|
21. Mesir di Tangan Muslimin (4/4)
Surat-menyurat Umar dengan Amr
Kebebasan mental inilah yang mengantarkan Amr bin As
mampu mengemudikan Mesir, seperti yang sudah kita lihat dan
sampai berhasil baik ia membaurkan penduduk asli dengan
segala perbedaan mereka dengan orang-orang Arab - ras,
bahasa dan agama. Pada mulanya senang sekali Umar mengetahui
hal itu; tetapi tak lama kemudian Amr berlainan pendapat
dengan Umar mengenai kebijakannya sekitar masalah perpajakan
begitu rupa sehingga ia harus mendapat teguran keras. Sudah
berulang kali Umar menulis surat kepadanya, tetapi Amr belum
juga mengubah pendapat atau rencananya. Malah ia bersikeras
bertahan, sehingga timbul rasa curiga dalam hati Umar.
Kecurigaan inilah yang membuat kedua tokoh itu mengadakan
surat-menyurat terusmenerus, hal yang tidak mungkin
dapat kita bayangkan di zaman kita sekarang. Bagaimana akan
dapat kita bayangkan, Amr bin As yang sudah menempatkan diri
sama dengan Amirulmukminin, padahal dia tahu betul betapa
kerasnya Umar terhadap para pejabatnya. Dia akan bertindak
cepat untuk memecat mereka begitu kepercayaannya hilang
terhadap keadilan dan amanat yang harus mereka pegang
teguh!
Ketika itu Amr bin As sangat berhati-hati sekali untuk
mengambil hati orang-orang Mesir dan tidak akan membuat
beban kepada mereka. Ia akan memperbaiki keadaan mereka
sesuai dengan keinginannya. Dari pendapatan Mesir dan dari
jizyah yang dikenakan kepada penduduk dikeluarkannya untuk
penggalian teluk-teluk, mendirikan jembatan-jembatan dan
bangunan-bangunan tinggi serta penyeberangan pulau-pulau.
Sisanya baru dikirimkan kepada Amirulmukminin. Pada awal
pembebasan kota-kota itu memang banyak memerlukan biaya.
Begitu keadaan sudah stabil, Amr mulai mengadakan penggalian
Teluk Trajan - yaitu teluk yang kemudian diberi nama Teluk
Amirulmukminin - juga untuk memperbaiki segala sarana umum
di kota setelah dirusak oleh pihak Rumawi. Namun kota-kota
atau desa-desa yang sudah hancur itu dibebaskan dari
pungutan. Umar memang sedang memerlukan dana untuk
melaksanakan kebijakannya di Semenanjung dan untuk itu ia
mendesak Amr agar mengirimkan hasil pendapatan itu
sepenuhnya. Tetapi ia tidak segera mendapat tanggapan atas
permintaannya itu karena dia juga bersikeras hendak
melaksanakan kebijakannya. Umar merasa kesal dengan sikapnya
itu. Surat-menyurat antara kedua tokoh itu telah mencapai
puncaknya hingga sampai ke tingkat tuduhan.
Yang pertama dikutip oleh para sejarawan sekitar
surat-menyurat itu ialah surat Umar kepada Amr ini:
"Amma ba'du. Saya sedang memikirkan masalah Anda dan apa
yang Anda hadapi. Kalau tanah Anda tanah yang luas dan
bagus, untuk itu Allah sudah memberikan jumlah penduduk yang
besar, tabah dan kuat di darat dan di laut. Karena dinasti
Firaun sudah mengolah dan menanganinya begitu rapi di
samping segala keangkaramurkaan dan kekufurannya, Anda lalu
heran karenanya. Tetapi yang lebih mengherankan lagi dari
keheranan Anda itu Anda tidak dapat melaksanakan separuhnya
pun dari pajak yang sudah Anda laksanakan sebelum itu, tanpa
menimbulkan kekeringan dan paceklik. Sudah terlalu banyak
saya menulis surat kepada Anda mengenai pajak pendapatan di
negeri Anda itu. Saya kira kiriman itu sudah akan sampai ke
tangan kami tanpa harus menunda-nunda, dengan harapan Anda
sadar dan melaporkan hal itu kepada saya. Tetapi ternyata
laporan-laporan yang Anda kirimkan tidak sejalan dengan yang
ada dalam pikiran saya. Saya tidak akan mau menerima pajak
itu kurang dari yang sudah Anda ambil sebelum itu. Kendati
begitu saya tidak tahu apa yang membuat Anda mengelak dan
sesak napas menerima surat saya. Kalau Anda sudah dapat
mencukupkan dengan yang sebenarnya, maka kebersihan itu akan
sangat berguna; tetapi kalau Anda menghambur-hamburkannya
secara lebih boros, masalahnya bukanlah seperti yang
dibisikkan hati Anda. Saya sudah membiarkan hal itu sejak
tahun lalu dengan harapan Anda akan sadar dan mengirim
laporan kepada saya. Saya tahu hal ini tidak akan merintangi
Anda, kecuali jika pejabat-pejabat Anda memang
orangorang jahat dengan segala penggelapan dan
pekerjaan yang terselubung. Oleh mereka Anda dijadikan gua
(tempat bersembunyi), dan apa yang saya tanyakan itu insya
Allah obatnya sudah ada pada saya. Abu Abdullah, janganlah
Anda bersedih hati kalau hak itu diambil dari Anda dan
diberikan kepada yang lain. Susu itu dapat diperoleh dengan
diperah. Kebenaran itu sudah jelas, dan biarlah saya yang
menanggung semua itu, dan soalnya sudah diketahui semua
orang. Wasalam."
Surat ini kulit luarnya teguran dan isinya ancaman.
Adakah surat ini akan mengejutkan Amr atau lalu mengubah
kebijakannya? Tidak! Malah surat Amirulmukminin itu
dibalasnya dengan surat yang memperlihatkan rasa harga diri,
dengan benar-benar bertahan pada kebijakannya itu, serta
membela tuduhan yang ditujukan kepadanya dengan nada bahasa
yang tidak pula kurang kerasnya dari nada Amirul
mukminin. Surat Umar itu dibalas dengan mengatakan:
"Amma ba'du. Surat Amirulmukminin yang mengenai
kelambatan soal pajak itu sudah saya terima, dan yang
menyebutkan soal pekerjaan dinasti Firaun sebelum saya serta
keheranan tentang pajak pendapatan di tangan mereka, dan
sejak kedatangan Islam jadi berkurang. Memang, pajak
pendapatan waktu itu lebih banyak, tanah lebih subur, sebab,
dengan segala kekufuran dan keangkaramurkaannya ketika itu
mereka lebih berhasrat menyuburkan tanah mereka daripada
kita sejak kedatangan Islam. Anda menyebutkan bahwa dengan
diperas susu itu dapat keluar lalu saya memerasnya demikian
rupa hingga susu itu habis. Sudah banyak Anda menulis surat,
dan Anda menegur saya, menyindir dan menyalahkan saya. Saya
tahu Anda menyembunyikan sesuatu kepada saya yang tidak Anda
ketahui. Lalu Anda membawabawa hal yang jelek-jelek
dan berisi fitnah. Dalam hal ini Anda memang ada benarnya.
Anda tetap teguh, keras, bersungguh-sungguh dan jujur. Kita
sudah sama-sama bekerja dengan Rasulullah Sallallahu 'alaihi
wa sallam dan dengan sahabat-sahabat sesudahnya, dan
alhamdulilah, apa yang diamanatkan kepada kita sudah kita
laksanakan, kita menjaga apa yang menjadi kewajiban kita
terhadap pemimpinpemimpin kita. Di luar itu kita lihat
jelek dan pekerjaan yang tercela. Dalam hal ini kita diberi
tahu dan pemimpin kita percaya kepada kita. Semoga Allah
melindungi kita dari harta rampasan itu, dan dari bahaya
sifat-sifat tercela, dan berani melakukan segala perbuatan
dosa. Pegang teguhlah tugas Anda, Allah sudah menjauhkan
saya dari segala kenikmatan dan keinginan yang hina sesudah
surat Anda yang tidak lagi mengindahkan kehormatan seorang
sahabat, dan tidak lagi menghargainya. Sungguh, wahai Ibn
Khattab, ketika itu menjadi tuntutan kepada saya, sungguh
saya marah dalam hati. Setiap saya melakukan suatu pekerjaan
saya sudah merasa terikat dengan pekerjaan itu. Tetapi saya
memperhatikan apa yang tidak Anda perhatikan. Andaikata saya
seorang Yahudi Yasrib tidak saya tambah. Semoga Allah
mengampuni Anda dan kita semua! Banyak hal yang sudah saya
ketahui, saya diamkan, dan untuk itu saya dapat
mengendalikan lidah saya. Tetapi yang cukup jelas Allah
telah memberikan kehormatan yang besar kepada Anda.
Wasalam."
Umar tidak terkejut dengan surat itu, malah ia mau
menggunakan tangan besi terhadap Amr bin As, dan tidak akan
memperlunak supaya tidak terus berlarut-larut. Maka
ditulisnya lagi surat mengatakan: "Amma ba'du. Anda heran
karena saya sudah menulis surat begitu banyak kepada Anda
sehubungan dengan kelambatan Anda mengirim kan pajak
penghasilan itu dan surat Anda kepada saya yang
bermacammacam cara itu. Anda sudah tahu bahwa yang
saya inginkan dari Anda hanyalah yang sebenarnya dan serba
jelas. Anda saya kirim ke Mesir bukan untuk menjadikan Mesir
barang rampasan untuk Anda dan golongan Anda, melainkan
dengan harapan Anda dapat memperoleh pajak yang lebih banyak
serta kebijaksanaan Anda yang lebih baik. Jika Anda menerima
surat saya ini maka kirimkanlah hasil pajak itu, yang tidak
lain adalah hak kaum Muslimin. Saya yakin Anda sudah tahu
mereka itu dalam keadaan terkurung. Wasalam."
Jawaban Amr atas surat ini sudah tidak begitu keras lagi.
Tetapi sikapnya yang kukuh dengan kebijakannya itu tidak
pula kurang menonjolnya. Kita lihat ia berterus-terang
dengan mengatakan: "Amma ba'du. Surat Amirulmukminin yang
merasakan saya lambat mengirimkan hasil pajak, dan
menganggap saya sudah menyimpang dari kebenaran dan dari
jalan yang benar, sungguh, seperti Anda ketahui, saya bukan
tidak menghendaki kebaikan! Tetapi penduduk di sini meminta
saya menangguhkan sampai musim panen nanti. Hal ini saya
pertimbangkan. Bersikap lemah lembut terhadap mereka lebih
baik daripada bersikap keras, yang akibatnya mereka akan
melakukan jual-beli yang tidak menguntungkan mereka.
Wasalam"
Sesudah membaca surat-surat ini barangkali pembaca akan
sependapat dengan saya, bahwa memang tidak mudah kita
membayangkan hal semacam ini akan dapat terjadi pada waktu
sekarang, antara seorang kepala pemerintahan yang berkuasa
seperti Umar, dengan pejabatnya di sebuah negeri yang sudah
ditaklukkan. Amr bersikeras tidak akan memaksa rakyat Mesir
membayar pajak sebelum waktu musim tanam, dan tidak akan
menambah mereka dengan beban, supaya tidak terganggu dan
memaksa mereka menjual barang yang sangat mereka perlukan
untuk makan dan usaha mereka. Menurut pendapatnya, bersikap
lemah lembut terhadap mereka akan membuat mereka lebih
senang untuk memenuhi apa yang diharapkannya dari mereka,
tanpa harus menggerutu atau mengeluh. Tetapi Umar
berpendapat pajak yang dipungut dari Mesir itu tidak boleh
kurang dari yang pernah dipungut oleh Rumawi dan oleh
dinasti Firaun.23 Ia melihat segala argumen yang
dikemukakan oleh Amr itu hanya untuk mengulur-ngulur waktu
dengan alasan-alasan yang tak dapat diterima. Di samping itu
timbul rasa curiga karena dalih-dalih yang dikemukakan itu
dirasakan terselubung kebohongan. Amr ingin menutup-nutupi
ketidakmampuannya, bahkan ingin menutup-nutupi segala
kekayaan Mesir yang melimpah itu untuk dirinya dan
golongannya.
Akhirnya Umar merasa kesal juga dengan surat-menyuratnya
itu. Dengan sikapnya yang keras yang sudah terkenal,
mengingat hubungannya dengan Amr yang makin lama makin
gawat, ia melihat suatu bahaya yang sedang mengancam, yang
jika tidak segera diambil langkah akan menjurus kepada
hal-hal yang tidak dikehendakinya. Oleh karenanya, ia
beralih pada tuduhan yang lebih berterus-terang. Ia kemudian
bersama-sama dengan Amr mengadakan penyelidikan mengenai
harta kekayaannya selama ia ditugaskan di Mesir. Ia menulis
dengan mengatakan: "Sekarang sudah tampak jelas kekayaan
yang ada pada Anda, yang terdiri dari hamba sahaya, perabot
rumah dan hewan, yang tidak Anda miliki ketika Anda
ditugaskan di Mesir," yang dijawab oleh Amr dengan
mengatakan: "Tanah ini adalah tanah yang subur dan pusat
perdagangan. Kami memperoleh kelebihan dari yang kami
perlukan untuk belanja kami." Jawaban Khalifah lagi: "Saya
sudah mendapat laporan secukupnya mengenai pejabat-pejabat
yang tidak becus. Surat Anda kepada saya adalah surat orang
yang risau untuk bersikap benar. Saya sudah berprasangka
buruk terhadap Anda, dan saya sudah mengutus Muhammad bin
Maslamah untuk sama-sama membagi kekayaan Anda.
Perlihatkanlah kepadanya semua yang dimintanya dan ia tidak
akan bersikap kasar kepada Anda karena dia sudah mengetahui
segala persoalannya."
Muhammad bin Maslamah berangkat ke Mesir dan menyelidiki
harta Amr. Ketika itu Amr berkata: "Zaman ini, ketika Ibn
Hantamah memperlakukan kami dengan perlakuan begini adalah
zaman yang sungguh buruk! Al-As24 dulu mengenakan
pakaian bulu sutera dengan keliman kain sutera brokat."
Dijawab oleh Ibn Maslamah: "Heh! Kalau bukan karena zaman
Ibn Hantamah yang Anda benci ini, Anda akan terlihat sedang
menambat kambing di halaman rumah Anda. Yang banyak Anda
sukai, yang sedikit Anda benci." Amr segera menimpali:
"Permohonan saya, tolong kata-kata saya ini jangan
disampaikan kepada Umar. Pertemuan kita ini hanya antara
kita." Ibn Maslamah menjawab lagi: "Saya tidak akan
mengatakan apa-apa yang sudah terjadi antara kita selama
Umar masih hidup."25
Surat-menyurat antara Umar dengan Amr - seperti yang
terjadi sebelum itu antara Umar dengan Khalid bin Walid -
membuktikan bahwa kalangan Muslimin yang mula-mula itu
mempunyai kebebasan dan rasa harga diri tanpa sikap congkak
yang kosong. Mereka sangat menghormati hukum yang berlaku,
tanpa mengabaikan hak yang telah diberikan Allah dan Islam
kepada Khalifah. Tetapi penghormatan mereka kepada hukum dan
pengakuan mereka atas hak Khalifah, tidak sampai membuat
mereka lupa akan harga diri dan kebebasan pribadi mereka.
Persamaan hak dan kewajiban antara mereka dengan Khalifah
tetap mereka junjung tinggi dan mereka hormati. Bagi mereka
hukum itu tidak berarti suatu penghinaan dan penghambaan,
juga hak-hak Khalifah tidak berarti hendak menekan hak-hak
mereka, begitu juga kekuasaannya tidak berarti hendak
mengurangi kebebasan dan harga diri mereka. Bahkan kebebasan
dan hukum itu berimbang, masing masing tidak saling
menekan, malah satu sama lain saling memperkuat. Kalau dalam
hati Khalifah timbul rasa curiga dan ia menuduh seseorang,
kemudian terbukti bahwa ia telah merugikan orang tersebut,
maka atas tuduhan itu ia berkewajiban meminta maaf
kepadanya, dan mengumumkan kepada masyarakat ramai bahwa
orang itu tidak bersalah. Jika hukum atau suatu kepentingan
mengharuskan memecat seseorang dari jabatannya bukan karena
kecurigaan, Khalifah harus menjelaskan alasan pemecatannya
supaya tidak timbul kecurigaan orang kepadanya. Adanya
sating menghormati ini, serta menjunjung tinggi kebebasan
dan undang-undang, itulah yang memberikan kekuatan sehingga
mempermudah kaum Muslimin waktu itu menyebarkan peradabannya
ke seluruh dunia, dan yang dapat bertahan selama
berabad-abad.
Umar, dengan segala penghormatannya kepada hukum yang
begitu tinggi, tidak pula ragu untuk memecat setiap pejabat
yang tak dapat menghilangkan rasa curiga dalam hatinya.
Malah ia menganggap suatu kewajiban baginya, sama dengan
kewajiban untuk menghormati kebebasan dan hukum. Dalam
surat-menyurat dengan Amr itu sudah kita lihat bahwa Umar
sudah hampir memecatnya. Barangkali itu sudah akan
dilakukannya kalau tidak kemudian ia terbunuh tak lama
sesudah urat-menyurat dan penyelidikan harta kekayaan Amr
itu. Keadaan Amr ini tetap ditangguhkan, tetapi setelah
kekhalifahan Usman bin Affan penangguhan ini tidak
berlangsung lama.
Apa yang akan terjadi sekiranya Umar tidak terbunuh dan
Amr dipecat. Akan adakah golongan-golongan yang ikut solider
seperti terhadap Khalid bin Walid dulu ketika dipecat oleh
Umar? Adakah karena tindakannya itu ia lalu akan dituduh
seperti tuduhan karena tindakannya dulu memecat Khalid?
Ataukah penakluk Mesir itu sudah tak mempunyai pengikut
seperti Saifullah itu dulu, dan di mata orang ia hanya
sebagai orang tertuduh yang telah dituduhkan Khalifah
kepadanya, sehingga pemecatannya itu tidak akan menimbulkan
kemarahan dan tidak mengejutkan orang?!
Nilai Amr dalam membebaskan Mesir
Untuk menjawab pertanyaan semacam ini cukup sulit. Dalam
kenyataan Usman bin Affan telah memecat Amr bin As dari
Mesir dan mengangkat Abdullah bin Abi Sarh sebagai
penggantinya. Tetapi dari sejarawan-sejarawan Muslimin tak
ada yang menyebutkan adanya kemarahan orang seperti yang
mereka sebutkan dengan pemecatan Khalid bin Walid. Adakah
sebabnya karena di Mesir Amr mengambil keuntungan untuk
dirinya dan golongannya sendiri sehingga dengan pemecatan
itu tak ada orang yang marah, bahkan tak ada yang peduli?
Ataukah ada segolongan orang yang solider terhadap Amr.
Beberapa narasumber sudah juga menceritakan kejadian itu,
tetapi para sejarawan mengabaikannya, sebab mereka melihat
Amr yang berpihak kepada Mu'awiah dalam perselisihannya
dengan Ali bin Abi Talib, sehingga tidak lagi mereka
perhatikan? Bagaimanapun keadaannya, dengan pembebasan Mesir
itu yang jelas kedaulatan Islam telah berutang budi kepada
Amr, berutang budi karena kebijakannya yang baik dan ia
dapat merangkul hati penduduk - utang yang tidak akan dapat
dibalas dengan apa yang dikatakan orang - kalau benar -
bahwa dia mengambil keuntungan untuk dirinya. Memang benar,
bersihnya suatu pemerintahan harus berada di atas segala
pertimbangan; tetapi kita tidak melihat apa yang dialamatkan
orang kepada Amr yang memperlihatkan bahwa dia telah
melanggar prinsip kejujuran, sehingga boleh orang tidak
mengakui segala haknya atau mengabaikan pekerjaannya yang
agung itu.
Lebih-lebih lagi penghargaan kita kepada Amr dan segala
jasanya, apa yang kemudian terjadi setelah pemecatannya. Dia
tak pernah absen dalam menjalankan kewajibannya. Ia tinggal
di Mekah saat Abdullah bin Sa'd (bin Abi Sarh) di Mesir
merepotkan penduduk Iskandariah dengan pelbagai macam pajak
sehingga mereka menggerutu, dan mendorong pihak Rumawi
menulis surat kepada Kaisar di Konstantinopel, bahwa
kesempatan kini sudah terbuka untuk mengadakan pembalasan.
Seruan itu disambut oleh Kaisar. Dia mengirim panglima
Manuel dengan sebuah pasukan besar, diangkut oleh sebuah
armada terdiri dari 300 kapal, berangkat ke Iskandariah dan
berlabuh di sana. Mereka menduduki kota itu dan membunuhi
pasukan Muslimin yang bertahan di sana. Mereka telah
menyebarkan rasa takut di hati penduduk, dan semua fasilitas
sudah mereka kuasai. Karena sudah tidak mampu menghadapi
serbuan itu, Abdullah bin Sa'd menulis kepada Khalifah
meminta bantuan. Amr bin As yang diminta oleh Khalifah untuk
kembali ke Mesir menghadapi pihak Rumawi, sedikit pun tidak
majumundur,26 dan tidak sedikit pun ia
menaruh dendam karena pemecatannya itu. Dia berangkat sampai
mencapai Babilon saat Manuel dan pasukannya maju ke Mesir
Hilir. Amr memergoki mereka di Naqyus dan berhasil
mengalahkan dan memukul mundur mereka kembali ke
Iskandariah. Mereka bertahan di sana. Setelah Amr melihat
bentengbenteng Iskandariah mengadakan perlawanan, ia
merasa sayang sekali jika membiarkan benteng-benteng itu
tetap berdiri. Ia bersumpah: Kalau Allah memberikan
kemenangan kepadanya di kota itu, tembok-tembok kota itu
akan dihancurkan, biar seperti rumah pelacur yang ada di
mana-mana. Orang-orang Mesir sendiri masih ingat bagaimana
ia begitu akrab dengan mereka disertai kebijaksanaan yang
begitu baik kepada mereka. Itu sebabnya mereka pun
memberikan bantuan melawan musuh. Setelah Amr mendapat
kemenangan, benteng-benteng dan tembok-tembok Iskandariah
itu memang dihancurkannya setelah membunuh para prajurit
perangnya. Perempuan-perempuan dan anak anak dijadikan
harta rampasan.
Usman bin Affan bermaksud hendak membalas jasa kepada Amr
itu dengan mengangkatnya sebagai panglima tertinggi pasukan
Mesir dengan Abdullah bin Sa'd tetap sebagai penguasa dan
yang menentukan pajak penghasilannya. Tawaran Khalifah itu
ditolak oleh Amr dengan mengatakan: "Jadi saya seperti orang
yang memegang kedua tanduk sapi betina, orang lain yang
memerahnya!" Kemudian ia kembali ke Mekah sampai
pemerintahan sudah di tangan Mu'awiah bin Abi Sufyan. Dia
diangkat kembali untuk Mesir dan diberi kebebasan di sana.
Amr bin As memerintah Mesir dengan kebijaksanaan dan
pandangannya yang baik. Sampai akhir hayatnya ia tetap
tinggal di Mesir meninggal dan dimakamkan di sana. Tetapi
makam itu sudah dimakan waktu, dan tak seorang pun ada yang
tahu di mana letaknya sekarang.
Kita memang tidak menguraikan panjang lebar peranan Amr
di Mesir setelah masa Umar, karena memang tidak termasuk
bidang buku ini. Baiklah kini kita kembali kepada ingatan
kita tentang yang sudah kita catat - sejak pertama kali
terpikir oleh Amr hendak membebaskan Mesir - untuk mengingat
kembali jasa orang ini yang telah mengalihkan Mesir dari
tangan Rumawi ke tangan Muslimin. Dialah yang berangkat ke
sana dengan sebuah pasukan yang tidak sampai 4000 orang
jumlahnya. Dia yang telah membebaskannya dengan pasukan ini
dan dengan sedikit bala bantuan yang diberikan Khalifah
kepadanya. Dia juga yang telah menjalankan kebijakannya
mengatur pemerintahan, mengemudikan segala persoalan dan
mengambil hati penduduk. Tidaklah berlebihan orang yang
mengatakan: Kehadiran Mesir yang Islam ini berutang budi
kepada Amr bin As. Baik Irak, Syam ataupun Persia, tak ada
yang mengenal utang budi seperti kepada panglima Muslim
ini.
Sekarang, penakluk agung yang telah menggetarkan dunia di
masa pemerintahan Umar dan telah membuat para sejarawan
terpesona itu, sudah kita selesaikan. Sesudah Semenanjung
Arab kita tinggalkan - di tengah-tengah semua penaklukan ini
untuk melihat bagaimana panglimapanglima Arab itu
menguasai kerajaan-kerajaan Persia dan Rumawi - baiklah
sekarang kita kembali lagi ke Medinah, berada di samping
Umar, untuk melihat bagaimana perkembangan Semenanjung itu
pada masa pemerintahannya, dan bagaimana pula rakyat
menghadapi detikdetik luar biasa yang terjadi di depan
mata dan yang mereka dengar itu. Pembaca akan melihat
bersama kami, bahwa apa yang berlangsung di sana,
keagungannya tidaklah kurang dari keagungan semua
pembebasan. Itulah pembebasan yang tetap membekas lebih
kekal dalam sejarah, pengaruhnya lebih dalam dalam sejarah
dunia secara keseluruhan.
Catatan Kaki:
- Kawasan Libia sekarang. - Pnj.
- Ibrahim bin Muhammad bin Duqmaq (750-809
H./1349-1407) sejarawan Mesir yang lahir dan dibesarkan
di Kairo. Ia telah menulis sekitar 200 naskah mengenai
Mesir, dikenal sebagai penulis yang baik, obyektif dan
kadang jenaka. Beberapa di antara bukunya mengenai
sejarah Mesir. Pernah tinggal di Dimyat kemudian kembali
dan meninggal di Kairo. - Pnj.
- Menurut sebuah sumber yang dikutip oleh Balazuri
menyebutkan bahwa setelah Amr bin As mengadakan
pengepungan dan penggempuran persetujuan kemudian dibuat
dengan pihak Antabulus dan kotanya Barqah, yang terletak
di antara Mesir dengan Afrika, dengan ketentuan mereka
akan membayar jizyah dengan cara menjual anak-anak
mereka, mereka yang mengingini jizyah. Untuk itu telah
dibuat persetujuan tertulis. Andaikata mereka berstatus
hamba sahaya persetujuan demikian tentu sudah tidak
diperlukan.
- Mungkin dia Yaqut bin Abdullah al-Hamawi (574-626 H.
= 1179-1229 M.), seorang geografer kelahiran Anatolia,
Turki. dan dibesarkan di Suria. Dua bukunya
berjilid-jilid yang terkenal, "Kamus Geografi" dan "Kamus
Biografi Sastrawan" (Mu'jamul Buldan dan Mu'jamul
Udaba'). - Pnj.
- Kabilah yang terbesar Lawatah. Dalam Husnul Muhadarah
Suyuti berkata: "Orangorang Berber itu di
Palestina, rajanya Jalut. Setelah dibunuh oleh Nabi Dawud
mereka keluar menuju Magribi dan berakhir di Lubiah. Di
sana mereka terpencar. Suku-suku Zananah dan Magilah
meneruskan perjalanan ke Magribi dan tinggal di
pegunungan, suku Lawatah tinggal di Antabulus, yaitu
Barqah. Di Magribi ini mereka terpencar, dan suku Hawarah
di kota Labdah."
- Fai' segala yang diperoleh tanpa perang dari harta
orang di luar Islam (N.) - Pnj.
- Karya penulis-penulis sekitar abad ke-9 M. seperti
al-Balazuri, at-Tabari dan lainnya sering tidak mudah
diungkapkan dalam terjemahan. Terpaksa dilakukan dengan
terjemahan harfiah dengan akibat pengertian yang mungkin
terasa rancu. - Pnj.
- Imam Abu Yusuf Ya'qub bin Ibrahim al-Kufi (113-182
H./732-799 M.). ahli fikih Hanafi, sebagai kadi Bagdad
menduduki jabatan penting pada zamannya. Buku ini ditulis
dengan pengantar untuk menjadi pegangan Harun ar-Rasyid.
- Pnj.
- Dalam Lisanul 'Arab disebutkan bahwa Fustat adalah
tempat pertemuan penduduk kota kecil itu di sekitar
mesjid jamaah mereka. Terdapat dalam enam bahasa mengenai
kata 'fustat' ini; yang lain rasanya tak perlu
disebutkan. Beberapa ahli berpendapat, bahwa nama ini
berasal dari kata Fossatum dalam bahasa Bizantium, yang
berarti 'tentara' atau 'kota yang dibentengi,' dan orang
Arab yang mendengarnya di Syam dan di Mesir memasukkannya
ke dalam bahasanya.
- Butler, ibid, terjemahan bahasa Arab, h. 385.
- Ilmuwan Weil menyebutkan bahwa Firaun Necho sudah
menggali sebuah teluk di celah Suez, dari Laut Tengah ke
Laut Merah.
- Compagnie Universelle du Canal Maritime de Suez. -
Pnj.
- Lihat Al-Imtiyazat wal I'fa'at allati Tatamatta' biha
al-Ajanib fi Misr ("Hak-hak Istimewa dan Pengecualian
yang Diperoleh Orang-orang Asing di Mesir") yang ditulis
dalam bahasa Prancis oleh Baha'uddin Barakat Basya, h.
35-47.
- Masing-masing bulan kesepuluh, sebelas dan dua belas
menurut kalender Kopti. - Pnj.
- Abul-Mahasin Jamaluddin Yusuf bin Tagri Bardi
(813-874 H/1411-1479 M) sejarawan Mesir terkenal lahir di
Kairo, berguru kepada sejarawan al-Maqrizi dan beberapa
ulama terkenal pada zamannya. Ada tujuh buku karangannya
yang diketahui, dan buku ini yang paling terkenal. Ia
mencatat peristiwa-peristiwa sejarah sejak mula masuknya
Islam di Mesir sampai pada zamannya. - Pnj.
- Lihat Legrain, Louqsor sans Les pharaons.
- Dalam membantah mitos ini Prof. Salim Hasan mengacu
kepada Harris Papyrus, I. W. Erichson 1/37-41 dan
sumber-sumber lain, di antaranya Maspero, The Dawn of
Civilisation h. 39 dan seterusnya, dan Charles Ballanche,
Le Nil a l'epoque Pharaonique h. 69 dan seterusnja.
- Jamaluddin Abul-Hasan Ali al-Qifti (563-646 H. =
1167-1248 M.) lahir di Mesir, belajar hadis di Mesir dan
di Suria. Judul lengkap bukunya Tar'ikhul Ulama' bi
Ikhbaril H ukama'. - Pnj.
- Gregorius Abul-Faraj al-Ibri (624-686 H.= 1226-'86
M.) lahir di Malta. Menulis beberapa buku, di antaranya
tentang sejarah. - Pnj.
- Para sejarawan Muslimin menyebutnya Yahya.
- Butler membahas perpustakaan Sarapeum itu begitu
terinei sampai sembilan halaman. Lihat halaman 257-366
terjemahan bahasa Arab.
- "Kepercayaan Umat" gelar yang diberikan Rasulullah
kepada Abu Ubaidah. - Pnj.
- Konon yang dipungut Rumawi dari Mesir 20 juta dinar,
dan dinasti Firaun memungutnya 90 juta dinar, dan pada
masa Nabi Yusuf 'alaihis-salam 73 juta dinar menurut
nilai mata uang Islam. Adapun yang dikirimkan oleh Amr
tak terdapat persamaan; ada yang mengatakan 12 juta
dinar, ada pula dikatakan pada tahun pertama itu jauh
lebih kecil, yang oleh Balazuri dilaksir 2 juta dan yang
lain memperkirakan 4 juta dinar.
- Al-As bin Wa'il, ayah Amr bin As. Lihat h. 498. -
Pnj.
- Teks-teks percakapan antara Amr dengan Ibn Maslamah
ini kita kutip dari Balazuri. Bab pertama buku itu saya
cocokkan dengan sumber Ibn Abd-Rabbih dalam al-'Iqdul
Farid, dengan koreksi beberapa kata dalam Syarh Nahjul
Balagah oleh Ibn Abu alHadid. Kedua sumber itu
intinya tidak berbeda, kendati dalam komentar
masing-masing terdapat perbedaan yang menunjukkan bahwa
apa yang terjadi antara Khalifah dengan pejabat tingginya
itu memang sudah sangat gawat.
- Beberapa sumber menyebutkan bahwa Usman belum memecat
Amr di Mesir ketika Manuel menyerbu Iskandariah dan Amr
hanya menjalankan kewajiban sebagai pihak yang berkuasa
ketika menghadapi Rumawi. Sumber lain menyebutkan bahwa
Usman sudah memecatnya, tetapi dia masih tinggal di
Mesir. Ketika ia dipanggil untuk menghadapi Rumawi,
sesudah Abdullah bin Abi Sarh gagal, panggilan itu
dipenuhinya karena ia ingin kembali ke kawasan tempat ia
dipecat itu.
|