Umar bin Khattab

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

23. Kehidupan Sosial pada Masa Umar (2/4)

Kekuatan tauhid dan kebebasan rohani

Orang-orang Arab itu bukan tidak mengakui adanya Tuhan ketika mereka menyembah berhala-berhala itu, tetapi semua itu oleh mereka dipersekutukan dengan Tuhan Yang Esa dan dijadikan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dalam ziarah haji ke Ka'bah, dalam talbiah mereka menyebut nama Allah dan menyebut berhala-berhala itu sebagai sekutu-sekutu-Nya. Beberapa kabilah ada yang mengatakan: "Labbaika Allahumma labbaika, labbaika Ia syarika laka, kecuali dia sekutu-Mu, Engkau yang memilikinya dan dia tidak memiliki." Orang-orang Kuraisy itu mengelilingi Ka'bah dengan mengatakan: "Demi Lat dan Uzza, dan ini Manat ketiga, yang terakhir. Itulah garaniq yang luhur, perantaraannya sungguh dapat diharapkan!" Dalam hal ini Allah berfirman: "Dan kebanyakan mereka tidak beriman kepada Allah, - kalau tidak dengan mempersekutukan." (Qur'an, 12: 106).

Inilah gambaran selintas mengenai kepercayaan dan adat istiadat Arab dalam kehidupan sosial mereka sebelum Islam. Dengan mudah kita dapat memahami apa yang telah diberantas oleh Islam. Dengan sendirinya pengaruh syirik itulah yang pertama sekali dihancurkan dalam jiwa orang-orang Arab. Mereka sudah mendengar ayat-ayat wahyu tentang semua itu yang kemudian membuat mereka ... sesudah mereka masuk Islam - sangat membencinya. Mereka mendengar firman Allah ini: "Mereka menempatkan berhala-berhala sejajar dengan Allah untuk menyesatkan orang dari jalan Allah. Katakanlah: "Bersenang-senanglah kamu, tetapi perjalananmu menuju api neraka." (Qur'an, 14: 30). Dan firman-Nya: "Hai manusia! Ada sebuah perumpamaan, dengarkanlah. Mereka yang kamu seru selain Allah, tidak akan dapat menciptakan seekor lalat pun, meski mereka berkumpul untuk itu, dan jika lalat merampas sesuatu dari mereka, mereka tidak akan dapat merebutnya kembali. Sama lemahnya, mereka yang mengejar dan yang dikejar." (Qur'an, 22: 73). Firman-Nya lagi: "Tetapi mereka yang kamu seru selain Dia, tak mampu memberi pertolongan kepadamu, juga tak mampu menolong diri mereka sendiri. Kalau kauajak mereka ke jalan yang memberi petunjuk, mereka tak mau mendengarkan, dan kaulihat mereka memandangmu padahal mereka tidak melihat." (Qur'an, 7: 197-198). Selanjutnya lagi: "Adakah mereka yang kafir akan menjadikan hamba-hamba-Ku sebagai pelindung selain Aku? Sungguh, kami telah menyediakan neraka jahanam sebagai tempat tinggal orang-orang kafir." (Qur'an, 18: 102). Firman-Nya lagi: "Katakanlah: "Adakah kamu lihat sekutu-sekutumu yang kamu seru selain Allah? Tunjukkanlah kepadaku, apa yang telah mereka ciptakan di bumi ini. Ataukah mereka punya saham di langit? Ataukah Kami memberikan sebuah Kitab kepada mereka, sehingga mereka mendapat keterangan daripadanya?" Tidak, yang dijanjikan orang-orang zalim itu hanyalah saling menjanjikan tipu muslihat." (Qur'an, 35: 40). "Tidaklah patut bagi Nabi dan orang-orang beriman memohonkan ampun bagi orang­orang musyrik walau mereka kerabat dekat, sesudah nyata bagi mereka bahwa mereka menjadi penghuni api neraka." (Qur'an, 9: 113). "Tetapi bila bulan-bulan terlarang sudah lalu, perangilah kaum musyrik di mana pun kamu dapati mereka, tangkap dan tahanlah mereka dalam kepungan, dan awasilah pada tiap tempat pengintaian. Tetapi bila mereka bertobat, menjalankan salat dan mengeluarkan zakat, berikanlah kebebasan kepada mereka. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang". (Qur'an, 9: 5).

Orang-orang Arab itu sudah mendengar ayat-ayat tersebut, dan puluhan lagi yang sama lainnya, maka semua pengaruh syirik dalam jiwa mereka pun terhapus. Kita melihat mereka yang pernah murtad dan yang mendakwakan diri nabi setelah Rasulullah wafat, tak ada. lagi yang mempersekutukan Allah. Hanya mereka yang mendakwakan diri nabi menganggap dirinya nabi untuk golongannya, dan Muhammad juga nabi untuk golongannya sendiri pula. Sesudah kaum murtad ditumpas, semua orang Arab beriman, bahwa tak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad Rasulullah.

Penumpasan terhadap syirik mempunyai pengaruh yang dalam sekali dalam hati orang Arab, dan dalam kehidupan sosial mereka. Tak seorang Muslim pun yang masih merasa bergantung selain kepada Allah, hanya Allah Yang Mahakuasa tempat mereka semua bergantung. Tak ada lagi seorang Muslim yang masih mengharapkan ramalan dari azlam atau memohonkan pilihan dari berhala-berhala. Ia memohonkan pilihan hanya dari Allah semata. Hanya kepada-Nya ia bergantung, memohonkan pertolongan dan yang dijadikan pegangannya. Dia Yang akan menunjukkan jalan. Dengan demikian mentalitas manusia Arab itu jadi bebas, hati nuraninya terbebas dari perbudakan paganisme. Sekarang mentalitas dan hati nurani itulah yang akan membimbing mereka, akan melakukan sesuatu atau tidak akan melakukannya. Di luar itu tak ada yang akan menjadi penghubung manusia dengan Tuhannya. Sekarang kepercayaan pada alamat baik dan buruk sudah tak punya tempat lagi. Burung yang terbang dari arah kanan atau kiri tidak lagi berpengaruh terhadap kehendak manusia. Tak ada lagi orang yang mau membaca ramalan bintang-bintang untuk melihat nasib pribadi atau bangsa. Semua yang berjalan di alam semesta ini sesuai dengan sunnatullah, dengan ketentuan Allah. Ketentuan Allah tidak akan mengalami penyimpangan dan perubahan.

Pengaruh Qur'an dan kedudukan perempuan

Mentalitas manusia Arab sudah terbebas dari perbudakan paganisme, dan beriman kepada Allah Pencipta segalanya. Dengan demikian ia juga terbebas dari belenggu angan-angan dan perbudakan berbagai macam upacara yang berlaku di masa jahiliah. Apa yang datang dari Allah telah membuka mata hati mereka dan sudah siap menerimanya. Pembebasan ini besar pengaruhnya dalam kehidupan sosial, juga dalam kehidupan rohani.

Pengaruh terbesar dalam kehidupan sosial itu ialah perubahan pandangan kaum laki-laki terhadap perempuan. Wahyu telah menyamakan kedua jenis kelamin itu. Firman itu ditujukan kepada laki-laki dan perempuan beriman, kepada laki-laki dan perempuan musyrik, dan berbicara tentang perempuan dengan lemah lembut dan dengan sikap hormat, hak dan kewajiban mereka sama menurut yang sepantasnya. Allah berfirman: "Aku tidak akan menghilangkan amal seseorang di antara kamu, laki-laki dan perempuan." (Qur'an, 3: 195). "Barang siapa melakukan amal kebaikan - laki-laki atau perempuan dan dia beriman, - mereka akan masuk surga dan tidak akan diperlakukan tidak adil sedikit pun." (Qur'an, 4: 124). "Barang siapa mengerjakan amal kebaikan - laki-laki ataupun perempuan dan beriman, - pasti akan Kami beri dia kehidupan baru, suatu kehidupan yang baik dan bersih, dan akan Kami balas dengan pahala yang sebaik-baiknya, sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." (Qur’an, 16: 97). "Dan menjatuhkan azab kepada kaum munafik - laki-laki dan perempuan, kaum musyrik - laki-laki dan perempuan - yang berprasangka buruk terhadap Allah..." (Qur'an, 48: 6). Selanjutnya firman­Nya lagi: "Tuhanmu telah menetapkan, janganlah menyembah yang selain Dia, dan berbuat baiklah kepada ibu-bapak. Kalau salah seorang di antara mereka atau keduanya sudah mencapai usia lanjut semasa hidupmu, maka janganlah berkata "cis!" kepada mereka, dan janganlah membentak mereka, tetapi ucapkanlah kata-kata mulia. Dan rendahkan sayap kasih sayang kepada mereka dengan rendah hati, dan katakanlah: "Tuhanku! Limpahkanlah rahmat kepada keduanya sebagaimana mereka telah memeliharaku semasa aku kecil." (Qur'an, 17: 23-24).

Ayat-ayat tersebut dan banyak lagi yang semacamnya merupakan nada baru di telinga orang jahiliah. Di depan Allah laki-laki dan perempuan sama. Keduanya akan mendapat balasan yang sama, hal yang tak pernah terdengar di antara sesama mereka di kalangan Arab, juga mereka tak pernah mendengar yang demikian pada tetangga mereka, Persia dan Rumawi. Tetapi agama baru ini memerintahkan demikian, yang diwahyukan kepada Nabi, yang orang Arab itu. Setiap Muslim diwajibkan beriman dan mengikutinya.

Pengaruh perintah ini dalam hubungan suami-istri, ayah dan anak, antara sesama saudara, tidak lagi kedudukan istri yang hanya seperti babu atau budak, melainkan sudah menjadi mitra suami dalam hidupnya, haknya terhadap suami seperti hak seorang mitra terhadap mitranya. Allah berfirman: "Dan di antara tanda-tanda kebesaran-Nya, Ia menciptakan pasangan-pasangan bagimu dari jenis kamu sendiri, supaya kamu hidup tenang dengan mereka, dan Ia menanamkan rasa cinta dan kasih sayang di antara kamu..." (Qur'an, 30: 21). Tidak akan ada lagi lelaki yang akan membenci gadisnya, yakni hamba perempuannya, memperdagangkan diri untuk mencari uang seperti dalam firman Allah ini: " ...Dan janganlah kamu paksa budak-budak perempuan kamu melakukan pelacuran, jika mereka mengingini hidup yang bersih, karena hendak mencari keuntungan duniawi..." (Qur'an, 24: 33).

Setelah itu tak ada laki-laki yang merasa kesal terhadap anak perempuan atau akan menguburnya hidup-hidup karena takut akan mendapat malu atau telantar. Allah berfirman dalam Qur'an menolak perbuatan itu: " ... janganlah bunuh anak-anaknya karena dalih kemiskinan, Kami memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka..." (Qur’an, 6:151). "Ataukah Ia mengambil anak-anak perempuan dari apa yang Ia ciptakan, dan memberikan kepadamu anak-anak lelaki sebagai pilihan? Bila salah seorang dari mereka dikabari (tentang kelahiran) yang dimisalkan kepada Allah Maha Pemurah, mukanya berubah gelap karena menahan dendam." (Qur'an, 43: 16-17), dan bersumpah dengan penguburan anak perempuan hidup-hidup: "Dan bila bayi (perempuan) ditanya, - Karena salah apa ia dibunuh..." (Qur’an, 81: 8).

Pemberontakan terhadap adat yang sudah berakar turun-menurun ini patut sekali menuju kepada revolusi sosial dalam dasar kehidupan orang Arab yang berlaku di pedalaman dan di perkotaan. Inilah pemberontakan yang dibawa oleh wahyu kepada Rasulullah, suatu perintah Allah yang sudah tak dapat ditolak lagi, dan manusia tak akan dapat menghindar, harus tunduk. Sudah tentu revolusi demikian ini efeknya lebih dahsyat dalam jiwa orang Arab daripada revolusi mental yang berakhir dengan dihancurkannya berhala-berhala, membuang jauh-jauh paham syirik dan yang menjadi pegangan hanya tauhid kepada Allah. Hati kita dan pikiran kita segera memburu kebebasan yang akan menerangi jalannya, begitu rantai yang membelenggunya hancur. Dan selama masih terbatas pada pemikiran kita dan keyakinan kita yang subyektif, maka keadaan akan tetap demikian. Kalau hal itu sudah menyangkut sampai pada kekuasaan kita di dunia dan pada hubungan kita dengan orang lain, kita akan maju-mundur untuk tunduk dan menyerah. Kalau pikiran kita sudah menyerah kita masih berusaha mempertahankan kekuasaan kita atau mengambil kembali apa yang sudah hilang atau berkurang, karena nafsu kita menyuruh dan mendorong kita berbuat demikian. Betapapun pikiran kita dapat mengatasi nafsu, betapapun dapat membebaskan diri untuk memahami pengertian yang lebih luhur, namun keputusan ada pada naluri manusia yang sudah menjadi tempat bersemayam nafsu itu.

Islam menghormati perempuan dan pengaruhnya dalam masyarakat

Bukti yang paling jelas dalam hal yang sedang kita hadapi ini ialah kata-kata Umar bin Khattab sendiri. Muslim dengan isnadnya menyebutkan bahwa Umar mengatakan: "Ya, sungguh," kata Umar, "di zaman jahiliah perempuan-perempuan tidak kami hargai. Baru setelah Allah memberikan ketentuan tentang mereka dan memberikan pula hak kepada mereka." Dan katanya lagi: "Ketika saya sedang dalam suatu urusan tiba-tiba istri saya berkata: 'Coba kau berbuat begini atau begitu. Jawab saya, 'Ada urusan apa engkau di sini, dan perlu apa engkau dengan urusanku.' Dia pun membalas, 'Aneh sekali engkau, Umar. Engkau tidak mau ditentang, padahal putrimu menentang Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga ia gusar sepanjang hari. Kata Umar selanjutnya: "Kuambil mantelku, aku pergi keluar menemui Hafsah. 'Anakku', kataku kepadanya. 'Engkau menentang Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam sampai ia merasa gusar sepanjang hari?! Hafsah menjawab: 'Memang kami menentangnya.' 'Engkau harus tahu', kataku. 'Kuperingatkan engkau jangan teperdaya. Orang telah terpesona oleh kecantikannya sendiri dan mengira cinta Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam hanya karenanya.' Kemudian saya pergi menemui Umm Salamah, karena kami masih berkerabat. Hal ini saya bicarakan dengan dia. Kata Umm Salamah kepadaku: 'Aneh sekali Anda ini, Umar! Anda sudah ikut campur dalam segala hal, sampai-sampai mau mencampuri urusan Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam dengan rumah tangganya!' Kata Umar lagi: 'Kata-katanya mempengaruhi saya sehingga tidak jadi saya melakukan apa yang sudah saya rencanakan. Saya pun pergi."

Percakapan antara Umar dengan Hafsah dan Umm Salamah ini terjadi dalam tahun ke-9 Hijri, setelah Allah menurunkan wahyu-Nya mengenai perempuan dan menentukan bagian mereka. Kalau demikianlah halnya dengan Umar, orang yang begitu dekat kepada Rasulullah dan paling mematuhi ajaran-ajarannya, bagaimana pula dengan orang­orang yang lain yang tersebar di segenap penjuru Semenanjung itu. Niscaya mereka dengan istri-istri dan anak-anak perempuan serta para kerabat akan sama seperti Umar dengan putrinya dan Umm Salamah itu, atau akan lebih lagi dari dia. Sudah tentu kaum perempuan akan bersikeras dengan apa yang sudah ditentukan Allah atas mereka, yang tak mungkin lagi kaum laki-laki akan mengingkarinya atau akan mendebat mereka. Mereka semua sudah beriman kepada Allah, kepada Qur'an, kepada Rasul-Nya.

Poligami dan hak waris

Kalau ini adalah pengaruh revolusi yang telah membawa persamaan laki-laki dengan perempuan, maka yang lebih hebat lagi ialah ketika Islam mengakui hak waris bagi perempuan, yang pada zaman jahiliah ditiadakan samasekali, dan ketika Islam membatasi poligami menjadi empat dari yang semula tanpa batas. Kemudian lebih mengutamakan hanya satu istri jika dikhawatirkan tak dapat berbuat adil. Persamaan dalam tingkat martabat yang manusiawi ini serta ganjaran dan balasan bagi perempuan di akhirat lebih sesuai menurut segala pertimbangan yang ideal. Laki-laki tak akan dirugikan, jika antara dia dengan istrinya terjalin rasa cinta di pihak istri, dan rasa kasih sayang di pihak suami. Juga laki-laki tak akan dirugikan jika Allah mengamanatkan kepada manusia terhadap kedua orangtuanya, "...ibunya yang telah mengandungnya dalam kelemahan demi kelemahan, dan menyapihnya dalam waktu dua tahun. Bersyukurlah kamu kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu. Kepada-Ku juga kamu akan kembali." (Qur'an 31: 14).

Bahwa perempuan itu berhak menerima warisan atas peninggalan pewaris bersama-sama dengan kaum laki-Iaki. Kaum laki-laki yang maju ke medan pertempuran, maka dialah yang harus melindungi daerah itu dan yang memperoleh hasilnya, yakni menyangkut apa yang oleh sebagian orang sekarang disebut "hak-hak perolehan" yang intinya menyangkut kemanfaatan materi. Sebagian besar orang lebih cenderung pada kemanfaatan materi ini daripada yang lain.

Dalam hal semacam inilah perlunya pembatasan poligami itu dengan empat, dan lebih mengutamakan satu istri seperti dalam firman Allah ini: "… kawinilah perempuan-perempuan yang kamu sukai: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tak dapat berlaku adil, maka seorang sajalah, atau (tawanan perang) yang ada di tangan kananmu; yang demikian menjauhkan kamu dari penyimpangan." (Qur'an, 4: 3). Apa yang sudah ditentukan untuk perempuan oleh ayat ini sesuai dengan martabat manusia yang sudah diatur oleh Qur'an buat perempuan. Sungguhpun begitu ada pembatasan yang diperbolehkan bagi orang Arab di masa jahiliah. Sekarang Islam telah menetapkannya dan bagi orang yang sudah menerima Islam tak ada jalan lain harus menaatinya.

Tetapi buat orang-orang Arab yang sudah tunduk pada ketentuan­ketentuan itu masih terdapat keringanan dari yang sudah diturunkan mengenai perempuan itu ketika membaca ayat ini: "Laki-laki adalah pelindung dan bertanggung jawab terhadap kaum perempuan karena Allah telah memberikan kelebihan kekuatan pada atas yang lain, dan karena mereka memberi nafkah dari harta mereka..." (Qur'an 4: 34). Dan firman-Nya: "... hendaklah disaksikan oleh dua orang laki-laki; jika tak ada dua orang laki-laki maka seorang laki-laki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu sukai; jika yang seorang lupa, yang lain akan mengingatkan …" (Qur'an 2: 282) Ketika untuk laki-laki mendapat dua kali bagian perempuan dalam harta waris, ayat-ayat ini membuka jalan buat mereka yang mau bertahan dengan pandangan lamanya. Kalaupun jalan ini sedikit terbuka hanya karena laki-laki yang memikul beban belanja keluarga serta yang mempertahankan agama dan tanah airnya dengan melakukan perjuangan di jalan Allah.

Ayat-ayat yang turun mengenai perempuan dan yang semacamnya itu wajar sekali akan berakibat timbulnya revolusi sosial yang sangat dalam dalam kehidupan masyarakat Arab. Perempuan adalah tiang rumah tangga, dan keluarga adalah tiang kabilah dan masyarakat secara keseluruhan. Kaum lelaki yang menghormati kaum perempuan dan keikutsertaannya dalam bidang yang ditekuninya, ia mempunyai kodratnya sendiri dalam kegiatan kehidupan itu, akan memberi semangat dan kekuatan tersendin yang tidak mungkin timbul kalau ia diperlakukan seperti hamba sahaya dan dijauhkan dari segala kegiatan kehidupan. Menghormati perempuan berarti mengangkat rasa estetik ke puncak yang tidak akan dapat sempurna jika ia dikungkung dalam batas-batas bahwa dia hanya sebuah benda di tangan laki-laki dan hanya pembantu rumahnya. Barangkali kita akan kita lihat ini dalam syair jahiliah, yang bila sudah menyangkut masalah perempuan ia ditempatkan hanya sebagai benda, tak punya tempat dalam hati kaum laki-laki atau akan dihargai di luar batas-batas benda itu. Mu'allaqat as-Sab3 sudah menjadi bukti dan sangat mendukungnya. Kita masih ingat ketika perempuan-perempuan Kuraisy keluar bersama-sama prajuritnya hendak mengadakan pembalasan dendam karena kekalahan dalam Perang Badr ketika itu. Setelah mereka berhadapan dengan pasukan Muslimin di Uhud perempuan-perempuan itu membakar semangat kaum lelakinya dengan bersenandung:4

Kalau kalian maju kami peluk
Dan kami hamparkan kasur yang empuk
Atau kamu mundur kita berpisah
Berpisah tanpa cinta.

Buat perempuan Kuraisy sebagai imbalan bagi yang dapat mengalahkan musuh bukanlah suatu kebanggaan tanah air dan membala rasa harga diri, tetapi laki-laki yang pemberani itu akan mereka peluk dan akan mereka hamparkan kasur. Laki-laki yang mundur dari perang sebagai hukumannya akan mereka jauhi. Sekiranya hubungan laki-laki dengan perempuan itu tidak hanya terbatas pada benda seperti pada zaman jahiliah itu, tetapi atas dasar cinta dan kasih sayang seperti yang disebutkan di dalam Qur'an, niscaya dalam menilai para pahlawannya, perempuan Kuraisy itu tidak akan berpandangan demikian.

Pengaruh Qur'an dalam ekonomi: Egoisme, zakat dan riba

Pengaruh Qur'an dalam revolusi ekonomi tidak pula kurang besarnya dari pengaruh revolusi sosial itu. Kedudukan pedagang-pedagang kaya masa jahiliah, para lintah darat dan sebangsanya, di mata orang­orang miskin dan kaum buruh sangat dihormati dan dikagumi, kendati kekaguman mereka tidak sampai mengurangi kebebasan dan keangkuhan mereka. Dengan demikian jika orang.- orang kaya itu memberi kepada orang miskin karena kasihan, cara kasihan mereka itu bersifat ria, ingin diketahui orang, sama seperti dalam cara memberi, yang kemudian dijadikan batu loncatan untuk mencari kedudukan yang lebih tinggi di mata masyarakat.

Sejak semula wahyu turun Islam sudah menentang keras kecenderungan egoisme ini. Ditentang dengan suatu ketentuan yang pada dasarnya adalah persaudaraan dan persamaan antarumat manusia, dan mempersalahkan orang-orang kaya yang memberi dengan mengungkit­ungkit dan menyakiti perasaan orang - dengan memperlakukan ketentuan zakat sebagai kewajiban bagi kaum berada kepada orang tak berpunya. Allah berfirman: "Kata-kata yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang disertai gangguan. Allah Mahakaya, Mahabijaksana. Hai orang-orang yang beriman! Janganlah merusak sedekahmu dengan mengingat-ingat kembali dan dengan gangguan..." (Qur'an 2: 263-4). "Kalaupun kamu perlihatkan sedekah itu, itu pun baik; tetapi jika kamu sembunyikan dan kamu berikan kepada orang­orang fakir, itulah yang lebih baik bagimu..." (Qur’an, 2: 271). Zakat dan sedekah itu bukanlah suatu jasa dari si kaya kepada si miskin, tetapi memang sudah ada hak si miskin dalam harta si kaya itu. "Dan dalam harta kekayaan mereka terdapat hak orang miskin yang meminta dan yang tidak meminta." (Qur’an, 51: 19). Untuk itu Allah berfirman: "Sedekah untuk kaum fakir dan miskin, para amil, orang yang dilunakkan hatinya, orang dalam perbudakan, orang yang terbelit utang, untuk jalan Allah dan orang terlantar dalam perjalanan. Itulah yang diwajibkan Allah. Dan Allah Mahatahu, Mahabijaksana." (Qur'an, 9: 60). Hak fakir miskin itu sama dengan hak kedua orangtua atas harta anak kalau diperlukan. Untuk itu Allah berfirman: "Mereka bertanya kepadamu, apa yang harus mereka nafkahkan. Katakanlah: Apa saja yang baik kamu nafkah hendaknya kepada ibu-bapa dan kerabat, kepada anak-anak yatim dan orang-orang miskin dan mereka yang terlantar dalam perjalanan. Dan segala perbuatan baik yang kamu lakukan, Allah mengetahuinya." (Qur'an, 2: 215).

Ini merupakan suatu orientasi baru, yang dengan mudah dapat sepenuhnya kita jadikan dasar penyusunan mazhab sosialisme Islam. Suatu orientasi yang tidak biasa buat masyarakat Arab dengan kekuatan yang demikian rupa. Sejak berabad-abad orang sudah berbicara tentang segala kebajikan dan tentang pahala beramal, bahwa yang demikian itu adalah kemurahan hati si pemberi, bukan hak si penerima. Tetapi Qur’an menganggapnya sebagai hak dan hanya itu yang akan membersihkan harta si kaya dari pencemaran dosa. Karenanya, pengaruhnya bergema kuat sekali dalam penyebaran Islam ketika pertama kali kelahirannya. Dalam perkembangan masyarakat Islam berikutnya, seperti yang dapat kita lihat, pengaruhnya tampak jelas sekali, suatu perkembangan yang begitu pesat.

Mengenai riba, Islam sudah menyatakan perang total. Sebagai ukuran cukup kita baca firman Allah ini: "Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai orang yang tetap dalam kekufuran, dalam dosa." (Qur'an, 2: 276). Firman-Nya lagi: "Mereka yang memakan riba tak akan dapat berdiri, selain hanya seperti orang yang mendapat tamparan setan sampai menjadi gila..." (Qur'an, 2: 275). Qur'an melukiskan perbuatan riba ini sebagai makan harta orang secara tidak sah: "Karena mereka menjalankan riba, padahal sudah dilarang, dan karena memakan harta orang dengan jalan batil, maka Kami sediakan buat orang yang ingkar azab yang pedih." (Qur’an, 4: 161). Bahwa riba itu sudah begitu merajalela di masa jahiliah, maka Allah mewajibkan janganlah ada orang yang mengadakan ikatan dengan riba: "Orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba itu, jika kamu orang­orang beriman. Jika tidak kamu lakukan, ketahuilah, suatu pernyataan perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi bila kamu bertobat, maka bagimu pokok hartamu. Kamu tidak merugikan dan tidak dirugikan." (Qur'an, 2: 278-9).

Dalam kehidupan sosial pengaruh peraturan ekonomi ini besar sekali. Pengaruh yang kuat ini makin kuat dan makin dalam karena ia mendapat dukungan yang begitu bersemangat dari mayoritas kaum Muslimin. Oleh karena itu, dengan segala kemampuan yang ada, sampai waktu akhir-akhir ini kaum Muslimin dengan keras sekali tetap menolak riba.

Revolusi agama dan revolusi sosial di negeri Arab itu saling terjalin dengan revolusi politik yang membawa mereka kepada persatuan dari yang semula tercerai-berai dengan perluasan yang sampai demikian jauh melalui pembebasan pada masa Umar, seperti yang sudah kita lihat. Karena faktor-faktor yang saling mendukung ini, dalam kehidupan kota dap kehidupan ekonomi orang-orang Arab itu mengalami masa peralihan, suatu masa peralihan yang samasekali tak terlintas dalam benak mereka dan nenek moyang mereka. Sudah ribuan, bahkan puluhan ribu penduduk pedalaman pindah ke kota-kota di Syam. Banyak mereka yang tinggal di daerah-daerah pertamanan dan perkebunan di Damsyik, Hims, Kinnasrin, Mada'in, Kufah, Basrah dan kota-kota lain yang cerah dan padat. Mereka sudah melihat gedung dan industri, melihat desa yang subur dan tempat-tempat yang rimbun di sana sini, di Iskandariah, di Memphis, di Thebes dan di tempat-tempat lain di Mesir. Mereka memperoleh rampasan perang dan penghasilan lain yang dapat membebaskan mereka dari beban hidup yang begitu berat, bahkan mereka sudah dibiasakan menjadi orang yang hidup enak. Dalam pada itu juga mereka melihat gadis-gadis kulit putih dari Rumawi dan Syam, gadis-gadis Mesir dan Irak yang cantik-cantik yang tidak mereka lihat di pedalaman dan di perkotaan mereka sendiri. Keindahan dunia yang ramah dan lembut, juga di negeri-negeri yang terbuka ini mereka bertemu dengan minuman anggur yang lezat dan mudah diperoleh.

Di samping semua itu, di sana terdapat pula peninggalan-peninggalan seni yang indah-indah, di kuil-kuil dan di pekuburan-pekuburan Rumawi, lengkap dengan patung-patung yang dibentuk begitu indah, dalam gereja-gereja dan biara-biara Nasrani dengan segala lukisan yang seolah dapat berbicara seperti yang dikehendaki pelukisnya. Belum lagi adanya aliran Iskandariah yang menyebarkan prinsip-prinsip dan pandangan-pandangannya dan berbagai macam ilmu pengetahuan dan seni. Begitu juga segala ajaran dan budaya yang disebarkan oleh Rumawi dan Persia, masing-masing di Damsyik dan di Mada'in, yang kemudian membuahkan peradaban yang berkembang matang selama berabad-abad dan setelah itu, tiba saatnya untuk surut.

(sebelum, sesudah)


Umar bin Khattab
"Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu"
 
Judul asli "Al-Faruq Umar" cetakan ke 7 oleh Muhammad Husain Haekal, Ph.D.,
dengan izin ahli waris, Dr. Ahmad Muhammad Husain Haekal, kepada penerjermah.
diterjemahkan oleh Ali Audah.
Cetakan pertama, April 2000
Diterbitkan oleh P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel. (0251) 330505, 370505, Fax. (0251) 380505 Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-38-7
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. IKRAR MANDIRIABADI, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team