|
16. Perang Nahawand (3/3)
Kesedihan Umar atas kematian Nu'man
Setelah itu Umar dengan beberapa orang sahabat keluar,
ingin sekali mendapatkan berita yang sejelasnya mengenai hal
itu. Perhatian mereka sekarang terarah ke jalan yang menuju
ke Persia. Dari kejauhan mereka sudah melihat seorang
penunggang kuda yang menurut harapan Usman bin Affan adalah
Sa'ib bin Agra'. Sesudah berada dekat kepada mereka dan ia
memberi salam, Umar menanyakan: "Apa kabar?" dijawab: "Kabar
baik dan suatu kemenangan." Dilanjutkan dengan pertanyaan
lagi oleh Umar: "Apa yang dilakukan Nu'man?" Kata Agra':
"Kudanya tergelincir di genangan darah daerah musuh, maka
dia terpelanting dan gugur sebagai syahid." Terharu oleh
berita itu dengan rasa cemas Umar berkata: "Inna lillahi wa
inna ilaihi raji'un. Ia tak dapat menahan diri menangis
terisak-isak seolah-olah peristiwa itu menimpa anaknya
sendiri atau orang yang sangat disayanginya. Setelah
kesedihannya terasa agak reda ia bertanya lagi kepada Sa'ib
mengenai siapa saja yang terbunuh dari kalangan Muslimin,
dijawab dengan menyebutkan beberapa nama orang penting di
antara mereka. Kemudian katanya lagi: "Dan yang sebagian
lagi orang-orang yang dikenal oleh Amirulmukminin." Dengan
suara sedih yang masih tersendat di kerongkongan: "Bagi
mereka bukan soal kendati Umar tidak mengenal mereka. Tetapi
Allah mengenal mereka dan memberikan kehormatan kepada
mereka sebagai syahid. Apa yang mereka lakukan pun tidak
harus sepengetahuan Umar." Bersama-sama Sa'ib mereka
berangkat kembali hingga memasuki kota Medinah. Seperlima
harta rampasan itu dimasukkan ke dalam Masjid, dan Umar
memerintahkan beberapa orang sahabatnya, di antaranya
Abdur-Rahman bin Auf dan Abdullah bin Arqam, untuk bermalam
di tempat itu dan keesokan harinya membagi-bagikannya kepada
kaum Muslimin.
Cerita tentang dua peti permata
berlian
Ketika pulang ke rumahnya Umar diikuti oleh Sa'ib. Ia
memberitahukan mengenai kedua peti perhiasan berisi berlian
yang tak ternilai harganya itu. Disebutkan juga bahwa
permata dalam kedua peti itu oleh para pejuang disediakan
khusus untuk Umar. Mengenai Sa'ib bin Agra' ini Tabari
menyebutkan bahwa ia berkata: "Saya beritahukan kepadanya
mengenai kedua peti itu. Tetapi dia berkata: Masukkanlah ke
baitulmal. Nanti kita pikirkan; sepantasnya itu untuk
pasukan Anda. Kemudian saya masukkan semua benda berharga
itu ke baitulmal, dan saya segera kembali ke Kufah. Malam
itu, ketika saya keluar dari Medinah Umar tinggal di
rumahnya. Paginya ia mengutus orang menyusul saya. Dia baru
dapat menyusul saya sesudah saya sampai di Kufah dan
menderumkan unta saya, dia juga menderumkan untanya di kedua
keting unta saya. Lalu dia berkata: Sepantasnya itu memang
untuk Amirulmukminin. Dia mengutus saya untuk memanggil
Anda, tetapi baru sekarang saya dapat menyusul Anda. Saya
menukas: Apa dan mengapa? Saya tidak tahu, katanya. Kemudian
kami berangkat sampai ke tempat Umar. Setelah melihat saya
ia berkata: Ah! Apa urusan saya dengan anak Ibn Sa'ib, dan
urusan anak Ibu Sa'ib dengan saya!1 Mengapa,
Amirulmukminin? tanya saya. Dia menjawab: Yah! Begitu saya
tidur ketika malam itu Anda pergi, para malaikat menyeret
saya ke tempat dua peti yang menyala menjadi api sambil
berkata: Akan kami selar Anda dengan nyala api kedua peti
itu, maka saya berkata: Akan saya bagikan kepada kaum
Muslimin. Maka sekarang bawalah kedua barang-barang itu dan
juallah dan bagikanlah hasilnya kepada kaum Muslimin.
Setelah itu kedua peti itu saya bawa dan saya simpan di
mesjid Kufah. Para pedagang mendatangi saya, yang kemudian
diberi oleh Amr bin Haris dengan harga dua juta. Kemudian
dia membawanya ke daerah orang-orang asing lalu dijualnya
dengan harga empat juta. Dan setelah itu penduduk Kufah
tetap yang paling kaya."
Dalam sumber lain Tabari juga mengutip bahwa Sa'ib
menyerahkan kedua peti perhiasan itu kepada Umar ketika
memasuki rumahnya dan menceritakan duduk soalnya. Tetapi
Umar berkata: Hai anak Mulaikah, banyak sekali ini padahal
Anda tidak bersama mereka. Cepat, cepatlah, kembalilah Anda
ke tempat Anda semula dan sampaikan kepada Huzaifah agar
membagikan harta rampasan perang yang diberikan Allah kepada
mereka. Sa'ib pulang kembali ke tempat Huzaifah dan
barang-barang itu dijual dengan memperoleh harga empat juta,
dibagikan di antara mereka yang telah diberi Allah harta
rampasan perang itu. Setiap anggota pasukan berkuda mendapat
empat ribu dirham, selain enam ribu yang sudah diperoleh
sebelumnya.
Nahawand: Kemenangan dari segala
kemenangan. Persia tak pernah mengadakan perlawanan
lagi
Setelah kola Nahawand dibebaskan warga Medinah merasa
gembira sekali. Tetapi yang sungguh gembira dengan
kemenangan ini warga Kufah, sehingga oleh mereka diberi nama
'kemenangan dari segala kemenangan.' Mereka bersikap
demikian barangkali karena prajuritprajurit di medan
pertempuran itu intinya dari orang-orang Kufah, atau karena
Kufah lebih dekat ke medan pertempuran daripada Medinah.
Warga Kufah lebih prihatin dan lebih cermat memperkirakan
segala akibatnya daripada warga Medinah. Sesudah kemenangan
itu pasti, kota itu dinamai demikian sebagai pertanda baik
dan ungkapan rasa kepuasan dalam hati mereka alas kota
mereka itu. Tetapi apa pun penyebabnya, kota Nahawand memang
merupakan kemenangan dari segala kemenangan, karena sesudah
itu pihak Persia tak pernah lagi berdaya. Bahkan pasukan
Muslimin menyerangnya di pusat kota mereka sendiri serta
menyingkirkan penguasa mereka dari semua kawasan itu. Di
samping itu pemusatan pasukan mereka memang tak berarti
apa apa menghadapi membanjirnya pasukan Muslimin ke
sana, bahkan berakhir sampai terusirnya Kisra dari Persia
sebagai pelarian, mencari bantuan dari mereka yang bukan
keluarganya dan menyelamatkan diri ke tempat yang bukan
negerinya sendiri. Akhirnya ia mati di tempat yang jauh,
bukan di wilayah kerajaannya. Dia seolah-olah tak pernah ada
dan bukan pula pihak yang berkuasa.
Tetapi kegembiraan Umar dengan terbebasnya Nahawand itu
sudah melebihi warga Kufah. Ia sangat menghargai dan
mengagumi ekspedisi ini, sehingga pemberian hagi para
pejuang itu ditambah, setiap orang mendapat bonus seribu
dirham di luar rampasan perang, sebagai penghormatan kepada
mereka. Betapa ia tak akan begitu gembira mengingat angkatan
bersenjata Persia di Nahawand sudah mengumpulkan semua
pahlawannya dari pelbagai penjuru negeri itu,
pembesar-pembesar dan para pangeran Persia semua sudah
mengikat janji akan mengusir semua pasukan Arab dari bumi
mereka, biar mereka dalam keadaan terkulai kembali pulang ke
Semenanjung! Tetapi sekarang pahlawan-pahlawan militer itu
malah melarikan diri, para pembesar dan pangeran-pangeran
bertualang mencari perlindungan akibat kekalahan mereka yang
sangat memalukan itu. Tetapi sia-sia. Bahkan yang kini
mereka saksikan di ana sini hanya pasukan Arab yang
berkuasa, yang lebih berpengaruh. Nama mereka dapat
menggetarkan telinga dan jantung di seluruh wilayah Kisra,
dari ujung utara ke ujung selatan, dari ujung barat sampai
ke ujung timur.
Kita sudah melihat Hamazan dan penguasanya yang begitu
cepat meminta damai karena ingin menyelamatkan diri tatkala
melihat nasib Nahawand dan Firozan. Ketika itu Abu Musa
Asy'ari sebagai pemimpin pasukan Basrah yang terlibat
pertempuran dengan Nahawand. Sesudah pergi meninggalkan kota
itu ia singgah di Dinawar, tinggal lima hari di sana, dan
baru terjadi pertempuran pada hari terakhir. pertempuran itu
belum selesai mereka sudah cepat-cepat meminta damai, dan
berakhir dengan persetujuan membayar kharaj dan jizyah.
Mereka meminta perlindungan untuk diri mereka, harta benda
dan anak-anak mereka. Permintaan itu pun dikabulkan. Juga
dengan pihak Sirawan Abu Musa mengadakan persetujuan seperti
persetujuan dengan pihak Dinawar. Juga persetujuan dengan
wakil dari Saimarah untuk tidak mengadakan pertumpahan
darah, melepaskan tawanan perang, memaafkan semua orang
tanpa pilih bulu, membayar jizyah dan pajak tanah serta
membuka semua distrik di Mihrajan Qazaf. Huzaifah bin Yaman
mengadakan persetujuan dengan Danbar orang Persia mengenai
kota Mah, serta memberikan jaminan kepada penduduknya:
"Keamanan dan keselamatan atas diri mereka, harta benda dan
tanah mereka; tidak mencampuri urusan suatu agama, tidak
merintangi mereka menjalankan syariat agama masing-masing;
mempunyai hak kekebalan selama mereka membayar jizyah setiap
tahun kepada pihak Muslimin yang menjadi penanggung jawab
mereka serta harta dan nyawa setiap orang dewasa sesuai
dengan kemampuannya; menyantuni musafir dan memperbaiki
jalan, memperhatikan pasukan Muslimin yang lalu di tempat
mereka, memberikan tempat kepada mereka selama sehari
semalam, menaati segala perjanjian dan bersikap ikhlas. Jika
mereka mengecoh atau menyimpang, maka lepaslah segala
pertanggungjawaban kami terhadap mereka."
Karena kekalahan di Nahawand itu pasukan Persia telah
dihinggapi rasa takut yang demikian rupa. Keadaan mereka
makin kacau balau dan moral mereka pun berangsur merosot,
maka dalam menghadapi keadaan mereka demikian itu tak ada
jalan lain Umar harus segera mengambil langkah. Ia
mengerahkan kekuatannya di wilayah-wilayah itu sampai mereka
tunduk semua kepada kekuasaannya dan tak ada lagi sisa-sisa
yang akan mengadakan perlawanan, dan jangan pula ada
pangeranpangeran mereka yang akan berangan-angan
seperti yang dulu pernah terjadi. Oleh karena itu dia
sendiri yang menyusun brigade-brigade untuk mereka yang
diberi tugas menjelajahi seluruh kawasan Persia: pimpinan
brigade Khurasan diserahkan kepada Ahnaf bin Qais, brigade
Ardasyir dan Shapur kepada Mujasyi' bin Mas'ud as-Sulami,
brigade Istakhr kepada Usman bin Abil-As as-Saqafi, brigade
Darabgird kepada Sariah bin Zunaim al-Kinani, brigade Kirman
kepada Suhail bin Adi, brigade Sijistan kepada Asim bin Amr
dan brigade Mukran kepada Hakam bin Amr at-Taglabi - dengan
perintah mereka harus bersiapsiap berangkat ke
kota-kota dan kawasan-kawasan itu.
Seperti halnya kemenangan di Persia dengan Nahawand,
begitu juga kemenangan di Irak-Arab dengan Mada'in. Setelah
itu Yazdigird berusaha hendak mengadakan perlawanan di Ray,
di Merv, di Istakhar, juga berusaha hendak mengadakan
perlawanan di Mada'in. Bala bantuan telah dikirimkan
kepadanya oleh para pangeran wilayah di Azerbaijan,
Khurasan, Persia dan Mukran, dan mereka berusaha
mendampinginya untuk membendung arus pasukan Muslimin serta
untuk menjaga kehormatan tanah air mereka. Akan kita lihat
bagaimana segala usaha mereka itu serta kegelisahan
Yazdigird sendiri di tengahtengah kawasan itu,
demikian juga dengan keadaan pasukan Muslimin dalam
menghadapinya, akan kita ringkaskan dalam bab berikut
ini.
Catatan Kaki:
- Suatu ungkapan yang mengandung ejekan menasabkan
seseorang kepada ibunya, bukan kepada bapanya. -
Pnj.
|