|
17. Menumpas Kekuasaan Para Kisra
(2/3)
Sikap pemimpin-pemimpin Persia terhadap
Yazdigird setelah persetujuan daerah-daerah utara
Sementara Suwaid bin Muqarrin pergi ke Jurjan dan
Tabaristan membuat persetujuan dengan mereka, Nu'aim
saudaranya sedang mengatur urusan kota dengan dibantu oleh
Zainabi yang diangkat sebagai wakil di kota itu. Setelah
keadaan kota tenteram, Utbah bin Farqad dan Bakir bin
Abdullah yang berangkat atas perintah Umar untuk menundukkan
Azerbaijan, diperkuat pula dengan Simak bin Kharasyah
alAnsari dengan kekuatan pasukan yang telah menyerbu
Ray. Sementara Bakir maju dengan kekuatan pasukannya itu
tiba-tiba ia dihadapkan kepada Isfandiar Farrukhzad yang
kembali membawa pasukannya setelah mengalami kekalahan di
Waj Ruz. Keduanya terlibat dalam bentrok senjata yang seru,
dan berakhir dengan kekalahan dan ditawannya Isfandiar.
Bakir tidak membunuhnya tetapi ia ditahan di tempatnya.
Ketika itu Isfandiar berkata kepadanya: Mana yang lebih Anda
sukai, perang atau damai? Bakir menjawab: Sudah tentu damai.
Jenderal Persia itu berkata lagi: Kalau begitu tahanlah saya
di tempat Anda. PihakAzerbaijan itu kalau tidak saya ajak
mereka berunding atau saya mendatangi mereka, mereka tidak
akan tunduk kepada Anda. Malah mereka menyingkir ke
gunung-gunung dan akan bertahan di sana sampai pada waktu
tertentu. Ternyata pertahanan Azerbaijan hancur berantakan
ketika Utbah bin Farqad bergerak maju ke markas tempat
Bahram saudara Isfandiar, dan dia juga dihancurkan dan
terpaksa ia lari. Ketika itulah Utbah berunding dengan
Isfandiar dan ia memberikan surat jaminan keamanan bagi
penduduk Azerbaijan dan sekelilingnya, termasuk daerah
dataran, pegunungan sampai ke perbatasannya, termasuk
masyarakat kelompok-kelompok agama dan para pemeluknya serta
upacara-upacara keagamaannya - selama mereka membayar jizyah
ala kadarnya.
Memang wajar sekali bila pasukan Muslimin terus mengejar
mereka di bagian utara Persia supaya tak ada lagi
perlawanan. Di Laut Kaspia yang di sisi Azerbaijan terdapat
sebuah bandar yang disebut Bab atau Bab al-Abwab yang sudah
diperkuat dengan benteng, di pintu masuk dipasang
rantai-rantai yang tak mungkin ada kapal dapat keluar atau
masuk tanpa izin. Kepala Bab itu bernama Syaharbaraz.
Setelah mengetahui kedatangan pasukan Muslimin, ia menulis
surat kepada komandannya, Abdur-Rahman bin Rabi'ah meminta
perlindungan, kemudian setelah menemuinya ia berkata: "Saya
berhadapan dengan musuh yang keras dan terdiri dari berbagai
suku bangsa, dan saya samasekali bukan orang Qabaj dan bukan
orang Armenia. Kalian sudah mengalahkan negeri saya dan
golongan saya, tetapi saya dari kalian dan akan membantu
kalian, dan jizyah saya di tangan kalian; kemenangan ada
pada kalian dan kalian dapat tinggal sekehendak kalian.
Janganlah kami direndahkan dengan membayar jizyah yang
berarti kalian merendahkan saya di mata musuh kalian."
Abdur-Rahman mengirim orang ini kepada Suraqah bin Amr.
Ketika itu ia adalah panglima pasukan. Tetapi sesudah
Syaharbaraz mengulangi kata-katanya itu Abdur-Rahman dapat
menerima dan membebaskannya dari tugas dengan pasukan
Muslimin dalam memerangi musuh. Tetapi orang yang tinggal
dan tidak ikut bertempur akan mendapat sanksi. Ini sudah
dijadikan ketentuan buat orang yang memerangi kaum musyrik.
Suraqah sudah membuat laporan kepada Umar bin Khattab
mengenai hal ini dan ia mengizinkan dan menerimanya dengan
baik.
Selesai dengan Bab itu Suraqah dan kekuatan bersenjatanya
menuju ke pegunungan di sekitarnya. Penduduk daerah ini
setuju membayar jizyah tanpa perang; kecuali daerah Mukan
yang masih bertahan dari Bakir. Tetapi sesudah penduduknya
didobrak, kembali mereka mau membayar jizyah. Dalam pada itu
Suraqah sudah meninggal dan digantikan oleh Abdur-Rahman bin
Rabi'ah. Kemudian Abdur-Rahman berangkat hendak menyerbu
Turki. Tetapi Syaharbaraz berkata: Kita ingin mereka akan
mengundang kita, selain Bab. Abdur-Rahman menjawab: Tetapi
kami tidak menginginkan itu dari mereka sebelum kami datang
ke tempat mereka sendiri. Kami mempunyai sahabat-sahabat,
kalau pemimpin kami mengizinkan kami pasti kami mampu
mencapai Rumawi! Ketika pemimpin Persia itu menanyakan,
siapa sahabat-sahabat itu, dijawab: Sahabat-sahabat yang
bersama-sama dengan Rasulullah, mereka itu sehat-sehat dan
tegap. Pada zaman jahiliah mereka punya rasa malu dan sangat
murah hati. Rasa malu dan murah hati pada mereka itu
bertambah besar, dan mereka masih selalu dalam keadaan
begitu. Kemenangan pun masih selalu menyertai mereka, sampai
orangorang yang berikutnya mengubah keadaan mereka,
dan mereka dibelokkan dari keadaan yang sebenarnya. Tetapi,
sebelum rencana memasuki Turki itu dilaksanakan, tiba-tiba
ia menerima berita bahwa Umar wafat. Orang-orang di kawasan
itu sudah menjauhkan diri dari pasukan Muslimin dengan
berlindung ke gunung-gunung. Mereka menarik diri untuk
beberapa waktu lamanya; kemudian pada masa Usman perang itu
diteruskan.
Kita sudah melihat, bagaimana perlawanan Persia bagian
utara itu hancur semua - sesudah Hamazan dan Ray - dan
bagaimana pula raja-raja dan marzaban-marzaban mereka
cepat-cepat meminta damai, sebagian ada yang setuju dengan
membayar jizyah dan yang sebagian lagi, para pejuang anak
negeri yang mampu berperang, berada di barisan Muslimin
supaya dibebaskan dari jizyah yang dirasa hina itu. Di
samping itu kita sudah melihat bagaimana daerah-daerah
Persia yang lain, yang terletak di balik Irak-Persia, ke
timur dan ke selatan itu tidak memberikan bala bantuan
kepada utara. Adakah ini merupakan pengkhianatan terhadap
pihak utara dan mau melepaskan diri dari sana, ataukah
mereka sedang sibuk sendiri sehingga tak sempat memikirkan
yang lain? Boleh saja kita mencari alasan untuk
daerah-daerah yang berdiam diri itu. Pasukan Muslimin dengan
kemenangan-kemenangannya di berbagai kawasan dalam kerajaan
mereka itu telah membuat mereka dalam ketakutan. Rasa takut
itu juga yang telah melumpuhkan pikiran mereka untuk
memberikan bala bantuan kepada yang lain agar mengadakan
perlawanan terhadap kekuatan yang selalu ditakdirkan tak ada
kekuatan lain yang dapat menahannya. Ditambah lagi karena
semua kawasan itu sedang bersiap-siap akan menghadapi
serangan pasukan Muslimin. Mereka takut karena sudah
terbayang oleh mereka pihak musuh itu akan melanda negeri
itu. Di antara mereka ada yang dalam posisi sebagai orang
yang takut membela diri dari bahaya, bahaya yang telah
menghilangkan harapan mereka untuk dapat menolak. Tak ada
orang yang akan meminta bantuan orang yang sedang dalam
ketakutan untuk membantu orang lain sementara dia sendiri
tak mampu membantu dirinya sendiri.
Bahkan antisipasi mereka terhadap serangan pihak Muslimin
itu bukan sekadar prasangka yang dibesar-besarkan oleh
khayal mereka endiri. Keadaan ikut memperkuatnya, dan
menjadi kenyataan yang dapat mereka lihat dengan mata kepala
dan tak ada yang menguranginya selain waktu untuk menyergap
mereka secara tiba-tiba dengan segala akibatnya. Bagaimana
mereka akan berpura-pura melupakan peristiwa-peristiwa itu
padahal pihak Muslimin di Khuzistan dan IrakPersia
bertetangga dengan kawasan Persia di utara dan dengan
Khurasan di sebelah barat. Kalau saja mereka melangkah ke
Persia dan ke Khurasan, maka terbukalah Kirman dan Mukran di
depannya di selatan, dan yang di belakang Khurasan jauh
sampai ke perbatasan Persia adalah lapangan untuk dapat
mereka menyebar. Sudah biasa buat Persia melihat musuh
datang menyerbu dan membinasakan negeri mereka, seolah-olah
itu sudah merupakan nasib yang harus menimpa mereka dan
sudah tak dapat dielakkan lagi. Bahkan penduduk Persia masih
ingat ketika beberapa tahun yang lalu Ala' bin al-Hadrami
dengan kapal menyeberangi teluk Persia, dengan segala
pertempuran yang terjadi di antara mereka dengan pihak Ala',
dan nasib baik di pihak mereka ketika itu. Bagaimana
sekarang, masih juga nasib baik itu akan berada pihak mereka
seperti waktu itu? Ataukah pasukan Muslimin akan terus
mengalir dari Basrah dan akan menyeberangi Teluk Persia dari
Bahrain, lalu melanda negeri mereka seperti dulu melanda
Irak, Khurasan, Isfahan, Ray dan negeri-negeri kerajaan
Persia yang agung itu?
Tak lama setelah Nu'aim bin Muqarrin menduduki Ray Umar
mengizinkan para komandannya yang diserahi pimpinan brigade
untuk memasuki seluruh kawasan Persia. Sekarang
kekuatan-kekuatan yang bermarkas di Isfahan bergerak maju ke
Khurasan, dan yang dari Basrah dan Bahrain terjun ke Persia
dan Kirman. Bala bantuan dari negerinegeri Arab
berdatangan rnemperkuat pasukan-pasukan yang tersebar di
segenap penjuru tanah Kisra itu. Sudah yakin sekali Umar
bahwa Allah memberikan kesempatan kepadanya memasuki semua
bumi yang kini akan diwarisi kaum Muslimin. Ia tidak ingin
membiarkan ada peluang sementara itu terbuka bagi Persia
untuk bersatu kembali atau memikirkan kawasan yang di tangan
pihak lain. Dengan demikian kawasan Kisra itu dari ujung
utara sampai ke ujung selatan menjadi ajang peperangan yang
tiada hentinya. Dalam setiap pertempuran itu semua pasukan
Muslimin yang selalu dalam jumlah lebih kecil, selalu
mendapat kemenangan. Kisra Yazdigird yang kini menjadi
pelarian, di mana pun ia berada, berita-berita pertempuran
selalu diikutinya dari tempat pelariannya itu. Ia menyadari
bahwa tempat berlindung agar dapat hidup menetap baginya
sudah tak ada lagi. Ia berpindah-pindah dari satu tempat
berlindung ke tempat yang lain, mencari selamat dari satu
daerah ke daerah yang lain. Semua tempat perlindungan sudah
habis dan tak ada satu kota pun yang dapat dijadikan
pegangan. Maka ia pun meneruskan pelariannya,
berpindah-pindah selalu, yang berakhir dengan keluarnya
samasekali dari daerah itu sebagai raja terusir dan mencari
pertolongan dari satu golongan ke golongan yang lain, dari
bangsa yang bukan bangsanya.
Shapur, Ardasyir, Istakhr, Kirman dan
Mukran jatuh
Pasukan Muslimin dari Bahrain dan Basrah sudah meluap
datang hendak menyerbu kawasan Persia. Dengan menggunakan
kapal Usman bin Abil-As as-Saqafi menyeberangi Teluk Persia
ke pulau Aizakawan yang lalu dikuasainya. Setelah itu ia
melangkah ke Persia, dan meneruskannya bersama pasukannya
mengepung kota Tawwaj yang sangat kuat. Di sana ia melihat
Musyaji' bin Mas'ud yang datang dari Basrah oleh pihak
Persia dicegat di Tawwaj. Kota yang kukuh ini mengadakan
perlawanan semampunya terhadap kekuatan yang datang tumpah
ruah ke kota itu dari utara dan dari barat. Sesudah
pengepungan berjalan lama dan perlawanan mereka berangsur
lemah, pasukan Muslimin dapat menaklukkannya setelah terjadi
pembunuhan besar-besaran terhadap mereka yang masih
bertahan. Keadaan sudah dapat dikuasai dan mereka diharuskan
membayar jizyah. Dengan demikian Tawwaj ditundukkan. Selama
ini daerah itu merasa bangga sekali karena telah dapat
memukul mundur Ala' al-Hadrami.
Musyaji' meneruskan perjalanannya ke Shapur dan Ardasyir
dan membebaskannya setelah terjadi pertempuran. Sementara
Usman bin Abil-As menuju Istakhr, kota terbesar dan ibu kota
kawasan itu. Ketika itu Harbaz sudah mengerahkan segala
kekuatannya untuk mempertahankan ibu kota yang sudah dalam
siaga itu. Ia bertekad hendak mengusir musuh kendati ia
harus mati untuk itu. Soalnya, dalam hati orang-orang Persia
Istakhr sangat diagungkan sampai menjadi kota yang
dikuduskan. Inilah ibu kota pertama bagi orang Persia
tatkala mereka menguasai kawasan yang merupakan bagian tanah
Iran, yang juga merupakan tempat dinasti Sasani, raja-raja
Persia pada zaman yang sedang kita bicarakan ini. Sasani
adalah kakek Raja Ardasyir I yang merupakan penjaga kuil
penyembahan api di Istakhr yang diberi nama Kuil Dewi
Anahiz. Sesudah menjadi tempat dinasti Sasani kota itu
dipandang sebagai pusat agama negara. Dalam waktu lama ia
tetap menjadi ibu kotanya. Oleh karena itu kuburan raja-raja
mereka banyak terdapat di kota ini. Tidak heran dalam
keadaannya yang demikian itu jika Persia menggalang kekuatan
untuk menangkis musuh dan bertekad mempertahankannya
mati-matian.
Letak Istakhr berdekatan dengan Persepolis lama, ibu kota
kawasan pada zaman Achaemenes sebelum dinasti Sasani.
Batu-batu tempat menguburkan beberapa raja Sasani di Istakhr
berdekatan dengan makam raja-raja Achaemenes sebelumnya di
Persepolis. Kuat sekali dugaan bahwa Istakhr ini dibangun
setelah kehancuran Persepolis akibat serangan Iskandar
Agung. Oleh karena itu puing-puingnya banyak digunakan untuk
mendirikan bangunan-bangunan kota yang baru itu. Setelah
pembangunan itu kota Istakhr cepat sekali tumbuh dan
berkembang, karena sekarang ia sudah resmi menjadi ibu kota
kerajaan dinasti Sasani, di samping menjadi pusat agama.
Karenanya di kota itu dibangun pula bangunan-bangunan yang
sangat megah. Al-Maqdisi6 melukiskan sebuah
bangunan mesjid yang besar dengan tiang-tiangnya yang banyak
dan besar-besar disertai ukiran-ukiran besar menggambarkan
kepala sapi. Disebutkan juga bahwa bangunan ini di masa
silam adalah kuil penyembahan api, yang pembangunannya
menggunakan bahan-bahan yang diambil dari Persepolis.
Maqdisi sangat memuji keagungan jembatannya di atas sungai
kota Istakhr dengan tamantamannya yang begitu indah.
Gunung-gunungnya yang berdekatan kaya dengan berbagai macam
hasil tambang. Itu pula yang menambah perkembangan dan
kesuburannya.
Harbaz mengerahkan semua kekuatannya untuk bertahan di
kota yang sudah disiapkan itu. Ia pergi ke daerah Gur di
luar kota, dan di tempat ini ia berhadapan dengan Usman bin
Abil-As, yang kemudian dapat mengalahkannya dan memukul
mundur kembali ke tembok Istakhr. Angkatan bersenjatanya
bertahan di kota itu dengan terus mengadakan perlawanan
sengit terhadap pasukan Muslimin. Tetapi karena bala bantuan
datang terus-menerus kepada pasukan Muslimin, pengepungan
terhadap Persia makin diperketat. Ketatnya pengepungan ini
yang tampaknya membuat semangat Harbaz dan pasukannya jadi
lemah, akhirnya pintu-pintu kota pun dibuka, dan pasukan
Muslimin memasukinya dan membantai anggota garnisun kota
dengan merampas segala yang diperlukan. Penduduk kota ada
yang melarikan diri. Tetapi Usman bin Abil-As memanggil agar
mereka kembali dengan pembayaran jizyah dan mereka akan
mendapat perlindungan. Kemudian mereka pun kembali, termasuk
Harbaz. Mereka semua tunduk kepada hukum pihak yang
menang.
Usman mendapat berita bahwa ada sebagian dari pasukan
Muslimin itu yang mengambil harta rampasan perang untuk
dirinya, sebelum ada pembagian. Dalam pidatonya kepada
mereka ia berkata: "Jika Allah menghendaki kesejahteraan
bagi suatu golongan, Ia akan menahan keinginan hati mereka
dan memperkuat rasa amanat. Maka jagalah amanat itu. Yang
pertama sekali kalian akan kehilangan dari agama kalian
ialah amanat. Kalau kalian sudah kehilangan amanat, setiap
hari kalian akan mengulangi kehilangan sesuatu dalam hidup
kalian." Rampasan perang itu oleh Usman kemudian
dikumpulkan, yang jumlahnya tidak kecil, dan seperlimanya
dikirimkan kepada Khalifah. Umar sangat memuji tindakan
Usman itu, dan ia diangkat sebagai gubernur Bahrain.
Coba kita lihat, adakah Istakhr menyerah begitu saja atas
segala yang telah menimpanya itu? Tidak! Segala yang
menimpanya sekarang masih selalu membayangkan rasa cemas
mengingat kejayaannya di masa silam. Dari waktu ke waktu hal
ini telah menggerakkan niatnya untuk mengadakan
pemberontakan. Tak lama sesudah adanya persetujuan Harbaz
dengan Usman bin Abil-As Istakhr memberontak, kemudian
terjadi lagi di masa Usman bin Affan. Tetapi kedua kejadian
itu berakhir dengan keharusan ia kembali tunduk dan terpaksa
meng hormati perjanjian itu.
Yang membantu timbulnya pemberontakan yang pertama karena
tempat Syahrak, seorang raja Persia tidak jauh dari tempat
Kisra di Kirman. Setelah diketahuinya apa yang telah menimpa
Istakhr, ia menggerakkan penduduk dan menyebarkan
bibit-bibit pemberontakan di seluruh kawasan itu, dengan
mengingatkan kejayaan mereka belum lama ini ketika Ala' bin
al-Hadrami datang dari Bahrain mencoba hendak menyerang
mereka. Istakhr lalu memberontak diikuti oleh
tempattempat lain di Persia yang memungkinkan
mengadakan pemberontakan. Mereka bergabung dengan Syahrak.
Hakam bin Abil-As, saudara Usman, segera berangkat untuk
menghadapi Syahrak. Ia berhenti di Tawwaj untuk memperkuat
diri dan sekaligus dijadikan markas komandonya. Dari sana ia
menyerang daerah-daerah sekitarnya, kemudian kembali dengan
membawa rampasan perang. Distrik-distrik Shapur, Ardasyir,
Arrajan dan Istakhr tidak selamat dari serangan itu.
Tindakan pasukan Muslimin telah membangkitkan kemarahan
Syahrak. Dengan segala kekuatan bersenjatanya ia berangkat
ke Tawwaj hendak menghadapi Hakam. Di barisan belakang
ditempatkannya satu pasukan yang ditugaskan membunuh setiap
ada prajurit Persia yang mau mundur dari medan perang. Ia
bertemu dengan Hakam dan kemudian terjadi kontak senjata dan
pertempuran sengit yang cukup lama, tanpa ada yang tahu
siapa yang akan menang. Tetapi kesudahannya memperlihatkan
kemenangan di pihak pasukan Muslimin dan larinya pasukan
Persia serta terbunuhnya Syahrak dan anaknya. Pengaruh
pertempuran ini mengakibatkan hancurnya kekuatan moral yang
masih tersisa dalam jiwa pasukan Persia. Usman bin Abil-As
yang berpindah dari Bahrain hendak membantu saudaranya,
bebas berjalan ke mana-mana di kawasan yang luas itu tanpa
menemui perlawanan berarti.
Al-Balazuri menyebutkan, bahwa atas perintah Umar Abu
Musa alAsy'ari berangkat dari Basrah, dan bergabung
dengan Usman bin AbilAs selama dalam perang dengan
Persia itu. Mereka sama-sama menaklukkan Arrajan dengan
jalan damai atas dasar membayar jizyah dan lcharaj. Kemudian
keduanya membebaskan Syiraz, juga penduduk akan mendapat
jaminan atas dasar kharaj, kecuali mereka yang mau
meninggalkan tempat. Mereka tak boleh dibunuh atau
diperbudak. Sama halnya dengan ketika membebaskan Siniz di
kawasan Ardasyir dan mereka biarkan penduduk mengolah tanah
sendiri. Kemudian Usman bin Abil-As memasuki Darabgird
(Darabjird). Bagi orang Persia tempat ini merupakan pusat
ilmu dan agama. Harbaz mengadakan persetujuan dengan mereka
atas dasar pembayaran uang yang diberikan kepadanya serta
persamaan penduduk dengan yang lain, yang negerinya telah
diduduki di Persia. Kemudian perdamaian serupa juga diadakan
dengan kota Fasa tak jauh dari Darabgird.
Sumber Balazuri mengenai penaklukan Fasa dan Darabgird
berbeda dengan Tabari dan mereka yang mengutip dari dia.
Mereka menyebutkan bahwa yang memasuki kedua kota itu Sariah
bin Zunain. Setelah mencapai markas pasukan Persia di kedua
kota itu ia berhasil mengepung dalam waktu yang cukup lama.
Mereka meminta bala bantuan dan yang datang bergabung kepada
mereka orang-orang Kurdi Persia, dan pihak Persia sendiri
dari segenap penjuru. Sesudah dengan kekuatan yang begitu
besar tak seimbang dengan kekuatan pasukan Muslimin,
keesokan harinya mereka bermaksud melakukan serangan. Malam
itu Umar bin Khattab bermimpi melihat fajar sudah
menyingsing dan dimulainya pertempuran, posisi kedua pihak
serta jumlah mereka, dan bahwa pasukan Muslimin yang di
padang pasir kalau tetap di sana mereka akan dikepung, dan
kalau berlindung ke sebuah gunung di sana dan gunung akan
berada di belakang mereka, mereka tak akan dapat dijangkau
selain dari satu arah. Ini lebih menjamin mereka memperoleh
kemenangan. Pagi harinya, pada waktu ia melihat mereka dalam
mimpinya itu. dimintanya seseorang berseru: Waktu salat
sudah tiba! Kemudian ia berpidato di depan orang banyak
dengan mengatakan: Saudara-saudara! Saya melihat kedua
pasukan itu. Selanjutnya diceritakannya apa yang sudah
dilihatnya itu. Kemudian sementara ia berpidato itu ia
berteriak: Hai, Sariah bin Zunaim! Gunung, gunung! Setelah
itu ia menghadap kepada orang banyak itu sambil berkata:
Prajurit Allah banyak, barangkali di antaranya ada yang akan
menyampaikan kepada mereka!
Ketika itu Sariah sedang mengumpulkan anggota-anggota
pasukannya dan berlindung ke gunung. Dari sana mereka
menghadapi pasukan Persia dari satu jurusan, maka mereka pun
mendapat kemenangan sehingga banyak pasukan Persia yang
terbunuh. Dari antara rampasan perang itu mereka berhasil
merebut peti yang berisi permata. Sariah meminta barang itu
dari pasukannya lalu dikirimkan berikut berita kemenangan
itu kepada Umar. Ketika utusan Sariah sampai di Medinah,
Umar sedang membagi-bagikan makanan kepada orang banyak dan
dia pun ikut makan bersama-sama mereka. Setelah selesai
utusan itu mengikutinya sampai ke rumahnya. Umar mengira
orang itu belum makan. maka diajaknya masuk ke dalam
rumahnya. Makanan Khalifah segera disiapkan, terdiri atas
roti, minyak, garam dan biji-bijian yang digiling. Setelah
melihat persediaan itu Umar memanggil istrinya: Mengapa Anda
tidak keluar dan ikut makan? tanyanya. Istrinya menjawab:
Saya mendengar ada suara orang. Memang, kata Umar. Istrinya
menimpalinya lagi: Kalau Anda ingin saya tampil di depan
laki-laki lain, tentu Anda tidak akan membelikan pakaian
macam begini buat saya! Umar balik bertanya: Anda tidak
senang disebut Umm Kalsum putri Ali dan istri Umar?! Umm
Kulsum menjawab dari baik tabirnya dengan nada tidak puas,
bahkan dengan nada marah: Alangkah jauhnya untuk dikatakan
cukup buat saya! Umar menoleh kepada laki-laki itu seraya
berkata: Kemari dan makanlah. Kalau perempuan itu senang
hati tentu makan kita lebih baik dari yang Anda lihat
ini!
Selesai Umar dengan hidangan itu, berita mengenai Sariah
segera disampaikan oleh orang itu. Umar tampak gembira.
Kemudian disampaikan juga berita tentang peti permata dan
bahwa dari pasukan Muslimin Sariah diminta untuk
memberikannya kepada Amirulmukminin. Dengan muka merengut
dan suara tinggi Umar berkata: Tidak, tak perlu
bermurah-murah hati ! Kembalilah dan bagikan kepada
anggota-anggota pasukan. Umar membuka pintu dan orang itu
diusirnya ke luar. Orang itu meminta maaf dan mengatakan
bahwa untanya sangat kurus dan sudah letih. Umar memberinya
seekor unta dari sedekah, dan unta orang itu sebagai
gantinya. Sesudah mendapat marah besar, orang itu kembali
pulang dengan tangan kosong.
Demikian sumber at-Tabari dan mereka yang mengutipnya
mengenai penaklukan Fasa dan Darabgird. Itulah sumber yang
lebih terkenal. Kalaupun itu benar, seharusnya pula kita
akan bertanya-tanya: Adakah hubungan teriakan Umar: "Hai,
Sariah, gunung," dengan berlindungnya Sariah dan anak
buahnya ke gunung pada saat itu juga? Ataukah itu hanya
peristiwa kebetulan saja? Umar yang sibuk dengan segala
urusan pasukan Muslimin yang sedang bertempur di Persia
dalam tidurnya ia melihat sesuatu, dan dalam perang itu
posisi Sariah dan pasukannya bertopang ke gunung. Ada pula
cerita bahwa penduduk Medinah bertanya kepada utusan Sariah
karena ketika itu ia berada di depan: Adakah ketika di
Persia mereka mendengar sesuatu saat terjadi pertempuran? Ia
menjawab: Ya, kami mendengar: "Hai, Sariah ! Gunung,
gunung." Kami sudah hampir binasa, lalu kami berlindung ke
gunung itu, maka Allah memberikan kemenangan kepada kami.
Saya sendiri tidak merasa menemukan penafsiran ilmiah yang
dapat memuaskan hati saya mengenai sumber ini. Wahyu sudah
berhenti dengan wafatnya Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa
sallam, siaran transmisi melalui radio pun tentu belum ada,
bahkan samasekali tak terbayangkan dalam pikiran orang waktu
itu. Saya tak dapat memutuskan bahwa soal demikian dapat
dilakukan melalui telepati atau hembusan dari roh Omar dapat
menguasai jiwa Sariah lalu ia melaksanakan perintah Khalifah
itu seperti halnya dengan orang yang tidur karena hipnotis
dapat melaksanakan perintah hipnotisnya. Sungguhpun begitu,
penafsiran terakhir ini - dengan segala ketidakmungkinan
menggambarkannya - lebih dekat pada penafsiran sumber ini,
kalaupun itu benar. Dalam hal ini, ketika Sariah
memerintahkan pasukannya berlindung ke gunung dapat saja ia
mengatakan kepada mereka bahwa dia mendengar perintah itu
karena ada suara dari langit.
Sementara pasukan Usman bin Abil-As berjalan di kawasan
Persia itu Suhail bin Adi menyerang Kirman, sedang Hakam bin
Amr atTaglibi menyerbu Mukran. Setelah pihak Kirman
tak dapat bertahan lagi pasukan Muslimin memasuki daerah itu
dan berhasil menguasai rampasan perang cukup besar, berupa
unta dan domba.7 Adapun pihak daerah Mukran,
mereka bertahan di Sungai Mukran, dan terjadilah pertempuran
besar-besaran antara kedua pihak, yang berakhir dengan
kemenangan pasukan Muslimin yang terus-menerus menghantam
musuhnya dan kemudian mengejar mereka selama berhari-hari
dan berakhir sampai di Sungai itu. Setelah itu mereka
kembali dan tinggal di Mukran. Hakam menulis laporan kepada
Umar tentang kemenangannya itu, dengan mengirimkan seperlima
rampasan perang kepadanya, di antaranya ada seekor gajah
betina yang dibawa oleh Suhar al-Abdi.8 Umar
memerintahkan agar gajah itu dijual dan seperdelapan hasil
pen jualannya dibagikan kepada para penakluknya.
Tatkala pasukan Muslimin memasuki Kirman Yazdigird ada di
kota itu. Setelah dilihatnya bahwa daerah ini tak akan dapat
bertahan, seperti daerah-daerah lain, ia lari lagi ke
Khurasan. Ia mengharapkan sekali pihak negeri ini dan
Sijistan dapat bertahan terhadap pasukan Muslimin. Timbulnya
harapan ini dalam hatinya karena jarak antara Khurasan dan
Sijistan dengan Basrah dan Kufah serta markas-markas pasukan
Muslimin di daerah-daerah lain cukup jauh. Tidak akan mudah
mereka mengirimkan pasukan untuk menyerang kedua daerah itu
seperti ketika mengirimkan ke Irak-Persia atau ke Persia dan
Kirman. Letak Sijistan ini di sebelah utara Mukran. Dalam
pada itu Umar bin Khattab sudah menyerahkan pimpinan
brigadenya kepada Asim bin Amr, kemudian menyusul pula
Abdullah bin Umair. Pihak Sijistan memergoki musuh mereka
ini di perbatasan kota. Tetapi ternyata mereka tak mampu
bertahan dan mereka menarik diri ke dalam kota dan bertahan
di Zarand, ibu kotanya. Mereka di Zarand sekarang dikepung
oleh pasukan Muslimin, dan pasukan berkudanya menyerang
tempat tempat sekitar ibu kota itu dan dapat membawa
rampasan dan tawanan perang. Sekarang pihak yang
mempertahankan Zarand itu yakin sudah, bahwa jika
pengepungan ini berlangsung lama akan sangat membahayakan
distrik mereka. Maka mereka segera meminta damai asal
pasukan Muslimin menjauhi daerah pertanian Sijistan, tak
boleh menginjakkan kaki ke sana. Permintaan ini dikabulkan
oleh pihak Muslimin. Selanjutnya jika mereka mengadakan
perjalanan harus menghindari daerah itu agar jangan ada
orang yang mengambil sesuatu dari sana yang dapat diartikan
suatu pelanggaran, dan akan dijadikan alasan oleh pihak
Sijistan untuk tidak membayar kharaj. Dengan demikian kedua
pihak memelihara isi perjanjian itu dan masing-masing
menjalankan kewajibannya.
Bagaimana Sijistan begitu cepat menyerah, padahal seperti
dikatakan para sejarawan "Lebih besar dari Khurasan dan
lebih jauh jangkauannya; mereka sudah memerangi Kandahar,
Turki dan banyak lagi bangsa-bangsa lain?" Alasan yang
paling mudah, bahwa mereka melihat Kisra cepat-cepat lari ke
tempat lain setiap ia melihat pasukan Muslimin datang. Jadi
wajar sekali bilamana mereka pun mengikuti jejak baginda dan
jangan mengadakan perlawanan yang berakibat bencana buat
mereka. Untuk apa mereka mengadakan perlawanan padahal
maharaja tidak melakukannya? Di samping itu untuk apa mereka
mengorbankan nyawa padahal maharaja tidak melakukannya?!
Ya, adakah maharaja itu akan mengadakan perlawanan di
tempatnya yang terakhir di Khurasan? Tak dapat lain ia harus
mengambil langkah itu! Kalau dia masih akan lari lagi dari
Khurasan seperti dulu ketika lari dari Hulwan, dari Ray,
dari Isfahan dan dari Kirman, niscaya tak ada lagi
perlindungan buat baginda di bumi Persia. Pilihannya kini
hanya, baginda menyerahkan diri kepada musuh dan tunduk pada
perintahnya seperti dulu dilakukan oleh Hormuzan, atau dia
melintasi perbatasan negeri ke negeri Tatar atau ke negeri
Cina, lalu tinggal di sana di bawah perlindungan rajanya,
sambil mengharapkan bantuannya. Juga salah satu yang akan
terjadi dia akan ditolong dan dibantu menggulingkan musuhnya
untuk mengembalikan kerajaannya, atau masih akan
dilambat-lambatkan dan dia akan tinggal di tempat itu
sebagai orang yang hina dan nista, yang hanya satu jalan
keluarnya, mati sengsara dalam kesedihan.
Ahnaf bin Qais menuju Khurasan, benteng
terakhir Yazdigird
Tatkala Ahnaf bin Qais melangkah ke perbatasan Khurasan
dengan kekuatan satu brigade yang pimpinannya oleh Umar bin
Khattab diserahkan kepadanya itu, Yazdigird ketika itu
tinggal di Merv. Khurasan adalah sebuah daerah yang luas.
Dari arah barat berbatasan dengan Irak-Persia, dan di
sebelah timurnya Afganistan dan India, sedang Kirman dan
Sijistan di selatannya dan di bagian utaranya membentang
jauh sampai ke perbatasan Iran. Di antara kota-kotanya yang
berarti ialah Nisyapur, Herat, Merv dan Balkh. Ketika itu
Khurasan kaya dengan hasil bumi, kerajinan tenun kain katun
dan sutra yang bermutu tinggi. Ketika berada di tempat itu
Yazdigird berusaha mengerahkan penduduk agar membendung para
penyerang itu dari tanah nenek moyangnya yang masih tersisa.
Dia lupa atau pura-pura lupa bahwa dia telah memobilisasi
semua kekuatan Persia dan ditumpahkan semua ke Nahawand
sehingga di sana terjadi pertempuran besar-besaran. Tetapi
pasukan Muslimin berhasil menghancurkan mereka sampai
lumat.
Sebenarnya para sejarawan Muslim tidak berlebihan ketika
menamakan pertempuran Nahawand itu sebagai kemenangan dari
segala kemenangan. Sesudah itu dalam beberapa pertempuran
yang terjadi di utara dan di selatan Persia pihak Persia
sudah tidak lagi dapat bertahan dari pasukan Muslimin.
Khurasan sendiri tidak pula kurang bertahannya dari yang
lain. Ketika Ahnaf bin Qais memasuki Khurasan dari Tabasin,
tidak mendapat perlawanan yang berarti hingga sampai di
Herat. Herat adalah sebuah kota besar terletak di jantung
Khurasan, dikelilingi gunung-gunung dari segala jurusan. Air
pun mengalir bercabang-cabang sampai di rumah-rumah dan di
jalan-jalan, dengan jaringan perdagangan yang luas sehingga
membuatnya menjadi kota yang paling kaya dan makmur. Dengan
demikian ia dapat menyimpan perbekalan makanan selama
berbulan-bulan. Di samping itu, letaknya secara alami memang
sangat kuat, apalagi setelah diperkukuh dengan
benteng-benteng dan tembok-tembok yang mengelilinginya, yang
akan mampu menangkis setiap serangan yang datang dari luar.
Sungguhpun begitu, ternyata Ahnaf bin Qais tidak sampai
begitu lama menghadapi kota itu. Sesudah ia dapat menerobos
dengan paksa mereka pun tunduk dan meminta damai.
Jatuhnya Herat ini suatu tanda akan jatuhnya seluruh
Khurasan. Setelah sebuah pasukan berkuda ditempatkan di kota
itu dia mengirim kekuatan bersenjatanya ke Nisyapur dan ke
Sarakhas. Dia sendiri berangkat memimpin angkatan
bersenjatanya menuju Merv dan Syahijan, tempat Yazdigird
bermukim. Kota Merv yang menjadi ibu kota Khurasan dan kota
terbesar, terletak di utara Herat dan letak Nisyapur di
antara keduanya. Tetapi secara alami letaknya tidak sekuat
Herat, tanahnya datar, jauh dari pegunungan, tetapi air dan
bahan makanan cukup banyak dan mudah diperoleh. Oleh karena
itu tak lama setelah Yazdigird mendengar perjalanan Ahnaf ke
Merv ia pergi ke Merv Ruz (Marw ar-ruz), sebuah kota di
dekatnya, terletak di atas sebuah sungai besar yang
dijadikan benteng pula. Tetapi Ahnaf tidak memberi
kesempatan ia berkubu di sana. Bala bantuan yang datang dari
Kufah memungkinkannya untuk terus membuntuti perjalanannya
dan untuk kali lagi mengguncang Kisra itu. Ia pergi lagi
dari Merv Ruz ke Balkh. Ahnaf berhenti di Merv Ruz. Sesudah
yang dari Kufah datang ereka berangkat ke Balkh yang
kemudian disusul oleh Ahnaf ketika mereka mengepung kota
yang terletak di perbatasan Persia dengan Takharistan itu.
Wajar sekali apabila perlawanan Balkh tidak lebih dari
perlawanan Herat atau Merv. Juga sudah wajar jika Yazdigird
kemudian lari lagi dari kota itu. Lari dari pasukan Muslimin
buat dia sudah menjadi kebiasaannya. Dengan memimpin pasukan
Kufah Ahnaf memasuki Balkh. Setelah yakin dia bahwa kota ini
sudah tunduk, ia menempatkan Rib'i bin Amir di sana dan
daerah sekitarnya. Dia sendiri kemudian kembali ke Merv Ruz,
yang kemudian dipakai sebagai markas pasukannya dan tempat
tinggal para komandannya.
Yazdigird Lari kepada Khaqan Turki, dan
kembali hendak memerangi pasukan Muslimin
Buat Yazdigird sekarang sudah tak ada lagi tempat menetap
atau tempat pelarian di kerajaannya. Oleh karena itu sekali
ini ia lari dengan menyeberangi sungai yang memisahkan
Persia dengan negeri Tatar. Kemudian ia memasuki Samarkand
dan tinggal di rumah seorang Khaqan (raja, penguasa) Turki
meminta suaka. Sebelumnya ia sudah nulis surat kepada Khaqan
Turki itu dan kepada Kaisar Cina. Sejak Merv Syahijan ia
sudah meminta bala bantuan agar ikut melawan pasukan
Muslimin. Tetapi ia merasa para utusannya itu sudah terlalu
lama belum kembali membawa jawaban. Setelah terdesak oleh
pasukan Muslimin dan ia pergi berlindung kepada Khaqan Turki
itu, timbul kesombongan Khaqan ini karena merasa telah dapat
menyelamatkannya. Khaqan Turki ini barangkali melihat
kemajuan pasukan Muslimin itu telah mengancam kerajaannya
sendiri, maka lebih dulu ia harus mencegah mereka
menginjakkan kakinya di tanah kerajaannya. Berlindungnya
Kisra kepadanya itu dapat dipakai sebagai alasan untuk
membangkitkan harga diri bangsanya. Khaqan mengumpulkan
pasukannya dan mengerahkan bersama-sama dengan penduduk
Farganah dan Safad, kemudian semua mereka berangkat disertai
juga oleh Yazdigird untuk menghadapi pasukan Muslimin di
Khurasan.
Sementara itu Ahnaf bin Qais sudah menulis laporan kepada
Umar mengenai kemenangan di Khurasan, di Merv dan Merv Ruz
serta Balkh. Begitu Umar membaca laporan itu, mukanya
berseri-seri dan berteriak: Dia itulah Ahnaf, dia pemimpin
orang Timur! Tetapi tak lama setelah melontarkan
kekagumannya kepada jenderalnya yang berjaya itu, ia kembali
hanyut dalam pikirannya: Apa lagi kelanjutannya setelah
langkah ini. Kewaspadaannya kembali menderanya, dan katanya
lagi: "Alangkah baiknya sekiranya aku tidak mengirimkan
pasukan ke Khurasan! Alangkah besarnya keinginanku sekiranya
antara kami dengan mereka terhalang oleh lautan dari api!"
Dia khawatir Ahnaf akan terus maju dengan pasukannya ke
tanah bagian timur di belakang Khurasan. Juga ia khawatir
karena kemenangan itu pihak Muslimin akan lupa daratan lalu
tergoda dan hanyut dalam perbuatan yang merusak. Ia segera
menulis kepada Ahnaf dengan mengatakan: "Amma ba'du, Anda
jangan menyeberang sungai dan batasi saja sebelum itu. Anda
sudah tahu untuk apa Anda memasuki Khurasan. Pertahankanlah
dengan cara Anda memasuki daerah itu, semoga Anda terus
berjaya. Ingatlah, jangan menyeberang, Anda akan
kucar-kacir!"
Peringatan ini, dari pihak Umar dapat dibenarkan. Di
bagian timur kemenangan itu sudah meluas dan sudah mencapai
seluruh tanah Persia. Jaringan pasukan Muslimin sudah begitu
jauh dan kekuatannya sudah terbagi-bagi di seluruh Syam,
Irak dan Persia. Khalifah merasa tidak aman jika ada dari
daerah-daerah itu nanti yang membangkang seperti yang sudah
pernah terjadi ketika Abu Ubaidah dulu terkepung di Hims.
Pertimbangannya, jika Ahnaf terus maju sampai ke belakang
Persia bukan tidak mungkin pihak Tatar dan Mongolia akan
bangkit mempertahankan diri dan tanah airnya. Jadi lebih
baik dan atas pertimbangan akal sehat sebaiknya ia
menghentikan dulu langkahnya untuk beberapa waktu sampai
keadaan menjadi tenang dan penduduk negeri merasa puas
dengan pemerintahan Muslimin. Oleh karena itu, baik Ahnaf
atau panglimanya yang lain jangan melangkah maju melampaui
perbatasan Persia.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi kemudian menunjukkan
bahwa Umar memang orang yang berpandangan jauh, sangat
bijaksana dan berhati hati.
Khaqan Turki memang berangkat juga bersama pasukannya
didampingi oleh Yazdigird. Mereka menuju Balkh dengan
menyeberang sungai. Pasukan Kufah terpaksa mundur ke Merv
Ruz dan bergabung dengan pasukan Ahnaf. Mundurnya pasukan
Kufah itu dibuntuti oleh Khaqan dengan pasukannya yang sudah
bertambah banyak dengan bergabungnya pasukan Persia
kepadanya. Tatkala sampai di Merv Ruz jumlah anggota pasukan
itu sudah luar biasa besarnya. Melihat jumlah musuh yang
begitu besar, Ahnaf merasa keadaan memang sudah sangat
genting. Ia berpendapat, kalau ia memperoleh kemenangan dan
dapat mengusir mereka ke Balkh dan ke balik sungai, ia tidak
akan menyeberanginya. Demikianlah pendapat Amirulmukminin.
Oleh karena itu lebih baik ia menarik pasukannya ke letak
mengalirnya Sungai Merv Ruz yang ada di depannya, dan di
belakangnya sudah ada gunung. Dengan demikian Sungai itu
dapat dijadikan parit yang akan memisahkannya dari pihak
musuh dan gunung sebagai benteng yang akan mencegah musuh
menyergap dari belakang.
Keesokan harinya ia mengumpulkan anak buahnya dan berkata
kepada mereka: "Jumlah kalian sedikit dan jumlah musuh
begitu banyak. Tetapi janganlah kalian merasa gentar. Betapa
sering pasukan yang kecil dapat mengalahkan pasukan yang
besar dengan izin Allah. Dan Allah bersama orang-orang yang
sabar dan tabah." (Qur'an, 2: 249). Maka berangkatlah
kalian sekarang dan bersandarlah ke gunung, jadikanlah
gunung itu di belakang kalian, dan jadikan Sungai itu jarak
antara kalian dengan pihak musuh. Bertempurlah kalian dari
satu jurusan !"
Pasukan itu kemudian ditarik ke tempat yang ditunjuk itu.
Ketika itu muncul pasukan Turki dan berhenti di depan
mereka.
Tidak cukup itu saja yang dilakukan Ahnaf. Bahkan ia
ingin agar Turki dan Khaqan-nya itu tahu adanya perintah
Umar agar tidak menyeberang Sungai ke negeri mereka. Ia
mengutus orang untuk mengumumkan berita itu kepada mereka.
Khaqan merasa yakin tentang kebenaran berita itu ketika
dilihatnya pasukan Muslimin memang tidak berusaha hendak
menyeberangi Sungai dan tidak pula mau menyerang ke tempat
mereka. Kedua angkatan bersenjata itu tinggal di sana selama
beberapa hari. Pasukan Turki mundar mandir di depan pasukan
Muslimin. Bila malam tiba, mereka menjauh, pihak Muslimin
tidak pula mendekati mereka. Ahnaf mengirim mata-matanya,
dan mereka ini dapat menunjukkan tempat mereka pada malam
hari. Malam itu juga ia keluar mengintai hingga berada di
dekat markas Khaqan. Sesudah pagi fajar menyingsing seorang
pengintai dari pasukan berkuda Turki keluar seolah-olah
hendak menantang pasukan Muslimin. Ahnaf mengajak duel dan
berhasil membunuhnya. Ketika pengintai kedua dari pasukan
berkuda itu keluar langsung disambut oleh Ahnaf, dan ia pun
menemui ajalnya; datang yang ke tiga, juga bernasib sama
dengan kedua teman nya itu.
Setelah itu Ahnaf kembali ke markasnya masih dalam tugas
militernya. Dalam pada itu ketika Khaqan Turki itu keluar
dari kemahnya dan melihat ketiga anak buahnya yang sudah
mati terbunuh, sedang di depannya ada sungai memisahkannya
dari pasukan Muslimin sementara Ahnaf dan pasukannya tidak
mengajak berperang, yakinlah dia akan kebenaran perintah
yang disebutkan dari Umar itu; maka katanya kepada anak
buahnya: Kita sudah lama tinggal di sini, tak ada gunanya
lagi kita memerangi mereka. Marilah kita tinggalkan. Setelah
itu ia dan pasukannya kembali sampai mencapai Balkh.
"Bagaimana kalau kita kejar mereka?" kata pasukan Muslimin
kepada Ahnaf. Tetapi dijawab oleh Ahnaf: Janganlah
meninggalkan tempat kalian, dan biarkan mereka pulang.
Dengan demikian Khaqan Turki itu sudah dapat memastikan
bahwa pasukan Muslimin memang tidak bermaksud memeranginya,
dan ketika di Balkh mereka tidak mau menyeberang sungai ke
negerinya. Makin kuat keinginan raja Turki itu hendak
meninggalkan daerah Persia kembali ke ibu kota kerajaannya,
dan membiarkan pasukan Muslimin membuat perhitungan sendiri
dengan Yazdigird.
|