Umar bin Khattab

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

16. Perang Nahawand (2/3)

Nahawand dikepung setelah delegasi kepada Firozan gagal

Mugirah kembali kepada pasukannya sesudah menemui kegagalan dalam misinya itu. Ia menemui Nu'man dalam kemahnya yang besar, yang dipasang begitu megah, dan tak pernah ada kemah semacam itu di Irak. Sesudah Nu'man tahu kegagalan utusannya ia segera menyatakan perang dan mulai mengepung kota. Perang Arab-Persia selama dua hari penuh itu berlangsung sengit. Pihak Persia tidak keluar dari kubu-kubu mereka kecuali jika dilihatnya akan menguntungkan. Tembok-tembok di sekelilingnya diperkuat dengan duri-duri besi, yang dapat dibuka sedikit hanya bila mereka perlu keluar. Pasukan Muslimin tidak akan mampu menerobos duri besi itu. Yang demikian ini dirasakan amat berat buat pasukan Muslimin dan mereka khawatir kalau akan memakan waktu terlalu lama akan membawa akibat buruk bagi mereka. Setelah mengadakan perundingan, pimpinan mereka menemui Nu'man dan menyatakan segala yang mereka khawatirkan itu. Apa yang berkecamuk dalam pikiran mereka juga menjadi pikiran Nu'man. Setelah mendengar semua itu ia berkata kepada mereka: "Jangan tergesa-gesalah." Kemudian ia meminta pendapat kalangan terkemuka dan sudah berpengalaman dalam perang. Setelah mereka datang ia berkata: "Kaum musyrik itu berlindung terus di balik kubu-kubu mereka, dan keluar hanya kalau mereka mau. Situasi begini kadang membuat pasukan Muslimin merasa terjepit. Apa pendapat kalian untuk mengeluarkan mereka ke medan pertempuran agar tidak mengulur-ngulur waktu." Dalam memberikan pendapat, di antara mereka ada yang mengatakan supaya pengepungan diperketat. Bagi mereka bertahan lama-lama akan terasa lebih berat daripada penguluran waktu bagi kita. Amr bin Ma'di Karib berkata: Tantanglah mereka, dan biarlah mereka datang sebanyak-banyaknya, jangan takut. Tetapi yang lain menolak pendapat itu dengan mengata­ kan: Kalau begitu kita akan membentur tembok. Tembok-tembok itulah yang menjadi perisai mereka dalam melawan kita. Tulaihah bin Khuwailid berkata: "...Saya berpendapat: Lebih baik kita mengirim satu pasukan berkuda dengan perlengkapan senjata, mengincar dan menyerang mereka untuk mengobarkan perang dan merangsang kemarahan mereka. Kalau mereka sudah terangsang dan sudah berkumpul serta bermaksud mau keluar menantang kita, kita pura-pura sudah kalah, dan tidak perlu kita serang balik selama kita menghadapi mereka. Kalau itu yang kita lakukan dan mereka melihat kita, tentu mereka bernafsu akan menghancurkan kita, dan untuk itu mereka tidak akan ragu. Sesudah mereka keluar mereka akan menghajar kita, dan barulah kita hajar mereka sampai nanti Allah yang menentukan nasib kita."

Pasukan Muslimin memancing pasukan Persia keluar ke batas kota

Semua yang hadir setuju dengan pendapat ini. Nu'man memerintahkan Qa'qa' bin Amr agar keesokan harinya pagi-pagi berangkat menyerang kota dengan kekuatan yang berada di bawah pimpinannya. Kalau pasukan Persia tampil menyerang, di depan mereka ia berpura­pura lari. Sekarang Qa'qa' maju memimpin pasukannya dan menghujani kota dengan anak panah, dan berpura-pura sudah siap akan menyerbu tembok, dan memperlihatkan ketidakmampuannya sehingga dengan hati-hati akan membuat pihak Persia menyongsongnya untuk membendung serangannya. Setiap anggota pasukan Muslimin supaya mempercepat pertarungan dengan mereka untuk membangkitkan kemarahan musuh. Mereka maju ke arah lawan dan melihat jumlah mereka kecil yang akan dengan mudah dapat dikalahkan. Mereka melintasi tembok-tembok berduri itu dengan terus menggempur. Selama beberapa waktu Qa'qa' tetap bertahan demikian supaya tipu muslihatnya tak terlihat. Setelah itu ia bersama pasukannya lari membelakangi mereka. Melihat Qa'qa' dan pasukan lari mereka keluar hendak mengejarnya dengan maksud hendak menumpasnya habis-habisan. Nu'man waktu itu memang sudah memerintahkan pasukannya agar mundur ke belakang sasaran panah di benteng dan tembok-tembok kota.

Keesokan harinya pagi-pagi sekali mereka sudah kembali lagi ke suatu tempat, sedapat mungkin mereka dapat bersembunyi di balik dataran yang agak tinggi, agar tak terlihat oleh musuh. Qa'qa' masih meneruskan muslihatnya dengan terus lari, dan pasukan Persia pun terus mengejarnya. Tetapi semua mereka tetap berhati-hati dengan selalu meletakkan pagar besi berduri di depannya supaya dapat berlindung dari serangan musuh kalau mencoba berbalik menyerang mereka. Qa'qa' yang yakin pasukan Muslimin sudah berlari jauh, masih juga terus lari. Pasukan Persia juga terus mengejarnya. Mereka sudah dapat memastikan bahwa pasukan Muslimin sudah kalah dan hancur. Sekarang sudah tidak perlu mereka terlalu berhati-hati. Pagar besi berduri mereka tinggalkan, dan mereka bergegas maju terus mengejar pasukan yang lari itu untuk dikikis habis. Angkatan bersenjata yang dipimpin Firozan itu tumpah semua hendak membersihkan bumi Persia dari penyerang-penyerang tak beradab itu. Dengan demikian semua pasukan garnisun kini sudah tak ada lagi di Nahawand. Yang masih ada hanya penjaga-penjaga pintu kota. Sesudah mereka jauh dari kota dan tak berkeinginan lagi untuk menjaga benteng-benteng dan tembok­tembok kota, mereka ketakutan. Pasukan Muslimin mereka lihat sudah berhenti, Qa'qa' dan anak buahnya dilihatnya seolah-olah hendak membidik mereka. Tetapi ketakutan mereka itu kembali tenang. Mereka mengira ini hanya suatu tipu muslihat Qa'qa' yang ingin melindungi barisan belakangnya, yang sekarang sedang mundur menuju kehancurannya, supaya tidak dikikis habis oleh pasukan Persia yang akan membawa keruntuhan terakhir bagi seluruh kekuasaan Muslimin.

Qa'qa' dengan kekuatan bersenjatanya itu sekarang bergabung dengan pasukan yang lain, menunggu perintah Nu'man untuk menyerang. Ketika itu jatuh hari Jumat, dan Nu'man sudah mengeluarkan larangan jangan menyerang pihak Persia sebelum terbenam matahari. Tetapi pihak Persia sudah dapat menyusul pasukan Muslimin sebelum terbenam matahari, dan mereka dihujani anak panah sehingga banyak yang mengalami luka-luka. Mereka meminta izin untuk menyerang tetapi Nu'man tidak mengizinkan. Dalam hal ini Mugirah bin Syu'bah berkata kepada Nu'man: Kalau soalnya di tangan saya, saya tahu apa yang harus kita lakukan. Tetapi dengan tenang Nu'man menjawab: "Janganlah tergesa-gesa, tahanlah keinginan Anda itu. Anda yang akan memegang tugas berikutnya, maka peganglah baik-baik. Allah tidak akan mengecewakan kita! Kami mengharapkan tetap tinggal, Anda mengharapkan cepat bergerak."

Pertempuran sengit segera dimulai

Sementara itu matahari sudah mulai terbenam. Dengan menunggang seekor kuda beban Nu'man pergi ke lapangan tak jauh dari sana. Satuan demi satuan dilaluinya untuk memberi semangat dan dorongan kepada mereka dengan mengingatkan bahwa dengan kemenangan yang sudah mereka peroleh berarti Allah telah memenuhi janji-Nya. Yang tinggal kini hanya yang kecil-kecil dan tak berharga. Diingatkan juga masa lalu mereka yang hina, serta segala kemuliaan yang kemudian menyongsong mereka. Yang dipertaruhkan musuh adalah tanah, sedang yang mereka pertaruhkan adalah agama Allah dan agama mereka. Pihak Persia tidak lebih tangguh dalam melindungi dunianya daripada Muslimin dalam melindungi agamanya. "Setiap seorang dari kalian memberi kekuatan kepada yang berikutnya. Kalau saya sudah sampai pada keputusan, bersiap-siaplah kalian. Saya akan menyerukan takbir tiga kali. Pada takbir pertama bersiap-siaplah; pada takbir kedua angkatlah senjata kalian dan mulailah bangkit, dan pada takbir ketiga, saya akan menyerbu insya Allah, maka ikutlah kalian menyerbu bersama saya. Allahumma ya Allah, perkuatlah agama-Mu dan berikanlah pertolongan kepada hamba-hamba-Mu, dan jadikan Nu'man sebagai syahid pertama hari ini, untuk memperkuat dan memuliakan agama-Mu dan membela hamba-hamba-Mu."

Kata-kata ini dan yang senada dengan itu diucapkan Nu'man di depan setiap satuan yang dilaluinya. Selesai memberikan semangat dan selesai pula tugasnya kepada mereka, ia kembali ke posisinya semula. Mata para prajurit terarah semua kepadanya sementara ia berjalan dengan mengenakan mantel dan topi tinggi putih. Ketika ia bertakbir yang pertama, kedua dan ketiga pasukan Muslimin yang sudah terangsang perang itu rasanya ingin terbang ke kubu musuh dan bertekad mengikis musuh. Tak ada di antara mereka yang ingin kembali kepada keluarga sebelum mati terbunuh atau menang. Begitu Nu'man selesai menyerukan takbirnya, ia terjun dengan panji di tangan, dan langsung menyerbu pasukan Persia seperti rajawali menerkam mangsanya, menetak kepala-kepala musuh berikut kudanya yang terkapar berjatuhan. Dilihatnya mereka yang di sekitarnya sudah bergelimpangan jatuh dan bergelimang darah. Pasukan Muslimin di sekitarnya terus menggempur, dengan kekuatan dan keberanian semua mereka setara dengan Nu'man. Melihat kesungguhan pasukan Muslimin dalam serangan itu, pihak Persia juga mempergencar serangannya, sehingga keduanya sekarang saling berjabatan pedang! Yang terdengar hanya gemerincing besi lawan besi, atau teriakan para pahlawan, yang semuanya sudah dipacu oleh semangat membara dan berani mati yang sudah tak kenal lari. Begitu sengitnya pertempuran itu, yang tak pernah terdengar ada pertempuran lain semacam itu. Korban yang tewas di pihak pasukan Persia tidak sedikit, karena mereka memang mengerahkan pasukan yang begitu besar di samping pasukan Muslimin yang memang sudah mati-matian dalam pertempuran itu, sehingga bumi ini sudah benar-benar bermandikan darah. Pertempuran itu makin sengit di tengah-tengah hujan darah, manusia dan kuda waktu itu banyak yang tergelincir karena permukaan tanah yang sudah jadi licin.

Nu'man bin Muqarrin mati syahid, dan hancurnya pasukan Persia

Matahari sudah condong ke arah peraduannya. Dalam pada itu Nu'man masih di atas kudanya dengan panji di tangan yang dikibas­kibaskan ke kanan, maka dengan pedang pasukan Muslimin, batok­batok kepala para anggota pasukan Persia yang di sebelah kanan ikut berjatuhan. Kemudian ia mengibaskannya ke arah kiri, maka ketika itu kepala-kepala pun itu bergelimpangan ke sebelah kiri. Sementara ia menerobos jalan ke tengah-tengah musuh, tiba-tiba kudanya tergelincir di lapisan darah itu dan ia pun jatuh. Saat itu rupanya Allah telah berkenan mengabulkan doanya, dan di jalan Allah juga ia mati syahid.

Ketika itu anak panah telah mengenai tulang pinggulnya. Saudaranya, Nu'aim yang melihatnya ketika ia terjatuh segera menutupinya dengan kainnya, dan mengambil panji yang di tangannya lalu diserahkannya kepada Huzaifah bin Yaman. Ia mengangkat panji itu menggantikan saudaranya dan memintanya jangan diberitahukan kepada yang lain supaya tidak timbul kegelisahan di kalangan anggota pasukan. Ia pergi ke tempat Nu'man lalu mengangkatnya.

Hingga waktu malam tiba pertempuran masih terus berkecamuk. Pasukan Muslimin terus menggempur dan menerkam musuh yang ada di depannya. Tatkala malam sudah gelap dan pasukan Persia sudah mulai tampak lelah, mereka terpukul mundur setelah menderita kekalahan. Tetapi mereka terhalang oleh pagar besi berduri yang ada di belakang mereka. Melihat yang demikian pasukan Muslimin menggencarkan serangannya sehingga banyak mereka yang terbunuh. Ribuan mereka yang jatuh bergelimpangan seperti kambing yang dibantai. Me­ reka yang mundur sambil berusaha menghindari pagar duri itu, ternyata salah jalan, kemudian terjebak oleh sebuah parit yang dalam sekali. Dibutakan oleh rasa ketakutan ditambah lagi malam yang gelap gulita, mereka terjerembab ke dalam parit bersama kudanya. Banyak sekali korban dalam peristiwa ini. Beberapa sejarawan memperkirakan sekitar delapan puluh ribu, di luar mereka yang terbunuh dalam pertempuran, yang diperkirakan tiga puluh ribu orang. Dengan demikian habislah angkatan bersenjata yang gegap gempita itu, yang dikumpulkan dari segenap penjuru Persia hendak mengusir pasukan Muslimin, tetapi yang kemudian terjadi pasukan Muslimin justru menggiring mereka ke sarang maut sebagai balasan, dan tak ada yang selamat dari mereka, kecuali yang melarikan diri.

Matinya Firozan

Firozan sendiri termasuk yang lari mencari selamat. Ia tinggal seorang diri sebagai pelarian, memacu kudanya ke arah Hamazan dengan harapan akan dapat berlindung. Waktu itu ia terlihat oleh Nu'aim bin Muqarrin. Ia dikejar oleh Qa'qa' bin Amr dari belakang hingga berhasil menyusulnya ketika sampai di jalan pegunungan ke Hamazan. Karena ada keledai-keledai dan bagal-bagal yang membawa madu lalu di jalan itu, panglima pelarian itu terhalang jalannya. Ia turun dengan berjalan kaki ingin menyelamatkan diri di gunung itu. Qa'qa' membuntutinya terus sampai berhasil ia membunuhnya. Setelah mengetahui peristiwa itu pasukan Muslimin berkata: "Allah mempunyai pasukan madu," yang kemudian menjadi peribahasa, dan jalan pegunungan itu pun diberi nama "Jalan Madu."

Sisa-sisa pasukan Persia yang melarikan diri itu sudah sampai di Hamazan. Tetapi pasukan Muslimin tidak akan membiarkan mereka memasuki kota dalam keadaan selamat. Mereka terus dikejar dan dikepung di kota itu. Mereka bersumpah tidak akan meninggalkan tempat itu sebelum pintu-pintu kota dibuka. Penguasa kota itu tahu apa yang telah menimpa Firozan dan pasukannya. Ia mengirim delegasi kepada Muslimin meminta perlindungan dan mengadakan perundingan. Qa'qa' menerima tawaran itu dengan syarat ia dapat menjamin Ha­ mazan dan Dastaba untuk mereka; jangan ada yang menikam Muslimin dari belakang, memberikan keamanan kepada Muslimin dan jangan ada yang menyerang mereka. Dengan demikian semua orang merasa aman dan semua yang lari kembali. Mereka kini hidup tenang.

Tatkala Qa'qa' dengan pasukannya kembali, ternyata Huzaifah sudah memasuki Nahawand sesudah terjadi pertempuran sengit dan berhasil menguasai semua rampasan perang, yang kemudian diserahkan kepada Sa'ib bin Agra' yang ditunjuk oleh Umar untuk mengurusnya. Rampasan perang yang diperoleh ketika itu telah melebihi dugaan pasukan Muslimm. Huzaifah bin Yaman kemudian membagikannya kepada para penakluknya, dengan tambahan bagi mereka yang berpengalaman dalam perang dan memberikan juga kepada pasukan yang ditugasi menjaga barisan belakang prajuritnya agar tidak diserang dari belakang. Begitu juga mereka yang dijadikan perisai pasukan Muslimin mendapat bagian, seperti yang diberikan kepada prajurit-prajurit yang ada di dalam pertempuran. Sungguhpun begitu anggota pasukan berkuda semua mendapat enam ribu dan anggota artileri dua ribu.

Di samping itu Kisra dulu sudah menitipkan permata berlian kepada pengurus rumah ibadah Majusi, yang oleh Kisra disediakan untuk para penggantinya, dan pihak Muslimin tidak berhasil menemukan barang-barang berharga itu. Sementara mereka sedang dalam suasana gembira ria dengan karunia Allah itu tiba-tiba datang pengurus rumah ibadah Majusi itu meminta suaka untuk dirinya - dan untuk siapa saja yang dapat menunjukkan kepada Huzaifah tempat penyimpanan barang yang amat berharga itu. Setelah Huzaifah memberikan suaka kepadanya, ia mengeluarkan dua peti perhiasan penuh dengan permata berlian yang sangat berharga. Pasukan Muslimin melihat kedua peti itu tetapi mereka sudah merasa berkecukupan dengan rampasan perang yang udah mereka peroleh. Mereka sudah tidak memerlukannya lagi. Menurut hemat mereka lebih baik barang-barang ini dikhususkan untuk Umar.

Sesudah pasukan itu merasa puas tinggal di sana dan dengan rampasan perang yang ada, Sa'ib bin Agra' membawa kedua peti itu berikut seperlima rampasan perang. Setelah itu ia berangkat ke Medinah hendak menyampaikan berita kemenangan itu kepada Umar sambil menyerahkan rampasan perang yang besar itu.

Sementara semua itu terjadi di Nahawand, di Medinah Umar terus memantau berita-berita mengenai pasukan Muslimin. Sebenarnya ia sangat prihatin jika yang disampaikan kepadanya berita yang tidak menyenangkan. Oleh karena itu tidurnya hanya sedikit sekali. Sebagian besar malam-malam seperti itu digunakan untuk memohon kepada Allah agar pasukan Muslimin diberi kemenangan. Ketika malam itu yang diperkirakan ia akan bertemu dengan mereka, ia keluar mencari berita. Sudah timbul firasat bahwa Allah telah memberikan kemenangan dan telah menepati janji-Nya. Huzaifah sudah mengutus Turaif bin Sahm ke Medinah untuk secepatnya menyampaikan berita itu. Ketika sampai di Medinah, menjawab pertanyaan Umar ia berkata bahwa Allah memberikan karunia-Nya berupa kemenangan kepada pasukan Muslimin, tetapi segala yang kurang menyenangkan dirahasiakannya. Sudah tentu Umar dan kaum Muslimin ikut bergembira. Mereka menadahkan tangan kepada Allah dengan rendah hati dan penuh rasa takut. Lalu mereka cepat-cepat ke Masjid melakukan salat sebagai tanda syukur kepada Allah.

(sebelum, sesudah)


Umar bin Khattab
"Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu"
 
Judul asli "Al-Faruq Umar" cetakan ke 7 oleh Muhammad Husain Haekal, Ph.D.,
dengan izin ahli waris, Dr. Ahmad Muhammad Husain Haekal, kepada penerjermah.
diterjemahkan oleh Ali Audah.
Cetakan pertama, April 2000
Diterbitkan oleh P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel. (0251) 330505, 370505, Fax. (0251) 380505 Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-38-7
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. IKRAR MANDIRIABADI, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team