|
17. Menumpas Kekuasaan Para Kisra
(3/3)
Yazdigird ditinggalkan oleh Khaqan dan
kawan-kawan sendiri
Ketika pasukan Kufah itu menarik diri dari Balkh dan
bergabung dengan pasukan Ahnaf di Merv Ruz, dengan sebuah
kekuatan yang ada Yazdigird meninggalkan Balkh menuju Merv
Syahijan. Ketika Harisah bin Nu'man dan sepasukan Muslimin
anak buahnya mengepung kota itu, Yazdigird mengeluarkan
harta simpanannya dari tempatnya dan mengamanatkan kepada
orang-orang kepercayaannya agar menjaganya. Ketika Yazdigird
mendapat berita bahwa Khaqan sudah meninggalkan Merv menuju
Balkh serta keputusan sekutunya hendak keluar
samasekali dari Persia kembali ke kerajaannya, ia
bermaksud mengangkut semua harta simpanannya dan akan
menyusul sekutunya itu. Harta simpanan ini besar sekali,
berisi permata-permata Kisra dan segala kekayaan Persia yang
dapat dikumpulkannya selama dalam pelariannya. Dari sanalah
kekayaan yang membuat orang bingung menghitungnya.
Setelah kemudian pihak Persia mengetahui niat Yazdigird
hendak membawa lari semua kekayaan itu, oleh mereka ia
ditanya: "Apa yang akan Anda lakukan?" "Saya akan menyusul
Khaqan dan tinggal dengan dia atau akan ke negeri Cina,"
jawab Yazdigird. "Tunggu dulu," kata mereka. "Pendapat ini
salah. Anda akan bergabung dengan bangsa lain di negerinya
dan akan meninggalkan negeri dan bangsa sendiri! Tetapi
marilah kita kembali kepada mereka, kita berdamai dengan
mereka. Mereka akan mengurus negeri kita. Kita lebih
menyukai musuh yang mau mengurus kita di negeri kita
daripada musuh yang mengurus kita di luar negeri kita."
Setelah tak ada persamaan pendapat di antara mereka, mereka
berkata: Tinggalkanlah harta kekayaan kita itu; akan kita
bawa kembali untuk negeri kita dan untuk mereka yang akan
mengurus negeri kita, dan tidak akan kita keluarkan dari
negeri kita ke negeri orang lain. Tetapi Yazdigird menolak
dan bersikeras dengan pendapatnya. Mereka terus melawannya
dan terjadi pertarungan dan perkelahian antara mereka dengan
dia dan pengikut-pengikutnya, sehingga akhirnya mereka
berhasil menguasai harta kekayaan itu. Yazdigird dan
pengikut-pengikutnya lari ke Balkh. Tetapi ternyata Khaqan
sudah lebih dulu menarik diri dari sana. Ia meneruskan
pelarian hingga sampai ke Fergana, ibu kota Turki di
Samarkand.9
Orang-orang Persia kemudian datang menemui Ahnaf,
mengadakan perdamaian dan perjanjian serta menyerahkan harta
kekayaan Kisra itu kepadanya. Setelah itu mereka kembali ke
negeri mereka dengan perasaan puas. Dalam pada itu Ahnaf dan
pasukan Kufah berangkat dari Merv Ruz ke Balkh dan setelah
menempatkan mereka di sana ia kembali ke pusat komandonya.
Harta rampasan perang yang diperoleh pasukan Muslimin di
daerah-daerah itu cukup besar, sehingga seorang prajurit
mendapat bagian seperti ketika di Kadisiah.
Ahnaf menulis laporan kepada Umar mengenai kemenangan
yang memperolehnya sambil mengirimkan yang seperlimanya.
Setelah membaca surat itu ia berpidato, antara lain ia
berkata: "Allah telah menghancurkan raja majusi itu dan
menceraiberaikan mereka. Sekarang tak ada sejengkal tanah
pun milik mereka yang akan membahayakan seorang Muslim.
Sungguh, Allah telah mewariskan kepada kalian tanah mereka,
harta benda mereka dan anak-anak mereka, untuk melihat apa
yang akan kalian lakukan. Allah pasti menyelesaikan
tujuan-Nya, dan memenuhi janji-Nya dan akan menyusulkan
kesudahannya itu dengan yang pertama. Serahkanlah perkara
itu kepada orang yang akan memenuhi janjinya. Janganlah
kalian mengganti-ganti dan mengadakan perubahan, Allah akan
menggantikan kalian dengan yang lain. Saya tidak khawatir
terhadap bangsa ini akan berbuat sesuatu kecuali dari pihak
kalian."
Pelarian Yazdigird ke Turki dan
terbunuhnya di masa Usman
Yazdigird sudah lari dari Persia ke daerah Turki. Dan
dengan larinya itu berakhirlah sudah para kisra dari dinasti
Sasani. Sungguhpun begitu, selama bertahun-tahun ia masih
tinggal di tempat pelariannya dengan khayal yang masih
membawa harapan dan kesombongan, bahwa pada suatu ketika ia
akan kembali ke kerajaan nenek moyangnya. Oleh karena itu ia
masih menulis surat kepada penduduk Khurasan yang
dipercayainya, dengan harapan pada suatu hari mereka akan
memberontak kepada kekuasaan Muslimin, dan dengan demikian
akan masih terbuka kemungkinan ia mengadakan balas dendam.
Pada masa pemerintahan Usman bin Affan Khurasan memang
pernah memberontak. Membayangkan bahwa kesempatan itu kini
ada, Yazdigird berangkat dari Turki ke Merv dan ia dapat
berkumpul dengan orang-orang yang dulu pernah disuratinya.
Tetapi pihak Muslimin tak lama setelah itu dapat menumpas
pemberontakan itu dan harus bertindak keras dalam menghadapi
pihak yang mengingkari kekuasaan itu. Orang-orang Yazdigird
ketika itu berpendapat bahwa memang sudah tak ada jalan
untuk memenuhi keinginannya itu. Sesudah mereka berselisih
dengan Yazdigird, mereka pun segera meninggalkannya. Sekali
lagi ia berusaha hendak lari dan kembali ke tempat semula.
Tetapi sekali ini pelariannya itu tidak mudah. Semua kawasan
sudah menolaknya. Pihak Muslimin sudah menyebarkan mata-mata
dari Persia untuk mengepungnya dan membawanya kembali
sebagai tawanan perang. Mengetahui rencana ini raja yang
sedang dalam pelarian itu segera berlindung ke sebuah pabrik
penggilingan di tepi sungai. Di tempat itulah ia menemui
ajalnya secara tragis sekali. Konon setelah penduduk
Khurasan mengepungnya di tempat persembunyiannya itu,
kemudian mereka masuk lalu membunuhnya dan membuang mayatnya
ke sungai. Konon pula pemilik penggilingan itu yang
membunuhnya ketika ia sedang tidur, setelah melihat
perhiasan yang dipakainya, dan bahwa pihak Turki bergegas
hendak menolongnya tetapi ternyata ia sudah tak bernyawa,
maka mereka menuntut balas terhadap pemilik penggilingan, ia
dan keluarganya dibunuh semua. Jenazah Yazdigird mereka
tempatkan dalam sebuah peti dan diangkut ke Istakhr. Ada
juga yang mengatakan bahwa pemilik penggilingan menemui
penguasa kota Merv dan menyampaikan berita itu. Setelah
diketahui ia memerintahkan pasukannya: Berangkatlah kalian
dan kepalanya bawa ke mari. Kemudian pemilik penggilingan
itu membunuhnya lalu memenggal kepalanya dan menyerahkannya
kepada pasukan terebut dan jasadnya dibuang ke sungai.
Mana pun yang benar dari cerita-cerita itu, namun semua
sepakat bahwa keturunan raja-raja agung itu dibunuh di
tempat perlindungannya di pabrik penggilingan tersebut, dan
dengan terbunuhnya itu berakhirlah sudah kedaulatan
raja-raja dinasti Sasani.
Berakhirnya kemenangan di Persia dan larinya Yazdigird
itu pada masa Umar. Adakah kita lihat tunduknya Persia
kepada pemerintahan Muslimin sejak semula itu karena
sukarela dan atas kemauan sendiri? Sudah tentu karena mereka
melihat pemerintahan ini jauh lebih adil dan tak banyak
melakukan pemerasan seperti pada pemerintahan para kisra.
Mereka dibiarkan bebas, mereka tidak diusik menjalankan
agama mereka dan tidak mencampuri urusan mereka. Di samping
itu kebebasan para penguasa wilayah lebih besar daripada di
masa kekuasaan Yazdigird dan leluhurnya dulu. Demikian juga
jabatan-jabatan umum dibiarkan di tangan orang-orang Persia
tanpa ada usaha mau mengeksploitasi atau mencampurinya,
cukup mereka hanya membayar jizyah yang dilaksanakan sesuai
dengan perjanjian yang biasa berlaku di tempat-tempat
lain.
Tetapi tak lama kemudian orang-orang Persia itu merasa
bahwa berada di bawah pemerintahan asing itu adalah suatu
penghinaan dan aib bagi mereka, dan bahwa mereka menyadari
isi yang tersebut dalam perjanjian semua dirasakan sangat
menusuk perasaan dan penghinaan bagi kehormatan mereka.
Dalam paragraf terakhir perjanjian Isfahan disebutkan:
"Barang siapa memaki seorang Muslim akan menerima akibatnya
dan barang siapa memukulnya akan dijatuhi hukuman mati."
Dalam perjanjian Ray penduduk diharuskan "bersedia
menempatkan pasukan Muslimin selama satu hari satu malam dan
menghormati seorang Muslim, dan barang siapa memaki atau
menghinanya akan dikenai hukuman dan barang siapa memukulnya
akan dijatuhi hukuman mati." Dan perjanjian Jurjan
menyebutkan "barang siapa memaki seorang Muslim akan dihukum
dan barang siapa memukulnya darahnya dihalalkan." Cukupkah
hanya dengan membiarkan orang Persia itu bebas menjalankan
ajaran agamanya dan segala harta kekayaannya tidak diganggu
sementara kehormatan dan harga dirinya terasa direndahkan
dan jika seorang Persia memaki, menghina atau memukul
seorang Muslim boleh dibunuh? Oleh karena itu, mereka
memberontak tak lama ketika pihak Muslimin merasa sudah
stabil berada di tengah-tengah mereka. Itu pula sebabnya
dari waktu ke waktu Usman terpaksa mengirimkan kekuatan
bersenjatanya untuk memberi pelajaran kepada mereka.
Tetapi untuk memberi pelajaran dan agar mereka kembali
setia sebenarnya tidak sulit, dan Umar pun bukan tidak tahu
bahwa suatu bangsa dengan peradaban dan kejayaannya yang
sudah begitu berakar seperti bangsa Persia itu sejak semula
sudah tidak akan tunduk begitu saja kepada kekuasaan asing.
Maka di beberapa tempat yang dipandang rawan didirikan
pos-pos penjagaan, dan untuk berjaga-jaga kemungkinan
timbulnya pemberontakan anak negeri. Dalam hal ini, seperti
dalam banyak hal Umar sangat bijaksana dan berpandangan
jauh. Kehormatan dan rasa harga diri dalam jiwa manusia,
besar sekali pengaruhnya, melebihi yang lain-lain. Dan ini
tak akan dapat dibungkam kecuali dengan kekuatan yang akan
memaksa pemberontak - karena pengaruh rasa hina - memilih
kehormatannya atau mati. Kehormatan dan rasa harga diri
dengan naluri mempertahankan hidup itu sudah seperti sisi
mata uang. Hal demikian ini berdampak jauh dalam kehidupan
bangsa Persia, yang kemudian membawa mereka sampai memeluk
agama Islam. Kemudian pengaruhnya juga dalam kehidupan
kedaulatan Islam, yang untuk menjabarkannya sudah tentu di
luar ruang lingkup buku ini.
Persia dan Islam
Kalangan pemikir Persia sendiri sudah melihat betapa
luhurnya ajaran Islam itu. Mereka melihat bahwa yang akan
menyelamatkan kehormatan dan harga diri mereka seperti yang
sudah disebutkan dalam perjanjian-perjanjian itu hanya jika
mereka sendiri menganut agama yang dianut oleh para penguasa
itu, dan sedapat mungkin berbaur dengan mereka. Dengan
demikian mereka akan dapat mengambil kembali suatu kekuasaan
yang dulu di bawah Yazdigird tidak mungkin dilakukan dengan
kekuatan senjata. Fanatisme mereka terhadap agama mereka
sendiri tidak merintangi mereka untuk meneliti ciri-ciri
Islam yang khas, dan mula-mula hanya karena sudah masuk
Islam mereka dipersamakan dan disejajarkan dengan para
penguasa dan saling bersemenda dengan mereka. Kemudian
setelah mereka masuk Islam, dalam hal kekuasaan mereka
cenderung dikuasai oleh kepercayaan mereka yang lama, dan
apa yang mereka inginkan tercapai atau sebagian tercapai.
Mengenai hal ini dalam Historian's History yang
diterbitkan oleh Encyclopedia Britannica disebutkan,
yang ringkasnya sebagai berikut:
"Begitu Islam masuk ke Persia orang-orang Persia
menyambutnya beramai-ramai. Maka terjadi demikian
penyebabnya banyak sekali, yang dapat disimpulkan ke dalam
dua sebab utama: Pertama, Islam agama penguasa, dan kedua,
perhatian orang-orang Persia sendiri sedikit sekali terhadap
agama resmi negara yang lalu. Di samping itu karena kedua
agama ini dalam banyak hal ada persamaannya, perpindahan
dari yang satu kepada yang lain tak banyak mempengaruhi
kejiwaan mereka karena terguncang oleh keimanan terhadap
kepercayaan lama itu.
Kepercayaan orang Persia memang sudah lemah terhadap
politeisme. Pemikiran mereka tentang Ormuzd10
mirip dengan konsep teologi dalam Islam. Di samping itu,
kesederhanaan akidah yang dibawa oleh orang Arab ini dapat
menyelamatkan orang Persia dari upacara-upacara kepercayaan
Mazda yang rumit. Ketentuan zakat yang diwajibkan dalam
Qur'an, sejajar, bahkan lebih luhur daripada derma dan
santunan yang diajarkan dalam Avesta. Mengenai surga, neraka
dan hari akhirat seperti disebutkan di dalam Qur'an dalam
kitab-kitab mereka juga disebutkan. Oleh karena itu dalam
pandangan orang Persia Islam tidak banyak mengubah
kepercayaan mereka yang pokok, selain adanya dua nama baru:
Allah dan Muhammad. Delapan kata yang dipandang sebagai
sendi-sendi Islam telah menggantikan dua puluh satu kata
yang menjadi sendi-sendi kepercayaan Persia.
"Perpindahan agama ini dari segi politik ada juga
pengaruhnya. Kekuasaan dalam kepercayaan Persia menempatkan
raja sebagai anak Tuhan. Karena unsur kelahiran yang luhur,
dia dipandang suci dan agung. Pemberontakan Persia terhadap
kekuasaan Medinah dan kekuasaan Damsyik mengantarkan mereka
pada kesepakatan sekitar ahli waris Muhammad yang sah: Ali,
saudara sepupunya, yang disingkirkan dari kekhalifahan, dan
menobatkannya dengan mahkota keagungan dan kesucian. Hal
demikian sudah menjadi kebiasaan leluhur mereka menobatkan
raja-raja nasional mereka dahulu dengan mahkota, yang juga
sudah menjadi kebiasaan leluhur mereka itu memberi gelar
"Raja Suci Putra Langit" kepada Kisra, dan kitab-kitab
mereka pun melukiskannya sebagai "Raja Pembimbing." Yang
demikian ini mereka lakukan juga dalam sejarah Islam dengan
memberi sebutan "Imam." Gelar ini dengan segala
kesederhanaannya mempunyai arti yang sangat dalam, karena
telah menggabungkan pemegang kekuasaan duniawi itu dengan
bimbingan rohani.
"Sesudah Ali wafat tumpuan orang Persia beralih pada
kedua anaknya, Hasan dan Husain, kemudian kepada anak-cucu
mereka. Disebutkan bahwa Husain menikah dengan putri Kisra
dinasti Sasani yang terakhir. Maka dengan demikian keimaman
itu berpusat pada keturunannya yang dipadu dengan hak suci.
Darah Husain di padang Karbala itu menjadi berkah atas dasar
perpaduan ini - menggabungkan Islam dengan Persia lama.
"Pemberontakan yang menggulingkan pemerintahan Banu
Umayyah dan menobatkan Banu Abbas yang masih dekat dengan
Rasulullah sebagai gantinya, adalah hasil usaha orang-orang
Persia. Dengan demikian mereka dapat mengukuhkan kepercayaan
mereka tentang keimaman itu, kendati mereka yang telah
berusaha mati-matian demi penobatan tersebut tidak
dinobatkan dengan kekuasaan, dst."
Peristiwa-peristiwa yang disebutkan oleh Historian's
History, dan oleh semua sejarawan, telah melampaui masa
pemerintahan Umar. Kita menguraikan peristiwa-peristiwa ini
di sini hanya untuk menarik perhatian pembaca bahwa
bagaimanapun juga orang-orang Persia itu tidak akan puas
dengan pemerintahan Arab, bahkan ketidaksenangan itu sudah
terlihat sejak semula, yang secara terbuka sudah berusaha
mengadakan pemberontakan. Setelah dapat menguasai keadaan,
segala perhatian mereka curahkan agar kekuasaan berada di
tangan mereka, dan untuk itu sudah banyak bidang kehidupan
yang mereka capai. Begitu tidak senangnya mereka kepada
pendudukan pihak Muslimin di negeri mereka itu sampai ada
pihak di kalangan mereka yang karena sudah begitu marah
kepada Umar, sehingga ada disebutkan bahwa terbunuhnya Umar
tak lama setelah menguasai Khurasan adalah karena
persekongkolan Persia juga. Hal ini nanti akan kita uraikan
lebih terinci. Cukup kalau kita sebutkan di sini bahwa
ketika Ahnaf bin Qais menulis surat kepada Umar sehubungan
dengan keberhasilannya menduduki Khurasan, kata-kata Umar
ini memang tepat sekali: "Allah telah menghancurkan raja
majusi itu dan mewariskan kepada Islam tanah mereka, harta
benda mereka dan anak-anak mereka, dan kemenangan merupakan
tanda yang sebenarnya akan berakhirnya kedaulatan para kisra
dari dinasti Sasani.11
Setelah kini kita selesai dengan perang di Persia, mari
kita pindah ke medan lain. Waktu itu persenjataan pasukan
Muslimin cukup terkenal di negerinya, sementara persenjataan
pasukan Persia juga cukup terkenal di negeri Kisra itu.
Keduanya di tempat masing-masing sangat hebat, efektif dan
mengagumkan sekali. Dalam pada itu, Amr bin al-As adalah
panglimanya yang paling berpengalaman dan cerdas.
Medan yang lain ini ialah Mesir.
Catatn Kaki:
- Marzuban, marzaban, pembesar atau panglima dan
pahlawan Persia yang berani, gubernur propinsi yang
mempunyai kekuasaan sendiri; kedudukannya di bawah raja.
- Pnj.
- Nama komandan angkatan bersenjata ini Istindar.
- Ada juga yang menyebutkan bahwa nama ini Shahrbaraz
Jazuweh.
- Demikian nama itu disebutkan dalam buku-buku yang
ditulis oleh para sejarawan Arab. Encyclopaedia of Islam
menulis sebagai berikut: "Atas perintah Khalifah Umar
Abdullah bin Utban berangkat ke Jay, yang ketika itu
diperintah oleh salah seorang dari empat orang fadustan:
mereka adalah penguasa-penguasa kerajaan Persia."
- Nama Persia Zanbadi atau Zabandi, para sejarawan Arab
menyebutnya Zainabi.
- Muhammad al-Maqdisi, kadang ditulis al-Muqaddasi,
lahir di Yerusalem (sekitar 946-1000 M.), pengembara Arab
dan geografer, pengarang karya terkenal dalam bahasa Arab
mengenai negeri-negeri Islam berjudul al-Aqalim, dicetak
tahun 985 M. dan sebagian besar didasarkan pada
penelitian pribadi selama 20 tahun pengembaraannya
(kecuali Spanyol, Sejistan dan Sind). Buku ini merupakan
gudang informasi yang sangat terinci mengenai penduduk,
tingkah laku dan kehidupan ekonomi negeri-negeri itu
dalam abad ke-10 (diringkaskan dari sumber Encyclopaedia
Britannica). - Pnj.
- Dalam sebuah sumber disebutkan bahwa yang menaklukkan
Kirman ini Abdullah bin Budail bin Warga'
al-Khuza'i.
- Disebutkan bahwa Umar menanyakan kepada Suhar
mengenai Mukran. Ketika itu setiap ada orang datang dari
sana selalu ditanyai mengenai keadaan daerah itu. Alas
pertanyaannya itu Suhar menjawab: "Amirulmukminin, tanah
berbukit-bukit. airnya menetes sedikit demi sedikit,
buah-buahannya kerdil, musuhnya pandir, hasil buminya
gersang, bahayanya besar, yang banyak menjadi sedikit,
yang sedikit jadi habis terkikis, dan di balik semua itu
bencananya tak kunjung habis." Lalu kata Umar: Anda ini
bersajak atau menyampaikan laporan? Suhar menjawab:
Menyampaikan laporan.
- Daerah Rusia sekarang. - Pnj.
- Ormuzd atau Ormazd, Ahura Mazda, oknum tertinggi
dalam kepercayaan agama Zoroaster, dan Avesta kitab
sucinya. - Pnj.
- Barangkali pembaca sudah memperhatikan bahwa
kebanyakan terjadinya pertempuran dalam perang Persia itu
tanggalnya tidak kami sebutkan. Juga di sana sini kami
tinggalkan tanpa menyebutkan nama-nama komandan yang
memimpin pasukan dalam pertempuran-pertempuran itu.
Sebenarnya penentuan tanggal dalam perang di Persia tidak
mudah, atau barangkali tidak mungkin. Cukup kalau saya
sebutkan di sini, bahwa dua pertempuran terpenting, yakni
pertempuran Kadisiah dan pertempuran Nahawand, tanggal
kejadiannya masih diragukan. Keraguan ini tak terbatas
hanya pada para sejarawan Muslim, keraguan
sejarawan-sejarawan asing pun tidak pula kurang dari
rekanrekannya itu. Mereka menyebutkan bahwa
pertempuran Kadisiah itu terjadi dalam tahun 636 atau
dalam bulan-bulan pertama tahun 637, dan bahwa peristiwa
di Nahawand terjadi antara tahun-tahun 640, 641 dan 642.
Tabari menyebutkan bahwa pertempuran Kadisiah terjadi
dalam tahun 14 Hijri, yakni tahun 635 atau permulaan
tahun 636 M., dan penaklukan Nahawand dan Isfahan terjadi
dalam tahun 21, sedang penaklukan Khurasan, Ray, Jurjan,
Tabaristan dan Azerbaijan dalam tahun 22. Selanjutnya
Persia, Kirman, Mukran dan Sijistan dalam tahun 22.
Sungguhpun begitu ada sumber-sumber, yang dipandang
autentik, menyebutkan bahwa Azerbaijan ditaklukkan tahun
18 setelah penaklukan Hamazan, Ray, Jurjan dan
Tabaristan. Ibn Kasir misalnya menyebutkan bahwa
penaklukan Khurasan terjadi setelah penaklukan Persia,
Kirman dan Mukran. Pendapat ini lebih dapat diterima.
Dengan demikian penaklukan itu terjadi tahun 23, kalaupun
benar bahwa Persia dan tetangga-tetangganya ditaklukkan
dalam tahun itu. Tetapi Balazuri sering bertolak belakang
dengan sumber-sumber itu semua. Dia berpendapat bahwa
penaklukan Iran baru selesai pada masa Usman bin Affan.
Begitu juga Tabari dan mereka yang sependapat dengan dia
banyak berbeda dalam menyebutkan nama-nama komandan yang
memegang pimpinan pasukan dalam sekian pertempuran yang
beraneka ragam itu. Saya sudah berusaha sedapat mungkin
meneliti semua itu sesuai dengan kemampuan saya. Saya
bandingkan sumber-sumber itu satu sama lain dan saya
cocokkan dengan geografi alam dan geografi politik Persia
waktu itu. dan saya catat dalam bab ini mana yang saya
anggap paling benar dari semua sumber itu. Mengenai
beberapa sumber yang masih rancu dan pencatatannya tidak
banyak artinya dalam sejarah kedaulatan Islam masa
pemerintahan Umar, saya tinggalkan. Saya rasa, dengan
mengabaikan ini pcmbaca tidak akan kehilangan intinya
yang hakiki dalam pembahasan yang kita hadapi sekarang
ini. Harapan saya, mudah-mudahan saya berhasil melukiskan
kemenangan Islam di Persia itu seperti yang tergambar di
hadapan pembaca dalam bentuknya yang jelas, lepas dari
segala kerancuan.
|