Umar bin Khattab

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

21. Mesir di Tangan Muslimin (2/4)

Mencari ibu kota baru

Gerangan tempat mana yang akan dijadikan pusat pemerintahannya oleh Amr serta mengatur dan melaksanakan segala kebijakannya itu? Wajar sekali jika yang akan menjadi pilihannya itu Iskandariah, karena sejak dibangun oleh Iskandar Agung sudah dijadikan ibu kota Mesir, kota besar yang dalam keindahan dan keagungannya tak ada kota lain yang dapat menandinginya. Di kota ini terdapat istana-istana yang dulu menjadi tempat tinggal raja-raja Ptolemaeus dan para penguasa Rumawi. Oleh karenanya ia menulis surat kepada Umar meminta izin akan menjadikan kota ini sebagai tempat tinggalnya dan pusat pemerintahannya. Kepada utusan itu Umar menanyakan: Adakah rintangan air yang akan menghalangi saya berhubungan dengan kaum Muslimin di sana? Utusan itu menjawab: Memang Amirulmukminin, kalau Sungai Nil sedang meluap. Seperti yang sudah kita lihat sebelumnya, Umar sangat berhati­hati sekali, jangan sampai ada rintangan apa pun yang menghalanginya berhubungan dengan kaum Muslimin di negeri-negeri yang telah dibebaskan. Ia menulis kepada Amr: "Saya tidak ingin Anda menempatkan kaum Muslimin di suatu daerah dengan perairan yang dapat menghalangi saya berhubungan dengan mereka, di musim dingin atau di musim panas."

Setelah menerima surat itu Amr tidak melihat ada tempat lain yang lebih baik dapat memenuhi keinginan Amirulmukminin daripada tempat yang di dekat benteng Babilon itu, yaitu persimpangan cabang-cabang Nil yang banyak terdapat di Delta dengan saluran-salurannya yang utama. Di samping itu memang dekat ke kota Memphis yang pada masa Firaun dulu dijadikan ibu kota Mesir. Tak ada air yang memisahkan kota ini dengan Hijaz. Dapat saja Umar dengan kendaraannya mencapai tempat itu tanpa menyeberangi air.

Amr bin As memang sudah memasang kemah besar di samping benteng Babilon itu ketika mengepungnya dulu, dan pasukan Muslimin yang dibawanya menamakan kemah besar itu 'Fustat.'9 Sesudah mereka menguasai benteng itu dan Amr sudah bersiap-siap akan berangkat ke Iskandariah, diperintahkannya agar Fustat itu dibongkar. Tetapi ternyata di dalamnya ada anak burung dara yang baru menetas. Kita dilarang melakukan itu, kata Amr. Kemudian dimintanya agar kemah tersebut dibiarkan sampai burung itu bisa terbang, dan hal itu dipesankannya kepada penghuni gedung. Sekembalinya dari Iskandariah pasukannya diperintahkan tinggal di Fustat dan membuat rencana perumahan mereka di sekitarnya. Demikian juga untuk perencanaan kota dengan menentukan beberapa kawasan Arab yang dibangun oleh orang-orang Kopti. Di tempat tenda itu dan sekitarnya Amr membangun sebuah mesjid, terletak di tengah-tengah taman-taman dan kebun-kebun anggur. Ia tetap di tempat itu bersama stafnya hingga mereka selesai membuat ceruk arah kiblat. Kemudian dipasang juga sebuah mimbar tempat ia naik untuk berkhutbah. Setelah perbuatannya itu diketahui oleh Umar ia menulis surat dengan mengatakan: "Amma ba'du. Saya mendapat kabar bahwa Anda membuat sebuah mimbar untuk naik ke atas leher kaum Muslimin. Tidakkah cukup Anda berdiri dan kaum Muslimin sudah di bawah kedua tumit Anda?! Saya meminta Anda segera menghancurkannya itu!" Oleh Amr mimbar itu segera dibongkar dan disingkirkan.

Pernah juga Amr setelah membuat sebuah rumah untuk Umar bin Khattab menulis surat kepadanya mengatakan: Kami sudah memetakkan sebuah rumah tinggal untuk Anda di mesjid jami. Tetapi dijawab oleh Umar dengan mengatakan: Bagaimana orang yang di Hijaz akan mempunyai rumah di Mesir! Kemudian dikeluarkannya perintah supaya rumah itu dijadikan pasar untuk kepentingan kaum Muslimin. Dan perintah itu pun dilaksanakan.

Amr telah memilih tanah lapang itu dan dijadikannya kota Fustat untuk ditempati kaum Muslimin penduduk kota agar tidak keluar dari tempat pemukiman mereka itu, dan untuk menghindari segala keluh kesah orang-orang Mesir. Mungkin juga dengan itu ia ingin membangun sebuah kota Islam yang dapat menghimpun pasukan Muslimin, sekaligus untuk tempat tinggal bersama keluarga mereka. Mereka akan menjadi sebuah lingkungan masyarakat yang akan membiasakan hidup di sana, seperti yang dilakukan oleh Sa'd bin Abi Waqqas tatkala Kufah dan Basrah dijadikan kota besar. Hanya saja, sebagai gubernur Mesir, setelah oleh Amr bin As dijadikan pusat pemerintahannya, cepat sekali kota ini menjadi ramai. Ia mengadakan transmigrasi penduduk Mesir besar-besaran ke sana dan sekaligus membangunnya. Sesudah kawasan kota bertambah luas di luarnya dibangun pula daerah pinggiran yang kemudian diberi nama "al-Askar," dan pusat pemerintahan pun dipindahkan ke sana.

Dengan demikian Fustat menjadi ibu kota Mesir, menjadi pusat perhatian orang dari Hulu Mesir sampai ke Hilir, dari pelabuhan­pelabuhan kedua Laut Tengah dan Laut Merah, yang membuat kota itu dari hari ke hari bertambah luas dan ramai. Akibat bertambah ramainya kota, kegiatan perdagangan pun pindah ke kota ini, dan kehidupan makin berkembang. Orang-orang terkemuka dari Iskandariah dan dari Memphis banyak pula yang pindah ke sana. Inilah langkah permulaan hilangnya kota Memphis dan berubah menjadi kota sejarah. Kebesarannya sudah tak terlihat lagi, kecuali jika dikaitkan dengan kebesaran Firaun, yang selama bertahun-tahun menjadikannya sebagai ibu kotanya. Kejadian ini sama halnya dengan Iskandariah, sehingga tidak lagi menjadi kota yang besar, yang begitu agung dan cemerlang, dengan keagungan pelabuhannya telah menerangi dunia sekitarnya.

Selama tinggal di Fustat itu pikiran Amr tertumpu pada bagaimana mengatur kebijakannya. Kita sudah melihat bahwa kebebasan menganut suatu keyakinan sudah dijadikan dasar kebijakannya itu. Setelah para rahib Kopti mengetahui dan sudah yakin benar mengenai hal ini banyak dari mereka yang keluar dari biara-biara tempat mereka dulu berlindung dari penindasan. Mereka datang menemui Amr bin As dan menyatakan kesetiaan mereka. Amr ingin sekali supaya Uskup Benyamin kembali memegang pimpinan agama mengingat ia sangat dicintai oleh orang­orang Kopti. Yang menambah kecintaan mereka, sesudah Benyamin melarikan diri jauh ke daerah Hulu dan menjauhi pihak Rumawi dengan berlindung di Sahara. Karenanya ia menulis untuk semua orang Kopti memberikan jaminan keamanan, dan khusus untuk Benyamin ia mengatakan: "Biarlah Uskup tua itu datang dengan aman, untuk dirinya, untuk mereka yang ada di bumi Mesir dan yang lain. Mereka tak boleh diganggu dan janganlah mengkhianati janji terhadap mereka." Mengetahui tentang janji panglima Arab itu, Benyamin keluar dari tempat persembunyiannya di Sahara, dan pergi ke Iskandariah. Ia datang sebagai pemenang di tengah-tengah sambutan kegembiraan penduduk Kopti tanpa sedikit pun merasa takut.

Sesudah Benyamin tinggal menetap di tengah-tengah para pengikutnya, Amr mengundangnya dan kedatangannya disambut dengan ramah dan penuh penghormatan. Benyamin berbicara dengan panglima itu, dengan tutur bahasa yang sedap, perlahan dan tenang. Panglima itu pun senang sekali mendengarkan kata-katanya. Oleh Amr ia diberi kekuasaan agama terhadap penduduk Kopti dalam mengurus segala persoalan dengan bebas. Uskup itu keluar dari tempat panglima Islam itu dengan besar hati dan perasaan gembira. Ia kembali ke Iskandariah dengan penuh rasa syukur dan berkata kepada pengikut-pengikutnya: "Saya sekarang kembali ke kota saya Iskandariah. Saya melihat di sini sudah aman dari rasa takut, dan tenang setelah mengalami malapetaka. Segala penindasan dan tindakan kekerasan orang-orang kafir itu sudah dijauhkan Tuhan dari kita."

Makin lama ia merasa harus lebih banyak bersyukur. Dalam melaksanakan upacara-upacara keagamaannya penduduk Kopti mendapat kebebasan berkumpul bersama Uskup itu. Gereja-gereja mereka sendiri mereka perbaiki, dan mereka leluasa pergi ke biara-biara. Mereka datang menemuinya dalam iring-iringan, didahului oleh pedupaan dan pelepah daun kurma.

Begitu gembiranya penduduk Kopti itu dengan pulihnya kebebasan pada mereka, dilukiskan oleh Severus dengan mengatakan: "Kegembiraan mereka yang meluap-luap itu tak ubahnya seperti anak-anak domba yang dibuka talinya dan dilepas untuk menyusu kepada induknya." Kendati Hanna an-Naqyusi yang sudah begitu terkenal kebenciannya kepada Muslimin dan berusaha mencari-cari kesalahan mereka, mengenai Amr bin As ia menulis: "Ia begitu keras memungut pajak yang sudah disepakati, tetapi sedikit pun tak ada milik gereja yang diambilnya; tak ada barang apa pun yang dirampas atau melakukan pemaksaan, malah ia ikut memelihara gereja-gereja itu dan melindungmya sampai akhir hayatnya." Mengenai orang-orang Mesir ia mengutip kata­kata mereka: "Pihak Rumawi itu tidak akan keluar dari Mesir dan Muslimin tidak akan mendapat kemenangan melawan mereka kalau tidak karena Heraklius telah melakukan segala kejahatan besar, dan di tangan Cyrus orang-orang Kopti dan masyarakat agamanya telah dijerumuskan. Inilah yang menyebabkan Rumawi kehilangan kekuasaannya dan pihak Muslimin membebaskan Mesir."

Kaum Marcionit, yang terdiri dari orang-orang Mesir dan Rumawi yang tinggal di Mesir tidak pula kurang dari orang-orang Kopti ikut menikmati kebebasan beragama. Seperti kaum Monofisit, mereka juga mendapat perlindungan dari Amr. Tidak sedikit orang Kopti yang di zaman teror itu pindah ke sekte Marcionit, tak lama setelah adanya kebebasan beragama, mereka kembali kepada sekte mereka semula dan berkumpul dengan gembala mereka yang lama, dan di tangannya mereka memperoleh "mahkota pengakuan" seperti dalam ungkapan Severus. Tetapi orang-orang Kopti yang lain, yang sudah pindah ke sekte Marcionit, mereka tetap bertahan, dan hukum Islam tidak dapat menyuruh mereka mengubahnya secara paksa. Itu sebabnya, dalam jumlah besar banyak kaum Marcionit di Mesir yang tetap bertahan sampai 50 tahun kemudian setelah Mesir dibebaskan. Tetapi jumlah mereka kemudian makin berkurang karena yang dari orang-orang Mesir merasa bahwa dalam arti hubungan sosial mereka harus masuk ke dalam sekte masyarakat mereka sendiri, dan orang-orang Rumawi yang masih ada di Mesir memilih bergabung dengan keluarga mereka. Dengan demikian mereka menganut agama pihak mayoritas atau agama penguasa.

Sambutan orang-orang Mesir terhadap Islam

Karena pengaruh adanya kebebasan beragama ini banyak orang Rumawi dan orang Mesir yang kritis berpikir-pikir mengenai sekte­sekte mereka yang saling bertentangan itu. Kebanyakan mereka kemudian mengambil kesimpulan akan menerima dan masuk Islam. Mereka melihat, segala pertentangan sekte-sekte yang ada terjadi dalam tubuh Kristen serta penindasan mereka satu sama lain membuat mereka ingin menjauhinya, dan menyebabkan mereka menempuh jalan kebebasan berpikir untuk memilih suatu kepercayaan yang mereka yakini. Islam pada masa yang mula-mula itu mengajak manusia untuk penalaran terhadap alam semesta ini dengan sebebas-bebasnya, lepas dari segala ikatan apa pun, yang ketika itu tidak mengenal mazhab-mazhab dan golongan-golongan dan tidak pula mengenal fanatisme buta dari satu mazhab untuk mazhab yang lain. Bahkan pintu ijtihad terbuka lebar­lebar bagi mereka yang berpandangan luas dan tajam.

Prinsip-prinsip yang begitu dalam dan agung yang tercantum di dalam Qur'an mulia itu mengajak orang untuk melakukan hal itu. Kalau benar apa yang kadang dikatakan orang bahwa orang-orang Mesir yang menganut agama Islam waktu itu karena mereka ingin status mereka disamakan dengan para pemenang. Tetapi yang berperi laku demikian jumlahnya hanya sedikit, sedang yang kebanyakan, mereka menganut agama ini atas dasar kesadaran dan keimanan. Tidak heran jika demikian, naluri manusia hendak bertahan dengan keyakinan agamanya dalam hatinya sudah begitu kuat sehingga tidak akan ia tergoncang hanya karena pertimbangan yang semacam itu. Dalam hal ini Butler berkata: "Tidak adil jika akan dikatakan bahwa semua orang Kopti yang masuk Islam hanya bertujuan untuk memperoleh kesenangan duniawi. Kalaupun ada di antara mereka orang yang masuk Islam karena ingin dipersamakan dengan kaum Muslimin para pemenang, sehingga hak mereka sama dan mereka bebas dari pembayaran jizyah, orang yang terdorong oleh ambisi semacam ini hanyalah karena keyakinannya memang tidak kuat. Tetapi kenyataan yang terjadi, banyak orang yang berpikiran sehat dan bijak mereka tidak menyukai agama Kristen karena adanya pendurhakaan orang terhadap ajaran pembawanya, dengan menyalahi ajaran kasih sayang dan harapan yang hanya kepada Allah, seperti diperintahkan oleh Almasih. Terbawa oleh adanya pemberontakan dan peperangan antar sekte dan golongan-golongan yang terus-menerus, orang sudah melupakan segalanya itu. Setelah tampak semua itu pada orang-orang yang bijak, mereka segera berlindung kepada Islam, dengan segala keamanan, ketenangan dan kesederhanaan­ nya."10

Kebebasan berkeyakinan itu oleh Amr bin As tetap dipertahankan. Ia merencanakan kebijakannya mengenai pemungutan pajak dan untuk menegakkan keadilan. Untuk melaksanakan semua itu ia menugaskan para wakilnya. Adakah wakil-wakil itu terdiri dari orang-orang Arab atau orang-orang Mesir, atau yang lain? Sifat perang tentu tidak mengizinkan pimpinan militer berada di tangan orang yang bukan Muslim. Untuk melindungi Mesir dan warganya, bagian keamanan diserahkan kepada pasukan Muslimin. Wajar sekali bila angkatan bersenjata dipegang oleh Muslimin yang memang ditugaskan menjaga keamanan. Soalnya, karena di masa kekuasaan Rumawi, Mesir tidak mempunyai pasukan. Pengawal nasional berada di tangan pasukan keamanan, bukan pasukan tempur. Pengawalan ini dibiarkan seperti keadaan semula. Tetapi pasukan militer dan persenjataannya hanya ada di tangan pasukan Muslimin.

Supaya pasukan Muslimin itu selalu siap siaga untuk mempertahankan negeri, pada mulanya mereka tidak dibenarkan memiliki tanah, dan pendapatan untuk segala keperluan mereka dan keluarga sudah disediakan. Rupanya selama masa kekhalifahan Umar mereka terus berpegang pada ketentuan ini. Ibn Abdul-Hakam menuturkan bahwa Umar tidak memberikan tanah di Mesir kepada siapa pun, selain kepada Ibn Mastur, yang tadinya seorang budak belian yang oleh tuannya diperlakukan tidak baik, lalu oleh Rasulullah ia dibebaskan dan tetap menjadi tanggungan Khalifah Umar, karena ia memang tak dapat berperang. Tetapi larangan ini tak berlangsung lama. Setelah kaum Muslimin sudah mempunyai kepastian tinggal di Mesir, ketika itu mereka diperbolehkan memiliki tanah. Kepada mereka juga dikenakan pajak tanah seperti yang juga berlaku kepada yang lain, tanpa ditambah atau dikurangi karena pemiliknya berganti, baik ia seorang Muslim atau Kopti.

Pendapatan yang ditentukan untuk pasukan Muslimin itu tidak terbatas hanya yang diperoleh dari jizyah, tetapi juga sudah menjadi keharusan bagi orang-orang Mesir untuk menjamu mereka selama tiga hari, dan mereka mendapat hak atas tanah yang ditinggalkan di setiap desa untuk kepentingan umum. Hal ini terlihat dari khutbah Amr bin As yang mengatakan: "...Bagi setiap gembala berkewajiban mengawasi yang digembalakannya. Semoga Allah memberi berkah atas desa kalian dan kalian memperoleh penghasilannya, susunya, anak-anak dombanya dan hasil buruannya. Kasihanilah kuda kalian, peliharalah baik-baik dan lindungilah, karena itu merupakan perisai kalian dari musuh, dan dari sana kalian memperoleh penghasilan ... Ketahuilah bahwa saya menghadapi kuda seperti kalian menghadapi manusia. Barang siapa membiarkan kudanya kurus bukan karena sakit ia telah menurunkan kadar kewajibannya sendiri. Ketahuilah bahwa kewajiban kalian sampai hari kiamat, mengingat banyaknya musuh di sekitar kalian; mereka merindukan kalian karena ingin mendapatkan negeri kalian yang kaya dengan hasil pertanian, harta dan kekayaan besar yang sedang tumbuh.

Bagaimana Amr menyusun pemerintahan baru di Mesir

Demikianlah keadaan militer itu, pimpinan dan persenjataannya. Sedang mengenai kedudukan sipil oleh Amr sebagian dibiarkan di tangan orang-orang Rumawi, yang dalam pemerintahan lama sejak sebelum penaklukan sudah dalam jabatan itu. Mereka memang lebih suka tinggal di Mesir daripada kembali ke negeri mereka, dan banyak di antara mereka yang dengan senang hati masuk Islam, supaya hak dan kewajiban mereka sama dengan kaum Muslimin lainnya. Minas oleh Amr kedudukannya dikukuhkan kembali untuk Mesir Hilir yang sudah di­ pegangnya sejak masa Heraklius, dan yang lain-lain dari bangsanya. Kedudukan mereka untuk menjalankan pemerintahan dikukuhkan untuk beberapa wilayah. Begitu juga orang-orang Rumawi yang kedudukannya di bawah itu dan tidak mau meninggalkan Mesir. Adapun orang­ orang Kopti diberi jabatan yang ditinggalkan oleh pegawai-pegawai Rumawi yang meninggalkan negeri itu, karena mereka menolak menjadi warga negara di luar kedaulatan bangsanya.

Pada permulaan penaklukan itu buat Amr memang tak ada jalan lain selain cara ini. Cara ini juga yang ditempuh pihak Muslimin di Irak dan di Syam. Di Mesir lebih merupakan suatu keharusan daripada di tempat-tempat tersebut. Orang-orang Arab tidak mengerti bahasa orang-orang Mesir, juga mereka tidak terikat oleh pertalian darah Arab yang berkuasa di Irak dan di Syam sejak berabad-abad sebelum kedatangan Islam. Suatu sistem yang sudah berjalan pada suatu bangsa perubahannya tidak boleh dilakukan sekaligus, tetapi harus dibiarkan sambil berkembang terus dari hari ke hari untuk menyesuaikan diri dengan zaman baru. Mengenai beberapa orang Rumawi yang memang sudah memegang jabatan sebagai penguasa di beberapa wilayah ketika Islam datang, biar saja mereka seperti sediakala dan panglima Arab itu tetap mengawasinya perlahan-lahan. Perubahan sistem pemerintahan apa yang sebaiknya dapat diterapkan untuk mengangkat nasib penduduk negeri pemerintahan itu, dengan syarat sistem yang sudah ada jangan sampai kacau, yang karenanya para penguasa dan masyarakat akan sama-sama terganggu.

Amr bin As menulis surat kepada Khalifah mengenai segala yang sudah selesai dikerjakan di Mesir itu, dan melaporkan pula segala langkahnya. Setelah Umar mengetahui kedudukan Benyamin di tengah­tengah umatnya ia menulis surat kepada Amr agar ia meminta pendapat Pemimpin Uskup Kopti itu cara-cara terbaik untuk suatu pemerintahan dan untuk ketenangan penduduknya. Benyamin yang oleh Amr semua pengaruhnya sudah dipulihkan, tidak pula segan-segan memberikan nasihatnya. Ia menasihatkan agar pemungutan pajak dari hasil bumi dilakukan setelah orang selesai bertanam dan memeras anggur; menggali saluran-saluran serta memperbaiki jembatan-jembatan dan membendung saluran-salurannya setiap tahun; upah atau gaji para pekerja diberikan jangan terputus supaya mereka tidak menerima suap; jangan dibolehkan menunda-nunda hak orang yang tidak pada tempatnya dan tidak mengangkat seorang penanggung jawab yang zalim.

Senang sekali Amr mendapat nasihat-nasihat seperti itu. Ia menulis kepada para pejabat di seluruh negeri, dan diperintahkan agar mereka mematuhi pendapat tersebut dan jangan menyimpang dari itu. Setelah itu pikirannya tertuju pada rencana perbaikan untuk menambah kekayaan negara. Penduduk merasa bertambah puas dan pemasukan pajak tanah pun bertambah.

Pikiran Amr untuk mengadakan perbaikan agaknya memang sudah mendahului nasihat Benyamin Pekerjaan penting yang pertama sekali terlintas dalam pikirannya ialah menggali Teluk Trajan yang menghubungkan Sungai Nil dengan Laut Merah. Dengan demikian hubungan Mesir dengan pelabuhan-pelabuhan Semenanjung Arab akan lebih mudah. Di atas sudah saya sebutkan dinasti Firaun sudah menggali saluran itu ribuan tahun sebelum Trajan.11 Trajan hanya memperbaiki mana­mana yang sudah rusak, digali baik-baik dan dibersihkan. Sesudah Mesir berturut-turut mendapat serbuan dari Persia dan Rumawi, terjadi penindasan-penindasan dan pemerintahan yang tidak becus; teluk itu dibiarkan terlantar, air mengalir sampai meluap. Terpikir oleh Amr akan mengembalikannya pada keadaan semula. Begitu keadaan di Mesir sudah stabil tampaknya ia cepat-cepat memulai pekerjaan besar itu, dan dalam waktu dekat yang tak sampai satu tahun sudah dapat diselesaikannya, kendati panjang saluran itu lebih dari 60 mil.

Saluran ini mengalir mulai dari utara Babilon menuju ke utara sebelah timur Balbis. Bila sudah melewatinya mengarah ke timur ke Danau Buaya (Buhairat at-Timsah), untuk kemudian keluar dari selatan Danau ini dan terus mengalir ke sela-sela danau-danau sampai ke Laut Merah di Suez. Sudah tentu dalam menangani pekerjaan raksasa ini serta penyelesaiannya dalam waktu yang begitu singkat membuktikan kemampuan Amr dalam administrasi yang istimewa ini. Apalagi bila kita ketahui apa yang dikatakan orang bahwa bekas-bekas saluran itu pada waktu itu sudah hilang, sehingga Amr memerlukan orang Kopti untuk menjadi penunjuk jalan. Sebagai hadiahnya orang Kopti ini oleh Amr dibebaskan dan pembayaran jizyah.

Dalam melaksanakan pekerjaan ini agaknya Amr telah melakukan kerja paksa dengan memobilisasi ribuan pekerja orang Mesir untuk mengerjakannya. Untuk sejarawan masa sekarang barangkali dibenarkan bila menyalahkannya dalam pekerjaan itu, dengan anggapan bahwa kerja paksa itu suatu tindakan kejam terhadap penduduk negeri yang tidak seharusnya dilakukan. Kecaman demikian dapat tercium dari kata­kata Butler dan yang juga mengacu pada Hanna Naqyusi yang mengatakan mengenai kaum Muslimin: "Penindasan mereka terhadap penduduk Mesir lebih berat daripada perbuatan Firaun terhadap orang­orang Israil. Tuhan telah menjatuhkan pembalasan yang adil dengan menenggelamkannya ke dalam Laut Merah setelah menimpakan berbagai malapetaka terhadap manusia dan binatang. Kita berdoa kepada Tuhan semoga membuat perhitungan dengan kaum Muslimin itu dan menimpakan bencana kepada mereka seperti yang telah menimpa Firaun sebelumnya."

Rasanya tidak perlu saya mengikuti jejak mereka dengan ikut mengecam panglima Arab itu. Adanya kerja paksa di Mesir pada waktu itu sudah biasa, dan berlangsung terus sampai lebih dari seribu tahun kemudian. Cara itu juga yang telah dilakukan oleh Perusahaan Internasional untuk Kanai Suez12 ketika mulai membedah terusan itu pada abad ke-19 Masehi. Kerja paksa sebenarnya tak lain adalah satu bentuk mobilisasi paksa untuk melaksanakan suatu pekerjaan umum. Tetapi cacatnya, dan yang menyebabkan adanya berbagai macam kecaman, karena dalam mengadakan mobilisasi tidak menjaga keadilan dan peraturan, dan mereka yang terkena mobilisasi tidak pula menerima upah atas pekerjaan umum yang mereka kerjakan. Kalau tidak karena cacat yang memang pantas mendapat kecaman keras itu, dan kalau mobilisasi untuk pembangunan dilaksanakan secara adil dan kepada para pekerjanya diberi upah yang wajar, tentu tak ada alasan untuk kecaman serupa itu.

Menghubungkan Sungai Nil ke Laut Tengah

Kalangan sejarawan yang telah mengecam Amr dengan mobilisasi itu barangkali begitu keras mereka mengecamnya atas pertimbangan bahwa ia membuka Teluk Trajan itu untuk kepentingan negeri-negeri Arab, bukan untuk kepentingan Mesir. Memang tak dapat diragukan bahwa negeri-negeri Arab memperoleh keuntungan besar dengan di­ bukanya Teluk itu. Tetapi juga tak dapat disangsikan bahwa keuntungan yang diperoleh Mesir pun lebih banyak lagi. Sebuah jalan yang lebih mudah daripada jalan kafilah dalam perdagangan dengan India dan negeri-negeri di Timur Jauh telah dibuka kembali, dan dengan itu memudahkan pula mengembalikan sebagian peranan besar dalam perdagangan yang dulu mengalami masa keemasannya. Mesir adalah di antaranya yang menjadi tujuan Amr ketika ia memikirkan hal itu. Yang jelas sekali ia hendak menggali saluran antara Danau Buaya dengan Laut Tengah, yang bersambung dengan dua lautan, Laut Merah dan Laut Tengah, kira-kira seperti yang sekarang, dengan mengikuti jejak Ptolemaeus II, dan seperti yang dilakukan oleh Firaun Necho sebelumnya. Semula ia memang sudah akan membangun pekerjaan raksasa itu, kalau tidak lalu terbentur oleh keberatan Khalifah bahwa yang demikian itu akan memudahkan pihak Rumawi menyusup dan memasuki kanal, memudahkan kapal-kapal mereka masuk ke Laut Tengah. Pada waktu itu di pihak Arab belum ada armada kapal dagang atau kapal perang yang akan mampu mencegah atau menandingi armada Rumawi. Dibatalkannya penggalian kanal yang akan menghubungkan kedua lautan itu di antara yang menyebabkan ia harus berhati-hati. Kalau kita menyebutkan posisi Inggris pada abad ke-19 dan keberatannya membuka Kanai Suez karena khawatir akan posisinya di India, jelaslah bahwa kekhawatiran Khalifah membuka kanal seribu tiga ratus tahun silam itu lebih-lebih lagi beralasan.

Di samping memikirkan kepentingan negeri-negeri Arab, tidak pula kurang usaha Amr dalam memikirkan kepentingan Mesir sendiri. Tidaklah berlebihan orang yang mengatakan bahwa yang menjadi sasaran kebijakannya ialah hendak menanamkan ketenteraman di seluruh Mesir, meringankan beban rakyat dan menegakkan keadilan. Dalam kebijakan itu ia melihat cara yang terbaik mengadakan perimbangan antara kepentingan bangsa Arab dengan kepentingan bangsa Mesir dan cara terbaik untuk mengukuhkan sendi-sendi kedaulatan Islam. Di antara yang membuktikan bahwa memang inilah rencananya, ia memperhatikan nasihat Benyamin, pemimpin Uskup Kopti itu mengenai kharaj serta cara pemungutannya. Malah ia telah melangkah lebih jauh lagi dengan memberikan keringanan. Kharaj dapat bertambah dan dapat juga berkurang, sesuai dengan keadaan banjir dan hasil bumi. Pemuka­pemuka desa dan kota setiap tahun berkumpul dalam sebuah panitia untuk menentukan jumlah yang akan dipungut sesuai dengan ketentuan­ketentuan tersebut. Kalau hasil pungutan suatu daerah melebihi kharaj yang sudah ditentukan, kelebihan itu digunakan untuk memperbaiki keadaan sekitarnya. Di setiap kota disediakan sebidang tanah yang dari hasil keuntungannya dikhususkan untuk kemaslahatan umum, seperti memperbaiki gereja, tempat-tempat pemandian, jalan dan sebagainya. Pungutan kharaj ini jauh lebih kecil daripada berbagai macam pajak yang dipungut oleh Rumawi yang begitu banyak dan sangat memberatkan orang-orang Mesir yang terkena di segenap negeri, selain ibu kota. Peringanan ini membuat kalangan semua orang Kopti merasa yakin dan memuji pemerintahan baru ini.

Hanya kota Iskandariah yang merasa tidak puas dengan peraturan yang dibuat oleh Amr seperti yang berlaku untuk seluruh negeri. Iskandar Agung telah membebaskan penduduk kota - yang sejak semula kota itu dibangun - dari pungutan pajak. Orang-orang Yahudi dan Rumawi yang datang bersama-sama dan tinggal di kota itu mendapat hak istimewa dalam berperkara serta kedudukan yang lebih tinggi dari orang-orang Mesir yang tinggal sekota. Kemudian datang dinasti Ptolemaeus meneruskan kebiasaan Iskandar itu. Kemudian datang pula penguasa Roma mengadakan ekspansi dan memperluas pengecualian kepada orang-orang Roma yang berkuasa. Pengecualian itu tidak terbatas hanya pada pajak dan pengadilan, tetapi penduduk Iskandariah juga dibebaskan dari kerja paksa, dan dari pajak untuk tanah di sekelilingnya.13

Karena adanya peringanan pajak, dihapusnya pembebasan yang diperoleh Iskandariah itu tidak dapat menutupi defisit pendapatan negara. Selama pengepungan dan sesudah penaklukan sudah banyak orang yang meninggalkan Iskandariah, dan sebagai akibatnya banyak pula kegiatan perdagangan yang tutup. Pendapat para sejarawan jauh sekali saling berbeda dalam memperkirakan pendapatan yang diperoleh Mesir. Tetapi mereka sepakat bahwa memang jauh berkurang dari pungutan yang diperoleh Rumawi. Sungguhpun begitu, dalam hal ini Amr tak sampai mengubah kebijakannya selama bertahun-tahun ia memerintah Mesir, dan oleh orang-orang Mesir sendiri dianggap sebagai suatu kemakmuran dan berkah besar buat mereka.

Dalam hal perbedaan para sejarawan dalam memperkirakan pendapatan yang diperoleh Mesir ini, Balazuri menyebutkan bahwa Amr memperoleh satu juta dinar dari pendapatan kharaj, sedang Maqrizi mengatakan dua belas juta dinar. Konon dalam menafsirkan perbedaan ini karena beberapa sejarawan hanya menyebutkan kharaj saja, yang lain menyebutkan jizyah saja dan ada lagi mengatakan jumlah keseluruhan. Dalam perbedaan itu mereka sependapat, bahwa jizyah pertengahan yang dikenakan kepada wajib jizyah dua dinar, dengan perbedaan sesuai dengan tingkatannya. Adapun jizyah yang dikenakan kepada orang Mesir, satu sumber menyebutkan enam juta, sumber lain mengatakan delapan juta. Kendati perbedaan yang diperkirakan dipungut Mesir tidak berubah, namun beban itu lebih ringan daripada yang dipungut oleh Rumawi.

Amr melukiskan keadaan Mesir

Para pejabat yang terdiri dari orang-orang Rumawi dan Kopti yang diangkat oleh Amr tetap berjalan mengurus administrasi negara dalam batas-batas yang telah digariskan oleh Amr. Sistem administrasi di kantor-kantor berjalan seperti yang sudah berlaku sebelumnya. Dengan berhasilnya kebijakannya itu Amr tentu merasa senang, lebih-lebih lagi karena kesuburan Mesir dengan segala kesegaran dan hamparan hijau yang sungguh terasa nikmat. Hal itu diungkapkan dan dibuktikan oleh suratnya yang terkenal kepada Umar ketika melukiskan keadaan Mesir itu. Seperti yang sudah kita lihat, Umar ingin sekali pejabat-pejabatnya melukiskan negeri-negeri tempat mereka bertugas demikian rupa sehingga seolah ia sendiri ikut menyaksikan. Setelah Umar menulis surat agar Amr bin As melukiskan keadaan Mesir, Amr menulis sebagai berikut:

"Surat Amirulmukminin - semoga Allah memberi panjang umur - yang menanyakan keadaan Mesir, sudah -saya terima. Ketahuilah Amirulmukminin, bahwa Mesir adalah negeri yang subur berhiaskan tanaman hijau, panjangnya satu bulan perjalanan dan lebarnya sepersepuluhnya, diselimuti oleh gunung kelabu dan pasir berwarna tanah. Di tengah­tengahnya dibelah oleh Sungai Nil yang membawa berkah besar, memberikan kesuburan dan kemakmuran. Air mengalir pasang surut, seperti peredaran matahari dan bulan. Ada waktunya air susu mengalir melimpah dan lalat pun banyak berdatangan, dipasok oleh sumber-sumber dan mata air sehingga bila suaranya sudah menderu-deru dan gelombang seperti raksasa, air pun meluap ke kedua tepinya. Tak mungkin dapat lepas dari kota masing-masing kalau tidak dengan kapal-kapal kecil, perahu-perahu dan sampan-sampan yang ringan, seperti di senja kelabu. Bila penambahannya sudah sempurna, kembali surut lagi seperti semula dan air susunya kembali meluap. Ketika itulah kelompok­kelompok masyarakat keluar memenuhi janji, menggali perut bumi dan menyebarkan benih, mengharapkan tumbuhnya dari yang Mahakuasa. Yang lain, apa yang sudah diusahakan dengan jerih payah, hasil yang diperoleh tanpa bekerja keras. Bila tanaman sudah mulai bersemi dan tumbuh, dari atas embun menyiramnya, dan ciari bawah tanah air diserapnya. Amirulmukminin, Mesir yang adalah sebuah mutiara putih, ternyata ia juga ambar kasturi hitam, berubah lagi menjadi sebuah zamrud hijau kemudian berganti lagi menjadi lembaran brokat beledu berwarna warni. Mahasuci Allah Yang telah mencipta sesuai dengan kehendak-Nya, yang cocok untuk negeri ini, memberikan kesuburan dan membuat penghuninya betah menetap. Tak ada kata-kata kaum hina tentang pemimpinnya, tak ada pajak buah-buahan kecuali pada waktunya, dan sepertiga harga kenaikannya dikeluarkan untuk mengerjakan berbagai jembatan dan aneka kanal. Jika keadaan sudah berjalan baik dengan para pekerja, harta bertambah akan berlipat ganda. Allah Ta'ala akan memberikan kemudahan dan kemakmuran dari awal sampai akhir."

Kalangan sejarawan Muslimin mengatakan: Setelah surat itu diterima oleh Umar bin Khattab dan membacanya ia berkata: "Hebat sekali kau, Ibn As! Sungguh bagus lukisanmu sehingga seolah aku sendiri ikut menyaksikannya."

Beberapa kritikawan menolak menghubungkan surat ini kepada Amr bin As, dan kalangan kritikawan sastra bahkan lebih gigih lagi menolaknya. Mereka berpendapat bahwa gaya surat itu dengan segala susunan kata-katanya yang diperindah tidak sejalan dengan gaya masa permulaan Islam, dan tidak pula bersesuaian dengan surat-surat Amr yang pernah sampai kepada kita. Tetapi sungguh ini suatu dokumen yang punya nilai tersendiri. Barangkali pembaca sependapat dengan mereka bila melihat surat-menyurat antara Khalifah dengan Amr bin As, terutama mengenai jizyah dan kharaj dalam bab ini selanjutnya. Tetapi dokumen ini, kendati kata-kata dalam surat yang dihubungkan kepada Amr itu ditolak, yang tak dapat dibantah bahwa surat-surat kepada Khalifah itu memang berisi lukisan tentang Mesir. Kecenderungan ingin mengetahui segala sesuatu mengenai Mesir tidak pula kurang dari kecenderungannya ingin mengetahui tentang Kadisiah dan sekitarnya, tentang Irak dengan segala bendungan dan kota-kotanya. Besar sekali dugaan kita bahwa Amr menulis gambaran itu menurut gayanya sendiri, dan dengan sangat saksama. Setelah itu di tangan seorang sastrawan yang datang kemudian, surat itu dipoles dengan gaya seperti yang dicatat oleh para sejarawan itu dan yang kita kutip di sini.

Kalau dugaan ini benar, kita yakin bahwa sastrawan yang memalsukan itu telah berusaha mempertahankan penggambaran yang dikemukakan Amr, kemudian dipoles sesuai dengan gaya zamannya dengan segala susunan kata-katanya yang diperindah. Dengan demikian orang pun lupa mengenai surat Amr yang harus dicocokkan oleh seorang sejarawan, dan yang ada hanya tinggal surat yang sudah tidak asli lagi itu. Akibatnya, kita sendiri sudah tak dapat membedakan mana susunan kata-katanya yang mungkin dialamatkan kepada Amr, dan mana yang harus dialamatkan kepada si pemalsu yang hidup beberapa abad kemudian sesudahnya.

(sebelum, sesudah)


Umar bin Khattab
"Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu"
 
Judul asli "Al-Faruq Umar" cetakan ke 7 oleh Muhammad Husain Haekal, Ph.D.,
dengan izin ahli waris, Dr. Ahmad Muhammad Husain Haekal, kepada penerjermah.
diterjemahkan oleh Ali Audah.
Cetakan pertama, April 2000
Diterbitkan oleh P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel. (0251) 330505, 370505, Fax. (0251) 380505 Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-38-7
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. IKRAR MANDIRIABADI, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team