya
tetap sehat dan mampu menumbuhkan batang baru yang lebih
kuat dan cabang-cabang yanc lebih segar. Kalaupun Kedaulatan
Islam itu sudah layu, namun Islam yang melahirkannya tetap
mampu melahirkan suatu kesatuan umat yang besar sejalan
dengan zaman dan sistemnya.
Dengan menggambarkan tumbuhnya Kedaulatan Islam yang
pertama itu saya dituntut mengadakan pembahasan dari
pelbagai segi kehidupan di Semenanjung dan negeri-negeri
yang telah dibebaskan oleh Muslimin yang mula-mula itu.
Tetapi dalam melihat semua ini saya akan membatasi pada apa
yang menjadi tuntutan terbentuknya Kedaulatan ini.
Sungguhpun sudah dibatasi demikian, rasanya hal ini tidak
mudah, karena saya harus dapat melukiskan - kendati
seringkas mungkin - kehidupan ekonomi, politik dan sosial di
negeri-negeri Arab. Lukisan demikian adakalanya lebih
diringkaskan lagi di negeri-negeri yang baru dibebaskan.
Dalam rangkaian kedua buku terdahulu saya sudah berusaha
melukiskannya, kemudian saya coba pula dengan lebih luas
dalam buku ini, terutama yang berhubungan dengan peranan
Persia dan Rumawi. Yang sangat saya harapkan tentunya,
kiranya ikhtisar ini tidak akan mengurangi gambaran yang
ingin saya sampaikan kepada pembaca.
Ketiga seri yang mencatat sejarah tumbuhnya Kedaulatan
Islam dan dunia Islam ini melukiskan dalam sejarah dunia
suatu kurun waktu yang sudah tentu merupakan kurun waktu
paling cemerlang dalam sejarah umat manusia, sekaligus yang
paling banyak pula menuntut penalaran, mendorong kita untuk
memikirkan dan merenungkannya lebih dalam. Hal ini
menunjukkan bahwa kehidupan umat manusia itu pertama-tama
adalah sebuah konsep, sebuah gagasan atau idea. Dalam
pembentukannya, secara berturut-turut tetapi meyakinkan,
kenyataan ini melukiskan kepada kita serangkaian ilustrasi
dalam waktu yang amat singkat, namun unik dalam sejarah umat
manusia, yakni karena pembentukan itu melukiskan konsep yang
begitu melimpah dalam pribadi orang yang ditakdirkan untuk
menyampaikan misinya ke seluruh dunia. Lahirnya konsep ini
melalui wahyu dari Allah kepada Rasul-Nya untuk mengajak
orang dengan bijaksana dan cara yang baik. Tetapi bagaimana
tantangan dan perlawanan orang yang ingin mengubur dan
mengikis habis konsep tersebut, serta kemudian kemenangannya
karena kemenangan pembawanya, serta sambutan orang atas
konsep itu karena begitu terpesona oleh keagungan dan
kekuatan pribadi pembawanya. Sesudah itu, karena mau
menghindari segala kewajiban orang kembali lagi kepada
kehidupan yang biasa seperti semula, setelah pembawa konsep
itu meninggal. Tetapi konsep itu tetap berakar demikian rupa
dalam wujud, yang kemudian membuatnya menjadi suatu kekuatan
yang luar biasa, tak ada taranya dalam hidup ini dan tak ada
kekuatan yang dapat mengalahkannya. Begitu kuat konsep itu
berakar sehingga dapat merangkul dunia. Dasarnya sudah
tertanam di segenap penjuru dunia. Di manakah ada lukisan
yang lebih mengagumkan dan lebih nikmat terasa dalam
pikiran, dalam hati dan dalam pengertian manusia!! Pernahkah
ada dalam sejarah suatu kenyataan yang konsepnya sendiri
begitu kuat dan mampu menyapu kedua imperium itu seperti
kenyataan?!
Memang sudah tak dapat diragukan bahwa sejarah umat
manusia secara keseluruhan dapat dirangkum dalam beberapa
konsep pokok yang menjadi dasar organisasi dunia ini, yang
masing-masing sudah merasuk ke dalam hati orang dan akan
meninggalkan pengaruhnya. Tetapi semua itu begitu lahir akan
mendapat perlawanan yang akan mengembalikannya surut ke
batas-batas yang sempit untuk kemudian diulang oleh
orang-orang yang ingin menyaring dan mengujinya, mengambil
mana yang benar dan membuang yang palsu. Kemudian mereka
sampai pada bentuk rata-rata dari konsep pokok tersebut yang
dapat mereka terima. Tetapi mereka tak akan mencapai bentuk
rata-rata itu sebelum melalui beberapa generasi dengan
segala perjuangan dan pertumpahan darah dan dengan
pengorbanan nyawa. Sementara itu kemudian terjadi pula
perubahan-perubahan: saling menerima dan saling menolak,
membuang atau mengukuhkan, atau menggantinya secara
keseluruhan, yang akhirnya akan lahir bentuk baru yang sama
sekali berbeda dari bentuk semula.
Bahkan ada konsep yang bcgitu lahir sudah tidak mampu
menghadapi perjuangan, kemudian menghilang untuk tidak
kembali lagi. Untuk itu kita mempunyai sebuah contoh yang
dapat dibandingkan dengan Islam saat baru lahir. Heraklius
berusaha hendak menyatukan sekte-sekte Kristen lalu
meleburnya menjadi sebuah sekte resmi yang berlaku untuk
seluruh Imperium. Heraklius sudah berupaya sekuat tenaga
untuk menyukseskan usahanya itu. Semua organisasi dari
pemuka-pemuka agama itu disatukan dan pemuka-pemuka agama
itu disatukan dan diharuskan setuju. Ada di antara
tokoh-tokoh itu yang sepakat dan mendukung pendapatnya dan
ia pun mengutus pejabat-pejabatnya ke Syam, ke Mesir dan
daerah-daerah jajahannya yang lain mengajak orang dengan
paksa mengikuti mazhab resmi itu. Pejabat-pejabat itu
menggunakan segala macam cara untuk melaksanakan perintah
Heraklius. Kendati demikian, soalnya malah menjadi rumit, di
seluruh kawasan itu timbul gejolak, dan mereka yang
memberontak dijatuhi pelbagai macam hukuman. Maka yang
terjadi ialah tragedi pembantaian, yang semuanya itu
berakhir dengan kegagalan sang penguasa. Heraklius melihat
dengan mata kepala sendiri segala kegagalannya itu sebelum
ia meninggal. Barangkali ia bertanya-tanya dalam hatinya dan
terus bertanya sampai saatnya yang terakhir: Bagaimana Nabi
dari Arab itu dapat berhasil padahal tanpa kekuasaan dan
kekuatan dalam mendirikan agama itu, sementara segala
kekuasaan dan kekuatan di tangannya untuk mempersatukan
orang ke dalam mazhab pemersatu agama yang sudah berdiri
sejak lebih dari enam abad lamanya itu?!
Sudah tentu dia tidak berhasil menjawab pertanyaannya
itu. Kalau dia mampu menjawab pertanyaan itu niscaya ia tak
akan rnembiarkan pejabat-pejabatnya terus memaksa orang,
menyiksa dan membunuh mereka, sampai akhirnya Muslimin
membebaskan Suria dan Mesir, mengusirnya berikut pasukan
tentaranya dari kedua kawasan itu dan memaksa mereka lari
tunggang langgang. Sekiranya kesewenangan seorang raja tidak
sampai menguasai jalan pikirannya dan pintu jawaban terbuka
baginya, niscaya ia mampu menjawab pertanyaan itu. Dan
jawabannya sangat sederhana, yakni Nabi dari Arab itu
berhasil karena ia tak mempunyai kekuasaan apa pun selain
kekuasaan akidah yang sehat, bersih, yang mengajak manusia
agar menaatinya atas perintah Tuhannya. Kebalikannya
Heraklius, ia gagal karena mau memaksa orang mengikuti suatu
mazhab yang tidak diikuti oleh batin mereka bahwa itu adalah
yang terbaik untuk dipercayai. Nabi dari Arab itu berhasil
karena ia tak pernah bersikap fanatik tanpa alasan. Yang
dikatakannya hanya apa yang diwahyukan Allah kepadanya:
"Katakanlah: Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang
diturunkan kepada kami, yang diturunkan kepada Ibrahim,
Ismail, Ishak, Yakub dan para saka baka, dan yang diberikan
Tuhan kepada Musa dan Isa, dan yang diberikan kepada para
nabi, kami tidak membedakan yang satu dengan yang lain di
antara mereka dan kepada-Nyalah kami tunduk (dalam Islam)."
(Qur'an, 2: 136). Heraklius gagal karena ia fanatik terhadap
satu mazhab di luar mazhab yang lain, yang semuanya
bersandar kepada Isa 'alaihis-saliim dan para pengikutnya.
Nabi dari Arab itu berhasil karena yang dikehendakinya hanya
supaya manusia mendapat hidayah ke jalan Allah. Kepada
delegasi orang-orang Nasrani yang datang dari Najran yang
mengajaknya berdebat, ia hanya berkata: "Katakanlah: "Wahai
Ahli Kitab, Marilah menggunakan istilah yang sama antara
kami dengan kamu: bahwa kita takkan menyembah siapa pun
selain Allah; bahwa kita takkan mempersekutukan sesuatu apa
pun dengan Dia; bahwa kita tak akan saling mempertuhan satu
sama lain selain Allah." Jika mereka saling berpaling;
katakanlah: "Saksikanlah bahwa kami orangorang Muslim
(tunduk bersujud pada kehendak Allah)." (Qur'an, 3:64)
Heraklius gagal karena ia mau menempatkan manusia saling
mempertuhankan satu sama lain selain Allah. Orang berontak
ketika melihat ajakan itu tidak berdasarkan kebenaran
menurut apa yang sudah diperoleh dari nenek moyang mereka.
Sebab-sebab itu semua maka Nabi dari Arab itu berhasil
dengan izin Tuhannya. Atas dasar dakwahnya itulah sebuah
kedaulatan dapat berdiri. Sudah selayaknya kedaulatan ini
akan dapat menggabungkan dunia seluruhnya ke dalam
pangkuannya kalau tidak karena kemudian datang orang-orang
mengubah-ubah sendiri, maka Allah pun mengubah mereka.
Kaum Muslimin mengubah diri mereka sendiri tatkala mereka
terpecahbelah ke dalam beberapa. aliran dan kelompok.
Pikiran dan perhatian mereka kemudian berpindah dari
nilai-nilai akidah yang agung menurut pokok-pokok ajaran
yang murni, berpindah dan hanyut ke dalam
persoalan-persoalan kecil, ke dalam perdebatan-perdebatan
yang hanya akan memperbesar pertentangan dan bermusuhan di
antara sesama mereka. Sejak lama Rasulullah sudah mencela
perdebatan-perdebatan serupa itu, kemudian Abu Bakr, dan
setelah itu Umar juga mencela perdebatan serupa itu.
Rasulullah bahkan sudah mengingatkan bahwa beberapa umat
sebelumnya binasa karena perdebatan-perdebatan yang tidak
memberi manfaat dan hanya membawa pertentangan, kebencian
dan permusuhan. Karena Muslimin dahulu melihat bahwa apa
yang dikatakan Nabi itu memang benar, mereka patuh.
Mereka yakin bahwa orang yang suka
berdebat dalam soal-soal agama akan seperti orang-orang
Yahudi dan orang-orang munafik yang menyusup ke dalam
kalangan Muslimin dan menanyakan: 'Kalau Allah sudah
menciptakan mahluk, lalu siapa yang menciptakan Allah.' Atau
menanyakan tentang roh misalnya. Mereka berusaha menanyakan
hal-hal semacam itu karena ingin menanamkan keraguan ke
dalam akidah mereka. Beberapa persoalan itu oleh wahyu sudah
dijawab tegas: "Katakanlah, Dialah
Allah, Yang Maha Esa; Allah, Yang Kekal, Yang Mutlak; Dia
tidak beranak, dan tidak diperanakkan; Dan tak ada apa
pun seperti Dia." (Qur'an, 112: 1-4), dan
firman-Nya lagi: "Mereka bertanya
kepadamu tentang Roh (wahyu). Katakanlah: "Roh itu (datang)
dengan perintah Tuhanku: sedikit saja ilmu yang diberikan
kepadamu (hai manusia!)." (Qur'an, 17: 85),
"Dan janganlah seperti mereka yang
bercerai-berai dan berselisih paham setelah menerima
keterangan yang jelas. Mereka itulah yang akan mendapat azab
yang berat." (Qur'an, 3: 105) dan
"Mereka yang memecah-belah agama
mereka dan menjadi kelompok kelompok sedikit pun kamu
tidak termasuk mereka; persoalan mereka kembali kepada
Allah. Dialah yang kemudian memberitahukan kepada mereka,
apa yang mereka perbuat." (Qur'an, 6: 159).
|