|
4. Di Masa Abu Bakr (3/3)
Umar dan sistem kelas dalam
masyarakat
Tetapi perubahan yang terjadi dalam orientasi
politik Umar ketika itu tidak pula disertai perubahan
pemikirannya dalam bidang sosial. Dalam beberapa masalah
pokok, pemikiran Umar dari segi sosial berbeda dengan
pemikiran Abu Bakr yang adakalanya sampai sangat berlawanan.
Abu Bakr cenderung mempersamakan semua kaum Muslimin, tidak
hendak membeda-bedakan yang Arab dan yang bukan-Arab, dan
antara yang mula-mula dalam Islam dan yang kemudian. Pada
masanya di dekat Medinah terdapat sebuah tambang emas dan
pembagian emas yang dihasilkan dari tambang tersebut
dipersamakan antara kaum Muslimin. Ketika dikatakan
kepadanya tentang kelebihan mereka yang sudah lebih lama
dalam Islam sesuai dengan kedudukan mereka, ia menjawab:
"Mereka menyerahkan diri kepada Allah dan untuk itu mereka
patut mendapat balasan; Dia Yang akan memberi ganjaran di
akhirat. Dunia ini hanya tempat menyampaikan." Ia mengajak
orang-orang Mekah bermusyawarah untuk menyerbu Syam dan
meminta bantuan mereka seperti yang telah dilakukannya
terhadap penduduk Medinah. Tetapi kebalikannya Umar, ia
dengan pemikirannya itu lebih cenderung pada sistem kelas
(bertingkat). Ia mengutamakan mereka yang sudah lebih dulu
dalam Islam, dan lebih utama lagi dari mereka adalah
keluarga Rasulullah (ahlul bait). Pemikiran Umar demikian
telah meninggalkan bekas dalam kehidupan umat Islam, dan
dalam politik kedaulatan Islam telah mengemudikan sejarah
Islam selama berabadabad, yang sampai sekarang masih
berbekas. Nanti akan kita lihat bilamana pembicaraan sudah
sampai pada soal administrasi negara dan tentang sistem
pemerintahan, yang sudah tak dapat disangsikan lagi.
Pada masa Abu Bakr Umar tidak menyembunyikan
kecenderungannya untuk lebih mengutamakan kelas-kelas
tertentu. Tatkala Abu Bakr mengajak orang-orang Mekah
bermusyawarah untuk menyerbu Syam dan meminta bantuan mereka
seperti yang telah dilakukannya terhadap penduduk Medinah,
Umar langsung menentang, yang dasarnya ingin menjaga agar
kaum Muhajirin dan Ansar yang mula-mula dalam Islam
didahulukan dari kaum Muslimin yang lain dalam soal
kekuasaan dan dalam mengemukakan pendapat. Pendapat Umar ini
ditentang oleh Suhail bin Amr dengan mengatakan: "Bukankah
kami saudara-saudara kalian dalam Islam dan saudara seayah
dalam keturunan? Karena dalam hal ini Allah telah memberi
kedudukan kepada kalian, yang tak ada pada kami, lalu kalian
mau memutuskan hubungan silaturahmi dan tidak menghargai hak
kami!?" Umar menjawab terus-terang: "Seperti yang Anda
lakukan, apa yang sudah saya sampaikan kepada kalian
hanyalah sebagai nasihat dari orang yang sudah lebih dulu
dalam Islam, dan lebih sesuai dengan keadilan yang berlaku
antara kalian dengan Muslimin yang lebih berjasa daripada
kalian."
Apa yang dilihat Umar dengan lebih mengutamakan
orang-orang yang sudah lebih dulu dalam Islam dan veteran
Badr serta keluarga Rasulullah, dasarnya bukanlah karena
didorong nafsu, tetapi karena ingin memberikan kepuasan.
Baginya tak ada pengaruh apa-apa dalam berhubungan dengan
mereka semua dan dalam keadilannya terhadap mereka pada masa
pemerintahan Abu Bakr dan pada masa pemerintahannya sendiri.
Soalnya karena keadilan memang sudah menjadi bawaannya. Arti
keadilan dalam dirinya sudah lengkap, gambarannya sudah
menjelma dalam nuraninya. Selama dua tahun ia menjabat
sebagai hakim dalam pemerintahan Abu Bakr tak pernah ada dua
orang yang bersengketa mendatanginya sampai berulang-ulang.
Kesibukan kaum Muslimin menghadapi pertempuran, Perang
Riddah, pembebasan Irak dan Syam sudah tentu besar sekali
pengaruhnya terhadap semua itu. Sudah tentu juga, Umar yang
terkenal karena keadilannya sangat besar pula pengaruhnya.
Beberapa faktor yang mendorong orang untuk berperkara,
karena pihak yang bersalah mengharapkan hakim akan bertindak
salah dan menyimpang dari jalan yang benar atau bertindak
berat sebelah lalu menyimpang dari yang semestinya. Tetapi
orang tidak melihat, bahwa dalam hal mencari keadilan Umar
tidak pernah bertindak berat sebelah terhadap siapa pun,
atau memeriksa suatu perkara tidak cermat dan tanpa diteliti
sungguh-sungguh untuk menemukan kebenaran itu sampai
kemudian dapat diungkapkan. Dengan sikapnya yang demikian
tidak heran orang yang berperkara akan datang kepadanya
untuk memperoleh kebenaran dan keadilan itu. Juga tidak
heran jika orang yang jahat takut sekali akan kena
tamparannya dan terpukul oleh kejahatannya sendiri dan
kebenaran dikembalikan kepada yang berhak.
Sejak awal pertumbuhannya keadilan sudah menjadi
sifat dasar Umar sudah menjadi bawaannya. Kemudian
cita keadilan itu tumbuh dalam dirinya sampai mencapai
kesempurnaannya. sebab dengan akal pikiran dan nuraninya ia
sudah berada di atas segala nafsu kehidupan dunia sehingga
ia tak dapat dikuasai oleh nafsu. Di masa mudanya ia bekerja
sebagai pedagang dan hasilnya dapat memberi makan baginya
dan bagi keluarganya, rezeki yang sekadar cukup, bukan yang
berlebihan atau bermewah-mewah. Dalam perdagangan ia pergi
ke Irak, ke Syam dan ke Yaman. Di tempat-tempat yang
dikunjunginya itu lebih cenderung ia untuk bertemu dengan
para amir dan kalangan terpelajarnya untuk menambah
pengetahuan dengan jalan berbicara dengan mereka, daripada
untuk memperoleh keuntungan dari perdagangannya dan kemudian
menjadi kaya. Sesudah menjadi Muslim, sedikit demi sedikit
keislamannya diarahkan pada penyucian diri, dan untuk itu ia
sendiri hidup sebagai seorang zahid. Karenanya, ia tidak
memerlukan segala yang ada di tangan orang, ia tak merasa
memerlukan mereka, juga ia tak mempunyai maksud apa-apa
dengan mereka. Barangkali sikap kerasnya yang sudah terkenal
itu, itu pula yang mendorong dan membantunya bersuci diri.
Ia tidak peduli akan mengatakan kepada siapa pun apa yang
diyakininya tanpa harus mengambil hati atau mengharapkan
orang senang atau tidak. Bukankah begitu selesai Perjanjian
Hudaibiah ia menemui Rasulullah dan mengatakan: "Bukankah
Anda Rasulullah? Bukankah kita Muslimin? Bukankah mereka
musyrik? Mengapa kita mau merendahkan diri kita dalam soal
agama kita?" Keberaniannya itu tidak dibuat-buat atau akan
dijadikannya kebanggaan yang tidak diperlukannya, dari siapa
pun seperti yang suka dilakukan orang, jika memerlukan
sesuatu bermuka manis dan merayu-rayu. Yang berlaku demikian
hanya orang yang sudah tergoda dan dikuasai dunia. Tetapi
orang yang dapat menguasai dunia ia sudah tidak
memerlukannya lagi. Ia tidak mau merayu-rayu dan
bermanis-manis muka. Begitulah orang yang berjiwa besar
dengan hati yang bersih. Dalam hal ini Umar berada di
barisan terdepan.
Sifat-sifat demikian yang sudah menyatu dalam diri
Umar, membuatnya lebih mengutamakan kepentingan umum
daripada kepentingan dirinya, keluarga atau kerabatnya.
Pertimbangan ini yang kemudian membawanya sampai ia yakin
pada politik Abu Bakr dalam hal pembebasan Irak dan Syam,
dan menyebabkan Abu Bakr menilainya pantas ia menjadi
penggantinya dalam memimpin umat. Tetapi Umar orangnya keras
dan kasar. Ini pula yang membuat banyak orang bijak tidak
suka berhubungan dengan dia, padahal orang-orang bijak itu
yang menjadi pembantu-pembantu dekat Khalifah dalam mengatur
politik negara. Apabila hubungan antara kedua pihak terputus
dan tidak lagi membantunya dengan nasihat atau pendapat,
maka sulitlah ia akan dapat mengatur mereka dan mengatur
negara dengan pendapat mereka. Tidakkah sebaiknya Abu Bakr
mempertimbangkan sifat-sifat Umar dan kebijakan politiknya
itu dengan watak kerasnya yang sudah menjadi bawaannya, yang
bukan tidak mungkin akan merusak suasana, di samping itu tak
akan dapat digantikan oleh ciri-ciri khasnya yang lain?
Hal ini yang selalu menjadi pikiran Abu Bakr ketika
dalam sakitnya ia merasa akan berakhir dengan kematian.
Perlukah Muslimin dibiarkan memilih sendiri, tanpa memberi
pendapat atau mencalonkan seorang pengganti, dan ini pula
teladan yang diperolehnya dari Rasulullah? Inilah cara yang
paling mudah dan ringan. Tetapi yang teringat oleh Abu Bakr
peristiwa Saqifah Bani Sa'idah dan sikap Ansar, dan teringat
apa yang hampir terjadi ketika itu kalau Allah tidak
mempersatukan tekad Muslimin dengan segera membaiatnya.
Kalau sampai terjadi perselisihan di kalangan Muslimin
sewaktu-waktu ia meninggal, maka perselisihan itu akan lebih
parah dan lebih berbahaya, yang akan terjadi hanya antara
kaum Muhajirin dengan Ansar sendiri sesudah tokoh-tokoh yang
lain masih terlibat dalam perjuangan di Irak dan di Syam
dalam menghadapi Persia dan Rumawi. Jika Abu Bakr meninggal
lalu terjadi perselisihan, perselisihan demikian akan
berkembang menjadi kerusuhan, yang mungkin berkecamuk ke
seluruh negeri Arab. Suasana akan menjadi kacau dan politik
perluasan yang baru dimulai itu akan berakhir. Tetapi kalau
penggantinya sudah ditunjuk dan Muslimin sepakat dengan
orang yang ditunjuk, maka apa yang dikhawatirkan itu akan
dapat dihindari. Kalaupun Rasulullah tidak menunjuk
pengganti, soalnya supaya jangan ada yang mengira bahwa
pengganti yang ditunjuk itu sudah ditentukan bagi kaum
Muslimin dengan wahyu dari Allah, sehingga ia akan menjadi
Khalifatullah pengganti Tuhan. Kalau Abu Bakr yang
menunjuk penggantinya, hal serupa itu tak perlu
dikhawatirkan dan kaum Muslimin dapat dihindarkan dari
perselisihan, politik perluasan dapat diteruskan dan akan
berhasil. Ini sajalah dilaksanakan. Biarlah Umar menjadi
penggantinya. Biarlah Muslimin bersatu menerimanya. Kalau
kesepakatan itu dapat diwujudkan, maka itulah jaminan dari
Allah yang akan memberikan kemenangan kepada agama-Nya.
Abu Bakr menunjuk Umar sebagai
pengganti
Pagi itu ia memanggil Abdur-Rahman bin Auf dan ia
menanyakan tentang Umar. "Dialah yang mempunyai pandangan
terbaik, tetapi dia terlalu keras," kata Abdur-Rahman. "Ya,
karena dia melihat saya terlalu lemah lembut," kata Abu
Bakr. "Kalau saya menyerahkan masalah ini ke tangannya,
tentu banyak sifatnya yang akan ia tinggalkan. Saya
perhatikan dan lihat, kalau saya sedang marah kepada
seseorang karena sesuatu, dia meminta saya bersikap lebih
lunak, dan kalau saya memperlihatkan sikap lunak, dia malah
meminta saya bersikap lebih keras." Setelah Abdur-Rahman
keluar ia memanggil Usman bin Affan dan ditanyanya tentang
Umar. "Semoga Allah telah memberi pengetahuan kepada saya
tentang dia," kata Usman, "bahwa isi hatinya lebih baik dari
lahirnya. Tak ada orang yang seperti dja di kalangan kita."
Sesudah Usman pergi Abu Bakr meminta pendapat Sa'id bin Zaid
dan Usaid bin Hudair dan yang lain, baik Muhajirin maupun
Ansar. Ia ingin sekali mereka seia sekata tentang
kekhalifahan Umar. Beberapa orang sahabat Nabi ketika
mendengar saran-saran Abu Bakr mengenai penunjukan Umar
sebagai khalifah, mereka merasa khawatir mengingat bawaan
Umar memang begitu keras dan karena kekerasannya itu umat
akan terpecah belah. Mereka sependapat akan memohon kepada
Khalifah untuk menarik kembali maksudnya itu. Sesudah
meminta izin mereka masuk menemuinya, dan Talhah bin
Ubaidillah yang berkata: "Apa yang akan Anda katakan kepada
Tuhan kalau Anda ditanya tentang keputusan Anda menunjuk
Umar sebagai pengganti, yang akan memimpin kami. Sudah Anda
lihat bagaimana ia menghadapi orang padahal Anda ada di
sampingnya. Bagaimana pula kalau sudah Anda tinggalkan?!"
Mendengar itu Abu Bakr marah dan berteriak kepada
keluarganya: Dudukkan saya. Sesudah didudukkan ia berkata,
dengan air muka yang masih memperlihatkan kemarahan: "Untuk
urusan Allah kalian mengancam saya?! Akan kecewalah orang
yang menyuruh berbuat kezaliman! Saya berkata: Demi Allah,
saya telah menunjuk pengganti saya yang akan memimpin
kalian, dialah orang yang terbaik di antara kalian!"
Kemudian ia menujukan kata-katanya kepada Talhah: "Sampaikan
kepada orang yang di belakang Anda apa yang saya katakan
kepada Anda ini!"
Abu Bakr merasa sangat letih karena percakapan itu.
Dengan senang hati orang sudah sepakat tentang kekhalifahan
Umar. Semalaman itu ia tak dapat tidur. Keesokan harinya
datang Abdur-Rahman bin Auf menemuinya setelah saling
memberi hormat. Abu Bakr berkata, seolah kejadian kemarin
itu masih melelahkannya: "Saya menyerahkan persoalan ini
kepada orang yang terbaik dalam hatiku. Tetapi kalian,
merasa kesal karenanya, menginginkan yang lain."
Abdur-Rahman menjawab: "Tenanglah, semoga Allah memberi
rahmat kepada Anda. Hal ini akan membuat Anda sangat letih.
Dalam persoalan ini ada dua pendapat orang: orang yang
sependapat dengan Anda berarti ada di pihak Anda, dan orang
yang berbeda pendapat dengan Anda berarti mereka juga
memberikan perhatian kepada Anda. Kawan Anda ialah yang Anda
senangi. Yang kami ketahui Anda hanya mencari yang terbaik,
dan Anda masih tetap berusaha ke arah itu."
Merasa tidak cukup hanya bermusyawarah dengan
orang-orang bijaksana di kalangan Muslimin, terutama setelah
ada pihak yang menentang, dari dalam kamar di rumahnya itu
Abu Bakr menjenguk kepada orang-orang yang ada di Masjid,
dan berkata kepada mereka: "Setujukah kalian dengan orang
yang dicalonkan menjadi pemimpin kalian? Saya sudah
berijtihad menurut pendapat saya dan tidak saya mengangkat
seorang kerabat. Yang saya tunjuk menjadi pengganti adalah
Umar bin Khattab. Patuhi dan taatilah dia!" Mereka menjawab:
"Kami patuh dan taat." Ketika itu ia mengangkat tangan ke
atas seraya berkata: "Ya Allah, yang kuinginkan untuk mereka
hanyalah yang terbaik untuk mereka. Aku khawatir mereka
dilanda kekacauan. Aku sudah bekerja untuk mereka dengan apa
yang sudah lebih Kauketahui. Setelah aku berijtihad dengan
suatu pendapat untuk mereka, maka untuk memimpin mereka
kutempatkan orang yang terbaik di antara mereka, yang
terkuat menghadapi mereka dan paling berhati-hati agar
mereka menempuh jalan yang benar." Setelah orang banyak
mendengar doanya itu apa yang dilakukannya mereka makin
yakin.
Kemudian Abu Bakr memanggil Umar dengan pesan dan
wasiat supaya perang di Irak dan Syam diteruskan dan jangan
bersikap lemah lembut, juga diingatkannya kewajiban orang
yang memegang tampuk pimpinan umat untuk selalu berpegang
pada kebenaran, dan bahwa di samping menyebutkan ayat kasih
sayang Allah juga menyebutkan ayat tentang azab, supaya pada
hamba-Nya ada harapan dan rasa takut. Yang diharapkan dari
Allah hanyalah kebenaran. Jika wasiat ini dijaga, tak ada
perkara gaib yang lebih disukai daripada kematian, dan
kehendak Allah tak akan dapat dikalahkan.
Sesudah Abu Bakr selesai berwasiat Umar keluar,
pikirannya dipadati oleh persoalan ini belaka, yang sekarang
dipikulkan ke pundaknya. Harapannya sekiranya Abu Bakr
sembuh dari sakitnya untuk menghadapi peristiwa yang sangat
gawat ini. Tetapi tanggung jawab yang dipikulkan ke bahunya
itu akan diterimanya tanpa ragu bila waktunya sudah tiba.
Itulah tanggung jawab besar dan beban yang sungguh berat.
Tetapi siapa orang yang seperti Umar bin Khattab yang akan
dapat memikul tanggung jawab ini? Umar tampil dengan segala
kemauan dan kekuatannya. Ia melepaskan dunia ini sesudah
penyebaran Islam sampai ke Persia, Syam dan Mesir dan sebuah
kedaulatan Islam dengan dasar yang sangat kukuh berdiri.
Catatan Kaki:
- Umumnya sebutan al-'arab atau orang-orang Arab
ditujukan kepada mereka yang tinggal di pedalaman, atau
mereka yang tinggal jauh dari Mekah dan Medinah, terutama
di bagian selatan dan di pelbagai kawasan Semenanjung.
Biasanya mereka melihat segalanya dari segi materi dan
belum dapat menghayati ajaran Islam dengan baik.
Pnj.
- Gelar "kepercayaan umat" ini diberikan oleh
Rasulullah untuk Abu Ubaidah. Pnj.
- Saniyasnaini, harfiah 'kedua dari dua orang'
atau 'salah seorang dari dua orang', yakni Rasulullah dan
Abu Bakr ketika keduanya dalam perjalanan hijrah dari
Mekah ke Medinah. Ungkapan ini diisyaratkan dalam Qur'an
9:40, ketika keduanya bersembunyi dalam gua Saur.
Ungkapan ini kemudian menjadi gelar Abu Bakr yang
dibanggakan. Pnj.
- Dalam terjemahan ini dipakai kata-kata "pelantikan,"
"sumpah setia," "ikrar setia" atau "baiat" dalam
pengertian yang sama, yakni: bai'ah, atau mubaya'ah yang
di dalam Qur'an berarti 'saling berjanji' (Mu'jam Alfaz
al-Qur'anil Karim). Dalam kamus-kamus bahasa:
'pengangkatan, pelantikan, sumpah atau ikrar setia.'
Pnj.
- Lihat Abu Bakr as-Siddiq h. 45 dan sesudahnya.
- Suatu pernyataan sumpah yang biasa diucapkan pada
masa itu, maksudnya "Demi Allah." Pnj.
- Lihat lebih terinci Abu Bakr as-Siddiq bagian
kedelapan.
- Kata naza (nzw) biasanya berarti 'melakukan
hubungan kelamin untuk hewan.' (LA). Pnj.
- Dalam buku Tarikh-nya. al-Ya'qubi mengatakan:
"Pandangan Umar terhadap Khalid memang tidak baik kendati
ia saudara sepupunya, karena kata-kata yang diucapkannya
tentang Umar." Kata-kata saudara sepupu ini datangnya
dari al-Ya'qubi.
- Istilah hadis, yakni berita yang disampaikan orang
banyak secara berturut-turut yang kebenarannya dapat
dipercaya dan sudah disepakati. Pnj.
|