Umar bin Khattab

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

 17. Menumpas Kekuasaan Para Kisra (3/3)

Yazdigird ditinggalkan oleh Khaqan dan kawan-kawan sendiri

Ketika pasukan Kufah itu menarik diri dari Balkh dan bergabung dengan pasukan Ahnaf di Merv Ruz, dengan sebuah kekuatan yang ada Yazdigird meninggalkan Balkh menuju Merv Syahijan. Ketika Harisah bin Nu'man dan sepasukan Muslimin anak buahnya mengepung kota itu, Yazdigird mengeluarkan harta simpanannya dari tempatnya dan mengamanatkan kepada orang-orang kepercayaannya agar menjaganya. Ketika Yazdigird mendapat berita bahwa Khaqan sudah meninggalkan Merv menuju Balkh serta keputusan sekutunya hendak keluar sama­sekali dari Persia kembali ke kerajaannya, ia bermaksud mengangkut semua harta simpanannya dan akan menyusul sekutunya itu. Harta simpanan ini besar sekali, berisi permata-permata Kisra dan segala kekayaan Persia yang dapat dikumpulkannya selama dalam pelariannya. Dari sanalah kekayaan yang membuat orang bingung menghitungnya.

Setelah kemudian pihak Persia mengetahui niat Yazdigird hendak membawa lari semua kekayaan itu, oleh mereka ia ditanya: "Apa yang akan Anda lakukan?" "Saya akan menyusul Khaqan dan tinggal dengan dia atau akan ke negeri Cina," jawab Yazdigird. "Tunggu dulu," kata mereka. "Pendapat ini salah. Anda akan bergabung dengan bangsa lain di negerinya dan akan meninggalkan negeri dan bangsa sendiri! Tetapi marilah kita kembali kepada mereka, kita berdamai dengan mereka. Mereka akan mengurus negeri kita. Kita lebih menyukai musuh yang mau mengurus kita di negeri kita daripada musuh yang mengurus kita di luar negeri kita." Setelah tak ada persamaan pendapat di antara mereka, mereka berkata: Tinggalkanlah harta kekayaan kita itu; akan kita bawa kembali untuk negeri kita dan untuk mereka yang akan mengurus negeri kita, dan tidak akan kita keluarkan dari negeri kita ke negeri orang lain. Tetapi Yazdigird menolak dan bersikeras dengan pendapatnya. Mereka terus melawannya dan terjadi pertarungan dan perkelahian antara mereka dengan dia dan pengikut-pengikutnya, sehingga akhirnya mereka berhasil menguasai harta kekayaan itu. Yazdigird dan pengikut-pengikutnya lari ke Balkh. Tetapi ternyata Khaqan sudah lebih dulu menarik diri dari sana. Ia meneruskan pelarian hingga sampai ke Fergana, ibu kota Turki di Samarkand.9

Orang-orang Persia kemudian datang menemui Ahnaf, mengadakan perdamaian dan perjanjian serta menyerahkan harta kekayaan Kisra itu kepadanya. Setelah itu mereka kembali ke negeri mereka dengan perasaan puas. Dalam pada itu Ahnaf dan pasukan Kufah berangkat dari Merv Ruz ke Balkh dan setelah menempatkan mereka di sana ia kembali ke pusat komandonya. Harta rampasan perang yang diperoleh pasukan Muslimin di daerah-daerah itu cukup besar, sehingga seorang prajurit mendapat bagian seperti ketika di Kadisiah.

Ahnaf menulis laporan kepada Umar mengenai kemenangan yang memperolehnya sambil mengirimkan yang seperlimanya. Setelah membaca surat itu ia berpidato, antara lain ia berkata: "Allah telah menghancurkan raja majusi itu dan menceraiberaikan mereka. Sekarang tak ada sejengkal tanah pun milik mereka yang akan membahayakan seorang Muslim. Sungguh, Allah telah mewariskan kepada kalian tanah mereka, harta benda mereka dan anak-anak mereka, untuk melihat apa yang akan kalian lakukan. Allah pasti menyelesaikan tujuan-Nya, dan memenuhi janji-Nya dan akan menyusulkan kesudahannya itu dengan yang pertama. Serahkanlah perkara itu kepada orang yang akan memenuhi janjinya. Janganlah kalian mengganti-ganti dan mengadakan perubahan, Allah akan menggantikan kalian dengan yang lain. Saya tidak khawatir terhadap bangsa ini akan berbuat sesuatu kecuali dari pihak kalian."

Pelarian Yazdigird ke Turki dan terbunuhnya di masa Usman

Yazdigird sudah lari dari Persia ke daerah Turki. Dan dengan larinya itu berakhirlah sudah para kisra dari dinasti Sasani. Sungguhpun begitu, selama bertahun-tahun ia masih tinggal di tempat pelariannya dengan khayal yang masih membawa harapan dan kesombongan, bahwa pada suatu ketika ia akan kembali ke kerajaan nenek moyangnya. Oleh karena itu ia masih menulis surat kepada penduduk Khurasan yang dipercayainya, dengan harapan pada suatu hari mereka akan memberontak kepada kekuasaan Muslimin, dan dengan demikian akan masih terbuka kemungkinan ia mengadakan balas dendam. Pada masa pemerintahan Usman bin Affan Khurasan memang pernah memberontak. Membayangkan bahwa kesempatan itu kini ada, Yazdigird berangkat dari Turki ke Merv dan ia dapat berkumpul dengan orang-orang yang dulu pernah disuratinya. Tetapi pihak Muslimin tak lama setelah itu dapat menumpas pemberontakan itu dan harus bertindak keras dalam menghadapi pihak yang mengingkari kekuasaan itu. Orang-orang Yazdigird ketika itu berpendapat bahwa memang sudah tak ada jalan untuk memenuhi keinginannya itu. Sesudah mereka berselisih dengan Yazdigird, mereka pun segera meninggalkannya. Sekali lagi ia berusaha hendak lari dan kembali ke tempat semula. Tetapi sekali ini pelariannya itu tidak mudah. Semua kawasan sudah menolaknya. Pihak Muslimin sudah menyebarkan mata-mata dari Persia untuk mengepungnya dan membawanya kembali sebagai tawanan perang. Mengetahui rencana ini raja yang sedang dalam pelarian itu segera berlindung ke sebuah pabrik penggilingan di tepi sungai. Di tempat itulah ia menemui ajalnya secara tragis sekali. Konon setelah penduduk Khurasan mengepungnya di tempat persembunyiannya itu, kemudian mereka masuk lalu membunuhnya dan membuang mayatnya ke sungai. Konon pula pemilik penggilingan itu yang membunuhnya ketika ia sedang tidur, setelah melihat perhiasan yang dipakainya, dan bahwa pihak Turki bergegas hendak menolongnya tetapi ternyata ia sudah tak bernyawa, maka mereka menuntut balas terhadap pemilik penggilingan, ia dan keluarganya dibunuh semua. Jenazah Yazdigird mereka tempatkan dalam sebuah peti dan diangkut ke Istakhr. Ada juga yang mengatakan bahwa pemilik penggilingan menemui penguasa kota Merv dan menyampaikan berita itu. Setelah diketahui ia memerintahkan pasukannya: Berangkatlah kalian dan kepalanya bawa ke mari. Kemudian pemilik penggilingan itu membunuhnya lalu memenggal kepalanya dan menyerahkannya kepada pasukan terebut dan jasadnya dibuang ke sungai.

Mana pun yang benar dari cerita-cerita itu, namun semua sepakat bahwa keturunan raja-raja agung itu dibunuh di tempat perlindungannya di pabrik penggilingan tersebut, dan dengan terbunuhnya itu berakhirlah sudah kedaulatan raja-raja dinasti Sasani.

Berakhirnya kemenangan di Persia dan larinya Yazdigird itu pada masa Umar. Adakah kita lihat tunduknya Persia kepada pemerintahan Muslimin sejak semula itu karena sukarela dan atas kemauan sendiri? Sudah tentu karena mereka melihat pemerintahan ini jauh lebih adil dan tak banyak melakukan pemerasan seperti pada pemerintahan para kisra. Mereka dibiarkan bebas, mereka tidak diusik menjalankan agama mereka dan tidak mencampuri urusan mereka. Di samping itu kebebasan para penguasa wilayah lebih besar daripada di masa kekuasaan Yazdigird dan leluhurnya dulu. Demikian juga jabatan-jabatan umum dibiarkan di tangan orang-orang Persia tanpa ada usaha mau mengeksploitasi atau mencampurinya, cukup mereka hanya membayar jizyah yang dilaksanakan sesuai dengan perjanjian yang biasa berlaku di tempat-tempat lain.

Tetapi tak lama kemudian orang-orang Persia itu merasa bahwa berada di bawah pemerintahan asing itu adalah suatu penghinaan dan aib bagi mereka, dan bahwa mereka menyadari isi yang tersebut dalam perjanjian semua dirasakan sangat menusuk perasaan dan penghinaan bagi kehormatan mereka. Dalam paragraf terakhir perjanjian Isfahan disebutkan: "Barang siapa memaki seorang Muslim akan menerima akibatnya dan barang siapa memukulnya akan dijatuhi hukuman mati." Dalam perjanjian Ray penduduk diharuskan "bersedia menempatkan pasukan Muslimin selama satu hari satu malam dan menghormati seorang Muslim, dan barang siapa memaki atau menghinanya akan dikenai hukuman dan barang siapa memukulnya akan dijatuhi hukuman mati." Dan perjanjian Jurjan menyebutkan "barang siapa memaki seorang Muslim akan dihukum dan barang siapa memukulnya darahnya dihalalkan." Cukupkah hanya dengan membiarkan orang Persia itu bebas menjalankan ajaran agamanya dan segala harta kekayaannya tidak diganggu sementara kehormatan dan harga dirinya terasa direndahkan dan jika seorang Persia memaki, menghina atau memukul seorang Muslim boleh dibunuh? Oleh karena itu, mereka memberontak tak lama ketika pihak Muslimin merasa sudah stabil berada di tengah-tengah mereka. Itu pula sebabnya dari waktu ke waktu Usman terpaksa mengirimkan kekuatan bersenjatanya untuk memberi pelajaran kepada mereka.

Tetapi untuk memberi pelajaran dan agar mereka kembali setia sebenarnya tidak sulit, dan Umar pun bukan tidak tahu bahwa suatu bangsa dengan peradaban dan kejayaannya yang sudah begitu berakar seperti bangsa Persia itu sejak semula sudah tidak akan tunduk begitu saja kepada kekuasaan asing. Maka di beberapa tempat yang dipandang rawan didirikan pos-pos penjagaan, dan untuk berjaga-jaga kemungkinan timbulnya pemberontakan anak negeri. Dalam hal ini, seperti dalam banyak hal Umar sangat bijaksana dan berpandangan jauh. Kehormatan dan rasa harga diri dalam jiwa manusia, besar sekali pengaruhnya, melebihi yang lain-lain. Dan ini tak akan dapat dibungkam kecuali dengan kekuatan yang akan memaksa pemberontak - karena pengaruh rasa hina - memilih kehormatannya atau mati. Kehormatan dan rasa harga diri dengan naluri mempertahankan hidup itu sudah seperti sisi mata uang. Hal demikian ini berdampak jauh dalam kehidupan bangsa Persia, yang kemudian membawa mereka sampai memeluk agama Islam. Kemudian pengaruhnya juga dalam kehidupan kedaulatan Islam, yang untuk menjabarkannya sudah tentu di luar ruang lingkup buku ini.

Persia dan Islam

Kalangan pemikir Persia sendiri sudah melihat betapa luhurnya ajaran Islam itu. Mereka melihat bahwa yang akan menyelamatkan kehormatan dan harga diri mereka seperti yang sudah disebutkan dalam perjanjian-perjanjian itu hanya jika mereka sendiri menganut agama yang dianut oleh para penguasa itu, dan sedapat mungkin berbaur dengan mereka. Dengan demikian mereka akan dapat mengambil kembali suatu kekuasaan yang dulu di bawah Yazdigird tidak mungkin dilakukan dengan kekuatan senjata. Fanatisme mereka terhadap agama mereka sendiri tidak merintangi mereka untuk meneliti ciri-ciri Islam yang khas, dan mula-mula hanya karena sudah masuk Islam mereka dipersamakan dan disejajarkan dengan para penguasa dan saling bersemenda dengan mereka. Kemudian setelah mereka masuk Islam, dalam hal kekuasaan mereka cenderung dikuasai oleh kepercayaan mereka yang lama, dan apa yang mereka inginkan tercapai atau sebagian tercapai. Mengenai hal ini dalam Historian's History yang diterbitkan oleh Encyclopedia Britannica disebutkan, yang ringkasnya sebagai berikut:

"Begitu Islam masuk ke Persia orang-orang Persia menyambutnya beramai-ramai. Maka terjadi demikian penyebabnya banyak sekali, yang dapat disimpulkan ke dalam dua sebab utama: Pertama, Islam agama penguasa, dan kedua, perhatian orang-orang Persia sendiri sedikit sekali terhadap agama resmi negara yang lalu. Di samping itu karena kedua agama ini dalam banyak hal ada persamaannya, perpindahan dari yang satu kepada yang lain tak banyak mempengaruhi kejiwaan mereka karena terguncang oleh keimanan terhadap kepercayaan lama itu.

Kepercayaan orang Persia memang sudah lemah terhadap politeisme. Pemikiran mereka tentang Ormuzd10 mirip dengan konsep teologi dalam Islam. Di samping itu, kesederhanaan akidah yang dibawa oleh orang Arab ini dapat menyelamatkan orang Persia dari upacara-upacara kepercayaan Mazda yang rumit. Ketentuan zakat yang diwajibkan dalam Qur'an, sejajar, bahkan lebih luhur daripada derma dan santunan yang diajarkan dalam Avesta. Mengenai surga, neraka dan hari akhirat seperti disebutkan di dalam Qur'an dalam kitab-kitab mereka juga disebutkan. Oleh karena itu dalam pandangan orang Persia Islam tidak banyak mengubah kepercayaan mereka yang pokok, selain adanya dua nama baru: Allah dan Muhammad. Delapan kata yang dipandang sebagai sendi-sendi Islam telah menggantikan dua puluh satu kata yang menjadi sendi-sendi kepercayaan Persia.

"Perpindahan agama ini dari segi politik ada juga pengaruhnya. Kekuasaan dalam kepercayaan Persia menempatkan raja sebagai anak Tuhan. Karena unsur kelahiran yang luhur, dia dipandang suci dan agung. Pemberontakan Persia terhadap kekuasaan Medinah dan kekuasaan Damsyik mengantarkan mereka pada kesepakatan sekitar ahli waris Muhammad yang sah: Ali, saudara sepupunya, yang disingkirkan dari kekhalifahan, dan menobatkannya dengan mahkota keagungan dan kesucian. Hal demikian sudah menjadi kebiasaan leluhur mereka menobatkan raja-raja nasional mereka dahulu dengan mahkota, yang juga sudah menjadi kebiasaan leluhur mereka itu memberi gelar "Raja Suci Putra Langit" kepada Kisra, dan kitab-kitab mereka pun melukiskannya sebagai "Raja Pembimbing." Yang demikian ini mereka lakukan juga dalam sejarah Islam dengan memberi sebutan "Imam." Gelar ini dengan segala kesederhanaannya mempunyai arti yang sangat dalam, karena telah menggabungkan pemegang kekuasaan duniawi itu dengan bimbingan rohani.

"Sesudah Ali wafat tumpuan orang Persia beralih pada kedua anaknya, Hasan dan Husain, kemudian kepada anak-cucu mereka. Disebutkan bahwa Husain menikah dengan putri Kisra dinasti Sasani yang terakhir. Maka dengan demikian keimaman itu berpusat pada keturunannya yang dipadu dengan hak suci. Darah Husain di padang Karbala itu menjadi berkah atas dasar perpaduan ini - menggabungkan Islam dengan Persia lama.

"Pemberontakan yang menggulingkan pemerintahan Banu Umayyah dan menobatkan Banu Abbas yang masih dekat dengan Rasulullah sebagai gantinya, adalah hasil usaha orang-orang Persia. Dengan demikian mereka dapat mengukuhkan kepercayaan mereka tentang keimaman itu, kendati mereka yang telah berusaha mati-matian demi penobatan tersebut tidak dinobatkan dengan kekuasaan, dst."

Peristiwa-peristiwa yang disebutkan oleh Historian's History, dan oleh semua sejarawan, telah melampaui masa pemerintahan Umar. Kita menguraikan peristiwa-peristiwa ini di sini hanya untuk menarik perhatian pembaca bahwa bagaimanapun juga orang-orang Persia itu tidak akan puas dengan pemerintahan Arab, bahkan ketidaksenangan itu sudah terlihat sejak semula, yang secara terbuka sudah berusaha mengadakan pemberontakan. Setelah dapat menguasai keadaan, segala perhatian mereka curahkan agar kekuasaan berada di tangan mereka, dan untuk itu sudah banyak bidang kehidupan yang mereka capai. Begitu tidak senangnya mereka kepada pendudukan pihak Muslimin di negeri mereka itu sampai ada pihak di kalangan mereka yang karena sudah begitu marah kepada Umar, sehingga ada disebutkan bahwa terbunuhnya Umar tak lama setelah menguasai Khurasan adalah karena persekongkolan Persia juga. Hal ini nanti akan kita uraikan lebih terinci. Cukup kalau kita sebutkan di sini bahwa ketika Ahnaf bin Qais menulis surat kepada Umar sehubungan dengan keberhasilannya menduduki Khurasan, kata-kata Umar ini memang tepat sekali: "Allah telah menghancurkan raja majusi itu dan mewariskan kepada Islam tanah mereka, harta benda mereka dan anak-anak mereka, dan kemenangan merupakan tanda yang sebenarnya akan berakhirnya kedaulatan para kisra dari dinasti Sasani.11

Setelah kini kita selesai dengan perang di Persia, mari kita pindah ke medan lain. Waktu itu persenjataan pasukan Muslimin cukup terkenal di negerinya, sementara persenjataan pasukan Persia juga cukup terkenal di negeri Kisra itu. Keduanya di tempat masing-masing sangat hebat, efektif dan mengagumkan sekali. Dalam pada itu, Amr bin al-As adalah panglimanya yang paling berpengalaman dan cerdas.

Medan yang lain ini ialah Mesir.

Catatn Kaki:

  1. Marzuban, marzaban, pembesar atau panglima dan pahlawan Persia yang berani, gubernur propinsi yang mempunyai kekuasaan sendiri; kedudukannya di bawah raja. - Pnj.
  2. Nama komandan angkatan bersenjata ini Istindar.
  3. Ada juga yang menyebutkan bahwa nama ini Shahrbaraz Jazuweh.
  4. Demikian nama itu disebutkan dalam buku-buku yang ditulis oleh para sejarawan Arab. Encyclopaedia of Islam menulis sebagai berikut: "Atas perintah Khalifah Umar Abdullah bin Utban berangkat ke Jay, yang ketika itu diperintah oleh salah seorang dari empat orang fadustan: mereka adalah penguasa-penguasa kerajaan Persia."
  5. Nama Persia Zanbadi atau Zabandi, para sejarawan Arab menyebutnya Zainabi.
  6. Muhammad al-Maqdisi, kadang ditulis al-Muqaddasi, lahir di Yerusalem (sekitar 946-1000 M.), pengembara Arab dan geografer, pengarang karya terkenal dalam bahasa Arab mengenai negeri-negeri Islam berjudul al-Aqalim, dicetak tahun 985 M. dan sebagian besar didasarkan pada penelitian pribadi selama 20 tahun pengembaraannya (kecuali Spanyol, Sejistan dan Sind). Buku ini merupakan gudang informasi yang sangat terinci mengenai penduduk, tingkah laku dan kehidupan ekonomi negeri-negeri itu dalam abad ke-10 (diringkaskan dari sumber Encyclopaedia Britannica). - Pnj.
  7. Dalam sebuah sumber disebutkan bahwa yang menaklukkan Kirman ini Abdullah bin Budail bin Warga' al-Khuza'i.
  8. Disebutkan bahwa Umar menanyakan kepada Suhar mengenai Mukran. Ketika itu setiap ada orang datang dari sana selalu ditanyai mengenai keadaan daerah itu. Alas pertanyaannya itu Suhar menjawab: "Amirulmukminin, tanah berbukit-bukit. airnya menetes sedikit demi sedikit, buah-buahannya kerdil, musuhnya pandir, hasil buminya gersang, bahayanya besar, yang banyak menjadi sedikit, yang sedikit jadi habis terkikis, dan di balik semua itu bencananya tak kunjung habis." Lalu kata Umar: Anda ini bersajak atau menyampaikan laporan? Suhar menjawab: Menyampaikan laporan.
  9. Daerah Rusia sekarang. - Pnj.
  10. Ormuzd atau Ormazd, Ahura Mazda, oknum tertinggi dalam kepercayaan agama Zoroaster, dan Avesta kitab sucinya. - Pnj.
  11. Barangkali pembaca sudah memperhatikan bahwa kebanyakan terjadinya pertempuran dalam perang Persia itu tanggalnya tidak kami sebutkan. Juga di sana sini kami tinggalkan tanpa menyebutkan nama-nama komandan yang memimpin pasukan dalam pertempuran-pertempuran itu. Sebenarnya penentuan tanggal dalam perang di Persia tidak mudah, atau barangkali tidak mungkin. Cukup kalau saya sebutkan di sini, bahwa dua pertempuran terpenting, yakni pertempuran Kadisiah dan pertempuran Nahawand, tanggal kejadiannya masih diragukan. Keraguan ini tak terbatas hanya pada para sejarawan Muslim, keraguan sejarawan-sejarawan asing pun tidak pula kurang dari rekan­rekannya itu. Mereka menyebutkan bahwa pertempuran Kadisiah itu terjadi dalam tahun 636 atau dalam bulan-bulan pertama tahun 637, dan bahwa peristiwa di Nahawand terjadi antara tahun-tahun 640, 641 dan 642. Tabari menyebutkan bahwa pertempuran Kadisiah terjadi dalam tahun 14 Hijri, yakni tahun 635 atau permulaan tahun 636 M., dan penaklukan Nahawand dan Isfahan terjadi dalam tahun 21, sedang penaklukan Khurasan, Ray, Jurjan, Tabaristan dan Azerbaijan dalam tahun 22. Selanjutnya Persia, Kirman, Mukran dan Sijistan dalam tahun 22. Sungguhpun begitu ada sumber-sumber, yang dipandang autentik, menyebutkan bahwa Azerbaijan ditaklukkan tahun 18 setelah penaklukan Hamazan, Ray, Jurjan dan Tabaristan. Ibn Kasir misalnya menyebutkan bahwa penaklukan Khurasan terjadi setelah penaklukan Persia, Kirman dan Mukran. Pendapat ini lebih dapat diterima. Dengan demikian penaklukan itu terjadi tahun 23, kalaupun benar bahwa Persia dan tetangga-tetangganya ditaklukkan dalam tahun itu. Tetapi Balazuri sering bertolak belakang dengan sumber-sumber itu semua. Dia berpendapat bahwa penaklukan Iran baru selesai pada masa Usman bin Affan. Begitu juga Tabari dan mereka yang sependapat dengan dia banyak berbeda dalam menyebutkan nama-nama komandan yang memegang pimpinan pasukan dalam sekian pertempuran yang beraneka ragam itu. Saya sudah berusaha sedapat mungkin meneliti semua itu sesuai dengan kemampuan saya. Saya bandingkan sumber-sumber itu satu sama lain dan saya cocokkan dengan geografi alam dan geografi politik Persia waktu itu. dan saya catat dalam bab ini mana yang saya anggap paling benar dari semua sumber itu. Mengenai beberapa sumber yang masih rancu dan pencatatannya tidak banyak artinya dalam sejarah kedaulatan Islam masa pemerintahan Umar, saya tinggalkan. Saya rasa, dengan mengabaikan ini pcmbaca tidak akan kehilangan intinya yang hakiki dalam pembahasan yang kita hadapi sekarang ini. Harapan saya, mudah-mudahan saya berhasil melukiskan kemenangan Islam di Persia itu seperti yang tergambar di hadapan pembaca dalam bentuknya yang jelas, lepas dari segala kerancuan.

(sebelum, sesudah)


Umar bin Khattab
"Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu"
 
Judul asli "Al-Faruq Umar" cetakan ke 7 oleh Muhammad Husain Haekal, Ph.D.,
dengan izin ahli waris, Dr. Ahmad Muhammad Husain Haekal, kepada penerjermah.
diterjemahkan oleh Ali Audah.
Cetakan pertama, April 2000
Diterbitkan oleh P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel. (0251) 330505, 370505, Fax. (0251) 380505 Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-38-7
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. IKRAR MANDIRIABADI, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team