|
23. Kehidupan Sosial pada Masa Umar
(2/4)
Kekuatan tauhid dan kebebasan
rohani
Orang-orang Arab itu bukan tidak mengakui adanya Tuhan
ketika mereka menyembah berhala-berhala itu, tetapi semua
itu oleh mereka dipersekutukan dengan Tuhan Yang Esa dan
dijadikan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dalam
ziarah haji ke Ka'bah, dalam talbiah mereka menyebut nama
Allah dan menyebut berhala-berhala itu sebagai
sekutu-sekutu-Nya. Beberapa kabilah ada yang mengatakan:
"Labbaika Allahumma labbaika, labbaika Ia syarika laka,
kecuali dia sekutu-Mu, Engkau yang memilikinya dan dia tidak
memiliki." Orang-orang Kuraisy itu mengelilingi Ka'bah
dengan mengatakan: "Demi Lat dan Uzza, dan ini Manat ketiga,
yang terakhir. Itulah garaniq yang luhur, perantaraannya
sungguh dapat diharapkan!" Dalam hal ini Allah berfirman:
"Dan kebanyakan mereka tidak beriman kepada Allah, - kalau
tidak dengan mempersekutukan." (Qur'an, 12: 106).
Inilah gambaran selintas mengenai kepercayaan dan adat
istiadat Arab dalam kehidupan sosial mereka sebelum Islam.
Dengan mudah kita dapat memahami apa yang telah diberantas
oleh Islam. Dengan sendirinya pengaruh syirik itulah yang
pertama sekali dihancurkan dalam jiwa orang-orang Arab.
Mereka sudah mendengar ayat-ayat wahyu tentang semua itu
yang kemudian membuat mereka ... sesudah mereka masuk Islam
- sangat membencinya. Mereka mendengar firman Allah ini:
"Mereka menempatkan berhala-berhala sejajar dengan Allah
untuk menyesatkan orang dari jalan Allah. Katakanlah:
"Bersenang-senanglah kamu, tetapi perjalananmu menuju api
neraka." (Qur'an, 14: 30). Dan firman-Nya: "Hai manusia! Ada
sebuah perumpamaan, dengarkanlah. Mereka yang kamu seru
selain Allah, tidak akan dapat menciptakan seekor lalat pun,
meski mereka berkumpul untuk itu, dan jika lalat merampas
sesuatu dari mereka, mereka tidak akan dapat merebutnya
kembali. Sama lemahnya, mereka yang mengejar dan yang
dikejar." (Qur'an, 22: 73). Firman-Nya lagi: "Tetapi mereka
yang kamu seru selain Dia, tak mampu memberi pertolongan
kepadamu, juga tak mampu menolong diri mereka sendiri. Kalau
kauajak mereka ke jalan yang memberi petunjuk, mereka tak
mau mendengarkan, dan kaulihat mereka memandangmu padahal
mereka tidak melihat." (Qur'an, 7: 197-198). Selanjutnya
lagi: "Adakah mereka yang kafir akan menjadikan
hamba-hamba-Ku sebagai pelindung selain Aku? Sungguh, kami
telah menyediakan neraka jahanam sebagai tempat tinggal
orang-orang kafir." (Qur'an, 18: 102). Firman-Nya lagi:
"Katakanlah: "Adakah kamu lihat sekutu-sekutumu yang kamu
seru selain Allah? Tunjukkanlah kepadaku, apa yang telah
mereka ciptakan di bumi ini. Ataukah mereka punya saham di
langit? Ataukah Kami memberikan sebuah Kitab kepada mereka,
sehingga mereka mendapat keterangan daripadanya?" Tidak,
yang dijanjikan orang-orang zalim itu hanyalah saling
menjanjikan tipu muslihat." (Qur'an, 35: 40). "Tidaklah
patut bagi Nabi dan orang-orang beriman memohonkan ampun
bagi orangorang musyrik walau mereka kerabat dekat,
sesudah nyata bagi mereka bahwa mereka menjadi penghuni api
neraka." (Qur'an, 9: 113). "Tetapi bila bulan-bulan
terlarang sudah lalu, perangilah kaum musyrik di mana pun
kamu dapati mereka, tangkap dan tahanlah mereka dalam
kepungan, dan awasilah pada tiap tempat pengintaian. Tetapi
bila mereka bertobat, menjalankan salat dan mengeluarkan
zakat, berikanlah kebebasan kepada mereka. Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang". (Qur'an, 9: 5).
Orang-orang Arab itu sudah mendengar ayat-ayat tersebut,
dan puluhan lagi yang sama lainnya, maka semua pengaruh
syirik dalam jiwa mereka pun terhapus. Kita melihat mereka
yang pernah murtad dan yang mendakwakan diri nabi setelah
Rasulullah wafat, tak ada. lagi yang mempersekutukan Allah.
Hanya mereka yang mendakwakan diri nabi menganggap dirinya
nabi untuk golongannya, dan Muhammad juga nabi untuk
golongannya sendiri pula. Sesudah kaum murtad ditumpas,
semua orang Arab beriman, bahwa tak ada tuhan selain Allah
dan bahwa Muhammad Rasulullah.
Penumpasan terhadap syirik mempunyai pengaruh yang dalam
sekali dalam hati orang Arab, dan dalam kehidupan sosial
mereka. Tak seorang Muslim pun yang masih merasa bergantung
selain kepada Allah, hanya Allah Yang Mahakuasa tempat
mereka semua bergantung. Tak ada lagi seorang Muslim yang
masih mengharapkan ramalan dari azlam atau memohonkan
pilihan dari berhala-berhala. Ia memohonkan pilihan hanya
dari Allah semata. Hanya kepada-Nya ia bergantung,
memohonkan pertolongan dan yang dijadikan pegangannya. Dia
Yang akan menunjukkan jalan. Dengan demikian mentalitas
manusia Arab itu jadi bebas, hati nuraninya terbebas dari
perbudakan paganisme. Sekarang mentalitas dan hati nurani
itulah yang akan membimbing mereka, akan melakukan sesuatu
atau tidak akan melakukannya. Di luar itu tak ada yang akan
menjadi penghubung manusia dengan Tuhannya. Sekarang
kepercayaan pada alamat baik dan buruk sudah tak punya
tempat lagi. Burung yang terbang dari arah kanan atau kiri
tidak lagi berpengaruh terhadap kehendak manusia. Tak ada
lagi orang yang mau membaca ramalan bintang-bintang untuk
melihat nasib pribadi atau bangsa. Semua yang berjalan di
alam semesta ini sesuai dengan sunnatullah, dengan ketentuan
Allah. Ketentuan Allah tidak akan mengalami penyimpangan dan
perubahan.
Pengaruh Qur'an dan kedudukan
perempuan
Mentalitas manusia Arab sudah terbebas dari perbudakan
paganisme, dan beriman kepada Allah Pencipta segalanya.
Dengan demikian ia juga terbebas dari belenggu angan-angan
dan perbudakan berbagai macam upacara yang berlaku di masa
jahiliah. Apa yang datang dari Allah telah membuka mata hati
mereka dan sudah siap menerimanya. Pembebasan ini besar
pengaruhnya dalam kehidupan sosial, juga dalam kehidupan
rohani.
Pengaruh terbesar dalam kehidupan sosial itu ialah
perubahan pandangan kaum laki-laki terhadap perempuan. Wahyu
telah menyamakan kedua jenis kelamin itu. Firman itu
ditujukan kepada laki-laki dan perempuan beriman, kepada
laki-laki dan perempuan musyrik, dan berbicara tentang
perempuan dengan lemah lembut dan dengan sikap hormat, hak
dan kewajiban mereka sama menurut yang sepantasnya. Allah
berfirman: "Aku tidak akan menghilangkan amal seseorang
di antara kamu, laki-laki dan perempuan." (Qur'an, 3:
195). "Barang siapa melakukan amal kebaikan - laki-laki
atau perempuan dan dia beriman, - mereka akan masuk surga
dan tidak akan diperlakukan tidak adil sedikit pun."
(Qur'an, 4: 124). "Barang siapa mengerjakan amal kebaikan
- laki-laki ataupun perempuan dan beriman, - pasti akan Kami
beri dia kehidupan baru, suatu kehidupan yang baik dan
bersih, dan akan Kami balas dengan pahala yang
sebaik-baiknya, sesuai dengan apa yang telah mereka
kerjakan." (Quran, 16: 97). "Dan menjatuhkan
azab kepada kaum munafik - laki-laki dan perempuan, kaum
musyrik - laki-laki dan perempuan - yang berprasangka buruk
terhadap Allah..." (Qur'an, 48: 6). Selanjutnya
firmanNya lagi: "Tuhanmu telah menetapkan,
janganlah menyembah yang selain Dia, dan berbuat baiklah
kepada ibu-bapak. Kalau salah seorang di antara mereka atau
keduanya sudah mencapai usia lanjut semasa hidupmu, maka
janganlah berkata "cis!" kepada mereka, dan janganlah
membentak mereka, tetapi ucapkanlah kata-kata mulia. Dan
rendahkan sayap kasih sayang kepada mereka dengan rendah
hati, dan katakanlah: "Tuhanku! Limpahkanlah rahmat kepada
keduanya sebagaimana mereka telah memeliharaku semasa aku
kecil." (Qur'an, 17: 23-24).
Ayat-ayat tersebut dan banyak lagi yang semacamnya
merupakan nada baru di telinga orang jahiliah. Di depan
Allah laki-laki dan perempuan sama. Keduanya akan mendapat
balasan yang sama, hal yang tak pernah terdengar di antara
sesama mereka di kalangan Arab, juga mereka tak pernah
mendengar yang demikian pada tetangga mereka, Persia dan
Rumawi. Tetapi agama baru ini memerintahkan demikian, yang
diwahyukan kepada Nabi, yang orang Arab itu. Setiap Muslim
diwajibkan beriman dan mengikutinya.
Pengaruh perintah ini dalam hubungan suami-istri, ayah
dan anak, antara sesama saudara, tidak lagi kedudukan istri
yang hanya seperti babu atau budak, melainkan sudah menjadi
mitra suami dalam hidupnya, haknya terhadap suami seperti
hak seorang mitra terhadap mitranya. Allah berfirman: "Dan
di antara tanda-tanda kebesaran-Nya, Ia menciptakan
pasangan-pasangan bagimu dari jenis kamu sendiri, supaya
kamu hidup tenang dengan mereka, dan Ia menanamkan rasa
cinta dan kasih sayang di antara kamu..." (Qur'an, 30: 21).
Tidak akan ada lagi lelaki yang akan membenci gadisnya,
yakni hamba perempuannya, memperdagangkan diri untuk mencari
uang seperti dalam firman Allah ini: " ...Dan janganlah kamu
paksa budak-budak perempuan kamu melakukan pelacuran, jika
mereka mengingini hidup yang bersih, karena hendak mencari
keuntungan duniawi..." (Qur'an, 24: 33).
Setelah itu tak ada laki-laki yang merasa kesal terhadap
anak perempuan atau akan menguburnya hidup-hidup karena
takut akan mendapat malu atau telantar. Allah berfirman
dalam Qur'an menolak perbuatan itu: " ... janganlah bunuh
anak-anaknya karena dalih kemiskinan, Kami memberi rezeki
kepadamu dan kepada mereka..." (Quran, 6:151).
"Ataukah Ia mengambil anak-anak perempuan dari apa yang
Ia ciptakan, dan memberikan kepadamu anak-anak lelaki
sebagai pilihan? Bila salah seorang dari mereka dikabari
(tentang kelahiran) yang dimisalkan kepada Allah Maha
Pemurah, mukanya berubah gelap karena menahan dendam."
(Qur'an, 43: 16-17), dan bersumpah dengan penguburan anak
perempuan hidup-hidup: "Dan bila bayi (perempuan)
ditanya, - Karena salah apa ia dibunuh..." (Quran,
81: 8).
Pemberontakan terhadap adat yang sudah berakar
turun-menurun ini patut sekali menuju kepada revolusi sosial
dalam dasar kehidupan orang Arab yang berlaku di pedalaman
dan di perkotaan. Inilah pemberontakan yang dibawa oleh
wahyu kepada Rasulullah, suatu perintah Allah yang sudah tak
dapat ditolak lagi, dan manusia tak akan dapat menghindar,
harus tunduk. Sudah tentu revolusi demikian ini efeknya
lebih dahsyat dalam jiwa orang Arab daripada revolusi mental
yang berakhir dengan dihancurkannya berhala-berhala,
membuang jauh-jauh paham syirik dan yang menjadi pegangan
hanya tauhid kepada Allah. Hati kita dan pikiran kita segera
memburu kebebasan yang akan menerangi jalannya, begitu
rantai yang membelenggunya hancur. Dan selama masih terbatas
pada pemikiran kita dan keyakinan kita yang subyektif, maka
keadaan akan tetap demikian. Kalau hal itu sudah menyangkut
sampai pada kekuasaan kita di dunia dan pada hubungan kita
dengan orang lain, kita akan maju-mundur untuk tunduk dan
menyerah. Kalau pikiran kita sudah menyerah kita masih
berusaha mempertahankan kekuasaan kita atau mengambil
kembali apa yang sudah hilang atau berkurang, karena nafsu
kita menyuruh dan mendorong kita berbuat demikian. Betapapun
pikiran kita dapat mengatasi nafsu, betapapun dapat
membebaskan diri untuk memahami pengertian yang lebih luhur,
namun keputusan ada pada naluri manusia yang sudah menjadi
tempat bersemayam nafsu itu.
Islam menghormati perempuan dan
pengaruhnya dalam masyarakat
Bukti yang paling jelas dalam hal yang sedang kita hadapi
ini ialah kata-kata Umar bin Khattab sendiri. Muslim dengan
isnadnya menyebutkan bahwa Umar mengatakan: "Ya, sungguh,"
kata Umar, "di zaman jahiliah perempuan-perempuan tidak kami
hargai. Baru setelah Allah memberikan ketentuan tentang
mereka dan memberikan pula hak kepada mereka." Dan katanya
lagi: "Ketika saya sedang dalam suatu urusan tiba-tiba istri
saya berkata: 'Coba kau berbuat begini atau begitu. Jawab
saya, 'Ada urusan apa engkau di sini, dan perlu apa engkau
dengan urusanku.' Dia pun membalas, 'Aneh sekali engkau,
Umar. Engkau tidak mau ditentang, padahal putrimu menentang
Rasulullah Sallallahu alaihi wa sallam sehingga ia
gusar sepanjang hari. Kata Umar selanjutnya: "Kuambil
mantelku, aku pergi keluar menemui Hafsah. 'Anakku', kataku
kepadanya. 'Engkau menentang Rasulullah Sallallahu
alaihi wa sallam sampai ia merasa gusar sepanjang
hari?! Hafsah menjawab: 'Memang kami menentangnya.' 'Engkau
harus tahu', kataku. 'Kuperingatkan engkau jangan teperdaya.
Orang telah terpesona oleh kecantikannya sendiri dan mengira
cinta Rasulullah Sallallahu alaihi wa sallam hanya
karenanya.' Kemudian saya pergi menemui Umm Salamah, karena
kami masih berkerabat. Hal ini saya bicarakan dengan dia.
Kata Umm Salamah kepadaku: 'Aneh sekali Anda ini, Umar! Anda
sudah ikut campur dalam segala hal, sampai-sampai mau
mencampuri urusan Rasulullah Sallallahu alaihi wa
sallam dengan rumah tangganya!' Kata Umar lagi:
'Kata-katanya mempengaruhi saya sehingga tidak jadi saya
melakukan apa yang sudah saya rencanakan. Saya pun
pergi."
Percakapan antara Umar dengan Hafsah dan Umm Salamah ini
terjadi dalam tahun ke-9 Hijri, setelah Allah menurunkan
wahyu-Nya mengenai perempuan dan menentukan bagian mereka.
Kalau demikianlah halnya dengan Umar, orang yang begitu
dekat kepada Rasulullah dan paling mematuhi
ajaran-ajarannya, bagaimana pula dengan orangorang
yang lain yang tersebar di segenap penjuru Semenanjung itu.
Niscaya mereka dengan istri-istri dan anak-anak perempuan
serta para kerabat akan sama seperti Umar dengan putrinya
dan Umm Salamah itu, atau akan lebih lagi dari dia. Sudah
tentu kaum perempuan akan bersikeras dengan apa yang sudah
ditentukan Allah atas mereka, yang tak mungkin lagi kaum
laki-laki akan mengingkarinya atau akan mendebat mereka.
Mereka semua sudah beriman kepada Allah, kepada Qur'an,
kepada Rasul-Nya.
Poligami dan hak waris
Kalau ini adalah pengaruh revolusi yang telah membawa
persamaan laki-laki dengan perempuan, maka yang lebih hebat
lagi ialah ketika Islam mengakui hak waris bagi perempuan,
yang pada zaman jahiliah ditiadakan samasekali, dan ketika
Islam membatasi poligami menjadi empat dari yang semula
tanpa batas. Kemudian lebih mengutamakan hanya satu istri
jika dikhawatirkan tak dapat berbuat adil. Persamaan dalam
tingkat martabat yang manusiawi ini serta ganjaran dan
balasan bagi perempuan di akhirat lebih sesuai menurut
segala pertimbangan yang ideal. Laki-laki tak akan
dirugikan, jika antara dia dengan istrinya terjalin rasa
cinta di pihak istri, dan rasa kasih sayang di pihak suami.
Juga laki-laki tak akan dirugikan jika Allah mengamanatkan
kepada manusia terhadap kedua orangtuanya, "...ibunya
yang telah mengandungnya dalam kelemahan demi kelemahan, dan
menyapihnya dalam waktu dua tahun. Bersyukurlah kamu
kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu. Kepada-Ku juga kamu
akan kembali." (Qur'an 31: 14).
Bahwa perempuan itu berhak menerima warisan atas
peninggalan pewaris bersama-sama dengan kaum laki-Iaki. Kaum
laki-laki yang maju ke medan pertempuran, maka dialah yang
harus melindungi daerah itu dan yang memperoleh hasilnya,
yakni menyangkut apa yang oleh sebagian orang sekarang
disebut "hak-hak perolehan" yang intinya menyangkut
kemanfaatan materi. Sebagian besar orang lebih cenderung
pada kemanfaatan materi ini daripada yang lain.
Dalam hal semacam inilah perlunya pembatasan poligami itu
dengan empat, dan lebih mengutamakan satu istri seperti
dalam firman Allah ini: "
kawinilah
perempuan-perempuan yang kamu sukai: dua, tiga atau empat.
Tetapi jika kamu khawatir tak dapat berlaku adil, maka
seorang sajalah, atau (tawanan perang) yang ada di tangan
kananmu; yang demikian menjauhkan kamu dari
penyimpangan." (Qur'an, 4: 3). Apa yang sudah ditentukan
untuk perempuan oleh ayat ini sesuai dengan martabat manusia
yang sudah diatur oleh Qur'an buat perempuan. Sungguhpun
begitu ada pembatasan yang diperbolehkan bagi orang Arab di
masa jahiliah. Sekarang Islam telah menetapkannya dan bagi
orang yang sudah menerima Islam tak ada jalan lain harus
menaatinya.
Tetapi buat orang-orang Arab yang sudah tunduk pada
ketentuanketentuan itu masih terdapat keringanan dari
yang sudah diturunkan mengenai perempuan itu ketika membaca
ayat ini: "Laki-laki adalah pelindung dan bertanggung
jawab terhadap kaum perempuan karena Allah telah memberikan
kelebihan kekuatan pada atas yang lain, dan karena mereka
memberi nafkah dari harta mereka..." (Qur'an 4: 34). Dan
firman-Nya: "... hendaklah disaksikan oleh dua orang
laki-laki; jika tak ada dua orang laki-laki maka seorang
laki-laki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu
sukai; jika yang seorang lupa, yang lain akan
mengingatkan
" (Qur'an 2: 282) Ketika untuk
laki-laki mendapat dua kali bagian perempuan dalam harta
waris, ayat-ayat ini membuka jalan buat mereka yang mau
bertahan dengan pandangan lamanya. Kalaupun jalan ini
sedikit terbuka hanya karena laki-laki yang memikul beban
belanja keluarga serta yang mempertahankan agama dan tanah
airnya dengan melakukan perjuangan di jalan Allah.
Ayat-ayat yang turun mengenai perempuan dan yang
semacamnya itu wajar sekali akan berakibat timbulnya
revolusi sosial yang sangat dalam dalam kehidupan masyarakat
Arab. Perempuan adalah tiang rumah tangga, dan keluarga
adalah tiang kabilah dan masyarakat secara keseluruhan. Kaum
lelaki yang menghormati kaum perempuan dan keikutsertaannya
dalam bidang yang ditekuninya, ia mempunyai kodratnya
sendiri dalam kegiatan kehidupan itu, akan memberi semangat
dan kekuatan tersendin yang tidak mungkin timbul kalau ia
diperlakukan seperti hamba sahaya dan dijauhkan dari segala
kegiatan kehidupan. Menghormati perempuan berarti mengangkat
rasa estetik ke puncak yang tidak akan dapat sempurna jika
ia dikungkung dalam batas-batas bahwa dia hanya sebuah benda
di tangan laki-laki dan hanya pembantu rumahnya. Barangkali
kita akan kita lihat ini dalam syair jahiliah, yang bila
sudah menyangkut masalah perempuan ia ditempatkan hanya
sebagai benda, tak punya tempat dalam hati kaum laki-laki
atau akan dihargai di luar batas-batas benda itu. Mu'allaqat
as-Sab3 sudah menjadi bukti dan sangat
mendukungnya. Kita masih ingat ketika perempuan-perempuan
Kuraisy keluar bersama-sama prajuritnya hendak mengadakan
pembalasan dendam karena kekalahan dalam Perang Badr ketika
itu. Setelah mereka berhadapan dengan pasukan Muslimin di
Uhud perempuan-perempuan itu membakar semangat kaum
lelakinya dengan bersenandung:4
- Kalau kalian maju kami peluk
- Dan kami hamparkan kasur yang empuk
- Atau kamu mundur kita berpisah
- Berpisah tanpa cinta.
Buat perempuan Kuraisy sebagai imbalan bagi yang dapat
mengalahkan musuh bukanlah suatu kebanggaan tanah air dan
membala rasa harga diri, tetapi laki-laki yang pemberani itu
akan mereka peluk dan akan mereka hamparkan kasur. Laki-laki
yang mundur dari perang sebagai hukumannya akan mereka
jauhi. Sekiranya hubungan laki-laki dengan perempuan itu
tidak hanya terbatas pada benda seperti pada zaman jahiliah
itu, tetapi atas dasar cinta dan kasih sayang seperti yang
disebutkan di dalam Qur'an, niscaya dalam menilai para
pahlawannya, perempuan Kuraisy itu tidak akan berpandangan
demikian.
Pengaruh Qur'an dalam ekonomi: Egoisme,
zakat dan riba
Pengaruh Qur'an dalam revolusi ekonomi tidak pula kurang
besarnya dari pengaruh revolusi sosial itu. Kedudukan
pedagang-pedagang kaya masa jahiliah, para lintah darat dan
sebangsanya, di mata orangorang miskin dan kaum buruh
sangat dihormati dan dikagumi, kendati kekaguman mereka
tidak sampai mengurangi kebebasan dan keangkuhan mereka.
Dengan demikian jika orang.- orang kaya itu memberi kepada
orang miskin karena kasihan, cara kasihan mereka itu
bersifat ria, ingin diketahui orang, sama seperti dalam cara
memberi, yang kemudian dijadikan batu loncatan untuk mencari
kedudukan yang lebih tinggi di mata masyarakat.
Sejak semula wahyu turun Islam sudah menentang keras
kecenderungan egoisme ini. Ditentang dengan suatu ketentuan
yang pada dasarnya adalah persaudaraan dan persamaan
antarumat manusia, dan mempersalahkan orang-orang kaya yang
memberi dengan mengungkitungkit dan menyakiti perasaan
orang - dengan memperlakukan ketentuan zakat sebagai
kewajiban bagi kaum berada kepada orang tak berpunya. Allah
berfirman: "Kata-kata yang baik dan pemberian maaf lebih
baik daripada sedekah yang disertai gangguan. Allah
Mahakaya, Mahabijaksana. Hai orang-orang yang beriman!
Janganlah merusak sedekahmu dengan mengingat-ingat kembali
dan dengan gangguan..." (Qur'an 2: 263-4). "Kalaupun kamu
perlihatkan sedekah itu, itu pun baik; tetapi jika kamu
sembunyikan dan kamu berikan kepada orangorang fakir,
itulah yang lebih baik bagimu..." (Quran, 2: 271).
Zakat dan sedekah itu bukanlah suatu jasa dari si kaya
kepada si miskin, tetapi memang sudah ada hak si miskin
dalam harta si kaya itu. "Dan dalam harta kekayaan mereka
terdapat hak orang miskin yang meminta dan yang tidak
meminta." (Quran, 51: 19). Untuk itu Allah berfirman:
"Sedekah untuk kaum fakir dan miskin, para amil, orang yang
dilunakkan hatinya, orang dalam perbudakan, orang yang
terbelit utang, untuk jalan Allah dan orang terlantar dalam
perjalanan. Itulah yang diwajibkan Allah. Dan Allah
Mahatahu, Mahabijaksana." (Qur'an, 9: 60). Hak fakir miskin
itu sama dengan hak kedua orangtua atas harta anak kalau
diperlukan. Untuk itu Allah berfirman: "Mereka bertanya
kepadamu, apa yang harus mereka nafkahkan. Katakanlah: Apa
saja yang baik kamu nafkah hendaknya kepada ibu-bapa dan
kerabat, kepada anak-anak yatim dan orang-orang miskin dan
mereka yang terlantar dalam perjalanan. Dan segala perbuatan
baik yang kamu lakukan, Allah mengetahuinya." (Qur'an, 2:
215).
Ini merupakan suatu orientasi baru, yang dengan mudah
dapat sepenuhnya kita jadikan dasar penyusunan mazhab
sosialisme Islam. Suatu orientasi yang tidak biasa buat
masyarakat Arab dengan kekuatan yang demikian rupa. Sejak
berabad-abad orang sudah berbicara tentang segala kebajikan
dan tentang pahala beramal, bahwa yang demikian itu adalah
kemurahan hati si pemberi, bukan hak si penerima. Tetapi
Quran menganggapnya sebagai hak dan hanya itu yang
akan membersihkan harta si kaya dari pencemaran dosa.
Karenanya, pengaruhnya bergema kuat sekali dalam penyebaran
Islam ketika pertama kali kelahirannya. Dalam perkembangan
masyarakat Islam berikutnya, seperti yang dapat kita lihat,
pengaruhnya tampak jelas sekali, suatu perkembangan yang
begitu pesat.
Mengenai riba, Islam sudah menyatakan perang total.
Sebagai ukuran cukup kita baca firman Allah ini: "Allah
memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak
menyukai orang yang tetap dalam kekufuran, dalam dosa."
(Qur'an, 2: 276). Firman-Nya lagi: "Mereka yang memakan
riba tak akan dapat berdiri, selain hanya seperti orang yang
mendapat tamparan setan sampai menjadi gila..." (Qur'an,
2: 275). Qur'an melukiskan perbuatan riba ini sebagai makan
harta orang secara tidak sah: "Karena mereka menjalankan
riba, padahal sudah dilarang, dan karena memakan harta orang
dengan jalan batil, maka Kami sediakan buat orang yang
ingkar azab yang pedih." (Quran, 4: 161). Bahwa
riba itu sudah begitu merajalela di masa jahiliah, maka
Allah mewajibkan janganlah ada orang yang mengadakan ikatan
dengan riba: "Orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu
kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba itu, jika kamu
orangorang beriman. Jika tidak kamu lakukan,
ketahuilah, suatu pernyataan perang dari Allah dan
Rasul-Nya. Tetapi bila kamu bertobat, maka bagimu pokok
hartamu. Kamu tidak merugikan dan tidak dirugikan."
(Qur'an, 2: 278-9).
Dalam kehidupan sosial pengaruh peraturan ekonomi ini
besar sekali. Pengaruh yang kuat ini makin kuat dan makin
dalam karena ia mendapat dukungan yang begitu bersemangat
dari mayoritas kaum Muslimin. Oleh karena itu, dengan segala
kemampuan yang ada, sampai waktu akhir-akhir ini kaum
Muslimin dengan keras sekali tetap menolak riba.
Revolusi agama dan revolusi sosial di negeri Arab itu
saling terjalin dengan revolusi politik yang membawa mereka
kepada persatuan dari yang semula tercerai-berai dengan
perluasan yang sampai demikian jauh melalui pembebasan pada
masa Umar, seperti yang sudah kita lihat. Karena
faktor-faktor yang saling mendukung ini, dalam kehidupan
kota dap kehidupan ekonomi orang-orang Arab itu mengalami
masa peralihan, suatu masa peralihan yang samasekali tak
terlintas dalam benak mereka dan nenek moyang mereka. Sudah
ribuan, bahkan puluhan ribu penduduk pedalaman pindah ke
kota-kota di Syam. Banyak mereka yang tinggal di
daerah-daerah pertamanan dan perkebunan di Damsyik, Hims,
Kinnasrin, Mada'in, Kufah, Basrah dan kota-kota lain yang
cerah dan padat. Mereka sudah melihat gedung dan industri,
melihat desa yang subur dan tempat-tempat yang rimbun di
sana sini, di Iskandariah, di Memphis, di Thebes dan di
tempat-tempat lain di Mesir. Mereka memperoleh rampasan
perang dan penghasilan lain yang dapat membebaskan mereka
dari beban hidup yang begitu berat, bahkan mereka sudah
dibiasakan menjadi orang yang hidup enak. Dalam pada itu
juga mereka melihat gadis-gadis kulit putih dari Rumawi dan
Syam, gadis-gadis Mesir dan Irak yang cantik-cantik yang
tidak mereka lihat di pedalaman dan di perkotaan mereka
sendiri. Keindahan dunia yang ramah dan lembut, juga di
negeri-negeri yang terbuka ini mereka bertemu dengan minuman
anggur yang lezat dan mudah diperoleh.
Di samping semua itu, di sana terdapat pula
peninggalan-peninggalan seni yang indah-indah, di kuil-kuil
dan di pekuburan-pekuburan Rumawi, lengkap dengan
patung-patung yang dibentuk begitu indah, dalam
gereja-gereja dan biara-biara Nasrani dengan segala lukisan
yang seolah dapat berbicara seperti yang dikehendaki
pelukisnya. Belum lagi adanya aliran Iskandariah yang
menyebarkan prinsip-prinsip dan pandangan-pandangannya dan
berbagai macam ilmu pengetahuan dan seni. Begitu juga segala
ajaran dan budaya yang disebarkan oleh Rumawi dan Persia,
masing-masing di Damsyik dan di Mada'in, yang kemudian
membuahkan peradaban yang berkembang matang selama
berabad-abad dan setelah itu, tiba saatnya untuk surut.
|