|
16. Perang Nahawand (2/3)
Nahawand dikepung setelah delegasi
kepada Firozan gagal
Mugirah kembali kepada pasukannya sesudah menemui
kegagalan dalam misinya itu. Ia menemui Nu'man dalam
kemahnya yang besar, yang dipasang begitu megah, dan tak
pernah ada kemah semacam itu di Irak. Sesudah Nu'man tahu
kegagalan utusannya ia segera menyatakan perang dan mulai
mengepung kota. Perang Arab-Persia selama dua hari penuh itu
berlangsung sengit. Pihak Persia tidak keluar dari kubu-kubu
mereka kecuali jika dilihatnya akan menguntungkan.
Tembok-tembok di sekelilingnya diperkuat dengan duri-duri
besi, yang dapat dibuka sedikit hanya bila mereka perlu
keluar. Pasukan Muslimin tidak akan mampu menerobos duri
besi itu. Yang demikian ini dirasakan amat berat buat
pasukan Muslimin dan mereka khawatir kalau akan memakan
waktu terlalu lama akan membawa akibat buruk bagi mereka.
Setelah mengadakan perundingan, pimpinan mereka menemui
Nu'man dan menyatakan segala yang mereka khawatirkan itu.
Apa yang berkecamuk dalam pikiran mereka juga menjadi
pikiran Nu'man. Setelah mendengar semua itu ia berkata
kepada mereka: "Jangan tergesa-gesalah." Kemudian ia meminta
pendapat kalangan terkemuka dan sudah berpengalaman dalam
perang. Setelah mereka datang ia berkata: "Kaum musyrik itu
berlindung terus di balik kubu-kubu mereka, dan keluar hanya
kalau mereka mau. Situasi begini kadang membuat pasukan
Muslimin merasa terjepit. Apa pendapat kalian untuk
mengeluarkan mereka ke medan pertempuran agar tidak
mengulur-ngulur waktu." Dalam memberikan pendapat, di antara
mereka ada yang mengatakan supaya pengepungan diperketat.
Bagi mereka bertahan lama-lama akan terasa lebih berat
daripada penguluran waktu bagi kita. Amr bin Ma'di Karib
berkata: Tantanglah mereka, dan biarlah mereka datang
sebanyak-banyaknya, jangan takut. Tetapi yang lain menolak
pendapat itu dengan mengata kan: Kalau begitu kita
akan membentur tembok. Tembok-tembok itulah yang menjadi
perisai mereka dalam melawan kita. Tulaihah bin Khuwailid
berkata: "...Saya berpendapat: Lebih baik kita mengirim satu
pasukan berkuda dengan perlengkapan senjata, mengincar dan
menyerang mereka untuk mengobarkan perang dan merangsang
kemarahan mereka. Kalau mereka sudah terangsang dan sudah
berkumpul serta bermaksud mau keluar menantang kita, kita
pura-pura sudah kalah, dan tidak perlu kita serang balik
selama kita menghadapi mereka. Kalau itu yang kita lakukan
dan mereka melihat kita, tentu mereka bernafsu akan
menghancurkan kita, dan untuk itu mereka tidak akan ragu.
Sesudah mereka keluar mereka akan menghajar kita, dan
barulah kita hajar mereka sampai nanti Allah yang menentukan
nasib kita."
Pasukan Muslimin memancing pasukan
Persia keluar ke batas kota
Semua yang hadir setuju dengan pendapat ini. Nu'man
memerintahkan Qa'qa' bin Amr agar keesokan harinya pagi-pagi
berangkat menyerang kota dengan kekuatan yang berada di
bawah pimpinannya. Kalau pasukan Persia tampil menyerang, di
depan mereka ia berpurapura lari. Sekarang Qa'qa' maju
memimpin pasukannya dan menghujani kota dengan anak panah,
dan berpura-pura sudah siap akan menyerbu tembok, dan
memperlihatkan ketidakmampuannya sehingga dengan hati-hati
akan membuat pihak Persia menyongsongnya untuk membendung
serangannya. Setiap anggota pasukan Muslimin supaya
mempercepat pertarungan dengan mereka untuk membangkitkan
kemarahan musuh. Mereka maju ke arah lawan dan melihat
jumlah mereka kecil yang akan dengan mudah dapat dikalahkan.
Mereka melintasi tembok-tembok berduri itu dengan terus
menggempur. Selama beberapa waktu Qa'qa' tetap bertahan
demikian supaya tipu muslihatnya tak terlihat. Setelah itu
ia bersama pasukannya lari membelakangi mereka. Melihat
Qa'qa' dan pasukan lari mereka keluar hendak mengejarnya
dengan maksud hendak menumpasnya habis-habisan. Nu'man waktu
itu memang sudah memerintahkan pasukannya agar mundur ke
belakang sasaran panah di benteng dan tembok-tembok
kota.
Keesokan harinya pagi-pagi sekali mereka sudah kembali
lagi ke suatu tempat, sedapat mungkin mereka dapat
bersembunyi di balik dataran yang agak tinggi, agar tak
terlihat oleh musuh. Qa'qa' masih meneruskan muslihatnya
dengan terus lari, dan pasukan Persia pun terus mengejarnya.
Tetapi semua mereka tetap berhati-hati dengan selalu
meletakkan pagar besi berduri di depannya supaya dapat
berlindung dari serangan musuh kalau mencoba berbalik
menyerang mereka. Qa'qa' yang yakin pasukan Muslimin sudah
berlari jauh, masih juga terus lari. Pasukan Persia juga
terus mengejarnya. Mereka sudah dapat memastikan bahwa
pasukan Muslimin sudah kalah dan hancur. Sekarang sudah
tidak perlu mereka terlalu berhati-hati. Pagar besi berduri
mereka tinggalkan, dan mereka bergegas maju terus mengejar
pasukan yang lari itu untuk dikikis habis. Angkatan
bersenjata yang dipimpin Firozan itu tumpah semua hendak
membersihkan bumi Persia dari penyerang-penyerang tak
beradab itu. Dengan demikian semua pasukan garnisun kini
sudah tak ada lagi di Nahawand. Yang masih ada hanya
penjaga-penjaga pintu kota. Sesudah mereka jauh dari kota
dan tak berkeinginan lagi untuk menjaga benteng-benteng dan
temboktembok kota, mereka ketakutan. Pasukan Muslimin
mereka lihat sudah berhenti, Qa'qa' dan anak buahnya
dilihatnya seolah-olah hendak membidik mereka. Tetapi
ketakutan mereka itu kembali tenang. Mereka mengira ini
hanya suatu tipu muslihat Qa'qa' yang ingin melindungi
barisan belakangnya, yang sekarang sedang mundur menuju
kehancurannya, supaya tidak dikikis habis oleh pasukan
Persia yang akan membawa keruntuhan terakhir bagi seluruh
kekuasaan Muslimin.
Qa'qa' dengan kekuatan bersenjatanya itu sekarang
bergabung dengan pasukan yang lain, menunggu perintah Nu'man
untuk menyerang. Ketika itu jatuh hari Jumat, dan Nu'man
sudah mengeluarkan larangan jangan menyerang pihak Persia
sebelum terbenam matahari. Tetapi pihak Persia sudah dapat
menyusul pasukan Muslimin sebelum terbenam matahari, dan
mereka dihujani anak panah sehingga banyak yang mengalami
luka-luka. Mereka meminta izin untuk menyerang tetapi Nu'man
tidak mengizinkan. Dalam hal ini Mugirah bin Syu'bah berkata
kepada Nu'man: Kalau soalnya di tangan saya, saya tahu apa
yang harus kita lakukan. Tetapi dengan tenang Nu'man
menjawab: "Janganlah tergesa-gesa, tahanlah keinginan Anda
itu. Anda yang akan memegang tugas berikutnya, maka
peganglah baik-baik. Allah tidak akan mengecewakan kita!
Kami mengharapkan tetap tinggal, Anda mengharapkan cepat
bergerak."
Pertempuran sengit segera dimulai
Sementara itu matahari sudah mulai terbenam. Dengan
menunggang seekor kuda beban Nu'man pergi ke lapangan tak
jauh dari sana. Satuan demi satuan dilaluinya untuk memberi
semangat dan dorongan kepada mereka dengan mengingatkan
bahwa dengan kemenangan yang sudah mereka peroleh berarti
Allah telah memenuhi janji-Nya. Yang tinggal kini hanya yang
kecil-kecil dan tak berharga. Diingatkan juga masa lalu
mereka yang hina, serta segala kemuliaan yang kemudian
menyongsong mereka. Yang dipertaruhkan musuh adalah tanah,
sedang yang mereka pertaruhkan adalah agama Allah dan agama
mereka. Pihak Persia tidak lebih tangguh dalam melindungi
dunianya daripada Muslimin dalam melindungi agamanya.
"Setiap seorang dari kalian memberi kekuatan kepada yang
berikutnya. Kalau saya sudah sampai pada keputusan,
bersiap-siaplah kalian. Saya akan menyerukan takbir tiga
kali. Pada takbir pertama bersiap-siaplah; pada takbir kedua
angkatlah senjata kalian dan mulailah bangkit, dan pada
takbir ketiga, saya akan menyerbu insya Allah, maka ikutlah
kalian menyerbu bersama saya. Allahumma ya Allah, perkuatlah
agama-Mu dan berikanlah pertolongan kepada hamba-hamba-Mu,
dan jadikan Nu'man sebagai syahid pertama hari ini, untuk
memperkuat dan memuliakan agama-Mu dan membela
hamba-hamba-Mu."
Kata-kata ini dan yang senada dengan itu diucapkan Nu'man
di depan setiap satuan yang dilaluinya. Selesai memberikan
semangat dan selesai pula tugasnya kepada mereka, ia kembali
ke posisinya semula. Mata para prajurit terarah semua
kepadanya sementara ia berjalan dengan mengenakan mantel dan
topi tinggi putih. Ketika ia bertakbir yang pertama, kedua
dan ketiga pasukan Muslimin yang sudah terangsang perang itu
rasanya ingin terbang ke kubu musuh dan bertekad mengikis
musuh. Tak ada di antara mereka yang ingin kembali kepada
keluarga sebelum mati terbunuh atau menang. Begitu Nu'man
selesai menyerukan takbirnya, ia terjun dengan panji di
tangan, dan langsung menyerbu pasukan Persia seperti
rajawali menerkam mangsanya, menetak kepala-kepala musuh
berikut kudanya yang terkapar berjatuhan. Dilihatnya mereka
yang di sekitarnya sudah bergelimpangan jatuh dan
bergelimang darah. Pasukan Muslimin di sekitarnya terus
menggempur, dengan kekuatan dan keberanian semua mereka
setara dengan Nu'man. Melihat kesungguhan pasukan Muslimin
dalam serangan itu, pihak Persia juga mempergencar
serangannya, sehingga keduanya sekarang saling berjabatan
pedang! Yang terdengar hanya gemerincing besi lawan besi,
atau teriakan para pahlawan, yang semuanya sudah dipacu oleh
semangat membara dan berani mati yang sudah tak kenal lari.
Begitu sengitnya pertempuran itu, yang tak pernah terdengar
ada pertempuran lain semacam itu. Korban yang tewas di pihak
pasukan Persia tidak sedikit, karena mereka memang
mengerahkan pasukan yang begitu besar di samping pasukan
Muslimin yang memang sudah mati-matian dalam pertempuran
itu, sehingga bumi ini sudah benar-benar bermandikan darah.
Pertempuran itu makin sengit di tengah-tengah hujan darah,
manusia dan kuda waktu itu banyak yang tergelincir karena
permukaan tanah yang sudah jadi licin.
Nu'man bin Muqarrin mati syahid, dan
hancurnya pasukan Persia
Matahari sudah condong ke arah peraduannya. Dalam pada
itu Nu'man masih di atas kudanya dengan panji di tangan yang
dikibaskibaskan ke kanan, maka dengan pedang pasukan
Muslimin, batokbatok kepala para anggota pasukan
Persia yang di sebelah kanan ikut berjatuhan. Kemudian ia
mengibaskannya ke arah kiri, maka ketika itu kepala-kepala
pun itu bergelimpangan ke sebelah kiri. Sementara ia
menerobos jalan ke tengah-tengah musuh, tiba-tiba kudanya
tergelincir di lapisan darah itu dan ia pun jatuh. Saat itu
rupanya Allah telah berkenan mengabulkan doanya, dan di
jalan Allah juga ia mati syahid.
Ketika itu anak panah telah mengenai tulang pinggulnya.
Saudaranya, Nu'aim yang melihatnya ketika ia terjatuh segera
menutupinya dengan kainnya, dan mengambil panji yang di
tangannya lalu diserahkannya kepada Huzaifah bin Yaman. Ia
mengangkat panji itu menggantikan saudaranya dan memintanya
jangan diberitahukan kepada yang lain supaya tidak timbul
kegelisahan di kalangan anggota pasukan. Ia pergi ke tempat
Nu'man lalu mengangkatnya.
Hingga waktu malam tiba pertempuran masih terus
berkecamuk. Pasukan Muslimin terus menggempur dan menerkam
musuh yang ada di depannya. Tatkala malam sudah gelap dan
pasukan Persia sudah mulai tampak lelah, mereka terpukul
mundur setelah menderita kekalahan. Tetapi mereka terhalang
oleh pagar besi berduri yang ada di belakang mereka. Melihat
yang demikian pasukan Muslimin menggencarkan serangannya
sehingga banyak mereka yang terbunuh. Ribuan mereka yang
jatuh bergelimpangan seperti kambing yang dibantai. Me
reka yang mundur sambil berusaha menghindari pagar duri itu,
ternyata salah jalan, kemudian terjebak oleh sebuah parit
yang dalam sekali. Dibutakan oleh rasa ketakutan ditambah
lagi malam yang gelap gulita, mereka terjerembab ke dalam
parit bersama kudanya. Banyak sekali korban dalam peristiwa
ini. Beberapa sejarawan memperkirakan sekitar delapan puluh
ribu, di luar mereka yang terbunuh dalam pertempuran, yang
diperkirakan tiga puluh ribu orang. Dengan demikian habislah
angkatan bersenjata yang gegap gempita itu, yang dikumpulkan
dari segenap penjuru Persia hendak mengusir pasukan
Muslimin, tetapi yang kemudian terjadi pasukan Muslimin
justru menggiring mereka ke sarang maut sebagai balasan, dan
tak ada yang selamat dari mereka, kecuali yang melarikan
diri.
Matinya Firozan
Firozan sendiri termasuk yang lari mencari selamat. Ia
tinggal seorang diri sebagai pelarian, memacu kudanya ke
arah Hamazan dengan harapan akan dapat berlindung. Waktu itu
ia terlihat oleh Nu'aim bin Muqarrin. Ia dikejar oleh Qa'qa'
bin Amr dari belakang hingga berhasil menyusulnya ketika
sampai di jalan pegunungan ke Hamazan. Karena ada
keledai-keledai dan bagal-bagal yang membawa madu lalu di
jalan itu, panglima pelarian itu terhalang jalannya. Ia
turun dengan berjalan kaki ingin menyelamatkan diri di
gunung itu. Qa'qa' membuntutinya terus sampai berhasil ia
membunuhnya. Setelah mengetahui peristiwa itu pasukan
Muslimin berkata: "Allah mempunyai pasukan madu," yang
kemudian menjadi peribahasa, dan jalan pegunungan itu pun
diberi nama "Jalan Madu."
Sisa-sisa pasukan Persia yang melarikan diri itu sudah
sampai di Hamazan. Tetapi pasukan Muslimin tidak akan
membiarkan mereka memasuki kota dalam keadaan selamat.
Mereka terus dikejar dan dikepung di kota itu. Mereka
bersumpah tidak akan meninggalkan tempat itu sebelum
pintu-pintu kota dibuka. Penguasa kota itu tahu apa yang
telah menimpa Firozan dan pasukannya. Ia mengirim delegasi
kepada Muslimin meminta perlindungan dan mengadakan
perundingan. Qa'qa' menerima tawaran itu dengan syarat ia
dapat menjamin Ha mazan dan Dastaba untuk mereka;
jangan ada yang menikam Muslimin dari belakang, memberikan
keamanan kepada Muslimin dan jangan ada yang menyerang
mereka. Dengan demikian semua orang merasa aman dan semua
yang lari kembali. Mereka kini hidup tenang.
Tatkala Qa'qa' dengan pasukannya kembali, ternyata
Huzaifah sudah memasuki Nahawand sesudah terjadi pertempuran
sengit dan berhasil menguasai semua rampasan perang, yang
kemudian diserahkan kepada Sa'ib bin Agra' yang ditunjuk
oleh Umar untuk mengurusnya. Rampasan perang yang diperoleh
ketika itu telah melebihi dugaan pasukan Muslimm. Huzaifah
bin Yaman kemudian membagikannya kepada para penakluknya,
dengan tambahan bagi mereka yang berpengalaman dalam perang
dan memberikan juga kepada pasukan yang ditugasi menjaga
barisan belakang prajuritnya agar tidak diserang dari
belakang. Begitu juga mereka yang dijadikan perisai pasukan
Muslimin mendapat bagian, seperti yang diberikan kepada
prajurit-prajurit yang ada di dalam pertempuran. Sungguhpun
begitu anggota pasukan berkuda semua mendapat enam ribu dan
anggota artileri dua ribu.
Di samping itu Kisra dulu sudah menitipkan permata
berlian kepada pengurus rumah ibadah Majusi, yang oleh Kisra
disediakan untuk para penggantinya, dan pihak Muslimin tidak
berhasil menemukan barang-barang berharga itu. Sementara
mereka sedang dalam suasana gembira ria dengan karunia Allah
itu tiba-tiba datang pengurus rumah ibadah Majusi itu
meminta suaka untuk dirinya - dan untuk siapa saja yang
dapat menunjukkan kepada Huzaifah tempat penyimpanan barang
yang amat berharga itu. Setelah Huzaifah memberikan suaka
kepadanya, ia mengeluarkan dua peti perhiasan penuh dengan
permata berlian yang sangat berharga. Pasukan Muslimin
melihat kedua peti itu tetapi mereka sudah merasa
berkecukupan dengan rampasan perang yang udah mereka
peroleh. Mereka sudah tidak memerlukannya lagi. Menurut
hemat mereka lebih baik barang-barang ini dikhususkan untuk
Umar.
Sesudah pasukan itu merasa puas tinggal di sana dan
dengan rampasan perang yang ada, Sa'ib bin Agra' membawa
kedua peti itu berikut seperlima rampasan perang. Setelah
itu ia berangkat ke Medinah hendak menyampaikan berita
kemenangan itu kepada Umar sambil menyerahkan rampasan
perang yang besar itu.
Sementara semua itu terjadi di Nahawand, di Medinah Umar
terus memantau berita-berita mengenai pasukan Muslimin.
Sebenarnya ia sangat prihatin jika yang disampaikan
kepadanya berita yang tidak menyenangkan. Oleh karena itu
tidurnya hanya sedikit sekali. Sebagian besar malam-malam
seperti itu digunakan untuk memohon kepada Allah agar
pasukan Muslimin diberi kemenangan. Ketika malam itu yang
diperkirakan ia akan bertemu dengan mereka, ia keluar
mencari berita. Sudah timbul firasat bahwa Allah telah
memberikan kemenangan dan telah menepati janji-Nya. Huzaifah
sudah mengutus Turaif bin Sahm ke Medinah untuk secepatnya
menyampaikan berita itu. Ketika sampai di Medinah, menjawab
pertanyaan Umar ia berkata bahwa Allah memberikan
karunia-Nya berupa kemenangan kepada pasukan Muslimin,
tetapi segala yang kurang menyenangkan dirahasiakannya.
Sudah tentu Umar dan kaum Muslimin ikut bergembira. Mereka
menadahkan tangan kepada Allah dengan rendah hati dan penuh
rasa takut. Lalu mereka cepat-cepat ke Masjid melakukan
salat sebagai tanda syukur kepada Allah.
|